#Rania
"Saya Rania, wanita yang tadi Anda bantu." Rendi mengangguk dia ingat. Setelah kepergian wanita itu dia membayar semua hutang-hutangnya dan meminta pemilik warung memberinya beras. Penampilan wanita tadi berbeda, sangat berbeda hingga Rendi tak bisa mengingatnya.
"Oh," jawab Rendi singkat.
"Saya mau mengucapkan terima kasih banyak, tapi maaf saya belum bisa mengembalikan uang Anda."
"Ndak perlu, saya ikhlas."
"Tapi maaf, saya Tidak terbiasa mendapat bantuan secara cuma-cuma."
"Tidak apa-apa, anggap saja saya bersedekah." Rendi masih bersikap biasa saja. Wanita itu memang tidak ada yang spesial jika dilihat. Mereka memang tetangga, tapi tak saling kenal. Jarak rumah antara keduanya bisa dibilang cukup jauh. Jadi wajar jika mereka tidak saling mengenal.
"Dengan Bapak siapa ya kalau boleh tahu?"
"Rendi," jawab Rendi biasa saja.
Deru mobil terdengar berhenti tepat di depan rumah Rendi. Lelaki itu tahu siapa yang datang. Netra kedua insan yang tengah berhadapan itu saling menatap ke arah mobil yang tengah berhenti.
Clara, Clara pulang dengan bibir mencebik. Memperlihatkan ketidaksukaannya dengan wanita yang tengah berdiri di hadapan Rendi.
"Ow, jadi wanita ini selingkuhan kamu? Jadi gara-gara dia, kamu mulai berubah?" Clara berdiri tepat di hadapan Rania. Wanita yang dimaksud hanya diam mematung, tidak mengerti apa yang dikatakan Clara baru saja.
"Dia tidak ada urusannya dengan kamu, Clara. Dia hanya-"
"Hanya apa? Simpanan?" Kini giliran Clara yang berteriak. Matanya melotot seakan ingin keluar dari tempatnya.
"Mbak Rania, anaknya nangis. Tadi dia kebangun, jadi saya bawa kesini. Kata tetangga sebelah rumah Mbak ke sini." Tiba-tiba tetangga lain membawa Salsa, putri Rania untuk diberikan kepada ibunya. Karena dia menangis terus memanggil ibunya.
"Ow, iya Mbak. Terima kasih ya!" ucap Rania dengan senyuman mengembang sembari meraih Salsa.
"Kamu sudah punya anak? Jangan-jangan ini anak kamu, Mas?" Clara berdecak tak percaya. Suami yang dipikirnya bodoh justru berbuat diluar nalar.
"Cukup Clara. Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan? Dia ini tidak ada hubungannya dengan kita, aku saja baru mengenal Rania."
"Ow jadi namanya Rania?" Clara menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Maaf, Mbak ini istrinya Pak Rendi ya? Sebelumnya saya minta maaf, Mbak. Kalau saya lancang, saya hanya ingin meluruskan saja. Saya kesini hanya mau berterima kasih sama Pak Rendi, karena sudah membayar hutang-hutang saya."
"Ow, sudah bayarin hutang. Nanti lama kelamaan bayar servis kamu ya!" titah Clara begitu menyakitkan. Entah mengapa Clara tidak terima jika Rendi berkhianat. Padahal dia sendiri adalah pengkhianat yang sebenarnya.
"Cukup, Clara!" Rendi menarik pergelangan tangan Clara. Dia terlihat menahan amarah. Lagi-lagi Clara bertingkah seolah Rendi menyakitinya.
"Au … sakit, Mas. Lepaskan!"
"Kamu apakan anak saya?!" Tiba-tiba saja Ana muncul dari jalan. Entah kapan wanita tua itu pulang, Hingga Rendi tak memperhatikan kehadirannya.
"Kamu ngapain disini?" Ana bertanya kepada Rania. Dia terheran-heran melihat wanita itu ada di antara anak dan juga menantunya.
"Ibu kanal dengan wanita ini?" tanya Clara penasaran.
