Beranda / Urban / Kado untuk Ibu Mertua / Terima kasih, Ayah

Share

Terima kasih, Ayah

Penulis: Siti Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-02 11:22:48

Ayah? Benarkah itu ayah biologisku? Benarkah lelaki di hadapanku ini adalah orang yang pernah diceritakan oleh Nenek Hasma?

Dia ... Lelaki yang selalu disebut Nenek Hasma dalam do'a. Dia yang selalu dinantikan kepulangannya. Dia yang selalu membuat wanita tua itu berdiri termangu di depan pintu dan berharap dia datang menuntaskan segala kerinduan yang membuncah dalam dada.

Dia yang tidak pernah pulang hingga Nenek Hasma putus harapan dan menganggapnya telah tiada.

Dua puluh tiga tahun penantian Nenek Hasma yang sia-sia. Anak lelakinya itu hilang bak ditelan bumi. Hingga ajal menjemput, dia tidak pernah kembali.

Dan kini ... Dia kembali. Kenapa baru sekarang dia datang di saat ibunya telah kembali ke pangkuan Sang Pencipta? Ke mana saja dia selama dua puluh tiga tahun ini? Apa yang dia lakukan? Apakah dia ingat dengan ibu yang selalu merindukannya? Apakah dia tahu jika dari perbuatannya di masa lalu itu telah meninggalkan benih di rahim ibu hingga lahirlah aku di dunia ini?

Apaka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kado untuk Ibu Mertua   Bukan Dia

    Kulepas pelukan pada ayah dan mengusap pipi yang basah dengan kasar saat terdengar teriakan ibu memanggil namaku. Ibu menghampiri kami dengan langkah panjang-panjang. Sorot matanya penuh amarah. Angin yang bertiup kencang menerbangkan rambutnya. "Ternyata benar kau ada di sini, Nes. Siapa dia? Kenapa kau peluk dia?" tanya ibu dengan napas ngos-ngosan. Lelaki itu menoleh dan tampak terkejut melihat ibuku. Kulihat dia mengusap keringat yang mengucur di pelipisnya. "Maaf, aku harus pergi. Sampai ketemu besok, Ines," ujarnya gugup dan berlari tanpa memandang ibu. "Tunggu, Ayah," seruku, tetapi dia acuh dan malah mempercepat langkahnya. Seruanku hanya dianggap angin lalu saja. "Ayah?" tanya Ibu dengan dahi berkerut dan nada tinggi saat lelaki itu menghilang dari pandangan. Dia mengusap keringat yang bercucuran di pelipisnya. Aku menghela napas panjang. Apakah ibu sama sekali tidak mengenali orang yang sudah menghancurkan hidupnya itu? Wajar, dua puluh tiga tahun bukanlah waktu yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Kado untuk Ibu Mertua   Tertipu

    "Tes DNA itu biayanya mahal. Sayang uangnya, lebih baik digunakan untuk beli nasi padang saja. Kenyang." Dia tertawa memperlihatkan giginya yang tidak terlalu putih, bahkan terlihat kekuningan. "Iya, Ayah. Tanpa tes DNA pun aku percaya kalau aku ini anak Ayah." Aku tersenyum. Nasi beserta lauk yang tadi penuh di piringnya kini tinggal separuhnya. Tiba-tiba ia mendekatkan sendok berisi nasi ke depan mulutku. "Dari tadi kamu hanya lihatin Ayah makan. Ini Ayah suapi!" Aku menatap manik matanya yang hitam, lalu membuka mulut. Dia tertawa saat aku makan dengan disuapi olehnya. "Anak pintar. Habiskan, ya, agar tubuhmu sehat dan kuat," ujarnya seraya mengambil makanan lagi dan menyuapiku. Kata-kata itu? Ya Allah, aku jadi teringat dengan Nenek Hasma yang selalu bilang seperti itu saat aku makan di rumahnya. Mataku mengembun. "Sudah cukup, Ayah. Ini buat Ayah saja." "Enggak apa-apa. Kita makan sama-sama, ya?"Aku mengangguk dan tersenyum. Kapan lagi aku bisa makan bersama ayah. Kami m

