Alexa menggerakan jari-jari tangannya, kelopak matanya bergetar dan terbuka. Matanya menatap ruangan putih yang asing dihadapannya. Bau obat-obatan mulai memenuhi Indra penciumannya. Ia merasakan selang infus di tangan kirinya.
"Dimana aku?" Alexa menatap ruangan yang terlihat asing dimatanya. Kepalanya masih terasa sedikit sakit dan berdenyut."Tadi kamu pingsan dijalan dan orang-orang membawamu ke rumah sakit" ucap seorang pria dengan memakai jas putih ditubuhnya, menandakan bahwa ia adalah seorang dokter."Apa yang terjadi denganku?" Alexa bertanya pada dokter yang masih memeriksa catatan kesehatan di tangannya."Hal seperti ini sudah biasa dialami oleh wanita yang sedang hamil. Kamu harus segera mengabari suami mu atau anggota keluarga lainnya agar mereka bisa segera mengetahui kondisi mu" ucap dokter dengan senyum hangat, sebelum pergi dan meninggalkan Alexa sendirian.Alexa masih berusaha untuk mencerna kalimat yang baru saja dikatakan oleh dokter itu. Sepertinya telinga nya masih berfungsi dengan baik, tapi kenapa ia seperti merasakan ada kata yang aneh.'Hamil?'Satu kata yang mampu membuat dirinya terguncang, ia langsung terdiam dan tidak bisa bergerak. Bagaimana mungkin bisa hamil? Apa mungkin laki-laki itu mengeluarkannya didalam?'Astaga'Alexa memijat kepalanya pelan, sekarang apa yang harus ia lakukan. Anak laki-laki itu ada di dalam rahimnya. Bagaimana ia akan menanganinya sekarang? Kakaknya pasti akan sangat marah.'Apa mungkin digugurkan saja?'Alexa langsung menggelengkan kepalanya, ia tidak kejam untuk bisa membunuh nyawa seorang anak yang tidak berdosa.Tangannya terulur untuk mengelus perutnya yang masih rata. Apa pun yang terjadi ia akan melahirkan dan menjaganya. Tidak peduli apa kata orang lain maupun kakaknya sendiri, ia akan tetap menjaganya.Ia tidak berniat sedikitpun untuk memberitahu Xander masalah ini. Lagipula ia yakin laki-laki itu tidak peduli dengan kehamilannya, pasti ia akan menyuruh Alexa untuk menggugurkannya. Tidak, ia tidak mau menggugurkan anaknya. Jadi ia akan merahasiakannya mulai sekarang.***"Tuan muda sepertinya hanya masuk angin biasa, sebentar lagi akan segera sembuh. Hanya perlu beristirahat dan makan dengan teratur" setelah memeriksa dan mengatakan kalimatnya, dokter itu pamit dan kembali ke rumah sakit.Xander berbaring di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya. Orangtuanya baru saja keluar, mengantarkan dokter yang akan segera pergi.Untungnya hanya masuk angin biasa, bukan penyakit yang serius. Ia harus segera beristirahat agar tubuhnya bisa kembali normal dan bekerja seperti biasanya.***Alex memeriksa beberapa dokumen di meja kerjanya. Kepalanya terasa hampir pecah setelah melihat banyaknya kertas-kertas yang harus ia revisi dan tandatangani lagi. Sekretaris tidak mungkin bisa membantunya, karena ini menyangkut kerahasiaan perusahaan.Drt...drtttPonselnya tiba-tiba berbunyi, Alex menghentikan kegiatannya dan menatap ponselnya. Ada nama adiknya di layar, ia langsung mengangkatnya dengan senyum.'Kakak''Bagaimana sudah puas bermainnya? Kapan kau akan kembali menemui kakakmu disini?''Sepertinya aku tidak bisa kembali untuk beberapa tahun kedepan''Apa maksud ucapanmu!?''Aku Hamil, kakak akan segera menjadi seorang paman''.......''Kakak seharusnya senang saat mendengar kabar ini''Siapa pria itu? Pria yang menghamilimu?''Aku tidak tau dan tidak peduli padanya. Sekarang yang hanya aku pedulikan adalah anak yang ada dikandunganku''ALEXA''Kakak tidak