"Ibu kenal, dia Rania. Janda beranak satu yang suaminya meninggal karena kecelakaan."
"Ow, jadi selera Mas Rendi sekarang janda ya!"
"Maksud kamu apa sih, Clara? Ibu nggak ngerti?!"
"Ibu, mereka ini selingkuh! Ketahuan sama aku baru aja, kalau aku nggak datang mungkin mereka sudah masuk ke kamar!"
"Astagfirullahaladzim," Rania dan juga Rendi beristighfar bersamaan. Padahal tak ada niat sedikitpun mereka dengan hal itu. Bisa- bisanya Clara memfitnah mereka berdua.
"Ibu tidak pernah menyangka, ternyata meskipun kamu lumpuh kamu masih bisa berbuat mesum!"
"Astagfirullahaladzim, siapa yang berbuat mesum, Bu? Tidak ada, dia hanya mengucapkan terima kasih. Itu saja! Rania, sebaiknya kamu pulang kasihan anakmu, harus mendengarkan perkataan yang seharusnya tidak pantas dia dengar."
"Baik, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya permisi, Bu. Assalamualaikum," pamit Rania kepada semua orang.
"Waalaikumsalam." Hanya Rendi satu-satunya orang yang menjawab salam Rania. Kedua wanita itu entah kerasukan set*an mana hingga tak pernah mengucap kata lembut sekalipun.
Rendi berniat memutar roda pada kursinya. Namun naas, Clara lebih dulu menghadang lelaki itu dengan kasar. Dia terlihat kesal, mungkin kesal dengan pekerjaan di kantor. Sehingga dia membawa masalah kantor ke rumah.
"Mas, aku dipecat! Pasti itu perbuatan kamu kan, Mas? Jangan bohong kamu, Mas. Aku sudah bisa menebak isi dalam kepalamu itu!"
"Apa maksud kamu, Clara? Kamu dipecat?" tanya Ana dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Iya, Bu. Clara dipecat, pasti karena Mas Rendi, Clara yakin itu!"
"Untuk apa aku membuat kamu dipecat?"
"Untuk membalas semua perlakuanku kepadamu!"
"Aku bukan manusia sepertimu, Clara. Jangan kau samakan aku denganmu atau dengan Ibu. Kita berbeda,"
Clara mencebik dia langsung bergegas masuk kedalam rumah. Rasanya begitu sakit ketika Rendi tidak lagi perhatian. Rendi tidak lagi meminta belas kasihan. Dia rupanya sudah mempersiapkan kepergian Clara. Benar-benar diluar dugaan Clara.
Apa yang mereka lakukan tadi? Apakah benar-benar mereka hanya sebatas itu?!
Atau lebih? Berkali-kali Clara memastikan. Dan dia sama sekali tidak tahu jawabannya.
****
Clara meluncur ke kantor dengan menggunakan ojek online. Dia terus saja mengumpat di jalan. Ketika Rendi tak lagi mengizinkannya menggunakan mobil miliknya. Setibanya dia di kantor, dia langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi tempat dia bekerja.
"Buruan dipanggil, Bos." pinta salah satu rekan kerjanya.
"Iya-iya, baru juga nyampe. Gua tahu, pasti dapet bonus!" Clara begitu percaya diri. Dia langsung merapikan baju yang ia kenakan. Tak lupa menambahkan polesan bedak di wajahnya. Memastikan semuanya sempurna.
Tok … tok … tok.
Clara langsung masuk ke dalam ruangan atasannya ketika dia sudah meminta izin terlebih dahulu. Senyumnya lebar, penuh percaya diri jika akan mendapatkan sebuah penghargaan atas kerja kerasnya.
"Anda sudah baca surat yang berada di meja kerja Anda?"
"Maaf, Pak. Surat apa ya?"
"Silahkan bereskan tempat kerja anda, karena mulai hari ini Anda dipecat!"
"Ha, dipecat? Salah saya apa, Pak? Saya tidak melakukan kesalahan apa-apa, saya bekerja dengan jujur. Lantas kesalahan apa yang membuat saya dipecat?"