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07
  • Kado untuk Ibu Mertua   Akhirnya

    Aku tidak langsung percaya begitu saja dengan Pak Candra, tetapi tidak juga mengabaikan. Jika biasanya aku memberitahu terlebih dahulu pada Pak Arul setiap kali mau datang, kali ini aku diam-diam. Sengaja kuhentikan motor agak jauh dari halaman rumah kontrakannya. Hingar bingar musik dangdut yang terdengar dari rumah para penghuni kontrakan itu cukup keras. Aku menghentikan langkah di depan pintu saat mendengar suara Pak Arul yang sedang berbicara dengan seseorang. Mulutku terbuka lebar saat melihat ada Pak Purnama di sana. Hampir saja aku memekik melihat pemandangan yang tidak lazim itu. Namun, secepatnya aku menutup mulut dengan kedua tangan agar tidak mengeluarkan suara. Ternyata Pak Purnama dan Pak Arul sedang terlibat obrolan yang menyenangkan dan sungguh di luar dugaan. Dan yang lebih mengejutkan, Pak Purnama memanggil Baron pada Pak Arul. "Aku tidak bisa menunggu lama lagi, Baron. Cepat kamu bujuk Ines agar menjual rumah itu," kata Pak Purnama seraya mengisap rokoknya. P

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07
  • Kado untuk Ibu Mertua   Lagi Lagi Cemburu

    PoV Ines"Alah, cuma hamil aja bangga! Aku juga pernah." Aku melotot mendengar ucapan Mbak Ulfa yang nyelekit itu. Entah kenapa setiap ada dia, rasa bahagia yang baru kukecap ambyar seketika. "Ines, sudah pulang?" Aku tersenyum saat Bu Mila merentangkan tangan dan memelukku. Dapat kulihat dari ekor mata Mbak Ulfa memasang wajah sebal. "Biasa aja kali, Bu. Bukan hanya dia yang bisa hamil. Orang-orang di luaran sana banyak yang bisa punya anak termasuk saya juga. Jadi, nggak usah lebay." Mbak Ulfa mengerucutkan bibir. "Ulfa, Ines ini sedang mengandung cucuku, pantas kalau Ibu lebay. Semua calon nenek juga pasti seperti itu, kan?" kata Bu Mila yang hanya mendapat tanggapan dari Mbak Ulfa dengan mengendikkan bahu. "Oh, ya, Mbak Ulfa ini ada urusan apa, ya datang ke sini? Sengaja dari rumah atau kebetulan lewat terus mampir?" Aku memutar anak kunci pintu dan membukanya. Mbak Ulfa melotot. "Aku ini kakakmu, lho, Nes. Masa iya ditanya seperti itu saat datang? Sudah pasti aku kangen la

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Kado untuk Ibu Mertua   Pulang

    Aku mundur beberapa langkah saat tiba-tiba Mbak Ulfa tersungkur di kakiku seraya memohon mohon agar aku mengizinkannya menginap di rumah ini. Dan aku tetap pada pendirianku. Sekali tidak tetap tidak. "Aku mohon, Nes. Izinkan aku dan Zanna di sini sebentar saja."Embah kesambet setan apa kakakku ini. Dia yang biasanya angkuh tiba-tiba rela merendahkan diri seperti ini demi dapat izin inap. Yang lebih membuatku tercengang aku melihat bahunya naik turun. Dia menangis? Seingatku, selama 23 tahun aku tidak pernah melihatnya menitikkan air mata kecuali saat aku dapat ranking satu di kelas dan dia dapat ranking dua dari belakang. Dia yang masih memakai seragam merah putih itu menangis meraung-raung minta tukar ranking denganku. Ada-ada saja dia. Aku menghela napas. "Bukannya aku kejam, tetapi aku hanya takut Mbak Ulfa nggak bisa tidur dan akhirnya sakit? Siapa yang susah? Akuuuuu juga." Sayup-sayup terdengar azan Magrib dari masjid yang tidak jauh dari rumah kami. "Kamu dengar sendiri,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Kado untuk Ibu Mertua   Hasutan

