"Selamat datang, Pak Alex" ucap seorang resepsionis wanita dengan senyuman ramah dibibirnya.
Alex yang melihatnya hanya tersenyum kecil, sebagai sapaan hormat. Kedatangannya di perusahaan Xander bukan semata-mata hanya kunjungan biasa, melainkan ia ingin menemui sahabatnya, Xander.Sudah lama sejak ia mengunjungi perusahaan ini, mungkin beberapa bulan yang lalu. Tapi, sepertinya ada yang aneh dengan semua karyawan disini. Kenapa rasanya mereka seperti tertekan?"Aku rasa ada yang salah dengan semua karyawan yang ada disini" Tanya Alex pada resepsionis wanita itu. Sudah beberapa bulan sejak ia tidak datang ke perusahaan ini dan setelah ia datang, ada yang aneh dari semua karyawannya. Ia merasakan bahwa Mereka seperti terpaksa untuk bekerja di perusahaan ini."Beberapa hari ini Pak Xander sering memarahi seluruh karyawan yang melakukan kesalahan dan menekan seluruh karyawan untuk bisa bekerja dengan maksimal" wanita itu hanya menatap Alex dengan tatapan lesuh. Ia tidak tahu apakah akan mengatakan semuanya atau tidak, apalagi Alex adalah sahabat dari atasannya.Kalau sampai ia mengatakan semuanya maka habislah riwayatnya, sudah pasti ia akan dipecat. Bukan senang mencari pekerjaan di tengah padatnya masyarakat, pekerjaan sebagai resepsionis saja sudah seperti latihan militer. Harus dihadapkan dengan atasan yang otoriter."Apa yang salah dengan itu? Bukankah Xander memang biasa memperlakukan karyawannya seperti itu?" Tanya Alex dengan heran. Ia sangat mengenal betul bagaimana sikap dan perilaku Xander yang sangat suka memerintahkan orang lain sesuai dengan keinginannya. Menurutnya tidak ada yang aneh dengan itu."Masalahnya adalah, biasanya Pak Xander tidak terlalu peduli dan akan menyerahkan segala urusannya pada sekretarisnya saja. Tapi sekarang, bahkan masalah sekecilpun akan menjadi masalah yang besar baginya" wanita itu mengucapkan kalimatnya dengan gusar. Semakin ia tertekan maka semakin banyak pula ia bicara. Rasanya ingin sekali ia membicarakan semua keanehan yang terjadi pada atasannya baru-baru ini."Masalah kecil seperti apa yang kau maksud?" Alex mengkerutkan keningnya pada wanita dihadapannya."Misalnya seperti, ada seorang karyawan yang mengangkat ponsel saat bekerja dan Pak Xander langsung memarahinya dengan keras. Padahal ia mendapat telpon dari rumah sakit kalau ibunya meninggal dan meminta izin untuk datang ke rumah sakit. Tapi Pak Xander tidak mengizinkannya dan mengancam akan memecatnya. Dengan terpaksa ia mengabaikan ibunya dan tetap bekerja di perusahaan" ucap wanita itu dengan pelan, takut ada seseorang yang akan mendengarnya. Apalagi jika atasannya tidak sengaja mendengarkannya."Bukankah itu sudah keterlaluan!" Alex yang mendengarnya langsung terkejut. Ia awalnya tidak terlalu mempercayai apa yang telah dikatakan oleh resepsionis didepannya. Tapi kalau melihat kondisi sekarang, pasti hal itu memang benar.Seingatnya, Xander bukan seseorang yang begitu kejam hingga memperlakukan karyawannya dengan begitu buruk. Apalagi saat mendengar kesulitan yang dihadapi oleh karyawan yang ibunya meninggal dan ia harus terpaksa bekerja karena terpaksalah. Menurutnya itu sudah sangat keterlaluan, bagaimana mungkin ia memperlakukan karyawannya dengan cara seperti itu?"Saya rasa memang benar. Tapi kami tidak berani melawan perintahnya" ucap wanita itu dengan kepala tertunduk. Sebenarnya ia juga ingin mengatakannya secara langsung pada atasannya kalau sikapnya itu keterlaluan. Tapi