Ruangan itu kini tampak kacau, banyak sekali para makhluk yang tergeletak di lantai bergelimpangan. Mereka tidak menyangka, ada salah satu manusia yang bisa menandingi mereka di tempat mereka tinggal. Wajah-wajah seram yang tadinya mereka tampilkan kepada kita semua, kini berubah menjadi wajah-wajah yang ketakutan. Banyak dari mereka menghilang, tanpa jejak dan tidak akan pernah bisa muncul kembali di tempat tersebut. Para makhluk yang ada di Gunung Sepuh, tidak akan bisa kehilangan nyawa, separah apapun luka mereka, mereka masih bisa memulihkan dirinya dan tidak bisa mati seperti layaknya manusia pada umumnya. Namun, Satu hal yang aku tahu dari bapak ketika hidup, mereka bisa musnah. Musnah dan tidak akan pernah kembali hidup untuk selamanya. Dan mungkin saja, wajah-wajah ketakutan yang mereka perlihatkan adalah wajah-wajah dari rasa takut ketika dia merasa bahwa dirinya terancam dan bisa saja akan menghilang seperti sebagian dari mereka yang tadi mengerubungiku beberapa saat yang
Situasinya kini semakin kacau, aku bisa saja membiarkan tubuhku bergerak sendiri sekarang. Seperti hal nya bapak atau kakekku ketika menghadapi para makhluk seperti ini, mereka semua akan sengaja membiarkan tubuhnya terkontrol sesuatu, sesuatu yang tidak akan mempunyai belas kasihan untuk memusnahkan para makhluk yang ada di sekitar mereka. Tapi, ada banyak manusia yang harus aku jaga sekarang. Aku tidak bisa semena-mena melakukan hal itu seperti layaknya bapak ketika dia menggunakan seluruh keilmuannya. Aku takut, apa yang aku lakukan nanti akan berdampak juga kepada mereka, dan akan berakibat fatal pada tubuh mereka semua ketika hal itu terjadi. “ICEUUUU…!” Bagja berteriak, sesaat ketika tubuh Iceu terseret ke arah Nyi Mayang Sari yang terpental jauh ke ujung sana. Tubuhnya kembali meronta-ronta, kedua tangannya memegang leher dan mencoba melepaskan tali yang mengekangnya seperti layaknya hewan. Bagja yang mengetahui bahwa jiwa istrinya masih terikat oleh tali yang mengekangnya,
“AMAATTTTTTTT…!!!” Desi berteriak dengan sekuat tenaga, bersamaan dengan pintu besar yang tertutup rapat di depannya. Dia tidak menyangka, bahwa aku membiarkan mereka keluar dengan mengorbankan ku di dalam sendirian. Dug, Dug, Dug, Desi beberapa kali memukul pintu itu agar terbuka kembali, bersamaan dengan menarik besi yang menjadi gagang pintu yang besar itu. Namun beberapa kali dia mencoba membuka pintu itu, tapi pintunya tidak terbuka. Yang terdengar hanyalah suara gaduh dari dalam sana yang membuat dirinya semakin khawatir akan keadaanku yang ada di dalam sana. “Des, sudah tujuan kita sudah tercapai, percaya saja sama Amat, dia menyuruh kita untuk keluar supaya kita tidak menjadi beban baginya,” Kata Bagja yang mencoba menarik Desi agar menjauh dari tempat tersebut. “Tapi Kang Amat gimana A Bagja?” “Dia mengorbankan dirinya di dalam sana,” Kata Desi yang kini tampak menangis. Desi mungkin adalah satu-satunya orang yang paling merasa bersalah sekarang, kalau saja dia tidak me
Settt Bagja perlahan-lahan terbangun bersamaan dengan cahaya putih yang muncul dari kalung pemberian Abah Ido yang secara perlahan-lahan menghilang. Dia memegang tubuhnya yang merasa kesakitan ketika di gerakan. Sepertinya, ketika dia berada di dalam sana, membuat beberapa bagian tubuh yang ada terasa sakit dan pegal-pegal diseluruh badan. Bahkan, Pak Brata yang ikut terbangun dari duduknya, langsung menghela nafas panjang. Bersamaan dengan kedua tangannya yang langsung memegang tanah agar tubuhnya tidak tumbang, energinya sudah terkuras habis apalagi ketika dia sudah mendapatkan pengalaman yang menyeramkan dalam hidupnya, yang semuanya seperti bermimpi buruk yang tidak akan pernah dia lupakan nantinya. Hoeeek Hoeeek Sedangkan Desi, dia langsung muntah-muntah ketika matanya terbuka. Dia tidak menyangka, tempat yang sering dia datangi selama ini ketika dia ingin sekali menjadi penari yang terkenal, adalah tempat yang benar-benar menyeramkan. Nyi Mayang Sari yang awalnya terlihat c
