Share

Bab 2

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2023-04-01 12:21:19

"Beri aku waktu tiga hari, Mas. Aku ingin istikharah dulu, minta yang terbaik padaNya. Karena baik menurutku belum tentu baik menurutNya. Pun sebaliknya." 

Ucapanku pada Mas Gilang tiga hari yang lalu. Dia mengangguk pelan, mengiyakan. Dia tampak menyugar rambutnya kasar, frustasi. Lalu membanting tubuhnya di atas sofa.

 

Matanya berkaca-kaca menatapku. Aku sengaja melengos, tak ingin kutunjukkan kepedihanku ini di hadapannya. Meskipun aku yakin, dia tahu aku benar-benar rapuh. 

 

Wajah ibu terlihat kesal, karena aku tak memberikan jawaban saat itu juga. Namun aku tak peduli, masuk kamar dan membenamkan wajahku di bantal. 

 

Hampir dua malam aku tak bisa memejamkan mata, rasanya terlalu takut menghadapi pagi. Waktu seolah berputar begitu cepat. Biasanya, saat aku gundah gulana seperti ini, Mas Gilang selalu hadir di sisi. Mengusap pelan rambutku dan memberiku bermacam nasehat yang membuatku lebih tenang. 

 

Namun, sejak keributan itu dia memilih tidur di kamar tamu. Seolah tak ingin mengganggu, membiarkanku sendiri, memilih apa yang terbaik untukku dan untuknya. 

 

Mataku sembab karena terlalu sering menangis. Banyak hal yang aku pikirkan. Jika aku bercerai, aku tak punya keluarga satupun yang bisa kuajak berkeluh kesah. Apakah aku yakin bisa menghadapi ini sendiri? Atau apakah aku harus bisa membuka hati untuk cinta yang baru? Kurasa semakin sulit, aku justru trauma. Takut jika nantinya akan mengalami sakit yang sama. 

 

Namun, jika aku membiarkan suamiku menikah lagi, akankah dia bisa adil membagi cintanya? Sekalipun dia sudah berulang kali berjanji akan adil, semudah itukah aku mempercayai ucapannya? Dulu dia pernah berjanji tak akan membuatku kecewa dan tak pernah ingin mengkhianati cintaku, namun nyatanya waktu membuktikan bahwa dia ingkar. Dia tak lagi ingat janji-janjinya itu!

 

Hari ini, mau tidak mau, siap tidak siap aku harus menentukan pilihan. Pilihan tersulit selama hidupku. 

Tok ... tok ... tok ...

"Lin, buruan keluar. Kami sudah menunggumu di ruang tengah" Suara ibu mertua kembali membuyarkan lamunan. Aku melangkah tak bersemangat keluar kamar. Mendapati ibu mertua dan Mas Gilang di sofa ruang tengah dengan gusar, menungguku.

 

Kutatap mata Mas Gilang, entah kenapa dia tak berani menatap balik kedua mataku. Kini dia menunduk, seakan menghitung waktuku siap berbicara. 

 

"Mas ...." Dia mendongak. Sudut matanya basah. 

 

Rasanya aku ingin segera berhambur ke pelukannya, menumpahkan segala rasaku di dadanya yang bidang untuk saling menguatkan. Tapi tatapan sinis ibu mengurungkan niatku. Kenapa ibu? Kenapa aku seperti pendatang baru di rumahku sendiri? 

 

"Mas, apa kamu yakin akan membawakanku adik madu? Seandainya aku tak mau bercerai denganmu?" 

 

Pertanyaanku membuatnya menghembuskan napas kasar. Diam dan berpikir sejenak. 

 

"Sudahlah Lin, jangan buat bingung suamimu. Tak ada satu pun laki-laki yang tak menginginkan keturunan. Mereka pasti ingin memiliki buah hati. Paham kamu?"

 

Ibu kembali mengeluarkan komentarnya. Aku tak peduli. Tak pernah menanyakan bagaimana pendapatnya. Aku sedang bicara dengan suamiku, bukan dengan dia. 

 

"Apakah kamu yakin bisa adil jika memiliki dua istri? Adil dalam membagi nafkah lahir dan batin?" tanyaku lagi. 

 

Mas Gilang masih tetap menunduk. Aku yakin, sebenarnya dia nggak ingin situasi ini terjadi, hanya saja dia tak mampu menolak permintaan ibunya. 