"Silahkan Anda keluar!"
Atasan Clara benar-benar tidak mau mendengarkan penjelasan anak buahnya. Dia hanya menyampaikan kalau dirinya dipecat, itu saja. Selebihnya Clara disuruh pergi meninggalkan kantor saat itu juga. Jika tidak dia bisa diseret oleh pihak keamanan perusahaan.
Clara menjatuhkan bobot tubuhnya kembali di kursi kerjanya. Memindai setiap sudut meja mencari selembar kertas. Ternyata benar, dia menemukan sebuah amplop putih. Dengan kasar dia merobek lalu membaca isi kertas tersebut.
"Brengs*k, ini pasti kerjaan lelaki lumpuh itu! Kurang apa coba dengan diriku. Aku sudah bertahan meski dia lumpuh. Tapi dia malah membuat semuanya berantakan." Dengan kasar Clara mengambil semua perlengkapan kantor miliknya. Hingga tidak ada lagi barang yang tertinggal di meja kerjanya. Dia pergi dengan ekspresi yang sudah bisa ditebak, sangat marah.
Jelas Clara marah, dia tidak memiliki pekerjaan saat ini. Dia tidak langsung pulang. Dia malah menghabiskan waktunya di mall, makan siang dengan lelaki tua yang menjadi kekasihnya.
"Sayang, masak aku dipecat? Pasti gara-gara orang lumpuh itu! Karena kemarin dia sempat mengancam, memilih karir atau kamu."
"Terus kamu pilih apa?" tanya lelaki tua itu.
"Pilih kamu dong, Sayang. Kamu kan segalanya buat aku." Clara pintar sekali bersilat lidah. Bukannya dia tadi sempat mengumpat pada Rendi karena pemecatannya hari ini? Benar-benar wanita diluar dugaan. Demi uang dia rela berbuat apapun, meskipun diluar batas. Berpacaran dengan lelaki tua yang seharusnya dipanggil Bapak olehnya. Karena lelaki tua itu adalah tambang emas baginya. Benar saja, setelah mendengar pemecatan Clara. Lelaki itu langsung mentransfer sejumlah uang ke rekening Clara.
Setelah selesai Clara pulang ke rumah diantar oleh lelaki tua itu. Amarahnya kembali di ubun-ubun. Ketika melihat wanita berjilbab sedang berbicara dengannya diteras. Meskipun dia yakin itu bukan kekasih Rendi. Tapi itu bisa dijadikan bahan fitnah olehnya untuk Rendi.
Tapi sayang semua tuduhan Clara bisa dibantah Rendi. Dia juga bisa membuat Clara terpojok. Hingga akhirnya Clara pergi meninggalkan Rendi sendiri di teras.
Clara masuk kedalam kamar. Dan menutup pintu kamar dengan cukup kuat.
"Mas Rendi, ini apa maksud kamu?!"
Clara berteriak dari dalam kamar. Dia bertambah garang setelah melihat sesuatu yang sudah siapkan oleh Rendi.
Kejutan apa yang sudah disiapkan oleh Rendi? Kita tunggu part selanjutnya ya….
Bab 5 Talak Teriakkan Clara begitu memekikkan telinga. Dia begitu histeris ketika melihat koper miliknya sudah siap. Dia juga melihat apakah koper itu benar- benar berisi pakaian miliknya. Jika itu terjadi berarti Rendi sudah kehilangan akal. "Apa sih Clara teriak-teriak kek orang kesurupan gitu?" tanya Ana, Ibu Clara. "Ini, Bu. Lihat Mas Rendi benar-benar mengusir Clara." "Laki-laki cac*t itu benar-benar keterlaluan. Jika tidak ada kita memangnya dia mau hidup dengan siapa? Dia benar-benar cari masalah," ucap Ana sambil berkacak pinggang. Lalu pergi ke kamarnya memastikan apakah dia juga ikut diusir oleh Rendi dari rumah itu. "Allahuakbar, Rendi kamu bener-bener ya!" Teriakan Ana juga terdengar dari kamarnya. Clara yakin bahwa pakaian Ana sudah rapi dalam koper. Mereka tidak pernah menyangka Rendi akan berbuat senekat ini. "Mas, aku ini istrimu lho. Mau tinggal dimana aku? Lagian siapa yang akan mengurusmu nanti?" "Aku bisa lakukan semuanya sendiri. Nggak perlu khawatir!"