    Pov UlfaSejauh apa pun kau melangkah pada akhirnya rumah tetaplah menjadi tempat yang paling nyaman terlepas dari segala masalah yang mendera. Aku sudah berada di rumah ibu selama beberapa hari dan rasanya kurang nyaman. Ibu yang selalu berteriak saat Zanna membuat ribut ketika baterai di ponselnya habis, ayah yang selalu uring-uringan karena tidak punya uang dan tidak bisa bekerja untuk sementara waktu menjadi alasan kenapa aku tidak betah lagi di rumah yang penuh kenangan itu. Selain itu, Zanna juga sering rewel akibat makanan yang tersedia berbeda jauh dengan yang ada di rumah Mas Romi. Selain makanan, tempat tidur juga berbeda. Anakku satu-satunya itu sudah terbiasa tidur di atas spring bed yang empuk tentu saja merasa kurang nyaman saat harus tidur di atas kasur biasa yang isinya kapas dan sudah mengeras sehingga selalu ada drama menjelang tidur dan aku capek menghadapinya. Di rumah Ines, aku juga kurang nyaman karena setiap saat mataku terasa sakit melihat kemesraan mantan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11
  • Kado untuk Ibu Mertua   Penasaran

    Aku mengibaskan tangan yang baru saja terkena goresan pisau lalu berlari ke wastafel untuk mencucinya. "Ada apa, Nes?" tanya Bu Mila seraya mematikan kompor untuk sementara dan menghampiriku. Wanita berhati lembut itu pasti tidak mendengar ucapan Bu Nursih yang membuatku terluka ini. Suasana di dapur yang berisik dengan adanya suara orang memarut kelapa dan bunyi minyak panas yang meletup-letup saat saat Mbak Isna menggoreng ayam ditambah lagi wanita itu terus bersenandung menyanyi lagu dangdut membuat ibu tidak bisa ikut mendengar ucapan Bu Nursih."Nggak apa-apa, Bu. Hanya terkena pisau sedikit." Aku meringis. Meski luka itu tidak terlalu lebar tetapi rasanya tetap perih apalagi saat terkena getah bawang merah tadi. "Maafkan Ibu yang lupa memberi tahu untuk hati-hati. Pisau itu masih baru, tajam banget. Ya udah kamu istirahat aja biar nanti dilanjutkan sama Isna setelah selesai menggoreng ayam," kata Bu Mila. Wanita berjilbab instan ungu itu mengulurkan obat merah dan plaster

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11
  • Kado untuk Ibu Mertua   Tetap Setia

    "Kandungan Bu Ines lemah. Akan saya beri vitamin penguat kandungan dan tolong istri bapak jangan sampai terlalu lelah. Harus banyak istirahat. Apalagi tensi darahnya juga agak tinggi." Kata-kata dokter waktu itu kembali terngiang di kepala. Aku tidak boleh sampai kelelahan jika ingin kandunganku baik-baik saja. Iya, bekerja menjadi pedagang bakso ini memang cukup menguras energi terlebih saat pelanggan ramai seperti ini meski bagianku hanya menjadi pembuat es jeruk dan es teh. Mas Ramzi terlihat kewalahan melayani pembeli karena biasanya dia dibantu Arjun, tetapi sekarang lelaki kepercayaan kami itu meng-handle minuman. Dalam hati aku bersyukur karena usaha kami semakin maju. Warung cabang yang baru buka sebulan yang lalu juga sudah mulai memiliki pelanggan. Semoga semakin hari semakin banyak. Seorang wanita yang baru saja turun dari mobil menghampiri Mas Ramzi yang sedang meracik bakso untuk pelanggan. Aku dapat melihat dengan jelas karena saat ini sedang berdiri tidak jauh dar