 

"Mas ...." Kupegang pundaknya pelan. Dia menatapku dengan pandangan yang tak bisa kujelaskan lewat kata-kata. Memegang punggung tanganku dan menepuknya perlahan. 

 

"Jangan banyak drama, Lin. Cepat kau katakan pilih dimadu atau cerai? Jangan pengaruhi suamimu dengan akting tangismu itu" Ibu bersungut-sungut kesal.

 

Apa peduliku? Harusnya dia yang diam. Nggak perlu terlalu ikut campur urusan rumah tanggaku, aku dan anaknya yang menjalani bukan dia. Rasanya makin berkurang rasa hormatku padanya. 

 

"Maafkan aku, Lin," ucap Mas Gilang terbata. Dia melepaskan tangannya dari punggung tanganku. Kembali menunduk dalam diam.

 

"Baiklah kalau memang itu keinginanmu, Mas. Aku sendiri yang akan memilihkan seorang madu untukmu."

 

Kalimat terberat itupun meluncur dari bibirku. Entah apa yang kupikirkan, yang pasti aku belum bisa berpisah dengannya saat ini. Setidaknya, biarlah aku harus mempersiapkan hatiku terlebih dahulu. 

 

Permintaannya kali ini begitu mendadak, terlalu buru-buru hingga aku tak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan hatiku. 

 

"Nggak perlu, Lin. Ibu sudah menyiapkan calon istri untuk suamimu"  Ibu kembali menimpali. Dengan senyumnya yang meyakinkan. 

 

Masih bisa dia tersenyum di saat anak dan menantunya meneteskan air mata karena permintaannya?!

 

Mas Gilang bergeming. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa. Menatap langit-langit rumah dengan pandangan hampa. 

 

Apakah dia hanya pura-pura menangis agar seolah ikut terluka dengan pilihan ini? Ataukah memang sebenarnya dia tak yakin bisa adil dalam berpoligami? 

 

Entahlah ... detik ini, aku tak mampu menyelami hatinya. Aku tak bisa menebak-nebak jalan pikirannya lewat sorot matanya. 

 

"Biar Lina yang memilihkan calon istri untuk suamiku, Bu," ucapku datar. Tatapan ibu begitu sinis tak terima. 

 

"Memangnya kamu yakin, bisa memilihkan calon istri yang subur? Yang bisa cepat memberikanku cucu?" Ibu kembali protes. 

 

Dia tak pernah memikirkan bagaimana perasaanku. Yang dia pikirkan hanyalah cucu cucu dan cucu. 

 

"Biar Lina saja, Bu," ucapku agak meninggi. Geram rasanya melihat tingkah ibu mertua yang semena-mena, seolah menganggap hatiku terbuat dari baja. 

 

"Benar kata ibu, Lin. Aku sudah memilih calon adik madu untukmu." 

 

Suara Mas Gilang menghentikan perdebatanku dengan ibu. Mulutku ternganga mendengar jawabannya. Aku kembali menelan saliva. Jantungku seolah berdetak lebih kencang dan cepat daripada sebelumnya. Tak berani kubayangkan siapa calon adik madu yang sudah dipersiapkan Mas Gilang untukku. 

 

"Siapa perempuan itu, Mas?," tanyaku kemudian. Mencoba untuk tetap tegar, meski rasanya aku terbakar api cemburu. 

 

Ya Allah, yakinkah aku dengan keputusan ini? Kenapa kini aku begitu bimbang dengan pilihanku sendiri? Jangan sampai Mas Gilang memilih Dewi untuk menjadi adik maduku. Dia belum paham siapa Dewi sebenarnya. Apalagi ibu, terlalu mudah untuk mengambil hatinya. Bahkan hanya dengan senyum tiap kali bertemu sudah menganggap orang itu baik akhlaknya. 

 

"Perempuan itu bukan Dewi kan, Mas?" tanyaku lagi. 