Kehilangan arahRendi tertunduk. Matanya mengembun, dia tidak pernah mengira jika kata talak benar-benar sudah diucapkan. Dia harus bisa menerima semuanya. Hidup sendiri tanpa ada orang yang menemani. Meskipun pernikahan yang ia bangun masih seumur jagung. Namun dia harus bisa menerima. Jika Clara bersamanya terus bukan hanya Rendi yang akan terluka tapi Clara juga akan terluka. Dia butuh sentuhan butuh nafkah batin. Sedangkan Rendi, dia tidak bisa memberikannya. Rendi sudah memikirkan matang-matang keputusannya ini. Selama ini dia cukup pandai mengurus hidupnya sendiri. Jadi jika tidak ada lagi Clara dia sudah bisa menjalani hidupnya seperti biasa.Meskipun tak pernah ia pungkiri. Dia masih menyimpan cinta itu untuk Clara. Tapi luka yang diberikan wanita itu juga terlalu dalam. Cukup untuk mengubur rasa itu dalam-dalam.****"Bu, kamu itu jangan tertipu dengan muka Rendi yang sok lugu itu. Dia memang begitu kok!" ucap Ana sembari memberikan kode pada Clara.Clara hanya diam dia me
Putus AsaIni malam pertama bagi Rendi tanpa Clara tanpa Ana. Dia benar-benar sendiri. Benar-benar merasakan sepi. Rendi kembali menatap kakinya. Dia benar-benar putus asa. Tanpa ada satu orang pun yang menguatkannya. Lelaki itu malam ini begitu lemah. Hingga dia berpasrah kepada Allah. Mencurahkan segala gundah dalam hati. Meminta diberikan kekuatan dan juga kesabaran.Rendi duduk termenung di sisi Ranjang. Dia benar-benar berusaha keras melakukan semuanya sendiri. Meskipun baginya begitu luar biasa sulitnya.Bayangan Clara sekelebat terbesit dalam pikirannya. Clara yang cantik, anggun dan juga cerdas. Dia wanita yang mengagumkan. Hingga akhirnya Rendi jatuh hati pada wanita itu.Dulu dia berharap Clara adalah wanita terakhir untuknya. Wanita terbaik dan juga wanita tercantik yang ia miliki. Namun sayang, takdir membuat Clara berkhianat. Ketika Rendi tak lagi bisa memberi nafkah batin.Kini takdir benar-benar berjalan. Takdir yang akan memisahkan mereka. Tak pernah ada rencana maupun
Rania menyelesaikan tugasnya di depan rumah. Kini dia berniat mencuci baju di halaman belakang. Satu persatu baju dia pisah lalu ia masukan dalam mesin cuci. Sesekali matanya melirik di celah-celah pagar besi yang menjadi pembatas antara rumah Bu Husen dengan Rendi. Entah mengapa perasaannya selalu tertuju pada rumah orang baik yang sudah membantunya tempo hari. Matanya membulat sempurna karena mendapati sosok yang ia cari sedang menangis sesenggukan. Rania kembali menajamkan indera penglihatannya agar bisa jelas melihat Rendi sedang melakukan apa? Mata Rania memindai, melihat tangan Rendi sedang memegang sebotol obat nyamuk. "Astagfirullahaladzim, Mas … Mas Rendi, mau ngapain?" Rania menggedor-gedor pagar besi. Berharap Rendi mau merespon panggilannya. Namun sayang, Rendi masih fokus dengan barang ditangan. Seperti kehilangan arah, lelaki itu kembali menangis tersedu-sedu. Padahal semalam dia sudah mencurahkan isi hatinya pada Tuhan. "Ya Allah, Mas Rendi. Istighfar," teriak
