Braaakkk ....Braaakkk ....Braaakkk ....Aku kaget dan terlonjak. Bagaimana tidak? Baru saja aku selesai salam saat melaksanakan ibadah salat magrib. Tiba-tiba aku dikagetkan akan suara gedoran dari pintu rumahku ini. Aku kebetulan sendiri di rumah karena sore tadi mas Hadi pamit mau keluar ada urusan dan salahku karena tidak bertanya ada urusan apa dan di mana.Buru-buru aku merapikan peralatan salat dan kemudian segera menuju ke arah arah pintu."Dasar menantu kurang ajar! Gara-gara kelakuan keras kepalamu itu Manda jadi kabur ke rumah orang tuanya!" Aku kaget dan terjatuh ke atas lantai karena tanpa aba-aba ibu mertua datang tanpa salam dan permisi ia langsung mendorong ku begitu saja.Aku melotot ke arahnya. Tentu saja aku geram dengan tingkah perempuan yang usianya sudah tidak muda lagi ini.Andai saja tidak ada rasa hormat. Sudah aku pastikan ia merasakan apa yang aku rasakan karena aku pasti akan membalas perbuatannya itu."Ibu ada apa ini?" tanyaku sambil menahan emosi."Ib
[Mir, ini kan si Hadi. Itu perempuan yang dibonceng sepertinya si Yuni, anaknya teman ibu mertua kamu.] Aku baru saja membuka ponsel yang baru aku isi daya sepulang dari tempat kerja tadi. Sebuah pesan masuk beberapa menit yang lalu yang mana pengirimnya adalah mbak Siti, tetangga ibu mertuaku. Sebuah pesan gambar yang disertai dengan kalimat penjabaran atas gambar yang menyertainya.Mata ku memanas. Bagaimana tidak? Suamiku memilih pulang ke rumah ibunya atas perintah dari perempuan yang telah melahirkannya. Tidak lupa pesan terakhir yang diucapkan oleh mas Hadi sesaat sebelum ia pergi beberapa waktu yang lalu. Mas Hadi pergi dengan alasan untuk saling introspeksi diri dan ternyata ini yang dia maksud untuk introspeksi diri. Sungguh tega dia. Ia memilih ibunya dan meninggalkan aku begitu saja. Sakit, sungguh sangat sangat terlebih perempuan yang dekat dengan dirinya itu adalah perempuan yang diinginkan oleh ibunya.Aku tidak ingin membalas pesan dari mbak Siti ini. Otakku rasanya s
"Ibu, apa-apaan, sih?" Karena mendengar keributan. Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi segera menuju ke ruangan depan. Dan benar saja. Di depan pintu aku mendapati ibuku sudah berada di depan sana dengan raut wajah yang tidak bersahabat. Aku juga melihat Mira yang terduduk di atas lantai. Apa ini karena ulah ibuku?Ibuku tidak henti-hentinya mengumpat di depan istriku. Aku tahu masalah Manda yang kabur dari rumah yang mendasari emosi ibuku juga karena desakan adik bungsuku tentunya.Ibu terus menyalahkan Mira tanpa sebab. Ibu mengklaim jika perginya Manda dari rumah itu karena disebabkan oleh Mira yang tidak mau mengalah. Mengalah mempergunakan uang tabungannya untuk terlebih dahulu dipergunakan merenovasi rumah yang saat ini di tempati oleh ibu dan juga adikku. Aku seperti berada di tengah tebing. Mundur jurang, maju pun jurang. Tidak ada pilihan yang bisa menyatukan istriku dan juga ibuku. Alasan tidak masuk akal yang aku kira yang membuat ibuku tidak menyukai kehadiran ist
Kamu yang sabar, Mir. Aku tahu, kamu pasti sakit karena ini. Kamu sudah banyak berkorban tapi apa yang kamu dapatkan? Justru mereka berbuat untuk menusuk kami dari belakang." Di penghujung desa aku tidak sengaja bertemu dengan mbak Siti yang sepertinya ia baru pulang dari tempat kerjanya. Sore ini kami berpapasan sedang kan mbak Siti yang membawa sepeda angin sengaja menghentikan aku. "Ini, Kamu minum dulu biar tenang." Segelas es teh manis ia sodorkan di depanku. Kami sengaja berhenti dan menepi di kedai es teh yang menjamur akhir-akhir ini.Karena menang haus, tidak terasa hampir setengah bagian minuman berwarna sedikit kecoklatan itu sudah berpindah tempat di tenggorokan ku.Aku mengusap jejak air mataku dengan tisu yang sengaja aku bawa di dalam tas selempang yang aku kenakan."Aku kecewa, Mbak. Aku juga nggak nyangka banget sama mas Hadi. Tenyata ucapan pria itu lain di mulut dan lain juga di hati. Sewaktu ibunya belum menyambangi rumah orang tuaku, hubungan kami baik-baik saja