ia hanyalah wanita biasa yang masih membutuhkan pekerjaan."Biar aku yang bicara padanya!" Alex langsung berjalan dan melangkahkan kakinya dengan keras. Kalau sikap Xander seperti itu terus maka seluruh karyawan di perusahaan ini bisa kabur dan perusahaan juga akan terkena dampaknya.Ia tidak bisa membiarkan sahabatnya terjerumus ke dalam jurang keegoisan. Untungnya ia datang kemari dan mendengarkan ceritanya langsung. Kalau tidak, sampai kapanpun ia tidak akan mengetahuinya.Tanpa menunggu izin, Alex langsung masuk kedalam ruangannya. Bahkan sekretarisnya pun tidak bisa menghentikan kedatangan Alex, karena ia mengetahui bagaimana hubungan Alex dengan atasannya."Hebat sekali kau masuk tanpa izin dariku!" Xander langsung mencibirkan bibirnya dengan kesal saat melihat sosok pria yang berani masuk kedalam ruangannya tanpa menunggu izinnya. Kalau saja yang datang bukan sahabatnya maka ia akan langsung membawanya ke pihak yang berwajib."Kenapa? Kau mau mengusirku!?" Alex yang melihat tatapan permusuhan datang dari Xander langsung menyambutnya dengan tidak kalah sengit."Pergilah, aku sedang tidak mood untuk bertarung denganmu" Xander berusaha untuk mengabaikan Alex dan menyuruhnya untuk segera pergi. Hari ini ia benar-benar merasa buruk dan tidak mood untuk melawan Alex."Kau gila! Siapa yang ingin bertarung denganmu" Alex langsung membantah kalimat Xander dengan kesal. "Lalu?" Tanya Xander dengan bosan. Jika tidak ingin bertarung dengannya, kenapa Alex datang ke perusahaannya dan mengganggu waktunya. Mereka sudah menyelesaikan urusan kerjasamanya kemarin."Aku datang kesini karena ada yang mau aku bicarakan denganmu" Alex langsung mengatakan niatnya untuk datang ke perusahaan ini. Niat awalnya memang hanya untuk mengunjunginya saja, tapi setelah mendengar semuanya dari resepsionis itu, ia langsung mengubah niat kedatangannya untuk menceramahi Xander."Apa?" Xander langsung membalasnya dengan datar.Drttt...drt...Baru saja Alex akan melanjutkan pembicaraannya, tapi ponselnya terus bergetar dan berbunyi disaku celananya. Ia sempat marah sebelumnya saat mengetahui ada seseorang yang mengganggu pembicaraannya dengan meneleponnya.Namun, saat melihat nama adiknya tertera di layar ponselnya, ia langsung tersenyum lembut. Tumben Alexa meneleponnya, biasanya ia yang sering menghubunginya. Jangan-jangan ada hal buruk yang terjadi padanya."Sebentar, aku akan mengangkat ponselku dulu" ucap Alex pada sahabatnya.Alex lalu berjalan menjauh dari ruangan Xander, tidak ingin ada satu orangpun yang mendengar pembicaraan mereka. Apalagi ini terkait dengan adiknya sendiri.***Alexa memutari seluruh ruangan kamarnya dengan gelisah. Sejak tadi ia terus kepikiran apakah akan menelepon kakaknya atau tidak. Meneleponnya untuk mengirimkannya kue dari Amerika ke Sidney.Setelah tidur siang, dirinya tiba-tiba menginginkan kue kesukaannya, tapi kue itu hanya ada di Amerika dan tidak ada disini. Membuatnya sendiri pun tidak mungkin, karena bahan-bahannya sangat sulit untuk ditemukan ditempat ini.Setelah pertimbangan yang cukup lama, ia memutuskan untuk menghubungi kakaknya. Berharap kakaknya akan menyetujui permintaannya, lagian ini adalah permintaan dari keponakannya sendiri. Jadi, ia harus mengabulkannya.HeeheeAlexa langsung tertawa riang didalam hatinya. Melihat jam sekarang, pasti di Amerika sudah waktunya makan siang dan istirahat. Sepertinya tidak masalah kalau ia menelepon kakaknya sekarang.Alexa lalu mengambil