mengerti apa yang kurasakan. Aku hanya ingin hidup tenang dengan anakku''Oke, kakak mengerti. Jaga dirimu dan calon keponakan ku baik-baik. Aku akan segera mengunjungi mu''Sampai jumpa lagi, kak''Hmm'Alex melemparkan ponselnya dengan kesal, sekretarisnya sampai terkejut dengan lemparan ponsel yang cukup kuat. Ia menatap atasannya dengan takut. Sudah dipastikan, adiknya sedang membuat ulah sekarang. Hanya Alexa yang berani membuat Alex marah.Alex memukul meja dengan keras, tangannya hampir mengeluarkan darah segar kalau ia memukulkannya sekali lagi dengan keras. Wajahnya benar-benar merah sekarang. Ia masih terbayang kata-kata Alexa yang mengatakan dirinya hamil dan ia akan segera menjadi seorang paman.Ia masih belum menerima itu semua. Adik yang sangat ia sayangi dan ia jaga dengan setulus hati seperti anak sendiri malah berakhir dengan mengandung anak laki-laki yang tidak ia kenal. Ia tidak tahu apakah Alexa sedang mempermainkannya atau dunia sedang menghukum kesalahannya.'Ma, Pa. Alex belum bisa menjadi kakak yang baik untuk Alexa. Sekarang ia telah mengandung anak pria asing'Alex menangis di dalam hatinya. Tidak ada satu orangpun yang bisa melihat raut wajah sedihnya sekarang. Wajah dingin dan tegas yang selalu ia tampilkan didepan karyawan nya langsung runtuh.Tapi ia tidak mungkin menolak adik dan juga calon keponakannya. Apa pun yang terjadi mereka tetap memiliki hubungan darah dengannya. Kalau saja Alex menemukan laki-laki kurang ajar yang sudah berani menghamili adiknya, maka ia akan langsung menghajarnya sampai mati.Sekarang beban dikepalanya bertambah berat, lebih berat dari pada tumpukan dokumen diatas meja kerjanya. Mengingat adiknya sendirian, apalagi setelah mengandung. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Tapi, ia yakin adiknya akan mampu untuk menjaga dirinya sendiri.***Xander berdiri diruangan kerja karyawannya. Sejak kedatangannya, aura mencencekam mulai menyelimuti suasana ruangan. Setiap karyawan merasakan perasaan yang tertekan karena terlalu diawasi dengan tajam."Apa yang kau lakukan dengan dokumen ini!? Lihat, masih banyak kesalahan yang telah kau lakukan. Apakah kau tidak bisa bekerja dengan benar!?" Xander menatap dengan amarah pada dokumen yang menurutnya tidak sesuai dengan keinginannya."Maaf, Pak" ucap karyawan wanita dengan ketakutan. Ia bahkan tidak berani menatap matanya sekarang."Ini lagi, laporan keuangannya tidak sesuai dengan apa yang tertera pada data yang ada. Bagaimana caramu menangani ini semua!?" Xander membanting hasil laporan keuangan yang menurutnya salah."Tapi, itu sudah sesuai dengan data yang ada" ucap seorang pria yang bertanggung jawab terhadap hasil laporan itu."Kalau saya bilang salah, berarti salah. Kamu ini berani membantah saya ya, saya ini atasan kamu!" Xander menjawabnya dengan keras. Ia tidak bisa menerima dirinya dibantah dengan bawahannya."Maaf, Pak" dengan terpaksa ia harus mengakui kesalahannya. Padahal memang benar bahwa laporan yang ia buat sudah sesuai dengan data yang ada. Tapi ia tidak mengetahui, kenapa atasannya selalu mencari-cari kesalahan orang lain di perusahaan.Tidak ada satu karyawan pun yang berani menatap mata Xander sekarang. Sejak kedatangannya, dirinya selalu mengawasi karyawan dengan amarahanya. Kesalahan sedikitpun menjadi kesalahan yang besar baginya."Aku tidak memperkerjakan mu untuk bermalas-malasan" ucap Alex dengan sengit. Ia menatap satu karyawan yang sedang duduk sambil minum kopi di mejanya."Maaf, Pak. Saya