Kejutan besar"Lihat, Pak RT. Mereka sedang berzina. Jangan buang-buang waktu. Kita arak saja, seperti kebanyakan pelaku zina yang sudah tertangkap basah. Daripada nanti mereka kabur!" tutur Clara dengan nada bicara menggebu-gebu. Wanita itu benar-benar lupa, lelaki yang dia fitnah baru saja adalah suaminya sendiri. "Sabar … sabar, Mbak Clara. Semua bisa dibicarakan baik-baik, kita akan mengambil keputusan jika semua sudah jelas.""Lho Pak RT ini bagaimana? Mereka ini jelas-jelas berzina, nggak bisa dimaafkan. Menjijikan!" sahut Ana dengan lantang. Wanita tua itu berusaha mengompori warga. Namun sayang, tak ada satupun yang mengucapkan sepatah kata. Mereka hanya terdengar saling kasak-kusuk dari belakang."Ayo kita duduk dulu, tolong Pak, Mas Rendi di bantu ke ruang tamu. Kita bicara baik-baik disana." jawab Pak RT dengan penuh ketenangan. Beruntung tadi Pak RT sedang berada di rumah, jika tidak mungkin akan berbeda cerita."Sekarang Mbak Clara silahkan menjelaskan kronologinya. Baga
POV RendiAku masih tidak percaya dengan apa yang akan aku lakukan. Sepertinya aku sudah kehilangan akal. Hingga berniat mengakhiri hidup.Tapi niatku itu urung kulakukan ketika Rania, wanita yang pernah aku tolong malah menghentikannya.Entah dari mana hati wanita itu? Dia rela difitnah untuk menyelamatkan hidupku. Kini kami di sidang oleh Bapak RT maupun warga terdekat. Banyak yang menyayangkan perbuatanku. Tapi mereka tidak tahu apa yang aku rasakan. Mereka hanya melihat sisi dimana aku begitu putus asa.Beruntung para tetangga dan juga Pak RT yakin jika kami tidak melakukan zina. Seperti apa yang dituduhkan Clara pada kami. Dia hanya menuduh tanpa memberi barang bukti. Aku bernafas lega, akhirnya semua pergi dari rumahku. Tapi tidak dengan Clara dan ibu mertua. Mereka masih disini. Mencibir dan juga terus saja menjatuhkan mental. Bayangkan, aku seorang laki-laki yang semula normal menjadi lumpuh alias cacat karena sebuah kecelakaan. Apa kalian tidak bisa merasakan apa yang aku
POV Author"Sah," ucap para saksi lantang dan keras. Pernikahan yang digelar Rendi dan juga Rania begitu sederhana. Hanya ada beberapa warga dan juga kerabat. Itu pun bisa dihitung dengan jari."Ih, paling ini cuma akal-akalan si Rania. Dia kan janda, mana mungkin ada wanita yang mau menikah dengan pria Caca* kek dia," ucap para tetangga dengan sedikit berbisik. Meskipun demikian indera pendengaran Rania masih bisa mendengar dengan jelas."Iya, lagian nggak mungkin kalau dia mau menikah tanpa ehem-ehem. Ye kan?""Ehem-ehem apaan sih, Jeng?""Itu belah duren.""Ow, itu. Kan yang penting dapet duit. Model-model kek Rania kagak tahu aja!"Kasak-kusuk omongan para tetangga terdengar juga di telinga Rendi. Dia masih diam, dia menerima permintaan Rania. Entah karena apa? "Lagian, Jeng. Surat perceraian sama si Mbak Clara kan belum turun. Eh, dah kawin lagi, doyan banget nikah. Emangnya nggak takut kalau dikhianati lagi?" "Namanya juga laki, Jeng. Kayak gak pernah aja! Hahaha." Suara itu t
