Share

Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi
Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi
Penulis: Pemanis Aksara

Part 01: Kain Basahan Basah

Penulis: Pemanis Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kain Basahan Basah di Kamar Mandi

Part 01: Kain Basahan Basah

"Pa, kok ada di rumah? Bukannya tadi sudah berangkat ke kantor?" cecarku dengan heran. Aku menautkan satu alis ke atas.

"Ada yang ketinggalan," jawabnya santai.

"Semuanya sudah kusiap 'kan tadi. Kenapa masih ada yang ketinggalan," tanyaku kembali.

"Sudahlah jangan banyak tanya. Berkas ini sangat penting buat meeting siang ini bersama klien kita, Ma. Maka dari itu, aku pulang mengambilnya," jawab Rusly dengan santai sembari membereskan kemeja dan dasinya.

Tiba-tiba, aku kebelet ke kamar mandi, aku terkejut kain basahan basah di kamar mandi dan yang lebih mengejutkan lagi tetesan airnya masih deras menetes. Lantai dan dinding kamar mandi masih setengah kering. Tidak hanya itu, botol shampo yang tidak pernah aku beli dan pakai ada di tempat sabun. Merk shampo ini biasa dipakai perempuan. Cuma aku perempuan di rumah ini. Nggak mungkin Bu Ijah pakai shampo merk ini.

"Papa baru selesai mandi ya?" tanyaku menyelidiki sambil keluar dari kamar mandi.

Masih kuingat suamiku duluan mandi daripada aku. Kenapa kain basahan ini basah? Otakku terus berpikir kejadian yang sangat aneh menurutku.

"Mandi! mau pipis saja nggak sempat, Ma. Aku pulang ke rumah mau ambil berkas ini saja, nggak lebih," jawab Mas Rusly sambil memperlihatkan map batik. Dia menuju meja rias. Kemudian duduk dan meletakkan map itu di atas meja rias. Sesekali dia menyisir rambutnya.

Aku melangkah masuk kembali ke dalam kamar mandi. Tidak buang-buang waktu, aku mencari tahu kebenaran yang telah terjadi.

"Ini shampo siapa Pa?! Dan Kenapa kain basahan ini basah?" tanyaku dengan bertubi-tubi.

Kubawa botol shampo itu menghampiri Rusly yang sedang duduk di meja rias. Dia asyik menyisir rambutnya dan sesekali melirik ke arahku.

Seketika wajah Rusly berubah merah. "Ma! Bisa nggak sih, nggak curiga samaku. Kalau aku mau selingkuh sejak dulu bisa. Mana mungkin aku mengkhianatimu, Ma!" jawabnya mulai emosi.

Nada suaranya sudah mulai naik dan tidak seperti biasanya. Rasa curigaku mulai meronta untuk membuktikan suamiku selingkuh atau tidak. Namun, aku masih bisa menahan diri untuk bermain cantik.

"Aku masih ingat betul kamar mandi yang aku tinggalkan seperti apa, Pa! Shampo ini nggak ada tadi. Mana mungkin perempuan lain mandi di sini kalau bukan kamu yang bawa, Pa!"

Aku tersulut emosi, rasanya aku ingin menampar wajah suamiku dengan keras. Ternyata aku tidak bisa menahan amarah dan rasa curigaku pada suamiku.

"Belakangan ini mama selalu curiga setiap gerak-gerikku. Aku risih dengan tingkahmu, Ma."

"Wajar dong aku menaruh curiga sama papa. Kebiasaan papa jauh berubah semenjak naik jabatan."

Rusly berpikir sejenak, dia baru sadar kalau aku selalu memperhatikan setiap gerak-geriknya.

"Berubah apanya, Ma?! Perasaan aku biasa saja. Pikiranmu saja yang berlebihan dan terlalu menaruh curiga padaku," ucapnya pergi melangkah turun ke bawah. Langkah kakinya sangat cepat menapaki anak tangga.

"Aku belum selesai ngomong Pa! Tolong jelaskan apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku!"