tidak akan berkerja dengan bermalas-malasan lagi" jawabnya dengan kepala menunduk."Kalau kalian semua tidak niat untuk bekerja, sebaiknya keluar dari perusahaan ini. Masih banyak karyawan lain yang ingin masuk!" Xander berkata dengan keras. Tidak ada satu orangpun yang tidak dapat mendengar perkataannya. Bahkan orang yang berada diluar pun dapat mendengarnya dengan jelas.Selepas kepergiannya, para karyawan baru bisa bernafas dengan lega. Mereka seperti sedang menghadapi malaikat pencabut nyawa saat atasan mereka datang. Mereka merasa ada yang mencurigakan dari sikap Xander hari ini.Biasanya Xander tidak terlalu mempermasalahkan hal yang sering terjadi, karena ia hanya akan menyuruhnya untuk merevisinya. Tapi tadi, ia benar-benar sangat marah seperti mereka telah melakukan kesalahan yang besar.Para karyawan bernafas dengan gusar, sepertinya hari-hari tenang mereka akan menjadi menegangkan dengan sikap atasannya sendiri.~NextAlexa menatap dengan mata berbinar pada kaca toko roti didepannya. Ia melihat berbagai jenis roti diletakan di kaca etalase toko. Setelah pulang dari rumah sakit, tiba-tiba ia menginginkan sebuah roti yang pernah dikunjunginya saat pertama kalinya ia datang ke Sidney. Mungkinkah ia sedang mengidam? Wajar saja jika wanita hamil mengidam kan.Tapi, aroma yang dihasilkan di toko roti itu sangat harum dan sangat mengunggah selerahnya. Ia memegang perutnya yang masih datar, baru berusia dua minggu. Sebenarnya ia tidak terlalu lapar, tapi ia sangat ingin makan dan membelinya sekarang.Dari pada memandangi kaca toko terlalu lama maka Alexa memutuskan untuk membeli saja rotinya. Ia memilih roti yang sangat disukainya yaitu Croissant, kali ini ia memilih dengan isian keju dan coklat. Setelah menerimanya baru ia berjalan keluar.Walaupun sebenarnya ia bisa memakan rotinya langsung didalam toko, tapi ia lebih memilihnya untuk membawanya ke rumah. Di rumah nanti ia bi
"Selamat datang, Pak Alex" ucap seorang resepsionis wanita dengan senyuman ramah dibibirnya.Alex yang melihatnya hanya tersenyum kecil, sebagai sapaan hormat. Kedatangannya di perusahaan Xander bukan semata-mata hanya kunjungan biasa, melainkan ia ingin menemui sahabatnya, Xander.Sudah lama sejak ia mengunjungi perusahaan ini, mungkin beberapa bulan yang lalu. Tapi, sepertinya ada yang aneh dengan semua karyawan disini. Kenapa rasanya mereka seperti tertekan?"Aku rasa ada yang salah dengan semua karyawan yang ada disini" Tanya Alex pada resepsionis wanita itu. Sudah beberapa bulan sejak ia tidak datang ke perusahaan ini dan setelah ia datang, ada yang aneh dari semua karyawannya. Ia merasakan bahwa Mereka seperti terpaksa untuk bekerja di perusahaan ini."Beberapa hari ini Pak Xander sering memarahi seluruh karyawan yang melakukan kesalahan dan menekan seluruh karyawan untuk bisa bekerja dengan maksimal" wanita itu hanya menatap Alex dengan tat
Xander sedang berbaring terlelap diranjang empuknya sebelum perutnya tiba-tiba bergejolak, seperti ada sesuatu yang ingin keluar. Pelipisnya mengkerut dan keringat tipis mulai mengalir di dahinya. Ruangan yang dingin semakin membuat tubuhnya bergetar.Padahal, beberapa menit yang lalu tubuhnya masih dalam keadaan baik-baik saja. Sehingga ia bisa tidur dan berbaring dengan nyaman. Tapi setelahnya, tubuhnya tiba-tiba merasakan hal yang aneh.Semakin ia memejamkan matanya, semakin rasa mualnya muncul. Ia merasa tidak tahan lagi. Xander lalu bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi. Langkahnya sempoyongan dan tergesa-gesa, untungnya ia tidak menabrak benda-benda yang ada dikamarnya."Huekkk.....huekkkk" Xander berusaha untuk memuntahkan cairan yang sejak tadi selalu bergejolak untuk keluar, tapi hanya cairan putih bening yang keluar. Kamarnya kedap suara, sehingga orangtuanya tidak akan mendengar suara mualnya. Kalau sampai mereka mendengarnya, pas