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-11

Bab terbaru

  • Kado untuk Ibu Mertua   Akhir dari Semuanya

    Ririn mundur beberapa langkah hingga menyentuh tembok. Tatapan matanya tidak berkedip melihat Candra yang menatapnya seolah hendak menelannya bulat-bulat. "Ayolah, Rin. Selama dua tahun ini aku sudah begitu sabar menunggumu untuk bisa kusentuh. Kita ini suami istri, tetapi kenapa aku tidak pernah mendapatkan hakku? Kesabaran seorang lelaki ada batasnya. Aku seorang lelaki normal yang tidak akan sanggup menahan hasrat yang bergejolak ini," kata Candra dengan tatapan memelas. Brak! Pintu terbuka lebar bersamaan dengan masuknya Yani--ibunya Candra. "Apa maksudmu, Ndra?" "Ibu?" Ririn dan Candra berbarengan. "Apa maksudmu tidak pernah menyentuh Ririn? Pernikahan macam apa ini?" tanya Yani dengan nada tinggi. Mau tidak mau Candra bercerita pada ibunya kalau selama menikah dengan Ririn, ia sama sekali tidak pernah merasakan indahnya surga dunia. Ririn selalu menolak saat diajak melakukan hubungan suami istri. Bahkan, selama ini mereka tidak pernah tidur dalam satu ranjang. Candra tidu

  • Kado untuk Ibu Mertua   Terima kasih

    "Romi, bolehkah aku kembali padamu?" kata Indy dengan mulut bergetar. Romi mengurai rangkulannya pada Ulfa lalu menatap tajam Indy yang berusaha tersenyum semanis mungkin. "Apa? Ingin kembali?" Indy mengangguk. "Iya, boleh kan? Aku yakin tidak mudah bagimu melupakan diriku yang sangat cantik ini. Bukankah kamu dulu begitu tergila-gila padaku?" Romi tertawa sumbang. "Romi yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau dulu dia suka main dengan banyak wanita, sekarang tidak lagi. Sekarang hanya ada satu wanita yang aku cintai di dunia ini yaitu Maria Ulfa." Indy melengos ketika Romi menatap Ulfa penuh cinta lalu mencium keningnya. "Jadi, kamu nolak aku?" tanya Indy dengan nada tinggi. "Hal seperti ini tidak usah ditanyakan lagi. Jawabannya sudah pasti. Sekarang silakan kamu pergi dari sini dan biarkan aku hidup tenang bersama istriku tercinta." Romi menatap Ulfa dan mengedipkan mata. Ia merasa dari hari ke hari rasa cinta pada wanita yang dulu pernah disia-siakannya itu semakin bertamba

  • Kado untuk Ibu Mertua   Dia Datang Kembali

    "Kau tahu kenapa aku sangat ingin mendonorkan sebagian hatiku ini untukmu?" tanya Ulfa setelah mereka pulang dari rumah sakit seminggu kemudian dan saat ini mereka berada di rumah Ines. Ines tersenyum. "Kenapa?" Ines mengambil air putih dan menyesapnya. "Sampai saat ini aku masih mencintai Ramzi dan dengan adanya sebagian hati di tubuhmu itu aku harap secuil hati itu bisa mendapatkan cinta dari orang yang aku cintai." Ines melotot, tetapi Ulfa malah tertawa. "Enggak, Nes. Aku bercanda. Sebenarnya yang mau mendonorkan hati untukmu itu adalah Ibu, tetapi setelah diperiksa dokter ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan. Saat dalam pemeriksaan tensi darah Ibu drop sementara untuk menjadi pendonor harus dalam keadaan prima. Lagi pula usia Ibu yang sudah 56 tahun sudah tidak diperbolehkan menjadi pendonor karena maksimal berusia 55." "Iya, Nes. Waktu itu Ibu berniat memberikan secuil hati ini untukmu, tetapi Ibu tidak memenuhi syarat untuk menjadi pendonor. Maafkan Ibu." Murni