 

***

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing, minimal istri sah jgn terlalu menye2lah. punya pekerjaan dan mampu menafkahi diri sendiri tapi tetap aja tolol g bisa mikir. makanya g usah sok2an baik sama mertua yg g bisa menerimamu. mampuslah kau g dihargai krn g bisa tegas..
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Kenapa bnyk cerita lama berumah tangga tapi blm di kasih keturunan...mertuanya seperti Mak lampir menyuruh anak laki² untuk berpoligami dan lebih gilanya si anak nurut aja. Adik laki-lakiku saja sudah lama berumah tangga blm di kasih keturunan mamahku biasa aja ga mau ikut campur
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
mertua kayak gini kasih sianida ajaa ... bngsatt juga kelakuannya ... lina juga bodohhh... muakk ceritanya kayak gini ajaa thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 3

    "Aku akan mempertemukanmu dengannya besok, Lin. Untuk hari ini, biarlah kita fokus menata hati." Mas Gilang pergi meninggalkanku sendiri. Ibu masih duduk tak jauh dari tempatku. "Kalau kamu memang nggak mau cerai, kamu harus siap Lin, jika nantinya suamimu lebih sering bersama madumu dibandingkan sama kamu."Aku menoleh cepat. Geram rasanya mendengar kata-kata yang keluar dari bibir ibu. Bukannya memberiku semangat justru membuat hatiku makin tak karuan. "Apa maksud ibu? Kalau mau poligami ya harus adil, Bu. Bukan berat sebelah. Memangnya ibu senang kalau anak semata wayang ibu menjadi calon penghuni neraka karena ketidakadilannya pada istri-istrinya?."Kutekankan kata adil di sana, biar ibu paham. Ibu mencibir, terlihat bibirnya melengkung ke bawah. "Wajar to Lin, kalau lebih sayang sama yang baru. Bukannya lebih baik begitu? Biar mereka cepat memberikan ibu cucu."Lagi-lagi itu jawaban ibu. Membuatku muak. "Cucu. Cucu. Cucu lagi yang ibu pikirkan. Ibu tak pernah memikirkan baga

    Last Updated : 2023-04-01
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 4

    "Dewi? Ngapain kamu di sini?" tanyaku padanya. Seakan tak percaya perempuan itu benar-benar ada di hadapanku detik ini. Dia tersenyum sinis sambil melirik, tanpa menjawab pertanyaanku, duduk begitu saja di sebelah Maya, calon maduku. Pertemuan yang tak pernah kusangka sebelumnya. Dia tak mempedulikanku, menganggap seolah tak ada aku dalam ruangan ini. Benar-benar nggak ada sopan santunnya bertamu di rumah orang. Perempuan seperti itukah yang diidamkan ibu menjadi menantunya?"Ohya Lin, buatin teh buat mereka to. Sekalian bawakan camilannya," perintah ibu padaku. "Kenapa harus Lina, Bu?," jawabku sekenanya. Aku masih kesal dengan sikap Dewi kala itu, apalagi saat ini. Tak pernah ada rasa bersalah di hatinya sudah mempermalukanku waktu itu. Bahkan sekedar kata maaf pun enggan dia ucapkan. "Lantas siapa kalau bukan kamu, Lin? Ibu? Atau mereka kamu suruh bikin teh sendiri?" Ucapan ibu naik beberapa oktaf. Aku melirik sekilas. Beranjak dari tempat duduk, tanpa mengucap sepatah kata. La

    Last Updated : 2023-04-01
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 5

    Cahaya mentari menembus celah-celah jendela kamar. Kubuka gorden jendela. Wangi mawar semerbak menyambut pagi. Semilir angin membelai wajah seketika. Wajah yang mungkin begitu sembab karena menangis semalaman. Hah! Harusnya memang aku tak terlalu sesedih itu. Bukankah aku sendiri yang memilih jalan ini? Lantas kenapa aku merasa tersakiti karena pilihanku sendiri?! Bodoh! Kuremas kasar lengan piyama. Pagi yang biasanya begitu kunanti dan kunikmati. Namun tidak untuk pagi ini. Pagiku kini terasa begitu berbeda. Tak kulihat senyumnya saat membuka mata. Tak kudengar dengkur lirihnya ataupun lengan kekarnya yang melingkar di perutku saat kubuka jendela. Pagi ini, mungkin adalah pagi yang tak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku. Karena akan menjadi saksi pernikahan kedua suamiku. Di sini. Di rumah peninggalan ibuku. Rumah bertingkat dua yang menyimpan banyak kenangan. Kenanganku bersama orang tuaku, sekaligus kenangan indah dan romantis bersamanya. Seandainya ibu masih ada, aku yaki

    Last Updated : 2023-04-01
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 6