Aku terus berusaha mencari kebenaran yang ada. Aku yakin, suatu saat kebusukan suamiku pasti tercium juga.

"Nggak ada rahasia yang aku sembunyikan, Ma! Sudahlah aku mau pergi ke kantor, takut terlambat."

Rusly terus melangkah dan sambil mengotak-atik ponselnya. Tidak berapa lama, dia memasukkan gawainya ke saku celananya. Dia fokus berjalan dengan cepat.

Aku melihat map batik tinggal di atas Meja rias. Aku mengayunkan kakiku menghampiri map itu lalu kuambil. Mataku melotot melihat ada sehelai rambut panjang dekat map tersebut.

'Nggak mungkin rambutku, aku cuma memiliki rambut pendek, itu pun sebahu. Rambut siapa?' gumamku sembari memperhatikannya dengan seksama.

Kukejar Rusly sambil membawa map dan sehelai rambut tersebut. Langkah kakiku sengaja aku percepat.

"Pa ... Pa ... Mapnya ketinggalan," teriakku memanggil sembari mengejarnya.

Dia tidak menggubris panggilanku. Aku heran seketika, katanya berkas dalam map ini penting buat bahan meeting. Kenapa map-nya ketinggalan tidak dihiraukannya? Pertanyaan ini muncul di benakku.

Rusly berhenti tiba-tiba, ponsel miliknya berdering. Dia merogoh kotak perseginya dari dalam saku celananya. Tidak butuh waktu lama, dia menjawab panggilan telepon tersebut.

[Sayang aku lupa membawa shampoku di kamar mandi. Takut kalau Nesya menaruh curiga kepada hubungan gelap kita. Merk shampo itu bukan sembarangan orang pakai,] ucap wanita itu di ujung sana.

Kebiasaan suamiku kalau menerima panggilan telepon, dia selalu mengaktifkan speakernya. Sehingga aku dapat mendengar isi percakapan suamiku dengan lawan bicaranya.

Deg!

Jantungku berdegup kencang, darahku mulai mendidih mendengar ucapan perempuan yang baru saja bicara sama Rusly, suamiku.

[Sudah aman kok sayang, untung saja aku bisa bersilat lidah. Pokoknya kamu tenang saja. Nggak bakalan ketahuan kok sama istriku,] jawab Rusly dengan santai.

Suamiku tidak tahu kalau aku sekarang menguping di belakangnya. Kebiasaan buruknya masih saja melekat pada dirinya yaitu kalau menelpon selalu mengaktifkan speakernya. Itu sebabnya aku mendengar jelas ucapan mereka via telepon.

[Usai meeting kita lunch di tempat biasa ya, sayang. Aku klepek-klepek sama kamu. Pokoknya aku nggak bisa jauh dari kamu, sayang.]

Suara perempuan itu kembali menggoda suamiku. Darahku mendidih mendengar kata sayang. Suamiku masih saja santai dan belum mengetahui kalau aku di belakangnya.

"Pa! siapa wanita itu?! Kenapa bisa dia memanggil sayang, jawab Mas!" amukku, rasa emosi sudah tidak terkontrol sehingga kurobek map batik itu di depannya.

"Mama! Kamu sudah gila ya?! Itu berkas sangat penting buat karierku. Kenapa di robek?" ucap Rusly sambil menampar jidatnya.

Ponsel miliknya masih saja melekat di daun telinganya sebelah kiri. Tidak berapa lama, sambungan telepon terputus.

"Lebih bagus jabatan kamu biasa-biasa saja daripada seperti ini, Pa! Betul pepatah mengatakan, semakin tinggi pohon itu semakin kencang angin menerpanya. Papa juga seperti itu, semakin tinggi jabatan kamu semakin banyak wanita lain di luar sana mulai menggodamu!"

Plak!

Sebuah tamparan menepis di wajahku. Aku mengelus pipi mulusku yang baru saja panas karena pukulan yang diberikan Rusly padaku.