Gunung Sepuh memang terkenal angker bagi sebagian orang, keangkeran Gunung Sepuh sebagai tempat ritual sudah sampai kemana-mana. Bahkan Pak Brata saja yang tinggal jauh di ujung Selatan Jawa pun tahu tentang mitos-mitos yang berkembang di gunung ini. Gunung Sepuh sudah dianggap menjadi tempat keramat yang tidak bisa dimasuki sembarangan oleh beberapa orang, bahkan semua warga Kampung Sepuh pun sudah dianggap menjadi orang-orang yang punya basic keilmuan supranatural. Karena mereka hidup dan berdampingan dengan para makhluk di Gunung Sepuh, yang dipercaya dan dikeramatkan oleh mereka. Bagja, dan Pak Brata. Yang sekalipun tidak pernah menginjakan kakinya di gunung ini, kini harus merasakan keangkeran Gunung Sepuh pada malam tersebut. Mereka tidak menyangka, semua mitos-mitos yang berkembang di masyarakat luas akan Gunung Sepuh dan ritual-ritual di dalamnya itu benar, dan mereka berdua kini merasakan suasana Gunung Sepuh yang menyeramkan dan dikeramatkan bagi sebagian orang. Sedangkan
“Kang Amat.... Kang, Kang Amat! ” Kata Bagja yang sedang mencari ku pada saat itu. Mereka kini terlihat sangat kelelahan, wajah-wajah kusut dan kusam kini terlihat jelas ketika mereka berjalan mencariku kembali ke dalam hutan. Wajah yang merasa putus asa akan semua kejadian yang membuat mereka sangat frustasi dan ketakutan setengah mati atas kejadian yang mereka alami semalaman, membuat mereka hanya bisa berharap bahwa semua kejadian ini akan cepat berakhir, dan ketika semuanya ini selesai. Mereka berharap semuanya akan berakhir dengan baik. Meskipun, kini jiwa Iceu yang tadi dia bawa dengan paksa olehku. Kini tidak terlihat lagi oleh mereka semua ketika mereka sudah keluar dari tempat Nyi Mayang Sari dengan susah payah. Bahkan, tubuhku, yang seharusnya mereka jaga. Kini menghilang di dalam kegelapan malam Gunung Sepuh yang membuat mereka harus berbalik melewati jalanan setapak yang sudah mereka lalui sebelum sampai ke tempat ini. “Pokoknya, kita harus mencari Amat, minimal kita h
Malam masih menutupi langit, bintang-bintang masih berhamburan di angkasa, juga sinar bulan purnama masih menyinari malam yang tampak gaduh oleh sesuatu, sesuatu yang membuat beberapa orang kini tampak berlari dari dalam Gunung Sepuh dengan sekuat tenaga. Semuanya kini tampak lemas, dengan semua wajah-wajahnya yang sangat kusut, dan rambut yang berantakan. Keringat-keringat mereka mengucur deras bagai air hujan pada malam itu, juga dengan suara nafas yang berat yang terdengar dari paru-paru mereka ketika mereka sedang berlari keluar hutan. Tampak, ada sedikit senyum dari wajah mereka, senyuman dari apa yang sudah mereka lalui ketika berada di hutan Gunung Sepuh, yang membuat hal itu akan menjadi kenangan buruk setiap kali mereka mengingat kejadian tersebut. Karena, mereka tidak menyangka, Gunung Sepuh yang mereka kenal hanya dari mitos-mitos dan cerita-cerita masyarakat tentang semua keangkeran yang ada di dalamnya, kini mereka rasakan. Dan hal itu membuat mereka hingga seperti ini,
Setelah malam panjang yang menghiasi Kampung Sepuh dan kampung-kampung di sekitarnya, dengan kejadian yang tak mungkin bisa dilupakan oleh sebagian orang. Akhirnya, cahaya kemerah-merahan muncul di ufuk timur secara perlahan, sebuah cahaya yang menerangi langit dan menutup sinar-sinar dari bulan dan bintang yang menerangi kampung sepanjang malam. Terlihat awan hitam yang menutupi langit di Gunung Sepuh perlahan pudar, sinar matahari yang begitu kuat di pagi itu, mencoba mengusir keheningan malam dengan sinarnya yang menghangatkan. Kokok ayam di pagi hari terdengar, bersamaan dengan suara dari burung-burung pagi yang saling bersahutan satu sama lain. Membuat sebuah irama yang merdu dan menyejukan hati bagi siapa saja yang mendengarnya pada pagi itu. Hawa dingin yang menusuk kulit kini terasa hangat secara perlahan, bahkan kita bisa melihatnya dengan nafas yang terlihat seperti kepulan asap ketika dihembuskan keluar di pagi itu. Rumah-rumah di Kampung Sepuh yang awalnya hening kini
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men