Kampung Sepuh semuanya telah berubah, Mas Parto kini sudah tiada. Dia sudah berpulang ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Awalnya Mas Parto akan kita pulangkan ke rumah yang sebenarnya di Jawa bagian Timur, namun istri dan anaknya menyarankan untuk memakamkan dia di Kampung Sepuh, karena Mas Parto sudah tidak mempunyai siapa-siapa sekarang. Dia telah membuang kehidupannya yang dahulu dan memulai kehidupan yang baru di Kampung Sepuh seperti halnya asep. Mang Mumu dan Mang Yayat sekarang lebih sering di rumah karena umur mereka sudah tidak muda lagi dan kesehatan mereka yang memaksa mereka untuk tidak banyak beraktivitas seperti dulu. Generasi ku sekarang yang memimpin Kampung Sepuh, Parman bahkan yang umurnya lebih muda dariku kini sudah menikah dan mempunyai anak laki-laki yang bernama Wawan. tampaknya Rusdi juga yang telah menikah lebih dahulu pun merasakan hal yang sama, dia hingga saat ini belum mempunyai momongan seperti halnya keluarga kecilku yang hingga saat ini masih
Suasana di dalam rumah kini tampak ramai, beberapa warga yang tahu bahwa Esih sedang dalam kondisi akan melahirkan, langsung mendadak pulang dari sawah dan ladang. Mereka pulang ke rumah dengan terburu-buru, menyimpan semua peralatan bertani mereka di dalam rumah, membersihkan diri mereka dengan air hangat dan berangkat kembali ke rumahku sambil membawa peralatan seadanya seperti kain jarik, baskom dengan termos berisi air panas sambil menunggu Bidan Puskesmas tiba ke rumah.“Coba baringkan aja di tengah rumah, Esih kamu tiduran aja, jangan takut, tahan aja, ini masa pembukaan kok jangan khawatir, memang untuk pertama kali pasti seperti ini, sama seperti istrinya Parman sewaktu ngelahirin Wawan. ”"Atur nafas nya terus ya, Esih harus tenang jangan sampai tegang biar nanti lancar persalinannya! " Kata Bu Lela yang mencoba untuk menenangkan Esih agar dirinya tidak panik.“I, Iya Bu. ” Kata Esih dengan keringat dingin dan menahan rasa mulas yang terasa di perutnya pada saat itu.Bu Lela
Aku pun mengangguk atas apa yang dikatakan oleh Bu Sonah pada saat itu. Aku mengerti akan keadaannya dan langsung mendekati para warga yang menemaniku di luar rumah untuk membicarakan tentang apa yang dikatakan oleh Bu Sonah denganku.Parman, Darman, Rusdi, Caca dan Pak Kades serta para warga yang istrinya ada di dalam rumah ikut mendengarkan atas apa yang aku katakan. Mereka yang tinggal di dalam Kampung Sepuh sudah mengerti tentang situasi dan kondisi yang terjadi di dalam rumahku ketika malam tiba.Bahkan beberapa dari mereka memanggil istri-istri mereka yang ada di dalam rumah untuk membicarakan hal tersebut, dan memberitahu akan dua pilihan. Yaitu tetap membantu persalinan Esih di dalam rumah dengan resiko mereka harus tahan dengan gangguan-gangguan yang mungkin saja terjadi ketika malam tiba.Atau, mereka disarankan pulang olehku dan aku hanya meminta do'a dari mereka semua agar proses melahirkan istriku lancar.Jujur, aku lebih memilih mereka pulang ke rumah masing-masing, kare
Area di sekitar rumah ku yang awalnya gelap dan hanya bertabur bintang, sekarang dengan sinar lampu lima watt dari generator hasil KKN para mahasiswa dulu yang kini menerangi kampung dan rumahku dengan nyalanya yang sedikit lebih terang daripada lampu minyak yang sering kali aku nyalakan tiap malamnya. Malam semakin larut dan gelap tapi kini mulai perlahan tergantikan oleh banyaknya cahaya-cahaya dari bola api yang terbang kesana kemari mengitari rumah dengan jumlah yang sangat banyak. Bola api yang menyala dalam kegelapan dan melayang entah darimana. Membuat aku dan Sima yang sedang duduk di atas genteng rumah langsung waspada. Karena aku baru pertama kali melihat bola-bola api tersebut melayang di atas rumahku dengan jumlah yang sangat banyak. “AMAT, ARI MANEH BOGA MUSUH DEUI SALAIN PARA MAKHLUK TI GUNUNG SEPUH? (APAKAH KAMU PUNYA MUSUH LAGI SELAIN PARA MAKHLUK DARI GUNUNG SEPUH?)” Kata Sima dengan pandangannya yang lurus ke atas. Aku yang berada di halaman rumah tidak tahu menah