ponselnya diatas ranjang, membuka layar dan mencari nama kakaknya di daftar telepon. Hanya ada nama kakaknya didaftar telepon, Karena ia tidak pernah menyimpan nomor telepon temannya dari sekolah.'Halo''Kakak''Kenapa menelepon? Merindukan kakakmu ini? Hmm, atau kau sudah memutuskan untuk kembali? Kalau begitu aku akan segera menyiapkan penerbangan mu segera!''Kenapa banyak sekali pertanyaannya? Siapa juga yang mau kembali kesana!"'Lalu? Kenapa menelepon?''Ada sesuatu yang aku inginkan''Apa?''Apakah kakak ingat kue yang sering aku makan waktu di Amerika?''Ya! Lalu?''Aku menginginkannya sekarang! Aku mau kakak mengirimkannya padaku''Kue yang kau inginkan itu sangat mudah membusuk jika terlalu lama berada dalam pengiriman. Bagaimana kalau aku mengirimkan seseorang langsung dari Amerika agar membuatkan kuenya untukmu disana''Benarkah? Kakak tidak akan membohongiku kan?''Kapan aku membohongi mu?''Kalau begitu, kakak bisa kirimkan orangnya segera. Aku tidak sabar untuk memakannya''Hmm, jaga dirimu baik-baik. Aku tutup dulu teleponnya'Alexa langsung berteriak senang pada kakaknya. Sebentar lagi orang yang dikirim kakaknya akan segera datang untuk membuatkan kue kesukaannya waktu di Amerika.***Xander memperhatikan kembali kedatangan Alex ke dalam ruangannya dengan wajah lesuh. Aneh, wajahnya langsung berubah setelah menerima telpon. Pasti orang penting yang menghubunginya tadi."Wajahmu terlihat seperti orang yang habis dicampakkan" ucap Xander dengan seringai disudut bibirnya."Adikku menelepon karena hanya menginginkan sebuah kue kesukaannya dari pada menanyakan kabar kakaknya sendiri!" Alex langsung meringis sedih saat mengingat permintaan adiknya di telepon tadi. Walaupun begitu, ia tidak tega untuk menolaknya, apalagi jika berhubungan dengan calon keponakannya."Kau punya adik? Kenapa aku tidak pernah mengetahuinya?" Xander mengerutkan keningnya penasaran. Ia tidak mengetahui kalau Alex memiliki seorang adik, padahal mereka sudah kenal selama 5 tahun.Waktu ia berkunjung kerumahnya pun tetap saja tidak bertemu dengan adiknya. Apa mungkin papanya menikah secara diam-diam dan baru memberitahu Alex kalau ia memiliki adik dari ibu yang lain."Sejak kapan kau peduli dengan urusan keluarga ku?" Alex yang melihat tatapan penasaran yang keluar dari mata sahabatnya langsung tersenyum licik."......" Xander hanya terdiam saat mendengar kalimat Alex barusan. Dirinya memang tidak terlalu mempedulikan urusan sahabatnya ini. Tapi saat mendengar kalau Alex memiliki seorang adik, membuat ia jadi penasaran dengan sosok adiknya. Apakah mereka terlihat mirip?"Baiklah, sejak kecil aku memang tidak pernah memberitahukan kehadiran adikku kepada siapapun, bahkan kau sekalipun. Setelah berumur 5 tahun, Papa membawanya ke Inggris agar ia bisa tinggal di asrama sampai umur 20 tahun. Setelah pendidikannya selesai, orangtua kami meninggal dan ia kembali ke Amerika. 2 tahun kembalinya ia ke Amerika, beberapa Minggu yang lalu ia memutuskan untuk tinggal sementara di Australia. Itulah sebabnya kau tidak akan menemukannya di rumahku" Alex menjelaskan seluruh kejadian yang menjadi alasan mengapa banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya memiliki seorang adik.Alex termasuk orang yang tertutup dan tidak mudah bergaul dengan orang lain. Perkataan orangtuanya yang menyuruhnya untuk berhati-hati dalam memilih teman membuatnya hidup sendirian. Kalaupun ia memiliki teman, itu hanyalah formalitas. Satu-satunya