Kandungan Alexa sudah menginjak usia 8 bulan, sebentar lagi anaknya akan segera lahir. Sebelum itu, ia ingin mendatangi rumah sakit untuk memeriksa kesehatan dan kapan waktu yang tepat untuk anaknya lahir.Setiap bulannya ia selalu rutin memeriksakan kesehatan kandungnya, ia tidak ingin jika terjadi sedikit masalah pun pada anak yang ada dikandungnya. Bahkan ia selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya agar tidak terjadi cidera yang dikhawatirkan.Sekarang Alexa sudah berada di rumah sakit yang pernah ia datangi waktu pingsan ditaman beberapa bulan yang lalu. Selain itu, di rumah sakit ini juga ia selalu memeriksa kesehatan kandungnya. Dokternya merupakan orang yang sudah ia kenal dengan baik, sehingga membuatnya lebih leluasa untuk bertanya lebih lanjut mengenai kondisi kandungnya."Kandungan mu sangat sehat dan baik, aku pikir kau bisa melahirkan secara normal dalam beberapa Minggu lagi. Kau harus tetap rutin meminum suplemen kesehatan yang sudah dire
Sebelum kelahirannya tiba, Alexa dan kakaknya akan berbelanja seluruh perlengkapan bayi yang akan ia butuhkan di Mall. Beruntung kakaknya datang dan akan membayarkan semua barang yang akan ia beli. Jadi ua tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Kebetulan sekali, ia belum membeli barang apapun untuk anaknya nanti. Lebih baik dibeli sekarang daripada sibuk membelinya nanti.Alexa membawa kakaknya ke Mall, ke bagian khusus perlengkapan bayi. Ia menyeret kakaknya untuk ikut masuk dengannya, karena kakaknya menolak untuk masuk sebelumnya. Tapi Alexa tidak akan membiarkan kakaknya diam berdiri diluar, lebih bagus kalau Alex bisa membantunya."Bagaimana dengan baju ini, warnanya sangat manis dan cantik" Alex menunjukkan sepasang pakaian bayi dengan warna merah muda yang tidak terlalu mencolok. Pakaiannya imut dan membuat siapapun yang memakainya akan terlihat cantik."Kakak, baju ini berwarna merah muda. Bagaimana kalau anakku nanti laki-laki?" Alexa langsung
Malam harinya, Alexa tertidur dengan nyenyak. Jendela kamarnya dibiarkan terbuka agar angin malam dapat masuk kedalam. Daripada menggunakan pendingin ruangan, ia lebih suka angin alami. Lebih bagus untuk kesehatannya.Suara jangkrik, menghibur dirinya seperti lagu pengantar tidur. Bulan terlihat menyala dengan memamerkan sinarnya hingga tembus kedalam kamarnya. Alexa mengeratkan selimutnya hingga ke dada nya.Pelipisnya tiba-tiba berkerut, keringat tipis mulai mengalir didahi mulusnya. Tubuhnya bergetar menahan rasa sakit yang tidak tahu datang dari mana.Matanya lalu terbuka dan ia kembali sadar. Rasa sakit itu ternyata datang dari perutnya, bagaimana bisa? Usia kandungannya baru 8 bulan!Rasa sakitnya semakin bertambah parah, Alexa mencoba untuk meredam suaranya, tapi tetap saja tidak bisa. Perutnya terasa semakin sakit, sepertinya ia akan melahirkan."KAKAK!!" Alexa meninggikan suaranya memanggil sang kakak. Nafasnya terengah-engah men