Kampung Parigi yang kini gelap gulita sudah terang benderang, tampaknya masih ada orang yang beraktifitas diluar rumah, beberapa di antaranya mereka sedang sibuk meronda untuk menjaga kampung agar kampung mereka aman.Jrengggg, Jrenggggg,“Coba, lagu D*wa 19, yang Durjana!” Kata Omoh yang kini sedang duduk sambil menyalakan rokoknya sambil menikmati malam di dalam pos ronda yang mengarah ke persawahan Kampung Parigi yang tampak masih gelap gulita pada saat itu.“Euh, lagu siapa durjana, lagu Pak Haji Ro*a Iraha atuh itu mah,” Kata Uum yang menepuk kepalanya dengan kepalan tangannya.“Ro*a Irama, iraha mah atuh kapan, ahahahaha…” Kata Omoh yang tertawa setelah dirinya sukses mengerjai Uum yang kesal karena request lagu yang aneh kepada Uum pada saat itu.Uum yang memegang gitar akhirnya memainkan gitarnya beberapa kali, mengatur kembali gitarnya agar enak dimainkan di malam itu sambil mengobrol dengan orang-orang yang ada di pos ronda itu.“Eh dari sekian banyak yang aktif ronda selama
Kembali di beberapa tahun yang lalu, Doni Suarsa adalah seseorang yang pernah datang ke Gunung Sepuh untuk meminta ritual kepada salah satu makhluk yang ada di dalam gunung untuk dirinya sendiri. Dia rela membayar mahal hal tersebut meskipun akhirnya kandas karena ada suatu syarat yang harus dia penuhi.Yaitu permintaan untuk menumbalkan anak sang pemilik warung yang sedang dia incar sekarang, dia dan Ki Waluh yang menjadi orang yang membimbingnya untuk melakukan perjanjian tersebut menyanggupi atas syarat yang diminta oleh Nyi Dewi Neng Tiyas, makhluk yang dia datangi di dalam gunung.Namun, bapak yang dulu masih hidup mengganggunya, karena dia tidak rela anaknya menjadi salah satu syarat tumbal yang diminta oleh makhluk itu di dalam gunung.Doni dan Ki Waluh akhirnya harus pulang dengan tangan hampa, Ki Waluh dengan kondisi yang penuh luka dan tulang-tulang yang patah harus Doni gotong hingga ke dalam mobilnya.Ada pepatah bahwa manusia itu adalah tempat penyimpanan dendam yang pali
Villa yang Doni tempati pada saat ini memang tidak terlalu besar, hanya sebuah rumah yang terbuat dari kayu yang berukuran dua ratus meter persegi, yang dikelilingi halaman yang luas dengan berbagai macam bunga dan tumbuhan serta rerumputan yang sengaja ditanam agar vila tersebut agar tampak menarik untuk dilihat.Rumah yang berwarna coklat dengan sebuah pintu besar dan kaca-kaca besar, agar sinar matahari masuk ketika pagi tiba, membuatnya tampak terlihat sangat asri, apalagi di lantai dua ada sebuah balkon yang langsung berhadapan dengan pemandangan yang luas di atas sana, sebuah pemandangan di atas gunung yang membuat siapapun betah untuk tinggal lama disana.Villa tersebut berada di salah satu jalan kecil, Doni sengaja tidak membeli villa di dekat jalan besar dan jauh dari keramaian karena dia tidak mau apa yang dia lakukan sekarang mengundang para masyarakat untuk datang dan membubarkan apa yang sedang dia lakukan.Dia rela mengeluarkan uang yang begitu banyaknya selama bertahun-
Teriakan dan sorak sorai dari para makhluk yang tinggal di Gunung Sepuh terlihat dengan jelas bagi semua manusia yang bisa melihat mereka dari kejauhan. Mata-mata yang merah yang muncul dari sela-sela pepohonan hutan dengan gigi-gigi tajamnya yang terbuka dengan sangat lebar, membuat suasana Gunung Sepuh kini kembali riuh setelah sekian lama terbangun dari tidurnya.Para makhluk wanita yang memakai baju putih panjang dengan rambutnya yang panjang kini terlihat duduk di dahan-dahan pohon sambil tertawa cekikikan melihatku dan Sima yang sekuat tenaga menahan para makhluk kiriman itu di depan rumah.Sedangkan para makhluk-makhluk kecil terlihat melompat kesana kemari mencari dahan yang kosong agar dirinya bisa melihat dengan jelas atas apa yang aku lakukan.WussshhhSebuah angin yang besar kembali muncul setelah aku kibaskan tanganku ke arah mereka, mereka yang terbang dan merangsak masuk ke dalam rumah kembali terpental. Bahkan Sima tampak sangat marah di atas sana, karena beberapa kali
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men