teman yang ia miliki adalah Xander."Walaupun kalian terpisah jauh, tapi hubungan mu dengan adikmu terjalin dengan baik" ucap Xander dengan tatapan tidak percaya. Ia adalah anak tunggal, tidak pernah merasakan memiliki seorang saudara. Membayangkan Alex yang memiliki saudara membuatnya iri. Pasti menyenangkan jika memiliki saudara."Karena aku hanya memiliki adikku di dunia ini, itu sebabnya aku sangat menyayanginya" Alex mengatakannya dengan mata berbinar.Xander yang melihatnya hanya memutarkan bola matanya kesal, melihat sikap Alex yang menurutnya terlalu berlebihan. Ia berharap kalau sifat saudaranya tidak akan sama seperti Alex. Kalau tidak, maka orang yang menyebalkan seperti Alex akan bertambah satu.Pembicaraan mereka terus berlanjut, sepertinya Alex lupa akan tujuan kedatangannya untuk menceramahi Xander.~NextXander sedang berbaring terlelap diranjang empuknya sebelum perutnya tiba-tiba bergejolak, seperti ada sesuatu yang ingin keluar. Pelipisnya mengkerut dan keringat tipis mulai mengalir di dahinya. Ruangan yang dingin semakin membuat tubuhnya bergetar.Padahal, beberapa menit yang lalu tubuhnya masih dalam keadaan baik-baik saja. Sehingga ia bisa tidur dan berbaring dengan nyaman. Tapi setelahnya, tubuhnya tiba-tiba merasakan hal yang aneh.Semakin ia memejamkan matanya, semakin rasa mualnya muncul. Ia merasa tidak tahan lagi. Xander lalu bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi. Langkahnya sempoyongan dan tergesa-gesa, untungnya ia tidak menabrak benda-benda yang ada dikamarnya."Huekkk.....huekkkk" Xander berusaha untuk memuntahkan cairan yang sejak tadi selalu bergejolak untuk keluar, tapi hanya cairan putih bening yang keluar. Kamarnya kedap suara, sehingga orangtuanya tidak akan mendengar suara mualnya. Kalau sampai mereka mendengarnya, pas
Kandungan Alexa sudah menginjak usia 8 bulan, sebentar lagi anaknya akan segera lahir. Sebelum itu, ia ingin mendatangi rumah sakit untuk memeriksa kesehatan dan kapan waktu yang tepat untuk anaknya lahir.Setiap bulannya ia selalu rutin memeriksakan kesehatan kandungnya, ia tidak ingin jika terjadi sedikit masalah pun pada anak yang ada dikandungnya. Bahkan ia selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya agar tidak terjadi cidera yang dikhawatirkan.Sekarang Alexa sudah berada di rumah sakit yang pernah ia datangi waktu pingsan ditaman beberapa bulan yang lalu. Selain itu, di rumah sakit ini juga ia selalu memeriksa kesehatan kandungnya. Dokternya merupakan orang yang sudah ia kenal dengan baik, sehingga membuatnya lebih leluasa untuk bertanya lebih lanjut mengenai kondisi kandungnya."Kandungan mu sangat sehat dan baik, aku pikir kau bisa melahirkan secara normal dalam beberapa Minggu lagi. Kau harus tetap rutin meminum suplemen kesehatan yang sudah dire
Sebelum kelahirannya tiba, Alexa dan kakaknya akan berbelanja seluruh perlengkapan bayi yang akan ia butuhkan di Mall. Beruntung kakaknya datang dan akan membayarkan semua barang yang akan ia beli. Jadi ua tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Kebetulan sekali, ia belum membeli barang apapun untuk anaknya nanti. Lebih baik dibeli sekarang daripada sibuk membelinya nanti.Alexa membawa kakaknya ke Mall, ke bagian khusus perlengkapan bayi. Ia menyeret kakaknya untuk ikut masuk dengannya, karena kakaknya menolak untuk masuk sebelumnya. Tapi Alexa tidak akan membiarkan kakaknya diam berdiri diluar, lebih bagus kalau Alex bisa membantunya."Bagaimana dengan baju ini, warnanya sangat manis dan cantik" Alex menunjukkan sepasang pakaian bayi dengan warna merah muda yang tidak terlalu mencolok. Pakaiannya imut dan membuat siapapun yang memakainya akan terlihat cantik."Kakak, baju ini berwarna merah muda. Bagaimana kalau anakku nanti laki-laki?" Alexa langsung