"Kamu jahat, Pa. Aku tidak menyangka kamu setega ini memperlakukanku. Sudah banyak bukti yang aku temukan satu hari ini. Mulai dari kain basahan yang basah, botol shampo, sehelai rambut panjang dan kamu telah terang-terangan menjawab telepon wanita lain dengan nada mesra. Papa kira aku bakalan diam dengan semua bukti yang sudah cukup jelas."

"Terus kamu mau apa?!"

Rusly bukannya tidak merasa bersalah malah dia semakin melawan. Dia tidak tahu diri, kalau asal muasalnya kariernya naik dan cemerlang berkat usahaku.

"Aku mau cerai, Pa!"

"Tidak bisa."

Rusly berkacak pinggang sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Kalau kamu nggak mau, aku akan menggugat cerai kamu, Pa!"

"Berani kamu menggugat ceraiku, hidupmu akan melarat. Kamu nggak tahu siapa aku sekarang. Aku bisa mencampakkan kamu laksana sampah tidak berguna."

Rusly sudah berani melawan. Dia sudah merasa hebat, sehingga bisa berkata seperti itu.

"Silahkan Pa! kalau kamu lebih memilih wanita itu daripada aku yang sudah lama bersamamu. Aku menerimamu apa adanya mulai dari nol, sekarang kamu sukses dan kaya raya malah mencampakkan aku laksana sampah tak berguna. Kamu kira aku diam, kita lihat saja siapa yang bakalan menderita dan menyesal."

Sudah saatnya diriku bangkit untuk melawan kekejian suamiku.

"Kamu itu cuma wanita biasa. Hidupmu sekarang bergantung kepadaku. Kalau aku tidak memberi uang kepadamu, mana bisa kamu makan."

Rusly lupa kalau aku bekerja dan menjadi wanita karier.

"Kamu lupa kalau aku punya penghasilan sendiri. Aku ini sudah bekerja."

"Oh iya, aku lupa. Kalau kamu itu karyawan biasa."

Rusly mengukir senyum smirk. Dia sangat bahagia melihat aku mati kutu dan tidak bisa menjawab lagi.

"Sayang ...!" suara wanita terdengar jelas membuyarkan perang dingin antara aku dan suamiku.

"Kamu ...," ucapku terjeda dengan mulut menganga.

Bersambung ....

Next?

Jangan lupa singgah ke ceritaku yang berjudul "Kubalas Kesombongan Selingkuhanmu Lunas" Sudah tamat. Jadi bisa baca marathon.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Laki2 emang bangsat kl udah merasa mampu, anjing emang minta disunat habis tu barangnya biar nggak berfungsi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 02: Nomor Tidak Dikenal

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiBagian 02: Nomor Tidak dikenal"Maaf, Bu. Aku tadi mandi di kamar mandi ibu dan bapak. Soalnya di kamarku air panasnya nggak hidup. Botol shampo itu milikku. Maaf kalau aku sudah membuat kegaduhan di pagi ini antara Ibu Nesya dan Pak Rusly."Aku tidak tahu teka-teka yang diberikan Lala kepadaku. Apakah Lala mendukung Rusly selingkuh atau memang mereka bermain api di belakangku? Aku tahu suara Lala tidak seperti itu pada saat bicara melalui telepon seluler tadi. Lantas, siapa yang menelpon itu? Siapa yang mandi di kamar mandiku. Suara perempuan itu sangat jelas aku dengar."Sekarang lihat saja Nesya, apa yang bakalan terjadi. Kamu terlalu mengikuti setan sehingga amarah dan pikiran jernihmu hilang tidak terkendali.""Aku tahu ini pasti kerja sama kalian berdua. Kalian nggak usah menipuku dengan alibi seperti ini."Aku yakin dan percaya kalau Lala dan suamiku sudah mengatur skenario. Namun, aku belum punya bukti yang kuat."Menipu kata, ibu! Sebentar du