Aku akhirnya memutuskan pulang kembali ke rumah ibuku. Tapi tujuan ku tetap satu, yakni tidak lain agar hati Mira berubah luluh. Aku berharap ia menyusul ku dan memintaku agar kembali bersamanya dengan apa pun syaratnya. Dan tentu saja syarat tersebut tidak lain adalah ia harus merelakan uang tabungannya terlebih dahulu untuk perbaikan rumah ibu."Bagus, Hadi. Akhirnya kamu mau mendengarkan ibumu ini juga. Ibu melakukan ini juga demi kalian." Kepulangan ku disambut dengan raut bahagia oleh wanita yang sudah melahirkan ku ini."Kamu harus mengikuti rencana ibumu ini. Jangan biarkan istrimu itu egois. Perempuan kok mau menangnya sendiri. Istrimu itu belum pernah hamil jadi belum tahu bagaimana rasanya hamil dan ngidam. Ibu itu jadi curiga apa jangan-jangan si Mira itu mandul. Tapi nggak apa-apa, beneran kalau dia mandul. Kamu bisa punya kesempatan cari istri baru. Si Yuni juga masih sendiri. Kamu cocok malah lebih cocok sama Yuni dari pada sama Mira. Kamu guru si Yuni bidan." Aku pusing
Setelah maa Hadi beberapa waktu lalu mendatangi rumahku ini, hingga saat ini sudah tidak aku dapati lagi kabar darinya. Mungkin pria itu sudah menemukan tambatan hatinya yang baru. Mulai luluh hatinya dan mau menerima permintaan dari Ibunya.'Kamu harus kuat Mira. Tidak boleh cengeng. Sudah tidak ada lagi orang terdekat yang bisa kamu andalkan bahkan suami sebagai pendamping hidup sudah tidak peduli lagi'. Aku menyemangati diriku sendiri. Aku tidak boleh lemah karena perjalanan hidup ku ini masih panjang.Iya, sudah dua hari ini adalah hari di mana pembangunan rumah ku sudah mulai di kerjakan. Untuk sementara waktu aku balik kembali mencari tempat kontrakan untuk sementara waktu. Seluruh pengerjaan aku serahkan pada kontraktor yang memborong pembangunan rumah peninggalan orang tuaku ini.[Mbak Mira maaf, ada beberapa orang yang datang ke rumah mbak Mira dan memaksa untuk mengangkut bahan bangunan.]Dari tadi ponselku bergetar. Iya, karena sedang bekerja ponsel milikku sengaja hanya ak
Hari Minggu ini rencanaku ingin menemui Mira. Ingin mendatangi rumah istriku dan mengajaknya untuk membahas tentang hubungan kami lagi secara baik-baik. "Hadi masih pagi kamu sudah rapi saja?" Ibu tiba-tiba sudah berada di depan pintu kamarku."Hadi ada acara sebentar di luar, Bu.""Oh kebetulan. Kamu sekalian ajak Yuni biar kalian bisa tambah dekat dan kenal satu sama lain. Tu sudah bilang sama ibu kalau hari ini mau datang ke rumah. Kamu jangan pergi dulu. Tinggi Yuni datang dulu biar sekalian jalan bareng." Apa-apaan ibuku ini. Bisa-bisa gagal rencanaku untuk bertemu dengan Mira. Sudahlah ponsel ku disita. Ini lagi, ibu mengundang orang lain tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan dari aku."Tapi Hadi sudah telat, Bu. Ini sudah buru-buru juga mau berangkat," ucapku beralasan."Kamu kok ngeyel banget suruh nunggu sebentar juga. Apa jangan-jangan kamu mau ketemu lagi sama si Mira. Awas saja kalau kamu diam-diam menemui perempuan itu tanpa izin dan sepengetahuan dari ibu. Ibu nggak
Sia-sia kedatangan ku menemui Amira. Ternyata istriku tersebut memang kekeh dengan keinginannya tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain.Aku kembali ke rumah ibuku dengan membawa kekecewaan. Harapku besar ia memaksa ku agar terus berasa di sisinya. Nyatanya ia sama sekali tidak bisa memikirkan bagaimana dengan perasaan suaminya ini."Kamu dari masa saja, Hadi jam segini baru pulang ke rumah tidak biasanya." Sampai di rumah ibu sudah menungguku di depan teras.Aku mematikan mesin motor dan segera menuntunnya masuk ke dalam ruang tamu setelah terlebih dahulu mengucapkan salam."Hadi ada urusan di luar, Bu. Hadi juga sudah dewasa bukan anak-anak lagi harusnya ibu paham itu, bukannya mengintrogasi setiap gerak-gerik Hadi. Jadi juga butuh kebebasan.""Kamu itu, ya! Ibu cuma tanya kamu dari mana saja. Atau Jangan-jangan kamu memang habis menemui si Mira?" Ibu sudah mulai curiga. Apa boleh buat lebih baik aku katakan terus terang saja."Iya, Hadi habis dari sana. Hadi masih mencoba member