Kedatangan mertua terdahulu"Kamu dengar sendiri apa kata istriku! Aku ini sudah mempunyai istri baru. Seharusnya kamu menghormati itu. Tapi jika kita berpisah bukannya itu lebih baik buat kamu? Agar bisa leluasa menjalin hubungan dengan pacar tuamu itu?""Aku dah ninggalin dia, Mas. Aku pengen kita rujuk lagi. Seperti dulu, kita akan jalani ini sama-sama." Clara mencoba mendekati Rendi. Namun dengan cepat Rania menghalangi. Wanita itu benar-benar menjaga suaminya agar tak tersentuh oleh tangan calon mantan istri."Mbak Clara telat, Mas Rendi sudah memilih saya. Jadi … Mbak Clara seharusnya nggak mengganggu hubungan kami. Silahkan Mbak Clara pergi! Mbak Clara sudah tahu dimana pintunya kan?" "Pelakor, kamu itu pelakor. Mencuri lelaki dari suami orang!""Saya tidak pernah mencuri. Saya hanya mengambil sesuatu yang gak pernah dianggap olehmu! Saya hanya ingin menjaga lelaki hebat yang kau anggap hina ini!"Clara mencebik lalu pergi meninggalkan Randi maupun Rania. Clara benci akan sika
EndingRania kembali ke rumah Rendi pada akhirnya. Mereka mencoba memulai dari awal. Rania juga lebih berhati-hati dalam bertindak. Tingkahnya beberapa hari lalu dengan Rendi justru menjadi bahan gunjingan para tetangga. Hingga dia dipertanyakan apakah akan bercerai atau tidak? ***"Hari ini kita akan survei rumah. Rumah yang seperti apa yang kamu inginkan?" tanya Rendi pada Rania ketika mereka tengah duduk di kursi teras. "Terserah Mas Rendi aja, yang penting nyaman untuk kita." Rania menyuapi Salsa dengan telaten."Mam … mam ...mam." Bocah berumur dua tahun itu berceloteh. Meski masih belajar, Salsa rupanya sudah cukup pintar. Dia sudah bisa memanggil Ibunya dan juga Ayahnya. Ah, benar-benar bayi menggemaskan.Srutt Rendi menyesap kopi yang hampir habis.Lalu meletakan kembali gelas itu di atas meja. Pandangan Rendi kini tertuju pada tanaman yang subur dan juga segar. Rania ke warung sebentar ya, Mas." Rania beranjak dari duduknya namun dicegah Rendi."Mau beli apa? Biar Mas aja
KembaliRania membereskan piring dan gelas kotor setelah selesai menikmati sarapan pagi. Reni pergi meninggalkan mereka bertujuan agar mereka bisa berbicara dari hati ke hati.Rendi melangkah pelan. Mendekati wanita yang masih sah sebagai istrinya.Berdiri di depan wastafel sedang mencuci piring."Maaf, untuk kemarin. Seharusnya Mas bisa mengontrol emosi.""Ndak papa, Mas. Rania juga salah, Rania seharusnya tidak menyimpan dendam apalagi niatan untuk membalasnya.""Kamu nggak papa?""Nggak kok, Mas. Rania nggak papa.""Maaf, seharusnya aku jelaskan semuanya.""Rania sudah tahu semuanya. Seharusnya Rania mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Bukan malah menyalahkan Mas Rendi."Rania selesai mencuci lantas mengeringkan tangannya dengan lap bersih. Lalu pandangannya beralih pada lelaki yang berdiri dihadapannya.Rendi membuka tangannya, memeluk sang istri untuk menguatkannya. Rendi tidak akan bisa membayangkan betapa terlukanya hati Rania saat ini. Andai dia tahu suaminya telah berk
Rendi mencoba memahamiRendi duduk termenung. Pikirannya memang sedang kalut. "Astagfirullahaladzim," ucap Rendi sembari beranjak dari duduknya. Mengambil wudhu lalu bersimpuh memohon ampun pada Allah. Tetesan bening meluncur begitu saja di pipi tanpa dikomando. Semua keluh dan juga risau nya ia curahkan pada sang Khalik. Segera ia meletakan sajadah dan juga saring beserta peci. Menjatuhkan bobot tubuhnya di sisi ranjang. Amarah sesaat membuatnya tak karuan. Semua bukan salah Rania sepenuhnya. Dia juga salah kenapa tidak mau menjelaskan secara rinci. Agar sang istri bisa menerima dan sama-sama saling memaafkan. Rendi melirik jam yang berada di atas nakas. Jam menunjukan angka delapan belum terlalu malam jika dia ingin pergi ke rumah Rania.Tak lupa Rendi membersihkan semua sudut ruangan yang tadi ia lempar dengan membabi buta. Lalu berganti pakaian berniat pergi ke rumah Rania. Senyumnya selalu mengembang ketika berpapasan dengan para tetangga. "Mas Rendi mau kemana?" tanya sala