Alexa memandang putranya yang sedang terlelap didalam box bayinya. Ia baru saja kembali ke penginapannya setelah dirawat selama seminggu dirumah sakit, tentu saja dengan ditemani kakaknya. Setelah dokter mengatakan bahwa kondisinya sudah membaik dan memperbolehkannya untuk pulang maka ia dan kakaknya bergegas kembali. Berlama-lama dirumah sakit membuat kepalanya sakit dengan bau obat-obatan."Sudah tertidur?" Alex menemui adiknya yang berada dikamarnya, berdiri disebelahnya dan ikut memandang keponakannya yang sedang tertidur lelap di box bayinya.Mata tajam, rahang tegas dan wajah tampan dari keponakannya mengingatkan Alex pada seseorang yang sangat ia kenal dengan baik. Semakin lama ia memandang keponakannya maka semakin mirip pula mereka. Tapi, sayangnya ia lupa siapa orang yang mirip dengan keponakannya."Saat tertidur pun wajahnya terlihat menyeramkan!" ucap Alex tanpa memperhatikan raut wajah Alexa yang terlihat tidak baik, sepertinya ia salah bicara
"Oekkk...oekkk....oekkk" Alexa mendengar suara tangis yang datang dari kamar putranya sontak langsung menghampirinya. Ia baru saja selesai membereskan penginapannya dan langsung datang saat putranya menangis, untung saja ia sudah mencuci tangannya terlebih dahulu. Tidak bagus menyentuh bayi dalam keadaan tangan kotor."Sayang, cup...cup" dengan lembut ia menggendong putranya di lengannya, mengayunkannya pelan agar putranya tentang. Ia bahkan menghibur putranya agar berhenti menangis.Ia memperhatikan wajah putranya yang memerah akibat menangis, mengecek dahinya dan tidak panas sama sekali. Alexa menghela nafas lega, untung saja putranya tidak demam tiba-tiba.Alexa berpikir sejenak alasan mengapa putranya menangis. Ia baru saja memberikannya ASI sebelum putranya tertidur, membersihkan tubuh putranya juga sudah, tapi kenapa putranya masih menangis.Ia lalu tetap menenangkan putranya dengan lembut, berharap putranya segera tenang dan kemba
Pagi yang hening diruangan makan, suara sendok dan garpu terdengar menghiasi suasana makan keluarga Xander. Tidak ada satu pun suara yang terdengar kecuali suara makan. Sampai sosok wanita paru baya yang masih terlihat cantik menghentikan aktivitas makannya dan menatap putranya lekat."Xander, jangan lupa pesan mama kemarin! Kamu harus datang ke cafe XX, mama sudah menentukan jadwal kapan kalian akan bertemu" Ana menatap Xander dengan serius, ia bahkan sepertinya tidak peduli dengan Xander yang sudah berapa kali menolak permintaannya. Baginya, Xander harus setuju untuk bertemu dengan wanita yang sudah ia tentukan.Ana sangat keras kepala untuk segera menjodohkan putranya dengan segala jenis wanita pilihannya, tanpa mempedulikan pendapat Xander sedikitpun. Bahkan ia tidak pernah bertanya seperti apa tipe wanita yang putranya itu inginkan. Karena menurutnya, hanya wanita pilihannya lah yang hanya bisa menikah dengan Xander. Tidak dengan sembarangan wanita, apalagi wa
Angin malam menyapu kulit tangannya yang hanya mengenakan baju pendek, suara jangkrik menemani malam seraya bernyanyi bersama embusan angin.Alexa terpaku pada penampakan aktivitas malam diluar kaca jendelanya, hatinya merasa gelisah seketika dan ratapannya pun senduh. Ia ragu sesaat, apakah harus melakukannya atau tidak. Bimbang, hatinya mengatakan tidak sedangkan kepalanya harus melakukannya.Menatap satu nama yang tertera dilayar ponselnya. 'Kak Alex'Tangannya tidak sanggup untuk menekan tombol hijau. Tapi, ia teringat janjinya dengan putranya. Tidak mungkin ia mengubah pikirannya.Dengan satu embusan nafas yang panjang, Alexa akhirnya menekan tombol hijau. Tutttt.....Telepon berdering bertanda panggilan tersambung. Jantung nya berdegup kencang, tangannya meremas gangang handphone dengan keras."Sekarang kau berinisiatif untuk menelepon kakakmu sendiri? Bukankah kau selalu menolak panggilan kakak?" Terden
