Pesugihan, tidak hanya sekedar melakukan ritual kepada para makhluk dan nantinya para makhluk tersebut akan membantu kita untuk mencapai kekayaan dan kejayaan, seperti halnya para makhluk-makhluk di Gunung Sepuh, yang seringkali melakukan hal yang menyesatkan manusia agar mereka bisa mengikat dan mengambil jiwanya ketika sudah kita meninggal dalam keadaan yang sangat menyiksa.Ada juga cara-cara yang lain, cara-cara yang tentang sebuah pertukaran suatu benda ataupun barang yang nantinya benda tersebut akan menjadi sebuah benda yang bertuah, sebuah benda biasa yang dianggap magis, dan bisa membuat kita kaya secara perlahan.Seperti layaknya Iceu, yang ditanami susuk oleh Nyi Mayang Sari agar dia bisa lebih cantik dan mempesona dari biasanya, lebih menggoda, dan suaranya lebih merdu dari biasanya.Mereka biasanya tidak akan sadar akan hal itu untuk pertama kali, hingga setelah beberapa lama mereka memakai benda itu, mereka akan mengetahui bahwa ada yang berbeda dalam diri mereka, bahkan
“Aku hanya bisa mengantarkan kalian sampai malam ini, untuk selanjutnya, kalian bisa memulai sendiri atas apa yang dikatakan oleh Ki Saswi ya. ”“Dan jangan lupa, catatan kecil yang Ki Saswi tulis, harus kalian baca ketika kalian akan masuk ke dalam gunung ketika dagang ayam tersebut, juga ada persyaratan yang harus kalian lakukan disana.”“Ki Saswi hanya bisa membantu seperti itu, dia tidak mungkin ikut dan membantu kalian hingga ke depan gunung. ”“Karena Ki Saswi sudah tidak lagi melakukan hal-hal seperti itu lagi, dia sekarang hanya dikenal sebagai tukang urut dan tukang pijat bagi masyarakat dan para karyawan pabrik yang ada disini. ”“Jadi, ”“Tinggal usaha kalian sekarang, memang sulit untuk awal-awal, namun ketika kalian sudah mendapatkan uang itu, kehidupan kalian akan lebih mudah. ” Kata Pak Gaga yang kini berjalan kembali ke rumahnya dan melambaikan tangannya ke arah mereka.Mereka tampaknya masih ragu dengan apa yang akan mereka lakukan nantinya. Karena, Ki Saswi hanya mem
Sore itu, Cepi, Gema, dan Odeng sudah berada di Terminal Ciwidey. Menunggu sebuah mobil El* yang nantinya akan berangkat ke daerah Cidaun yaitu salah satu daerah di Pantai Selatan yang memanjang hingga tembus ke arah Pangandaran dan Yogyakarta.Sebuah mobil El* terakhir yang apabila mereka terlambat untuk naik, maka mereka harus menunggu hingga pagi tiba untuk bisa berangkat ke Gunung Sepuh seperti yang sudah dibicarakan.“Cidaun, Cidaun, Cidaun!”“Balegede, Parigi, Malati, Cidaun!”Sang kenek berteriak-teriak, memanggil para penumpang yang pada saat itu baru datang dari kota, ada yang dari Bandung, Majalaya, Sumedang, bahkan dari Subang. Tujuan sang kenek memanggil mereka adalah agar mobil cepat penuh dan mereka bisa cepat berangkat.Karena kalau mobil berangkat sesuai jadwal dengan penumpang yang belum penuh, maka pendapatan mereka akan berkurang, bahkan bisa rugi. Mengingat jalan yang akan mereka tempuh di sore itu adalah jalan yang sulit, dengan banyaknya hutan dan gunung yang har
Meskipun satu tahun sudah berlalu, banyak yang masih belum mengetahui bahwa bapak sudah meninggal, karena keterbatasan informasi yang menyebar, dan para warga Kampung Sepuh juga yang sengaja menutup diri dari luar, membuat banyak yang masih menyangka bapak masih hidup dan masih menjaga warung pada saat itu. Tak terasa, matahari sudah menghilang, dan digantikan dengan malam dan udara dingin yang menusuk kulit. Cahaya dari lampu mobil kini menyala dengan terangnya, menerangi jalanan yang berliku dan lurus setelah mobil El* itu sudah melewati perbatasan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, dan kini tinggal melewati kebun teh yang panjang di sisi sebelah kiri, juga bukit dan alang-alang di sebelah kanan mereka. Hanya satu mobil yang melintasi jalanan itu sekarang, tidak terlihat satupun kendaraan lain yang melintas di malam tersebut. Cepi, Gema dan Odeng masih terlihat duduk dan menikmati malam. Baru kali ini mereka merasakan perjalanan yang seperti ini dalam hidupnya, sehingga