Malam harinya, Alexa tertidur dengan nyenyak. Jendela kamarnya dibiarkan terbuka agar angin malam dapat masuk kedalam. Daripada menggunakan pendingin ruangan, ia lebih suka angin alami. Lebih bagus untuk kesehatannya.Suara jangkrik, menghibur dirinya seperti lagu pengantar tidur. Bulan terlihat menyala dengan memamerkan sinarnya hingga tembus kedalam kamarnya. Alexa mengeratkan selimutnya hingga ke dada nya.Pelipisnya tiba-tiba berkerut, keringat tipis mulai mengalir didahi mulusnya. Tubuhnya bergetar menahan rasa sakit yang tidak tahu datang dari mana.Matanya lalu terbuka dan ia kembali sadar. Rasa sakit itu ternyata datang dari perutnya, bagaimana bisa? Usia kandungannya baru 8 bulan!Rasa sakitnya semakin bertambah parah, Alexa mencoba untuk meredam suaranya, tapi tetap saja tidak bisa. Perutnya terasa semakin sakit, sepertinya ia akan melahirkan."KAKAK!!" Alexa meninggikan suaranya memanggil sang kakak. Nafasnya terengah-engah men
Alexa memandang putranya yang sedang terlelap didalam box bayinya. Ia baru saja kembali ke penginapannya setelah dirawat selama seminggu dirumah sakit, tentu saja dengan ditemani kakaknya. Setelah dokter mengatakan bahwa kondisinya sudah membaik dan memperbolehkannya untuk pulang maka ia dan kakaknya bergegas kembali. Berlama-lama dirumah sakit membuat kepalanya sakit dengan bau obat-obatan."Sudah tertidur?" Alex menemui adiknya yang berada dikamarnya, berdiri disebelahnya dan ikut memandang keponakannya yang sedang tertidur lelap di box bayinya.Mata tajam, rahang tegas dan wajah tampan dari keponakannya mengingatkan Alex pada seseorang yang sangat ia kenal dengan baik. Semakin lama ia memandang keponakannya maka semakin mirip pula mereka. Tapi, sayangnya ia lupa siapa orang yang mirip dengan keponakannya."Saat tertidur pun wajahnya terlihat menyeramkan!" ucap Alex tanpa memperhatikan raut wajah Alexa yang terlihat tidak baik, sepertinya ia salah bicara
"Oekkk...oekkk....oekkk" Alexa mendengar suara tangis yang datang dari kamar putranya sontak langsung menghampirinya. Ia baru saja selesai membereskan penginapannya dan langsung datang saat putranya menangis, untung saja ia sudah mencuci tangannya terlebih dahulu. Tidak bagus menyentuh bayi dalam keadaan tangan kotor."Sayang, cup...cup" dengan lembut ia menggendong putranya di lengannya, mengayunkannya pelan agar putranya tentang. Ia bahkan menghibur putranya agar berhenti menangis.Ia memperhatikan wajah putranya yang memerah akibat menangis, mengecek dahinya dan tidak panas sama sekali. Alexa menghela nafas lega, untung saja putranya tidak demam tiba-tiba.Alexa berpikir sejenak alasan mengapa putranya menangis. Ia baru saja memberikannya ASI sebelum putranya tertidur, membersihkan tubuh putranya juga sudah, tapi kenapa putranya masih menangis.Ia lalu tetap menenangkan putranya dengan lembut, berharap putranya segera tenang dan kemba