"Mama" teriak William dengan semangat. Setelah panggilan dengan pamannya berakhir. Ia langsung menghampiri mamanya yang sedang menonton televisi di ruang tamu.Alexa yang mendengar teriakan putranya hanya mengkerutkan keningnya penasaran. Tidak biasanya putranya itu merasa begitu bersemangat. Pasti ada sesuatu!"Sayang, kenapa berlari seperti itu? Bagaimana kalau kau terjatuh nanti?" Alexa yang melihat putranya berlari menghampirinya langsung mengingatkannya dengan nada khawatir. Putranya ini begitu aktif dan agresif, dirinya sering dibuat kewalahan karena sifat putranya.Pernah putranya ini bermain hingga ke taman kota tanpa sepengetahuannya. Padahal ia hampir menelepon polisi dan mengatakan bahwa putranya diculik. Untung saja tetangga sebelah penginapannya langsung mengantarkan William pulang dan mengatakan kalau putranya bermain di taman kota seorang diri. Ia hanya bisa bernafas prustasi setelah kejadian itu."Maaf, aku tidak akan berlari lagi.
5 tahun sudah berlalu. Kini Alexa menikmati hari-harinya dengan tenang tanpa adanya sedikitpun masalah yang menghampirinya. Putranya sudah tumbuh menjadi sosok anak yang baik dan manis. Bahkan ia berharap kalau anaknya tidak cepat dewasa, agar bisa terus bersama putranya.Namun sayang, ketenangannya sering terganggu dengan panggilan telepon dari kakak tersayang nya. Melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, langsung membuat moodnya hancur. Bagaimana tidak hancur kalau setiap saat kakaknya menelepon, yang dibahas hanyalah masalah yang sama."Aku tidak bisa kembali kesana, kak!" ucap Alexa dengan jengah. Sudah ribuan kali Alex memaksanya untuk kembali ke Amerika. Kenapa kakaknya ini masih tidak mengerti! Ia memperhatikan putranya yang sedang bermain di luar rumah dengan anak tetangga, untung saja putranya tidak mendengar perkataannya. Kalau tidak, pasti ia akan banyak bertanya."Mau sampai kapan kau disana, apa kau lupa? Kalau kau masi
"Oekkk...oekkk....oekkk" Alexa mendengar suara tangis yang datang dari kamar putranya sontak langsung menghampirinya. Ia baru saja selesai membereskan penginapannya dan langsung datang saat putranya menangis, untung saja ia sudah mencuci tangannya terlebih dahulu. Tidak bagus menyentuh bayi dalam keadaan tangan kotor."Sayang, cup...cup" dengan lembut ia menggendong putranya di lengannya, mengayunkannya pelan agar putranya tentang. Ia bahkan menghibur putranya agar berhenti menangis.Ia memperhatikan wajah putranya yang memerah akibat menangis, mengecek dahinya dan tidak panas sama sekali. Alexa menghela nafas lega, untung saja putranya tidak demam tiba-tiba.Alexa berpikir sejenak alasan mengapa putranya menangis. Ia baru saja memberikannya ASI sebelum putranya tertidur, membersihkan tubuh putranya juga sudah, tapi kenapa putranya masih menangis.Ia lalu tetap menenangkan putranya dengan lembut, berharap putranya segera tenang dan kemba