Ritual uang balik sebenarnya tidak mudah dilakukan, segala hal yang berhubungan dengan para makhluk untuk membantu kita mencapai kekayaan biasanya mempunyai resiko, namun hal itu tampaknya tidak di sadari oleh Cepi, Gema dan Odeng.Sudah tiga bulan ini mereka terbuai oleh selembar uang yang bisa kembali ke dalam dompet mereka, dalam tiga bulan juga mereka berkeliling ke gunung-gunung, membeli setiap keperluan untuk ritual dan membeli ayam setiap kali mereka akan melakukan hal tersebut di dalam gunung.Mereka seperti orang bodoh, yang memaksakan kehendak mereka dengan hasil yang tidak pasti. Beberapa kali mereka melakukan hal itu, beberapa kali pula mereka mendapatkan kegagalan.Apabila dalam tiga bulan itu mereka pakai untuk mencari pekerjaan yang lain, mungkin saja mereka saat ini sudah mendapatkan pekerjaan yang layak dan bisa kembali mengirimkan uang gaji mereka kepada keluarganya yang berada di kampung tempat mereka tinggal.Namun mereka sudah terlena oleh sesuatu yang instan sehi
Gema yang kini fokus dengan ritualnya yang kini sudah hampir selesai. Menyan, telur, kopi hitam, kelapa muda dan hal-hal yang lainnya sudah di persiapkan semua. Asap dari menyan mengepul ke atas menutupi langit dengan semerbak harum yang tercium oleh mereka semua, belum lagi dair bau hanyir telur yang sengaja gema pecahkan di pinggir menyan tersebut.Bahkan Kopi hitam yang di seduh, sengaja Gema tumpahkan di atas telur mentah dan mengambil ampas dari kopi itu untuk mereka oleskan ke ayam yang akan mereka bawa pada malam itu. Sungguh ritual yang sangat aneh. namun meskipun begitu, tekanan yang mereka rasakan terasa sangat kuat, tekanan dari banyak sekali mata yang mengawasi mereka dari sela-sela pepohonan yang tinggi besar di ujung sana yang tatapanya tepat ke arah mereka semua. Ritualnya belum selesai, beberapa kali Gema berhenti sejenak karena hawa yang mereka rasakan sangat menusuk kulit. Namun, tinggal satu lagi yang harus mereka siapkan, yaitu kembang tujuh rupa, yang menjadi s
Suara itu keluar, seperti suara orang yang ketakutan setengah mati di dalam sana. Cepi yang masih berada diluar hanya bisa terdiam, karena dia tidak tahu apa yang Odeng temui di dalam gunung pada malam itu.“Deng, Odeng kamu gak apa-apa?”Cepi berteriak-teriak di depan gerbang, mencoba memanggil Odeng yang terdengar kesakitan di dalam sana. Namun, hanya dua kali dia berteriak kesakitan, selebihnya dia tidak mendengar apapun lagi setelah mendengar teriakan Odeng yang berada di dalam hutan.Meskipun suara itu terasa samar, karena suara tersebut terdengar di dalam hutan yang ada di depannya. Namun Cepi yakin, itu adalah suara Odeng, karena dia adalah orang kedua yang masuk sebelum dirinya.Cepi kini ragu, dia seperti tidak ingin melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh pada saat itu, tapi pikirannya berkata lain. Apalagi teriakan Odeng seperti teriakan dari seseorang yang kesakitan akan sesuatu.Namun, dia sudah tanggung berada sampai disini, juga sudah membeli segala
Suasana hutan yang sangat gelap membuat Cepi berjalan lebih pelan, meskipun gelapnya hutan di Gunung Sepuh sama gelapnya dengan gunung-gunung yang sebelumnya dia masuki beberapa waktu yang lalu.Namun, kali ini berbeda, dia merasakan suatu hawa keberadaaan yang sangat kuat di sekitar dirinya, mengawasi dirinya dari sela-sela pepohonan yang gelap, dan mencoba menunggu yang tepat untuk muncul di hadapannya.Cepi, Gema, dan Odeng kini seperti orang-orang yang ingin melakukan ritual di dalam gunung. Mereka akan diuji oleh para makhluk yang tinggal di antara gerbang hingga ke lapangan tempat aden-aden berada. Dan mereka harus tahan akan ujian itu karena biasanya para makhluk itu akan menakut-nakuti mereka sebelum mereka tiba di lapangan pertama dan membuka jalan untuk ke tempat ritual yang mereka tuju di dalam gunung.“Bu, Pak, kok gak pada beli sih, beli dong ayamnya, aku mau kaya nih,” Kata Cepi dengan nada yang mulai meninggi, karena sudah sepuluh menit berjalan dia masih belum menemuka
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men