  • Kado untuk Ibu Mertua   Sembuhlah, Adikku

    "Astagfirullah."Dunia Ramzi dan Ines seakan berhenti berputar saat mendengar pendengar penjelasan dokter bahwa organ hati Ines bermasalah. Ines memang sudah lama merasa badannya kurang sehat, tetapi ia berpikir mungkin itu efek dari sering begadang karena punya bayi. Ia juga sering mual dan muntah, tetapi ia tidak pernah menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Ramzi memejamkan mata. Belakangan ini, ia merasa nafas Ines sangat bau tidak seperti biasanya. Lelaki itu ingin mengatakan pada sang istri akan hal itu, tetapi ia takut wanita yang sangat ia cintai itu tersinggung. Iya, siapa yang tidak malu dan tersinggung jika disebut mulutnya bau padahal baru saja gosok gigi. Tidak tahunya itu adalah salah satu tanda jika organ hatinya bermasalah. Ines juga merasa tubuhnya semakin kurus. Hal itu ia rasakan saat celana maupun rok yang biasanya pas atau ketat, kini terasa longgar, tetapi wanita itu menganggap hal itu biasa terjadi karena ia sedang menyusui. Nanti kalau Alifa sudah berhen

  • Kado untuk Ibu Mertua   Ines Sakit?

    "Ibu bilang juga apa, Ul?" Murni mengusap pundak Ulfa dengan lembut. "Buang jauh-jauh rasa benci yang menumpuk dalam hatimu itu. Hidup rukun bersama saudara itu lebih menyenangkan." Saat ini mereka sedang berada di rumah sakit menunggu Ramzi yang sedang diperiksa dokter. Lelaki yang sudah menyelamatkan Zanna itu perlu dilakukan rontgen karena ia mendapat pukulan di bagian perut berulang kali. "Aku tidak akan pernah memaafkan diriku jika Ramzi sampai kenapa-napa. Dia menjadi begini karena aku lalai sebagai orang tua dalam menjaga anak." Romi mengacak rambut frustrasi. Ia tatap kakinya yang hanya tinggal sebelah sehingga membuat ia sulit bergerak. "Doakan saja semoga Ramzi tidak apa-apa," kata Murni. "Iya, Bu. Semoga dia baik-baik saja." Romi tergugu membayangkan Ramzi yang berjuang sendiri melawan penjahat itu. Pukulan demi pukulan ia dapatkan, sementara ia sendiri tidak bisa melakukan apa pun. Semua orang bernapas lega saat hasil rontgen keluar dan Ramzi dinyatakan baik-baik saja

  • Kado untuk Ibu Mertua   Kita adalah Keluarga

    Ines tersenyum sendiri melihat status WA kakaknya. Dalam diam, dia bersyukur akhirnya Ulfa mendapat kebahagiaan dengan caranya sendiri. Tiba-tiba terbersit dalam benaknya untuk datang berkunjung ke rumah Ulfa.Semenjak Ulfa menikah, sekali pun ia belum pernah berkunjung ke rumahnya karena selalu dilarang dengan alasan tidak level menerima tamu seperti Ines, tetapi sekarang Ines yakin, kakaknya itu pasti akan memberi izin.Untungnya Ramzi tidak keberatan diajak ke rumah kakak ipar. Mereka berdua telah sampai di sebuah rumah megah berlantai dua dengan halaman luas dan terlihat asri dengan tanaman rumput jepang. Ulfa yang sedang memasak, gegas mematikan kompor begitu mendengar pintu depan ada yang mengetuk. Wanita itu mengintip dari balik jendela siapa yang datang. Ia memekik saat melihat Ines dan Ramzi sudah berdiri di depan rumahnya. Dengan bibir mengerucut, wanita yang saat ini sedang hamil muda itu membuka sedikit daun pintu dan melongokkan kepala. "Mau ngapain kalian ke sini?"

