Tak terasa, malam yang begitu panjang dan menegangkan kini berakhir tanpa ada satu korban satupun. Mereka yang mengalami kejadian di malam itu pulang dengan selamat meskipun dua dari mereka kini menghilang kembali karena dibawa Mang Ba'a.Yoga dan Yuyun yang menjadi perwakilan dari kelompok KKN mereka menyetujui atas apa yang Mang Ba'a lakukan, membawa Omes dan Epul keluar kampung untuk sementara waktu, agar tidak terjadi kecurigaan terhadap apa yang terjadi di malam itu.Mang Ba'a berjanji akan membantu mereka mencari bapak dan pamannya, dia meminta waktu beberapa hari untuk mencari jejak mereka. Dan di saat itu juga Mang Ba'a menyarankan untuk Epul dan Omes ikut dan menginap beberapa hari di rumahnya yang ada di Selatan, mencoba memberitahu atas sisi gelap pekerjaan bapak dan paman mereka semasa hidup.Yoga, Esih dan Yuyun sepakat untuk menutup rapat-rapat kejadian ini, sebuah kejadian yang membuat mereka terutama Yoga yang menjadi pengalaman yang tidak mungkin dia lupakan selama hi
Di tengah-tengah kesibukanku dengan kondisi Kampung Sepuh yang hingga saat ini masih terikat oleh perjanjian yang membelenggunya, aku masih fokus mencari semua petunjuk yang ada, dan kini hampir seluruh Gunung Sepuh sudah aku singgahi meskipun tetap saja aku tidak pernah menemukan sesuatu yang bisa membuat kutukan ini berakhir.Makhluk yang harus aku temukan pun tampaknya memang sengaja menjauh dariku, dia sudah mengetahui apa yang sedang aku lakukan, berusaha membuat perjanjian ini mengikat ku semakin kencang di setiap harinya.Karena, setelah kejadian KKN tersebut, semakin banyak para makhluk yang datang ke warung. Para makhluk yang awalnya mempunyai tempat ritual sendiri kini sudah tidak punya lagi tempat untuk mereka berdiam diri sehingga datang ke warung untuk dilayani olehku.Bahkan, jiwa-jiwa yang bergentayangan tak tentu arah yang seringkali membicarakan tentang kehidupannya kepadaku di belakang warung.Jiwa-jiwa tersebut biasanya datang dengan cara tertentu, mereka tidak lang
Kampung Sepuh semuanya telah berubah, Mas Parto kini sudah tiada. Dia sudah berpulang ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Awalnya Mas Parto akan kita pulangkan ke rumah yang sebenarnya di Jawa bagian Timur, namun istri dan anaknya menyarankan untuk memakamkan dia di Kampung Sepuh, karena Mas Parto sudah tidak mempunyai siapa-siapa sekarang. Dia telah membuang kehidupannya yang dahulu dan memulai kehidupan yang baru di Kampung Sepuh seperti halnya asep. Mang Mumu dan Mang Yayat sekarang lebih sering di rumah karena umur mereka sudah tidak muda lagi dan kesehatan mereka yang memaksa mereka untuk tidak banyak beraktivitas seperti dulu. Generasi ku sekarang yang memimpin Kampung Sepuh, Parman bahkan yang umurnya lebih muda dariku kini sudah menikah dan mempunyai anak laki-laki yang bernama Wawan. tampaknya Rusdi juga yang telah menikah lebih dahulu pun merasakan hal yang sama, dia hingga saat ini belum mempunyai momongan seperti halnya keluarga kecilku yang hingga saat ini masih
Suasana di dalam rumah kini tampak ramai, beberapa warga yang tahu bahwa Esih sedang dalam kondisi akan melahirkan, langsung mendadak pulang dari sawah dan ladang. Mereka pulang ke rumah dengan terburu-buru, menyimpan semua peralatan bertani mereka di dalam rumah, membersihkan diri mereka dengan air hangat dan berangkat kembali ke rumahku sambil membawa peralatan seadanya seperti kain jarik, baskom dengan termos berisi air panas sambil menunggu Bidan Puskesmas tiba ke rumah.“Coba baringkan aja di tengah rumah, Esih kamu tiduran aja, jangan takut, tahan aja, ini masa pembukaan kok jangan khawatir, memang untuk pertama kali pasti seperti ini, sama seperti istrinya Parman sewaktu ngelahirin Wawan. ”"Atur nafas nya terus ya, Esih harus tenang jangan sampai tegang biar nanti lancar persalinannya! " Kata Bu Lela yang mencoba untuk menenangkan Esih agar dirinya tidak panik.“I, Iya Bu. ” Kata Esih dengan keringat dingin dan menahan rasa mulas yang terasa di perutnya pada saat itu.Bu Lela