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 03: USG

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 03: USGTidak butuh waktu lama, aku sampai di restoran sesuai alamat yang ada di kirim lewat pesan chat aplikasi hijau mirip gagang telepon.Aku masuk menelusuri ruangan, mataku ke sana kemari mencari ciri-ciri orang sesuai petunjuk yang aku dapatkan. Untung saja pengunjung restoran itu masih sepi, jadi leluasa aku melihat ke sana ke mari.'Yes, aku telah menemukannya. Itu dia orangnya.'Aku sangat girang dan senang. Semoga saja aku tidak salah sasaran. Aku melangkah gontai sambil memasang kaca mata hitam. Aku sengaja memakai masker agar tidak dikenal. Tidak butuh waktu lama, akhirnya aku sampai. Aku juga sudah tidak sabar ingin melabrak suamiku bersama selingkuhannya."Rusly sayang, kamu ngapain di sini?" tegurku dengan nada mesra sambil bergelayut manja di bahunya."Maaf kamu siapa? Datang-datang memanggil sayang kepada suamiku. Apa kamu itu pelakor yang selama ini mengganggu suamiku. Dasar pelakor, rasakan ini!"Wanita itu membabi buta menghaj

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 04: Mulai Terbongkar

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 04: Mulai Terbongkar"Bu Nesya!" ujarnya.Aku terkejut mendengar ucapan Dokter Faisal. Aku mengarahkan bola mataku ke asal suara itu."Selamat janin di dalam rahimmu ada dua. Itu pertanda ibu mengandung calon bayi kembar," ucapnya sembari mengulas senyum.Aku terkejut mendengar ucapannya. Selama ini aku tidak ada merasakan tanda-tanda sedang hamil.Aku tidak tahu harus senang atau sedih. Selama ini Rusly selalu menanyakan kapan aku bisa memberikan keturunan padanya. Namun, pada saat itu Allah mungkin belum memberikan izin. Mungkin itu alasannya berpaling dari pelukanku."Dok! Sudah berapa bulan usia kandunganku?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca. Aku masih belum percaya mendengar informasi yang baru saja aku dengar dari tepi bibir Dokter Faisal. Aku mencoba menahan buliran air mata agar tidak jatuh."Selamat ya, Bu! Sebentar lagi bakalan menjadi ibu dari bayi kembar," jawabnya sambil membereskan alat USG yang baru saja digunakan untuk mencek kon

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 05: Niat Busuk

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 05: Niat Busuk"Pergi dari rumahku ini!" usirku dengan paksa. Aku memukul dada bidangnya suamiku. Aku lupa kalau ada janin di dalam rahimku. Aku sudah tersulut emosi, sehingga aku tidak menghiraukannya lagi."Rumahku, kamu bilang? Sadar Nesya! Rumah ini sudah menjadi hak milikku," jawab Rusly dengan santai.Aku diam sejenak menelaah perkataannya. Rusly melahirkan senyum smirk. Sementara Lala dan Ririn masih duduk santai melihat percekcokan antara aku dengan suamiku."Sejak kapan rumah ini jadi hak milikmu? Sepertinya kamu lagi mimpi, Pa! Bangun woi dari tidur pendekmu," ledekku mengukir wajah memerah.Emosiku semakin membara, kutampar wajahnya agar dia bangun dari tidur pendeknya.Plak!Wajahnya kini berubah merah seperti bekas tamparan tanganku. Aku merasa sedikit puas dan lega. Tanganku mendarat di pipinya tanpa ampun."Kamu kira aku mimpi, hah!" dia membalas tamparan yang aku layangkan, tapi aku berhasil menghindar. Walaupun tanganku dikunci