Nasib Clara"Kamu ini gimana sih, Clara? Sekarang jadi janda. Malah tua bangka itu juga ikut-ikutan ninggalin kamu. Terus kita mau makan apa? Arisan Ibu juga banyak yang belum dibayar!""Bu, kan Ibu sendiri lihat istrinya datang ngelabrak Clara. Di depan para tetangga pula. Sekarang mana berani Clara nyamperin dia. Lelaki tua itu sekarang kemana-mana sama bininya, Bu!""Haist, kamu itu kurang pintar. Kurang menggoda. Terus kita mau hidup pake apa? Ha? Ibu nggak mau ya kalau kita melarat!""Terus Clara mesti gimana, Bu?""Ya kerja lah! Apa cari laki yang kaya. Gimana sih kamu ini? Punya ot*k tu buat mikir jangan cuma dandan aja yang menor.""Clara capek, Bu!""Capek? Ibu juga capek jadi orang miskin!""Salah Ibu juga kenapa sama Mas Rendi nggak mau baik?!""He, Clara. Baik gimana? Wong orang cac*t nggak guna gitu. Nyusahin," ucap wanita tua itu dengan mata berapi-api. Entah mengapa setelah kepergian Clara dan juga ibunya dari rumah Rendi. Kehidupan mereka semakin ruwet. Ditambah Clara
Kesembuhan Rendi"Minta kecup sini boleh?" Rania memainkan bibirnya dengan jari telunjuk."Haist …." Lelaki yang ada di hadapannya bergidik ngeri melihat mantan janda yang ada di sisi ranjang sedang merayu.Rendi berusaha menetralisir pikirannya yang sudah keliling dunia.****Dua bulan kemudianSetiap hari Rania menyiapkan jus. Berganti buah dan juga menyediakan Rendi segelas susu. Rania hanya meminta Rendi setiap pagi berolahraga. Meskipun dalam keadaan duduk. Rendi semakin dekat dengan Salsa. Apalagi balita mungil itu sangat menggemaskan dengan pipi yang chubby.Rendi juga memutuskan pergi ke rumah sakit. Menjalankan terapi yang dulu pernah ia lakukan namun berhenti ditengah jalan karena putus asa. Kini Rania dan juga Salsa adalah penyemangat baru untuk Rendi menghadapi kenyataan. Keputusan terbesar Rendi adalah berkata jujur pada Rania. Bahwa dia masih melakukan pekerjaan di rumah dan mendapatkan gaji lumayan besar.Dan juga dia mengatakan masih memiliki beberapa aset tanpa dike
DilabrakClara segera membuka pintu kontrakannya dengan penasaran. Seketika matanya membulat sempurna melihat sesosok wanita yang tengah berdiri dihadapannya. Dia tahu itu siapa.Plak ….Tamparan cukup keras mendarat di pipi mulus Clara."Wanita mura*an!" ucap wanita yang umurnya sebaya dengan Ana dengan berapi-api. Tangannya mengepal sedangkan rahangnya mengeras. Seluruh giginya gemeretak menahan amarah."Ma-maksud Anda apa?" Ana mencoba bertanya. Meskipun dia tahu wanita ini siapa."He, kamu memang bod*h atau sengaja pura-pura bod*h. Anak perempuanmu ini bermain api dengan suamiku. Bermain api dengan lelaki yang pantasnya dianggap bapak olehnya!" "Maksud Ibu apa? Anda tidak ada bukti ya?" Suara Clara ikut meninggi. Membuat para warga yang tinggal di samping kanan maupun kiri keluar untuk sekedar melihat kerusuhan yang ada. Tak sedikit mereka saling berbisik."Inikan yang katanya bercerai karena nggak dikasih jatah sama suami itu kan?""Iya, dia kurang jatah dari suaminya. Jadi mint