  • Kado untuk Ibu Mertua   Siap hadapi cobaan

    Sebuah undangan pernikahan berwarna gold dengan foto prewedding yang sangat cantik baru saja diantar oleh seorang kurir. Ulfa menatap dengan saksama undangan yang ditujukan untuk Romi dan istri itu. Wanita yang sedang sedang menyapu itu menghela napas dalam-dalam. Romi sering dapat undangan yang membolehkan datang bersama pasangan, bahkan dianjurkan, tetapi ia sama sekali tidak pernah mengajak sang istri. Wanita itu menghela nafas dalam-dalam saat bayangan Romi yang melarangnya ikut itu kembali hadir di dalam ingatannya. "Aku datang sendiri saja, kamu nggak usah," kata Romi seraya merapikan kerah bajunya di depan cermin. Lelaki itu hendak berangkat untuk menghadiri pesta pernikahan salah satu temannya di kantor. "Kenapa, Mas? Bukankah aku ini istrimu dan di situ tertulis dengan jelas kalau yang diundang itu Romi dan istri?" Ulfa mengerucutkan bibir. Romi menyemprotkan parfum ke tubuhnya, bau parfum musk seketika menguar di kamar itu. "Aku malu jalan sama kamu, Ul,""Tetapi aku in

  • Kado untuk Ibu Mertua   Bahagia yang Sesungguhnya

    Ulfa tertawa usai mengusapkan tangannya yang kotor terkena tepung terigu ke pipi Romi sehingga pipi suaminya itu putih seperti badut. Mulut Romi terbuka lebar saat tangannya meraba pipi dan mendapati tepung terigu itu menempel di pipinya. Ia menatap tajam pada Ulfa sambil tersenyum. Romi mengotori tangannya dengan tepung terigu seraya berkata. "Awas, ya?" Sambil membalas mengusapkan tangannya ke hidung Ulfa hingga wajah istrinya itu terlihat lucu di matanya. Keduanya lalu perang tepung, setiap kali Ulfa mengusap tepung berwarna putih itu ke pipi Romi, lelaki itu akan membalasnya dan hal itu terjadi berulang kali. Ulfa dan Romi saling pandang. Romi tertawa puas melihat wajah sang istri yang belepotan penuh dengan tepung dan itu tampak sangat lucu baginya tanpa ia sadari dirinya juga berwajah seperti mau main jantilan saat ini. Begitu juga dengan Ulfa, wanita itu kegirangan melihat suaminya berwajah seperti badut yang sangat lucu. "Ayo, joget, nanti aku kasih donat," kata Ulfa ser

  • Kado untuk Ibu Mertua   Galau

    Di ruangan serba putih dengan dua buah ranjang beroda, satu untuk pasien dan satunya lagi untuk keluarga yang menunggu. Terdapat layar televisi LED terpasang di dinding. Ruangan yang sangat luas itu hanya ditempati Romi sendiri. Romi terbaring lemah di atas brankar. Sebuah infus menancap di pergelangan tangannya. Di sampingnya Ulfa tertidur dengan posisi menelungkup dan sambil duduk di kursi.Tangan Romi gemetar saat mengusap rambut hitam istri yang selama ini ia sia-siakan itu. Air matanya meleleh begitu saja membasahi pipi. Lelaki itu sama sekali tidak menyangka wanita yang selama ini ia hina justru malah tulus merawatnya sedangkan Indy yang ia sayang dan puja-puja malah pergi meninggalkannya di saat ia terpuruk. "Aku janji setelah ini akan menjadi ayah dan suami yang baik." Bahu Romi berguncang dan air matanya mengucur semakin deras. Perlahan Ulfa membuka mata saat mendengar isakan tangis dari Romi. "Kamu sudah bangun, Mas?" Ulfa mengangkat kepala dan menggosok mata yang terasa

DMCA.com Protection Status