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 06 : Bekas Tissu Magic

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 06 : Bekas Tissu Magic"Jadi kalian masih berusaha ingin mencelakai aku dengan cara menggugurkan kandunganku?" tanyaku kepada Lala, Rusly dan Ririn.Aku kebetulan lewat mau mengambil obat yang aku beli tadi pada saat mau pulang dari check up. Meskipun kondisi tubuhku lemah, aku harus mengambil obat itu. Aku tidak enak menyuruh mertuaku, itu sebabnya aku berusaha untuk tetap mengambilnya. Meskipun mertuaku tadi melarang aku pergi mengambil obat itu ke dalam mobil."Iya!" jawab Lala spontan.Padahal Ririn sudah memberi kode kepada Lala agar tidak keceplosan. Akan tetapi, Lala tidak bisa diajak kompromi."Bagus! Kalau kalian masih saja berusaha ingin membunuh janin yang ada di dalam perutku. Akan aku jadikan semua omongan kalian ini sebagai bukti yang kuat. Esok kelak aku akan menjebloskan kalian ke dalam penjara."Aku memperlihatkan gawai milikku. Mata mereka bertiga mau keluar dari sarangnya. Aku melipat kedua tangan dan meletakkannya sejajar den

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 07: Main Tangan

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 07: Main TanganRusly nggak sabar esok tiba. Jam sudah menunjukkan dua puluh tiga lewat enam menit Waktu Indonesia Barat, rasa ngantuk sudah menghampiri netranya. Dia merebahkan badan gempal nya di atas ranjang. Akhirnya dia tertidur berlayar ke pulau seribu.Sementara ibu dan aku masih asyik bercengkrama di ruang tamu."Nesya, kalau Rusly mencoba macam-macam kepadamu, jangan sungkan cerita samaku. Agar ibu memberikan pelajaran padanya," ucap Bu Wardah sembari menyeruput teh manis hangat yang sudah dingin. Aku hanya mengangguk dan tidak menjawab apa yang diutarakan Bu Wardah."Maaf Bu, tanpa mengurangi rasa hormat. Alangkah baiknya kita istirahat sejenak, mataku sudah tidak bisa lagi di ajak kompromi untuk berceritera denganmu, Bu. Aku rasa lain kali saja kita lanjut," ucapku.Sebenarnya aku sangat sungkan mengatakan ini kepada ibu mertuaku. Aku takut dikatain kurang sopan."Aduh, aku sampai lupa waktu. Begini kalau sudah cerita, tidak sadar wak

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 07B: Main Tangan

    Kain Basahan Basah di kamar MandiPart 07: Main TanganRusly datang sambil sibuk merapikan kancing bagian lengan. Dia memandangku melotot, seolah bola matanya mau keluar dari sarangnya. Aku bersikap biasa. Aku merasa tidak bersalah dalam hal apa pun."Nggak apa-apa, santai saja Bi Ijah. Lagi pula, Bi Ijah pasti capek habis bersihin gudang buat kamar tidur pembantu baru nantinya," ujarku sambil meletakkan telur dadar di meja makan.Aku sengaja menyuruh Bi Ijah membersihkan kamar belakang. Aku tidak mau lagi ada Lala di rumahku."Serius?! Nona Nesya nggak marah padaku?" tanya Bi Ijah dengan nada takut. Walaupun Bi Ijah sudah tahu, aku tidak bakalan pernah marah kepadanya. Lagi pula, aku sudah menganggap Bi Ijah sebagai ibu kandungku."Aku nggak berhak marah samamu, Bi. Dari segi usia nggak boleh marah kepada orang yang lebih tua. Pokoknya Bi Ijah santai saja. ok!" ucapku kembali.Senyum sumringah lahir di tepi bibirnya. Giginya nampak jelas berseri. Walaupun sebagian sudah ada yang copo

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Part 08: Tega Menuduh Aku Berzina

    Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 08: Tega Menuduh Aku Berzina"Apa mau kamu, Rusly?!" bentak Bu Wardah.Selama ini Bu Wardah tidak pernah berkata dengan nada tinggi. Kali ini dia tidak bisa lagi mengontrol emosinya. Menantu semata wayangnya disakiti anak kandungnya sendiri."Ng-nggak ada, Bu. Aa-aku hanya membela Lala saja."Rusly terbata, dia tidak tahu kalau ibunya datang pada saat memukul aku."Nggak ada kamu bilang?! Sudah jelas aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Masih saja kamu berbohong!" sergah Bu Wardah.Napasnya sudah tidak terkontrol karena darahnya mendidih. Bu Wardah lupa kalau dia tidak boleh terpancing emosi. Bisa-bisa darah tingginya naik."Kamu baik-baik saja 'kan, Non?" ujar Bi Ijah. Aku sangat lemas, sendi pertahanan di kakiku seolah tidak sanggup menopang tubuhku. Bi Ijah membantuku berdiri menuju kursi. Sementara Lala masih diam dan terkapar di atas lantai. Sesampainya, Aku meletakkan bobotku di atas kursi sambil mengambil napas panjang. Bi Ijah perg