5 tahun sudah berlalu. Kini Alexa menikmati hari-harinya dengan tenang tanpa adanya sedikitpun masalah yang menghampirinya. Putranya sudah tumbuh menjadi sosok anak yang baik dan manis. Bahkan ia berharap kalau anaknya tidak cepat dewasa, agar bisa terus bersama putranya.Namun sayang, ketenangannya sering terganggu dengan panggilan telepon dari kakak tersayang nya. Melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, langsung membuat moodnya hancur. Bagaimana tidak hancur kalau setiap saat kakaknya menelepon, yang dibahas hanyalah masalah yang sama."Aku tidak bisa kembali kesana, kak!" ucap Alexa dengan jengah. Sudah ribuan kali Alex memaksanya untuk kembali ke Amerika. Kenapa kakaknya ini masih tidak mengerti! Ia memperhatikan putranya yang sedang bermain di luar rumah dengan anak tetangga, untung saja putranya tidak mendengar perkataannya. Kalau tidak, pasti ia akan banyak bertanya."Mau sampai kapan kau disana, apa kau lupa? Kalau kau masi
"Mama" teriak William dengan semangat. Setelah panggilan dengan pamannya berakhir. Ia langsung menghampiri mamanya yang sedang menonton televisi di ruang tamu.Alexa yang mendengar teriakan putranya hanya mengkerutkan keningnya penasaran. Tidak biasanya putranya itu merasa begitu bersemangat. Pasti ada sesuatu!"Sayang, kenapa berlari seperti itu? Bagaimana kalau kau terjatuh nanti?" Alexa yang melihat putranya berlari menghampirinya langsung mengingatkannya dengan nada khawatir. Putranya ini begitu aktif dan agresif, dirinya sering dibuat kewalahan karena sifat putranya.Pernah putranya ini bermain hingga ke taman kota tanpa sepengetahuannya. Padahal ia hampir menelepon polisi dan mengatakan bahwa putranya diculik. Untung saja tetangga sebelah penginapannya langsung mengantarkan William pulang dan mengatakan kalau putranya bermain di taman kota seorang diri. Ia hanya bisa bernafas prustasi setelah kejadian itu."Maaf, aku tidak akan berlari lagi.
Pagi yang hening diruangan makan, suara sendok dan garpu terdengar menghiasi suasana makan keluarga Xander. Tidak ada satu pun suara yang terdengar kecuali suara makan. Sampai sosok wanita paru baya yang masih terlihat cantik menghentikan aktivitas makannya dan menatap putranya lekat."Xander, jangan lupa pesan mama kemarin! Kamu harus datang ke cafe XX, mama sudah menentukan jadwal kapan kalian akan bertemu" Ana menatap Xander dengan serius, ia bahkan sepertinya tidak peduli dengan Xander yang sudah berapa kali menolak permintaannya. Baginya, Xander harus setuju untuk bertemu dengan wanita yang sudah ia tentukan.Ana sangat keras kepala untuk segera menjodohkan putranya dengan segala jenis wanita pilihannya, tanpa mempedulikan pendapat Xander sedikitpun. Bahkan ia tidak pernah bertanya seperti apa tipe wanita yang putranya itu inginkan. Karena menurutnya, hanya wanita pilihannya lah yang hanya bisa menikah dengan Xander. Tidak dengan sembarangan wanita, apalagi wa
Angin malam menyapu kulit tangannya yang hanya mengenakan baju pendek, suara jangkrik menemani malam seraya bernyanyi bersama embusan angin.Alexa terpaku pada penampakan aktivitas malam diluar kaca jendelanya, hatinya merasa gelisah seketika dan ratapannya pun senduh. Ia ragu sesaat, apakah harus melakukannya atau tidak. Bimbang, hatinya mengatakan tidak sedangkan kepalanya harus melakukannya.Menatap satu nama yang tertera dilayar ponselnya. 'Kak Alex'Tangannya tidak sanggup untuk menekan tombol hijau. Tapi, ia teringat janjinya dengan putranya. Tidak mungkin ia mengubah pikirannya.Dengan satu embusan nafas yang panjang, Alexa akhirnya menekan tombol hijau. Tutttt.....Telepon berdering bertanda panggilan tersambung. Jantung nya berdegup kencang, tangannya meremas gangang handphone dengan keras."Sekarang kau berinisiatif untuk menelepon kakakmu sendiri? Bukankah kau selalu menolak panggilan kakak?" Terden