Alexa memandang putranya yang sedang terlelap didalam box bayinya. Ia baru saja kembali ke penginapannya setelah dirawat selama seminggu dirumah sakit, tentu saja dengan ditemani kakaknya. Setelah dokter mengatakan bahwa kondisinya sudah membaik dan memperbolehkannya untuk pulang maka ia dan kakaknya bergegas kembali. Berlama-lama dirumah sakit membuat kepalanya sakit dengan bau obat-obatan."Sudah tertidur?" Alex menemui adiknya yang berada dikamarnya, berdiri disebelahnya dan ikut memandang keponakannya yang sedang tertidur lelap di box bayinya.Mata tajam, rahang tegas dan wajah tampan dari keponakannya mengingatkan Alex pada seseorang yang sangat ia kenal dengan baik. Semakin lama ia memandang keponakannya maka semakin mirip pula mereka. Tapi, sayangnya ia lupa siapa orang yang mirip dengan keponakannya."Saat tertidur pun wajahnya terlihat menyeramkan!" ucap Alex tanpa memperhatikan raut wajah Alexa yang terlihat tidak baik, sepertinya ia salah bicara
Malam harinya, Alexa tertidur dengan nyenyak. Jendela kamarnya dibiarkan terbuka agar angin malam dapat masuk kedalam. Daripada menggunakan pendingin ruangan, ia lebih suka angin alami. Lebih bagus untuk kesehatannya.Suara jangkrik, menghibur dirinya seperti lagu pengantar tidur. Bulan terlihat menyala dengan memamerkan sinarnya hingga tembus kedalam kamarnya. Alexa mengeratkan selimutnya hingga ke dada nya.Pelipisnya tiba-tiba berkerut, keringat tipis mulai mengalir didahi mulusnya. Tubuhnya bergetar menahan rasa sakit yang tidak tahu datang dari mana.Matanya lalu terbuka dan ia kembali sadar. Rasa sakit itu ternyata datang dari perutnya, bagaimana bisa? Usia kandungannya baru 8 bulan!Rasa sakitnya semakin bertambah parah, Alexa mencoba untuk meredam suaranya, tapi tetap saja tidak bisa. Perutnya terasa semakin sakit, sepertinya ia akan melahirkan."KAKAK!!" Alexa meninggikan suaranya memanggil sang kakak. Nafasnya terengah-engah men
Sebelum kelahirannya tiba, Alexa dan kakaknya akan berbelanja seluruh perlengkapan bayi yang akan ia butuhkan di Mall. Beruntung kakaknya datang dan akan membayarkan semua barang yang akan ia beli. Jadi ua tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Kebetulan sekali, ia belum membeli barang apapun untuk anaknya nanti. Lebih baik dibeli sekarang daripada sibuk membelinya nanti.Alexa membawa kakaknya ke Mall, ke bagian khusus perlengkapan bayi. Ia menyeret kakaknya untuk ikut masuk dengannya, karena kakaknya menolak untuk masuk sebelumnya. Tapi Alexa tidak akan membiarkan kakaknya diam berdiri diluar, lebih bagus kalau Alex bisa membantunya."Bagaimana dengan baju ini, warnanya sangat manis dan cantik" Alex menunjukkan sepasang pakaian bayi dengan warna merah muda yang tidak terlalu mencolok. Pakaiannya imut dan membuat siapapun yang memakainya akan terlihat cantik."Kakak, baju ini berwarna merah muda. Bagaimana kalau anakku nanti laki-laki?" Alexa langsung
Kandungan Alexa sudah menginjak usia 8 bulan, sebentar lagi anaknya akan segera lahir. Sebelum itu, ia ingin mendatangi rumah sakit untuk memeriksa kesehatan dan kapan waktu yang tepat untuk anaknya lahir.Setiap bulannya ia selalu rutin memeriksakan kesehatan kandungnya, ia tidak ingin jika terjadi sedikit masalah pun pada anak yang ada dikandungnya. Bahkan ia selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya agar tidak terjadi cidera yang dikhawatirkan.Sekarang Alexa sudah berada di rumah sakit yang pernah ia datangi waktu pingsan ditaman beberapa bulan yang lalu. Selain itu, di rumah sakit ini juga ia selalu memeriksa kesehatan kandungnya. Dokternya merupakan orang yang sudah ia kenal dengan baik, sehingga membuatnya lebih leluasa untuk bertanya lebih lanjut mengenai kondisi kandungnya."Kandungan mu sangat sehat dan baik, aku pikir kau bisa melahirkan secara normal dalam beberapa Minggu lagi. Kau harus tetap rutin meminum suplemen kesehatan yang sudah dire