Bab terbaru

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 101: Pengantin Batu Stok Lama

    "Apa?!" tanya Rusly tidak sabaran. "Jangan sesekali memberikan harapan palsu kepadaku," imbuhnya dengan menahan emosi."Siapa juga yang memberikan harapan palsu?" ucapku dengan sedikit menaikkan nada. Aku pergi melangkah. Walaupun sebenarnya aku sok jual mahal. Itu semua aku lakukan agar dia merasa sadar dan terpukul."Kamu mau ke mana?!" tanyanya mendongak. Fokusnya gagal mengirim doa. Dia bangkit lalu berlari mengejarku."Itu bukan urusanmu!" jawabku membentak. "Lepaskan tanganku!" jelasku kembali.Aku pergi begitu saja. Cuaca hari ini sangat panas sehingga aku takut hitam terbakar oleh sinar sang mentari."Lebih baik aku mati bunuh diri daripada lama-lama mati tersiksa untuk mendapatkan cinta dan kasihmu yang ke dua kali.""Silakan kalau kamu tidak punya iman dan Tuhan!" jawabku datar. Walaupun aku sudah jauh dari tempat dia berpijak.Argh!Rusly mengacak-acak rambutnya kembali. Lelah?! jelas dirinya pasti lelah. Kecewa?! Jelas sekali. Sudah berulang kali dia menelan kekecewaan. Na

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 100B: Ziarah

    Wajahnya Rusly berubah masam mendengar perkataanku. Aku tersenyum bahagia setelah dia berubah pias."Sungguh terlalu kamu, Nesya!" rutuknya tidak terima. Aku ini mantan suamimu dan akan menjadi suamimu lagi sebentar lagi," imbuhnya menjelaskan. Dia mengepalkan tangan hendak menamparku. Namun, tangannya hanya mengambang di udara."Kenapa tidak jadi memukulku!" bentakku dengan menatapnya menyalang. "Ayo pukul sebelum Pencipta Alam Semesta mengutuk kamu benar-benar seonggok bangkai," imbuhku kembali."Kalau bukan kamu itu perempuan yang hendak akan kuperjuangkan, tangan ini pasti sudah landing di wajahmu itu," jawab Rusly dengan nada kesal. Dia berkacak pinggang lalu membuang napas kasar. "Aku tidak habis pikir kamu bisa berkata seperti itu," jelasnya dengan memijit kening yang tidak gatal."Maaf aku harus pergi dari sini." Aku melangkah meninggalkan dia sendiri di plataran parkiran.Silakan!" balasnya dengan kesal. Sangking kesalnya, dia memukul udara begitu saja. Argh! Dia berpikir s

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 100: Kapan Aku Menandatanganinya

    "Tolong bebaskan aku dari sini, Nesya!" rengek Lala ketika aku sedang membesuknya di kantor polisi. Aku merasa kasihan setelah melihat keadaannya. Padahal baru tiga hari dia dikurung penampilannya sudah tidak terurus laksana orang gila."Hukum tetap berlaku. Aku tidak akan mengeluarkanmu dari sini sebelum jatuh tempo." Aku harus berkata sejujurnya. Tidak ada manusia yang rela anaknya mati tanpa salah. Apalagi kepergian Dhea masih membekas di dalam ingatan. "Belum lagi bahtera rumah tangga yang selama ini aku idamkan hancur karena kedatanganku ke dalam istana surgaku," jelasku dengan nada datar. "Aku berkata jujur atas semua perbuatanku," serunya dengan mengeluarkan cairan bening dari sudut retinanya. "Aku tidak mau berakhir usiaku di sini, Nesya," imbuhnya menjelaskan dengan raut wajah menyesal. Suasana di ruang besuk hening. Hanya dentuman jarum jam dinding yang terdengar."Aku mohon, Nesya!" pintanya mengiba. Aku tidak merasa kasihan apa yang yang terjadi kepada dirinya. Selama in