"Mama" teriak William dengan semangat. Setelah panggilan dengan pamannya berakhir. Ia langsung menghampiri mamanya yang sedang menonton televisi di ruang tamu.Alexa yang mendengar teriakan putranya hanya mengkerutkan keningnya penasaran. Tidak biasanya putranya itu merasa begitu bersemangat. Pasti ada sesuatu!"Sayang, kenapa berlari seperti itu? Bagaimana kalau kau terjatuh nanti?" Alexa yang melihat putranya berlari menghampirinya langsung mengingatkannya dengan nada khawatir. Putranya ini begitu aktif dan agresif, dirinya sering dibuat kewalahan karena sifat putranya.Pernah putranya ini bermain hingga ke taman kota tanpa sepengetahuannya. Padahal ia hampir menelepon polisi dan mengatakan bahwa putranya diculik. Untung saja tetangga sebelah penginapannya langsung mengantarkan William pulang dan mengatakan kalau putranya bermain di taman kota seorang diri. Ia hanya bisa bernafas prustasi setelah kejadian itu."Maaf, aku tidak akan berlari lagi.
5 tahun sudah berlalu. Kini Alexa menikmati hari-harinya dengan tenang tanpa adanya sedikitpun masalah yang menghampirinya. Putranya sudah tumbuh menjadi sosok anak yang baik dan manis. Bahkan ia berharap kalau anaknya tidak cepat dewasa, agar bisa terus bersama putranya.Namun sayang, ketenangannya sering terganggu dengan panggilan telepon dari kakak tersayang nya. Melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, langsung membuat moodnya hancur. Bagaimana tidak hancur kalau setiap saat kakaknya menelepon, yang dibahas hanyalah masalah yang sama."Aku tidak bisa kembali kesana, kak!" ucap Alexa dengan jengah. Sudah ribuan kali Alex memaksanya untuk kembali ke Amerika. Kenapa kakaknya ini masih tidak mengerti! Ia memperhatikan putranya yang sedang bermain di luar rumah dengan anak tetangga, untung saja putranya tidak mendengar perkataannya. Kalau tidak, pasti ia akan banyak bertanya."Mau sampai kapan kau disana, apa kau lupa? Kalau kau masi
"Oekkk...oekkk....oekkk" Alexa mendengar suara tangis yang datang dari kamar putranya sontak langsung menghampirinya. Ia baru saja selesai membereskan penginapannya dan langsung datang saat putranya menangis, untung saja ia sudah mencuci tangannya terlebih dahulu. Tidak bagus menyentuh bayi dalam keadaan tangan kotor."Sayang, cup...cup" dengan lembut ia menggendong putranya di lengannya, mengayunkannya pelan agar putranya tentang. Ia bahkan menghibur putranya agar berhenti menangis.Ia memperhatikan wajah putranya yang memerah akibat menangis, mengecek dahinya dan tidak panas sama sekali. Alexa menghela nafas lega, untung saja putranya tidak demam tiba-tiba.Alexa berpikir sejenak alasan mengapa putranya menangis. Ia baru saja memberikannya ASI sebelum putranya tertidur, membersihkan tubuh putranya juga sudah, tapi kenapa putranya masih menangis.Ia lalu tetap menenangkan putranya dengan lembut, berharap putranya segera tenang dan kemba