    Acara pernikahan itu sudah selesai. Para tamu mulai keluar dari rumah ini. Sesederhana itu, sekedar ijab qabul tanpa resepsi. Benarkah Maya, gadis 21 tahun itu rela pernikahannya tanpa resepsi? Benarkah dia ikhlas pernikahannya digelar sesederhana itu? Bahkan tanpa mengundang teman-teman sebayanya satu pun? Apakah dia sengaja menyembunyikan status pernikahannya dari kawan-kawannya? Malu karena hanya menjadi istri kedua? Sehingga menerima begitu saja saran Mas Gilang untuk melangsungkan pernikahannya dengan sangat sederhana? Mungkin saja begitu. Terserah, aku tak ingin ikut campur soal itu. "Mas ... nanti kita tinggal di mana? Mas sudah nyiapin rumah kan buat aku?" Pertanyaan gadis itu sok manja dan mendayu-dayu membuatku ingin muntah saja. Seganjen itukah dia? "Mas, sudah siapin rumah baru kan buat aku?," tanyanya lagi. Heh! Rumah baru katanya? Duit darimana, Non. Bahkan untuk memberi nafkah bulanan buatmu saja nanti kerepotan. Aku tersenyum kecut. Makanya sebelum mengambil keputu

    Last Updated : 2023-04-01
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 7

    Pov : Gilang Ada tiga mobil yang masuk bengkel minta diservis. Alhamdulillah, meskipun minggu ini belum banyak customer yang datang tapi aku yakin bulan-bulan selanjutnya pelanggan akan bertambah. Yang paling penting sekarang adalah memberikan pelayanan semaksimal mungkin agar mereka tak kecewa. Hampir delapan bulan berlalu, memang belum ada hasil signifikan dari usaha bengkel ini. Jangankan balik modal atau bisa untuk tabungan. Bahkan hasilnya baru cukup untuk membayar gaji para karyawan.Tapi tak apa, aku harus bersyukur. Berapapun hasilnya yang penting halal. Sebenarnya, ada rasa bersalah di dalam dada karena tak bisa memberikan nafkah yang layak untuk istriku, Lina. Namun apa boleh buat, aku sudah berusaha maksimal hanya saja baru segitu rizki yang Dia kirimkan. Bersyukur aku memiliki istri sepertinya, dia tak pernah menuntut macam-macam, selalu mendukungku sepenuh hati di saat aku terpuruk dan jatuh, bahkan rela menyisihkan sebagian gajinya untuk jatah bulanan ibuku, yang seh

    Last Updated : 2023-04-01
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 8

    Pov Gilang (2) Sejak permintaan serius ibu kemarin aku makin nggak tenang. Aku takut Lina tahu keinginan ibu saat ini. Tiap kali dia mendekat, aku selalu berusaha menghindar. Aku takut keceplosan bicara jika berada di sampingnya. Karena tiap kali banyak pikiran, kadang ucapan dan emosiku tak terkontrol. Berulang kali dia tanya kenapa? Aku hanya menjawabnya asal. Capek lah, pusing lah atau ngantuk. Hanya itu alasanku, makin membuat gurat kebingungan di wajahnya yang ayu. Meski akhir-akhir ini aku sedikit cuek, tapi dia tak pernah kesal ataupun marah bahkan senyum manis itu masih terus terukir di kedua sudut bibirnya. Lina ... Betapa beruntungnya aku memilikimu. Kamu yang dulu begitu banyak disukai para lelaki. Kamu yang bahkan rela menolak Adam-- laki-laki yang dijodohkan ibumu itu, hanya demiku. Padahal dari segi wajah dan finansial, mungkin dia jauh lebih di atasku. Tak pernah menyangka bahwa akulah pemenangnya. Aku yang saat itu masih kuliah semester akhir, dengan polos

    Last Updated : 2023-04-01
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 9

    Suasana sekolah kembali lengang. Murid-murid sudah pulang. Namun, aku begitu enggan beranjak dari kursi kelas empat ini. Masih duduk termangu, memikirkan rumah tanggaku.Hari ini, jadwal Mas Gilang pulang. Entah ekspresi apa dan bagaimana nanti yang akan kutunjukkan. Bingung. Meskipun jalan ini, aku yang memilihnya sendiri, namun jujur saja aku belum sepenuhnya bisa menerima dan memahami. Tapi ... Jika aku terus merasa tersakiti, bukankah aku justru lebih berdosa? Memaksakan sesuatu yang tak mampu kuterima? Mataku kembali berkaca-kaca mengingat semuanya. Kudengar derap langkah ke luar dari ruang guru. Mungkin beberapa guru mulai meninggalkan sekolah. "Aku kasihan lihat Bu Lina. Sejak suaminya menikah lagi, dia terlihat berbeda. Sering melamun sendirian di kelas saat anak-anak pulang. Kadang juga duduk aja di mushola sampai sekolah sepi." Kudengar suara Bu Ika membicarakanku. Kuhela napas sesak."Lagian siapa suruh mau dimadu? Bu Lina sendiri yang memilih, kan? Kalau saya jadi di