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 98C

    Suasana mulai reda. Dia melihatku dengan sorot mata tajam. Namun, aku mencoba santai dan terus memperhatikan setiap gerak yang dia lakukan. Aku tidak boleh lengah apalagi jatuh ke dalam perangkapnya."Jangan kamu merasa menang dalam pergulatan ini!" ucapnya menyindir. Ekor retinanya terus memantau."Mau kalah, mau menang itu urusan Allah." Aku menjawab begitu saja. Kulirik ke arah sekitar tidak ada sama sekali yang mau melerai. Padahal sudah adu mulut dengan nada tinggi. Bahkan hampir saja jambak-jambakan. "Apa aku harus menguburmu hidup-hidup biar kamu tidak bisa lagi menggangguku?" imbuhku menyindirnya."Apa aku tidak salah dengar?!" jawabnya sinis. Dia merasa menang. Idenya kini muncul. "Buktinya saja, aku mampu mengirim Dhea ke alam kubur dalam durasi satu bulan."Deg!Hatiku merasa tersayat bahkan teriris."Apakah kamu tidak curiga atas kepergian buah hatimu dengan Rusly?"Aku berpikir sejenak. Dan ingin menjebaknya kembali."Aa-apa?" tanyaku terbata pura-pura. Aku merogoh ponsel

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2:

    Hari terus berlalu. Aku merenungi nasib malang yang tidak pernah aku bayangkan. 'Apakah aku harus menerima Rusly kembali? Atau menjanda selamanya?'Tidak tahu harus berbuat apa. Aku semakin bingung dan frustasi. Aku memejamkan mata sejenak untuk sekedar menghilangkan rasa resah dan gelisah."Mau sampai kapan kamu menjanda, Nesya?" tanya Rusly setengah membentak. Pertanyaannya sangat tidak enak didengar telingaku. Aku hanya bisa diam dan membisu dikala pertanyaan saat itu terlontar dari tepi bibirnya.Sakit, perih dan bahkan ngilu begitu kentara ketika aku mengingat semua sifat buruk mantan suamiku.Daripada aku takut putus asa membuat otak tidak bisa mencerna mana yang baik dan mana yang buruk. Aku beranjak dari atas dipan lalu menaut wajah di depan cermin lemari hias."Aku butuh healing sepertinya," ucapku setelah melihat rias wajahku sudah pas dan netral. Aku mengambil nakas di atas nakas yang sedang di cas. Kucopot chatger-nya lalu memesan transportasi online dengan semangat. Ti

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 99A: Berakhir di KUA

    "Seharusnya kamu tidak berbuat seperti itu, Rusly!" sindirku dengan nada naik dua oktaf."Rasa empati dan simpatiku sudah hilang semenjak kamu bermesraan dengan pria lain dan disaksikan oleh kedua bola mataku!" kilahnya seolah mau menang sendiri. Aku saja muak mendengar ucapannya. Seolah-olah dirinya lah yang paling suci di atas muka bumi ini."Kalau kamu hilang rasa empati ataupun simpati. Kenapa masih berdiri di situ!" ejekku dengan melipat ke dua tangan lalu diletak sejajar dengan dada. "Bilang saja kamu masih kangen dan ingin berusaha agar kembali ke dalam pelukanmu," imbuhku menyindir.Kepalanya mulai nyut-nyutan dan tidak bisa diajak kompromi untuk mencari jawaban. 'Sial! Bisa saja dia mengetahui apa yang sedang aku alami,' ucapnya bermonolog."Kalau kamu memang tidak suka dan merasa jijik melihatku. Aku rasa kamu tidak akan kembali menemui ku laksana seperti sekarang ini," kilahku sembari mengejek dirinya.Aku memastikan kalau dirinya pasti sudah mati kutu. Buktinya saja, dia