Alexa memandang putranya yang sedang terlelap didalam box bayinya. Ia baru saja kembali ke penginapannya setelah dirawat selama seminggu dirumah sakit, tentu saja dengan ditemani kakaknya. Setelah dokter mengatakan bahwa kondisinya sudah membaik dan memperbolehkannya untuk pulang maka ia dan kakaknya bergegas kembali. Berlama-lama dirumah sakit membuat kepalanya sakit dengan bau obat-obatan."Sudah tertidur?" Alex menemui adiknya yang berada dikamarnya, berdiri disebelahnya dan ikut memandang keponakannya yang sedang tertidur lelap di box bayinya.Mata tajam, rahang tegas dan wajah tampan dari keponakannya mengingatkan Alex pada seseorang yang sangat ia kenal dengan baik. Semakin lama ia memandang keponakannya maka semakin mirip pula mereka. Tapi, sayangnya ia lupa siapa orang yang mirip dengan keponakannya."Saat tertidur pun wajahnya terlihat menyeramkan!" ucap Alex tanpa memperhatikan raut wajah Alexa yang terlihat tidak baik, sepertinya ia salah bicara
Malam harinya, Alexa tertidur dengan nyenyak. Jendela kamarnya dibiarkan terbuka agar angin malam dapat masuk kedalam. Daripada menggunakan pendingin ruangan, ia lebih suka angin alami. Lebih bagus untuk kesehatannya.Suara jangkrik, menghibur dirinya seperti lagu pengantar tidur. Bulan terlihat menyala dengan memamerkan sinarnya hingga tembus kedalam kamarnya. Alexa mengeratkan selimutnya hingga ke dada nya.Pelipisnya tiba-tiba berkerut, keringat tipis mulai mengalir didahi mulusnya. Tubuhnya bergetar menahan rasa sakit yang tidak tahu datang dari mana.Matanya lalu terbuka dan ia kembali sadar. Rasa sakit itu ternyata datang dari perutnya, bagaimana bisa? Usia kandungannya baru 8 bulan!Rasa sakitnya semakin bertambah parah, Alexa mencoba untuk meredam suaranya, tapi tetap saja tidak bisa. Perutnya terasa semakin sakit, sepertinya ia akan melahirkan."KAKAK!!" Alexa meninggikan suaranya memanggil sang kakak. Nafasnya terengah-engah men
Sebelum kelahirannya tiba, Alexa dan kakaknya akan berbelanja seluruh perlengkapan bayi yang akan ia butuhkan di Mall. Beruntung kakaknya datang dan akan membayarkan semua barang yang akan ia beli. Jadi ua tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Kebetulan sekali, ia belum membeli barang apapun untuk anaknya nanti. Lebih baik dibeli sekarang daripada sibuk membelinya nanti.Alexa membawa kakaknya ke Mall, ke bagian khusus perlengkapan bayi. Ia menyeret kakaknya untuk ikut masuk dengannya, karena kakaknya menolak untuk masuk sebelumnya. Tapi Alexa tidak akan membiarkan kakaknya diam berdiri diluar, lebih bagus kalau Alex bisa membantunya."Bagaimana dengan baju ini, warnanya sangat manis dan cantik" Alex menunjukkan sepasang pakaian bayi dengan warna merah muda yang tidak terlalu mencolok. Pakaiannya imut dan membuat siapapun yang memakainya akan terlihat cantik."Kakak, baju ini berwarna merah muda. Bagaimana kalau anakku nanti laki-laki?" Alexa langsung
Kandungan Alexa sudah menginjak usia 8 bulan, sebentar lagi anaknya akan segera lahir. Sebelum itu, ia ingin mendatangi rumah sakit untuk memeriksa kesehatan dan kapan waktu yang tepat untuk anaknya lahir.Setiap bulannya ia selalu rutin memeriksakan kesehatan kandungnya, ia tidak ingin jika terjadi sedikit masalah pun pada anak yang ada dikandungnya. Bahkan ia selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya agar tidak terjadi cidera yang dikhawatirkan.Sekarang Alexa sudah berada di rumah sakit yang pernah ia datangi waktu pingsan ditaman beberapa bulan yang lalu. Selain itu, di rumah sakit ini juga ia selalu memeriksa kesehatan kandungnya. Dokternya merupakan orang yang sudah ia kenal dengan baik, sehingga membuatnya lebih leluasa untuk bertanya lebih lanjut mengenai kondisi kandungnya."Kandungan mu sangat sehat dan baik, aku pikir kau bisa melahirkan secara normal dalam beberapa Minggu lagi. Kau harus tetap rutin meminum suplemen kesehatan yang sudah dire