    Last Updated : 2023-05-06
  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 10

    Langit begitu gelap. Suara guruh terdengar riuh, sesekali menggelegar. Rintik hujan pun mulai datang mengguyur. Perlahan membasahi bumi. Aroma tanah yang khas ketika hujan mulai mengusik Indra penciuman. Aku menyukai itu. Merindukan damai dan tenangnya di tengah semilir angin yang sesekali menerpa wajah.Kumainkan gemericik air yang turun dari langit dengan telapak tangan. Membiarkannya terpercik ke lengan dan baju yang kukenakan. Tak lupa menengadahkan tangan ke atas, menangkap air yang mulai deras mengguyur lalu membasuhkannya ke wajah. Sejuk dan dingin yang terasa berbeda. Lagi-lagi aku menyukainya. Cukup lama aku di sini. Terdiam di sebuah gazebo taman belakang, ditemani secangkir teh hangat dan mi telur favoritku. Tak kupedulikan Mas Gilang yang sedari tadi duduk di bangku teras, menatapku. Tiba-tiba Maya datang membawakan nampan berisi dua cangkir dan camilan. Mungkin teh atau kopi. Entahlah. Lalu, muncul ibu dari belakang. Bicara, entah apa. Aku pura-pura tak melihat. Menikma

    Last Updated : 2023-05-06

Latest chapter

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 61 (End)

    Althaf Radhika Alfahri.Anak laki-laki pertamaku yang rupawan. Dia adalah pelita yang menyinariku di saat gelap dan rapuh. Dia yang membuatku semakin kuat dan semangat di setiap keadaan dan dia yang membuatku semakin menyadari jika tak akan pernah ada kata sia-sia dari sebuah perjuangan dan kesabaran. Ada harapan dan doa yang kutanamkan dalam nama itu. Aku dan Mas Gilang sangat berharap kelak dia akan tumbuh menjadi anak laki-laki yang berhati lembut, sukses dan memiliki semangat untuk berbagi kebaikan hingga bisa bermanfaat untuk banyak orang.Detik ini, kulihat Mas Gilang yang sedang mengazani anak sulungnya dengan hati berbunga. Senyumnya mengembang. Wajahnya yang tampan memancarkan aura kebahagiaan. Ibu yang dulu seolah tak pernah memberi restu untukku, sekarang justru berbalik 180 derajat.Dia begitu menyayangiku setelah rencana buruk dan sandiwara menantu kesayangannya itu terbongkar semuanya. Cinta dan perhatian ibu padaku semakin bertambah saat anak pertamaku lahir. Ibu terli

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 60

    Pov : Maya"May, kamu di mana? Aku mau ketemu," ucap Mbak Dewi tiba-tiba setelah sekian minggu tak ada kabar."Mau ngapain sih, Mbak?" tanyaku cepat.Hatiku berdebar-debar, jangan sampai Mbak Dewi merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Mbak Lina lagi. Aku nggak mau ikut campur. Mereka bisa benar-benar menjebloskanku ke sel."Rumah tanggaku hancur, May. Mas Indra menceraikanku. Istri tua dan keriputnya itu mengambil semua yang kupunya. Rumah dan mobil itu. Sekarang, aku di rumah ibu," ucap Mbak Dewi panjang.Mulutku ternganga seketika mendengar ceritanya. Aku yakin, Mbak Dewi pasti tak akan rela dan diam begitu saja. Dia pasti akan membalas perlakuan Mbak Lina. Karena masih menganggap Mbak Lina dalang semuanya."Sudahlah, Mbak. Jangan ganggu keluarga Mas Gilang lagi. Bahaya, Mbak. Mbak bisa benar-benar dimasukkan penjara nanti."Aku masih terus berusaha menasehati. Walaupun bagaimana, dia tetap kakakku. Aku sangat menyayanginya, meski kelakuannya seperti itu dan sering membuatku pusin