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 98B: Dituduh jadi Berang-berang

    Setelah Pak Bambang merogoh dompet guna untuk mencari tahu identitas korban, aku masih terus terisak dan tidak sabar menunggu hasil yang sesungguhnya. Tidak butuh waktu lama, Pak Bambang sudah mendapat dompet. Dia berdiri tegak lalu membuka dompet yang baru saja dia temukan di dalam kantong celana. "Apakah nama suami ibu bernama Anton?" tanyanya dengan sedikit menatap ke arahku.Aku tidak terlalu menyimak apa yang ditanyakan beliau. "Bo-boleh diulangi lagi?" tanyaku ragu dengan wajah mendongak. "Apakah nama suami ibu Anton?" tanyanya ke dua kalinya dengan nada sedikit kesal.Setelah kupertajam pedengaranku, aku sudah mendapat jawaban pasti. "Be-berarti ii-ini bukan suami saya," jawabku terbata. Aku baru sadar sudah menangisi jasad pria lain. Bisa saja itu suami wanita lain yang sedang menunggu kehadirannya di tengah istana syurga yang dibangun bersama wanita yang tidak lain ibu dari buah hatinya."Kalau nama suami ibu bukan Anton, berarti jasad yang sudah engkau tangis bukan suami at

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 98: Kecelakaan Maut

    Dua hari setelah kejadian itu, aku selalu teringat kepada Rusly. Resah dan gelisah kini menghantui diriku. Habis main sosial media sambil rebahan aku bangkit lalu melangkah ke arah dapur. Lapar, tetapi tidak selera makan. Kembali lagi aku ayunkan telapak kaki ke arah teras sampai aku merasa bosan dan jenuh.Ponselku yang berdering tidak aku hiraukan sangking tidak enaknya perasaan dan badanku. 'Apakah Rusly sudah memeletku?' batinku sembari menautkan wajah di cermin. Aku memperhatikan pelan-pelan mukaku di kaca. Padahal kaca itu bukan cermin melainkan kaca jendela. 'Semoga saja tidak ada sangkut pautnya dengan Rusly.' Aku mencoba mengambil handuk yang di jemur di halaman belakang. Resah dan gelisah semakin tidak karuan membuatku ingin segera mandi.Setelah kuraih handuk. Kuayunkan langkah kaki menuju kamar. Di atas dipan layar ponselku sudah kedap-kedip dan nada dering sudah terdengar jelas. Segera aku meraih kotak persegi itu lalu lamat-lamat kuamati. 'Nomor baru memanggil,' ucapku

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2:. Part 97B: Jalan Pintas

    "Maaf kalau aku sudah lancang menggendongmu dan membawa dirimu ke rumah kontrakanku," Aku terbangun dan ternyata aku hanya mimpi. Andai saja semua itu benar, aku sudah tidak tahu harus berbuat apa. Kusapu pandangan ke arah sekitar. Senyum simpul lahir di sudut bibirnya, Rusly."Apa yang terjadi kepadaku?! Kenapa aku ada di sini?!" amukku seolah tidak terima kalau pria yang tidak mahram itu menyentuhku."Tadi kamu pingsan di pusaranya, Dhea. Untung saja kunci mobilku ketinggalan di sana tepat di batu nisannya, Dhea." Rusly mencoba menjelaskan dengan berkata jujur. Walaupun sebenarnya dia ragu dengan kejujurannya tidak kuterima."Pasti itu semua akal busukmu 'kan?!" sergahku tidak terima."Aa-aku berkata jujur! Aku tidak ada maksud jahat walaupun terlintas di dalam otakku ide jahat untuk menjebakmu," selanya dengan spontan. Dia terkejut kenapa bisa berkata seperti itu."Maksud ide jahat itu apa?!" tanyaku mengintrogasi. Aku mulai duduk dan menyandrkan tubuh ke tepi ranjang.Rusly mulai

DMCA.com Protection Status