Aku pun mengangguk atas apa yang dikatakan oleh Bu Sonah pada saat itu. Aku mengerti akan keadaannya dan langsung mendekati para warga yang menemaniku di luar rumah untuk membicarakan tentang apa yang dikatakan oleh Bu Sonah denganku.Parman, Darman, Rusdi, Caca dan Pak Kades serta para warga yang istrinya ada di dalam rumah ikut mendengarkan atas apa yang aku katakan. Mereka yang tinggal di dalam Kampung Sepuh sudah mengerti tentang situasi dan kondisi yang terjadi di dalam rumahku ketika malam tiba.Bahkan beberapa dari mereka memanggil istri-istri mereka yang ada di dalam rumah untuk membicarakan hal tersebut, dan memberitahu akan dua pilihan. Yaitu tetap membantu persalinan Esih di dalam rumah dengan resiko mereka harus tahan dengan gangguan-gangguan yang mungkin saja terjadi ketika malam tiba.Atau, mereka disarankan pulang olehku dan aku hanya meminta do'a dari mereka semua agar proses melahirkan istriku lancar.Jujur, aku lebih memilih mereka pulang ke rumah masing-masing, kare
Area di sekitar rumah ku yang awalnya gelap dan hanya bertabur bintang, sekarang dengan sinar lampu lima watt dari generator hasil KKN para mahasiswa dulu yang kini menerangi kampung dan rumahku dengan nyalanya yang sedikit lebih terang daripada lampu minyak yang sering kali aku nyalakan tiap malamnya. Malam semakin larut dan gelap tapi kini mulai perlahan tergantikan oleh banyaknya cahaya-cahaya dari bola api yang terbang kesana kemari mengitari rumah dengan jumlah yang sangat banyak. Bola api yang menyala dalam kegelapan dan melayang entah darimana. Membuat aku dan Sima yang sedang duduk di atas genteng rumah langsung waspada. Karena aku baru pertama kali melihat bola-bola api tersebut melayang di atas rumahku dengan jumlah yang sangat banyak. “AMAT, ARI MANEH BOGA MUSUH DEUI SALAIN PARA MAKHLUK TI GUNUNG SEPUH? (APAKAH KAMU PUNYA MUSUH LAGI SELAIN PARA MAKHLUK DARI GUNUNG SEPUH?)” Kata Sima dengan pandangannya yang lurus ke atas. Aku yang berada di halaman rumah tidak tahu menah
Kampung Parigi yang kini gelap gulita sudah terang benderang, tampaknya masih ada orang yang beraktifitas diluar rumah, beberapa di antaranya mereka sedang sibuk meronda untuk menjaga kampung agar kampung mereka aman.Jrengggg, Jrenggggg,“Coba, lagu D*wa 19, yang Durjana!” Kata Omoh yang kini sedang duduk sambil menyalakan rokoknya sambil menikmati malam di dalam pos ronda yang mengarah ke persawahan Kampung Parigi yang tampak masih gelap gulita pada saat itu.“Euh, lagu siapa durjana, lagu Pak Haji Ro*a Iraha atuh itu mah,” Kata Uum yang menepuk kepalanya dengan kepalan tangannya.“Ro*a Irama, iraha mah atuh kapan, ahahahaha…” Kata Omoh yang tertawa setelah dirinya sukses mengerjai Uum yang kesal karena request lagu yang aneh kepada Uum pada saat itu.Uum yang memegang gitar akhirnya memainkan gitarnya beberapa kali, mengatur kembali gitarnya agar enak dimainkan di malam itu sambil mengobrol dengan orang-orang yang ada di pos ronda itu.“Eh dari sekian banyak yang aktif ronda selama
Kembali di beberapa tahun yang lalu, Doni Suarsa adalah seseorang yang pernah datang ke Gunung Sepuh untuk meminta ritual kepada salah satu makhluk yang ada di dalam gunung untuk dirinya sendiri. Dia rela membayar mahal hal tersebut meskipun akhirnya kandas karena ada suatu syarat yang harus dia penuhi.Yaitu permintaan untuk menumbalkan anak sang pemilik warung yang sedang dia incar sekarang, dia dan Ki Waluh yang menjadi orang yang membimbingnya untuk melakukan perjanjian tersebut menyanggupi atas syarat yang diminta oleh Nyi Dewi Neng Tiyas, makhluk yang dia datangi di dalam gunung.Namun, bapak yang dulu masih hidup mengganggunya, karena dia tidak rela anaknya menjadi salah satu syarat tumbal yang diminta oleh makhluk itu di dalam gunung.Doni dan Ki Waluh akhirnya harus pulang dengan tangan hampa, Ki Waluh dengan kondisi yang penuh luka dan tulang-tulang yang patah harus Doni gotong hingga ke dalam mobilnya.Ada pepatah bahwa manusia itu adalah tempat penyimpanan dendam yang pali