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 59

    Pov : Dimas Maya. Aku ingin sekali membencinya karena dia sudah tega menghianati cinta yang kupunya. Dia diam-diam berhubungan dengan lelaki lain yang jauh lebih mapan dan tampan. Saat tahu kabar itu, rasanya benar-benar sulit digambarkan.Banyak hal yang kami lakukan bersama, teganya dia pergi begitu saja. Namun, aku cukup heran kenapa sampai detik ini belum bisa melupakannya. Berulang kali mencoba untuk move on, berulang kali pula selalu gagal. Aku benci dengan perasaanku sendiri. Aku tak tahu mengapa harus mencintai perempuan yang sudah terang-terangan menghianatiku. Bahkan secara sengaja menikah dengan laki-laki lain yang lebih mapan, meski hanya menjadi istri kedua. Entah siapa yang bodoh dalam hal ini. Aku yang dibutakan oleh cinta dan nafsu atau dia yang hanya mengejar harta, tanpa peduli adanya cinta. Entah.Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga. Begitu pula dengan sandiwara Maya. Aku mengetahui gerak-gerik pengkhianatannya sebelu

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 58

    Sebelum maghrib, kami sudah sampai di rumah. Maya dan Bi Minah turun dari mobil Mas Adam. Perempuan itu masih saja menunduk dalam diam."Lang, aku pamit pulang, ya?" ucap Mas Adam tiba-tiba. Mas Gilang yang baru saja menutup pintu mobil, menoleh seketika."Nggak mampir dulu, Dam? Btw Makasih banyak atas bantuannya ya? Maaf selalu ngrepotin kamu," jawab Mas Gilang kemudian."Santai aja, Lang. Aku balik dulu deh, habis maghrib mau ada perlu soalnya," lanjut Mas Adam lagi."Oh, okey. Hati-hati kalau begitu," jawab Mas Gilang pelan sembari tersenyum.Mas Adam menatapku sekilas sebagai tanda pamit pulang. Dia kembali masuk ke mobilnya dan berlalu dari halaman.Tak berselang lama, muncul mobil hitam dop dari arah kanan, berhenti tepat di depan gerbang.Mas Gilang melangkah pelan menghampirinya. Bercakap sebentar dengan sang supir lalu menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah."Pak Roby dan Pak Emon. Dia datang membawa laki-laki itu. Ayah si Haikal," ucap Mas Gilang lirih di sampingku. Aku men

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 57

    Perempuan itu keluar kamar juga setelah sekian menit menunggu. Geram, kesal dan benci kembali menyergapku. Kutatap matanya yang menyiratkan ketakutan.Rasanya ingin sekali kumaki dan kutampar dia berulang kali, agar dia sadar. Kelakuannya selama ini bukanlah sesuatu yang lucu.Bagaimana mungkin dia berhubungan dengan orang lain tapi justru meminta suamiku untuk bertanggung jawab! Benar-benar keterlaluan. Tak punya adab.Apakah seperti itu yang diajarkan Dewi padanya? Merusak rumah tangga orang bagaimana pun caranya. Seperti syaitan yang begitu riang ketika sebuah keluarga di ambang perceraian."Maya!" Bentakku tiba-tiba. Dia terlonjak kaget. Mas Gilang memegang lenganku pelan. Membisikkan istighfar berulang kali.Mataku memanas menahan amarah yang memuncak namun aku tak kuasa mengungkapkannya. Kupendam sedemikian rupa, namun kali ini rasanya aku ingin membuat sedikit pelajaran padanya. Biar dia kapok, tak mengulangi kesalahannya lagi.Kucengkeram lengannya sekuat mungkin dengan tangan