BAB 13Perhatian RaniaRendi menyesap kopi yang sudah disiapkan istrinya.Sruttt ….Rasa pahit kopi beradu dengan manis gula yang pas. Tak terlalu pahit dan juga tak terlalu manis. Rania memang pintar membuat kopi. Pagi ini Rendi merasakan betul bagaimana diperhatikan istri. Dibuatkan sarapan, dibuatkan kopi. Dan tunggu sedang apa Rania itu? Membawa sebuah pencukur rambut atau pencukur kumis? Ternyata keduanya."Mas, kamu kok nggak rapi sih? Sini biar aku cukur kumis sama jambang kamu yang seksi itu." Rania tersenyum lalu kembali meletakan Salsa di stroller. Mengambil perlengkapan mencukur yang sudah disiapkan."Nggak perlu, sudah jam delapan nanti telat!""Ndak papa, sebentar saja." Rania memaksa. Rania mendorong Rendi sedikit menjauh dari meja makan. Menutupi badan Rendi dengan kain yang dililitkan di leher. Rania benar-benar niat mencukur Rendi. Dia sudah menyiapkan semua alatnya dengan lengkap."Apa yang akan kamu lakukan?""Sudah Mas Rendi diam saja. Nanti pasti tambah ganteng
Kedatangan mertua terdahulu"Kamu dengar sendiri apa kata istriku! Aku ini sudah mempunyai istri baru. Seharusnya kamu menghormati itu. Tapi jika kita berpisah bukannya itu lebih baik buat kamu? Agar bisa leluasa menjalin hubungan dengan pacar tuamu itu?""Aku dah ninggalin dia, Mas. Aku pengen kita rujuk lagi. Seperti dulu, kita akan jalani ini sama-sama." Clara mencoba mendekati Rendi. Namun dengan cepat Rania menghalangi. Wanita itu benar-benar menjaga suaminya agar tak tersentuh oleh tangan calon mantan istri."Mbak Clara telat, Mas Rendi sudah memilih saya. Jadi … Mbak Clara seharusnya nggak mengganggu hubungan kami. Silahkan Mbak Clara pergi! Mbak Clara sudah tahu dimana pintunya kan?" "Pelakor, kamu itu pelakor. Mencuri lelaki dari suami orang!""Saya tidak pernah mencuri. Saya hanya mengambil sesuatu yang gak pernah dianggap olehmu! Saya hanya ingin menjaga lelaki hebat yang kau anggap hina ini!"Clara mencebik lalu pergi meninggalkan Randi maupun Rania. Clara benci akan sika
POV Author"Sah," ucap para saksi lantang dan keras. Pernikahan yang digelar Rendi dan juga Rania begitu sederhana. Hanya ada beberapa warga dan juga kerabat. Itu pun bisa dihitung dengan jari."Ih, paling ini cuma akal-akalan si Rania. Dia kan janda, mana mungkin ada wanita yang mau menikah dengan pria Caca* kek dia," ucap para tetangga dengan sedikit berbisik. Meskipun demikian indera pendengaran Rania masih bisa mendengar dengan jelas."Iya, lagian nggak mungkin kalau dia mau menikah tanpa ehem-ehem. Ye kan?""Ehem-ehem apaan sih, Jeng?""Itu belah duren.""Ow, itu. Kan yang penting dapet duit. Model-model kek Rania kagak tahu aja!"Kasak-kusuk omongan para tetangga terdengar juga di telinga Rendi. Dia masih diam, dia menerima permintaan Rania. Entah karena apa? "Lagian, Jeng. Surat perceraian sama si Mbak Clara kan belum turun. Eh, dah kawin lagi, doyan banget nikah. Emangnya nggak takut kalau dikhianati lagi?" "Namanya juga laki, Jeng. Kayak gak pernah aja! Hahaha." Suara itu t