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 56

    Pov : Maya Mas Gilang masih saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan tentang Denis dan anak itu. Tak bisa mengelak dan begitu tersudut, akhirnya kuceritakan saja semuanya. Beragam bukti dia genggam membuatku tak bisa berkelit lagi. Kini aku mulai pasrah. Mungkin memang sudah waktunya aku menyerah dan kalah. "Kenapa kamu berbuat seperti ini, May? Apa kamu kira, aku akan membuangmu begitu saja saat aku tahu anak itu bukan darah dagingku?" tanyanya dengan penuh penekanan dan ketegasan.Aku tetap menunduk. Rasanya tak mampu membalas apapun yang akan dikatakan dan dituduhkannya nanti. Sesekali menyeka kedua pipiku yang makin lama makin basah. Ibu mertua ikut mengomel tak karuan. Membuat makin banyak polusi telinga. "Aku sudah menyuruh orang untuk memata-mataimu sejak lama. Aku juga tahu, kalau selama ini kamu tak kuliah. Uang kuliah dan jatah bulananmu sengaja kamu tabung untuk membangun rumah ini, kan?" tanyanya lagi. Bukan bertanya, namun dia memang sudah mengantongi kuncinya. Membu

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 55

    Pov : Maya Semua usaha dan pengorbananku selama ini tak sia-sia. Aku sudah memiliki tabungan yang cukup dan sebuah rumah lumayan megah di pinggiran kota. Uang kuliah dan sebagian jatah bulanan dari Mas Gilang memang aku gunakan untuk membeli tanah dan membangun rumah di sana. Sengaja aku pilih di daerah itu, karena aku suka dengan suasananya yang damai.Warga di sana juga sangat ramah. Beberapa kali aku datang, mereka selalu tersenyum dan mengajakku mengobrol santai. Mereka menceritakan profesi dan kehidupan sehari-hari yang mayoritas sebagai petani dan pedagang di pasar. Pantas saja, masih banyak sekali sawah terbentang luas. Bahkan, di samping dan belakang rumahku masih ada beberapa hektar sawah dengan tanaman padi yang mulai menguning. Setidaknya nanti jika memang Mas Gilang mengetahui semua kecuranganku, aku sudah bisa berlenggang dengan tenang. Dia tak bisa mendepakku begitu saja, karena rumah ini sengaja aku atas namakan ibuku agar dia tak bisa memasukkannya dalam harta gono-g

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 54

    Pov : GilangBuru-buru kuparkir mobil ke halaman. Rumah ini memang belum punya garasi atau carport. Hanya saja halamannya luas. Jadi bisa untuk parkir beberapa mobil. Rumahnya pun bukan rumah bertingkat atau rumah dengan gaya modern seperti di tengah kota. Rumah sederhana dengan gaya klasik bahkan masih banyak yang bernuansa pedesaan menggunakan lantai papan. Seperti rumah panggung. Unik. Terdengar teriakan Maya dari kamarnya. Ibu sepertinya berusaha menenangkannya. Aku segera masuk rumah bercat putih itu dengan salam lirih. Memasuki kamar Maya dengan tergesa. Dia masih saja menangis dan mengoceh nggak jelas. "May!" bentakku tiba-tiba saat dia mendorong bahu ibu. Hampir saja ibu terjungkal karenanya. "Jangan macam-macam kamu, May. Apalagi sama ibu!" Aku melotot tajam ke arahnya. "Aku bukan laki-laki yang suka ingkar janji, May. Kamu tenang saja. Nggak perlu sekhawatir itu. Nggak perlu takut aku bakal kabur," ucapku pelan. Kutekan emosiku, jangan sampai Maya semakin meronta dan t

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 53

    Pov : LINAKepala masih terasa pening sekali karena menangis semalaman. Detik ini, mungkin mataku terlihat sangat sembab. Aku tak peduli dan tak terlalu memikirkan hal itu. Rasa lelah mulai mendera. Capek. Kesal. Marah. Entah apalagi yang kini kurasakan.Setelah salat Subuh, aku kembali ke kamar untuk merebahkan badan. Pikiranku tak tenang. Berbagai pertanyaan dan kekhawatiran kembali menyelinap dalam benak. Tak tahu lagi harus bagaimana. Sampai sekarang, aku belum jua menemukan jejak Mas Gilang dan ibu, pun saat mencarinya di rumah itu. Rasanya, semua berlalu begitu cepat dan tak menyangka jika Mas Gilang sudah menghilang lima hari yang lalu. Kalau sampai hari ini tak ada kabar juga, aku benar-benar akan melaporkan kejadian ini pada polisi. Aku mulai menyerah dan tak tahu harus mencarinya kemana lagi. Semua terasa buntu dan aku benar-benar membutuhkan pertolongan polisi.Kutatap langit-langit kamar. Teringat lagi kejadian kemarin saat aku dan Mas Adam datang kembali ke rumah itu.

DMCA.com Protection Status