Permasalahan yang menghampiri keluarga Hadi datang bertubi-tubi. Setelah dirinya mengalami kegagalan dua kali dalam menyelami bahtera rumah tangganya. Kini adik kandungnya sendiri mengalami hal yang serupa.Setelah kejadian penggerebekan sang istri oleh Wahyu sendiri. Wahyu memilih untuk kembali ke rumah ibunya sedangkan Manda lebih memilih bertahan dengan Darto.Karena sudah gelap mata. Wahyu memilih untuk menyebarkan video yang ia ambil di sebuah kamar hotel dan karena video itu pula sang istri dan juga atasannya terpaksa diberhentikan dan dikeluarkan dari sekolah setelah Wahyu memilih untuk mengundurkan diri dari tempatnya beberapa tahun terakhir mengabdi Manda lebih tergiur iming-iming dari seorang Darto dari pada suaminya sendiri.Hadi mulai berdamai dengan hatinya karena bagaimana pun ibunya adalah perempuan yang sudah berjuang demi hidupnya selama ini.Tuti dan keluarga akhirnya memilih untuk keluar dari rumah yang sudah dibangunkan oleh Ridwan. Tuti mulai merasa bersalah dan
Dari jauh, Hadi hanya bisa memandang perempuan yang pernah menghuni hatinya dan memeluk jiwanya.Diam-diam Hadi mengintai pasangan yang sedang berlimpah kebahagiaan tersebut. Senyum tulus dan perhatian Fahmi yang diberikan pria itu untuk kekasih hatinya bagaikan sembilu yang mengiris-iris hatinya.Andaikan ia bisa tegas dan tidak mudah goyah dengan hasutan ibunya. Mungkin kebahagiaan itu akan menjadi miliknya.Perhatian Hadi tertuju pada tangan Fahmi yang terus mengelus perut Amira. Bentuk tubuh Amira sudah menampakkan perubahan dan Hadi sudah faham akan hal tersebut.Setiap kali istirahat makan siang. Hadi selalu menyempatkan diri untuk mencuri pandang pada perempuan yang sudah menjadi mantan pasangan hidupnya. Tempat kerja Hadi memang tidak jauh dan masih satu lokasi dengan toko sekaligus konveksi yang kelola oleh Amira sebagai hadiah pernikahannya dengan Fahmi.Semakin lama melihat kemesraan sang mantan membuat mata Hadi menjadi perih juga hatinya menjadi tidak karuan karena dilip
"Kamu kenapa, Yang? Kamu nggak enak badan? Hari ini nggak usah ke toko kalau nggak enak badan." Fahmi menyadari perubahan yang terjadi pada istrinya. Sudah beberapa hari Amira mengeluh jika badannya sering terasa lemas tidak bertenaga nafsu makan pun mulai berkurang dari pada biasanya. Keluarga kecil itu sedang menikmati santapan makan pagi mereka."Aku nggak apa-apa, Mas. Nggak enak di rumah terus. Takut bosan karena tidak ada kegiatan."Semenjak dinikahi oleh Fahmi. Amira sudah tidak diizinkan lagi oleh sang suami bekerja di pabrik. Fahmi sudah menyerahkan toko sekaligus butik yang ia bangun dan dibuka bersamaan dengan acara pernikahan mereka beberapa waktu yang lalu. Amira seolah telah mendapatkan ganti rugi yang lebih dari apa yang dulu telah hilang darinya. Tidak hanya suami yang perhatian dan menyayangi dirinya melainkan juga sosok mertua yang selama ini tidak ia dapatkan dari pernikahannya yang sebelumnya. Kebahagiaan Amira berlipat ganda selain mendapatkan kehangatan kasih s
Di sepanjang perjalanan. Hening, seluruh penumpang yang ada di dalam mobil tersebut tidak ada satupun yang bersuara hanya suara kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang terdengar. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.Hingga mobil tersebut berbelok ke arah rumah Tuti, semua tetap dalam kondisi seperti sebelumnya."Mas, kamu nggak pulang?" tanya Yuni pada suaminya karena Hadi juga ikut masuk ke rumah ibunya. Hadi Hanya menoleh sebentar dan setelahnya pergi meninggalkan Yuni begitu saja.Sama seperti Hadi, Tuti juga memilih untuk mengabaikan menantu yang pernah dipuja-puja iparnya itu."Sial! Kenapa mereka jadi berubah seperti ini sama aku!" Yuni merutuki sikap keluarga suaminya tersebut.Yuni menghentakkan kakinya. Merasa tidak dianggap. Yuni akhirnya memilih untuk meninggalkan rumah tersebut.Tuti terduduk lemas di atas kasur yang ada di kamarnya. Ia merasa seolah telah mendapatkan sebuah karma atas semua perbuatannya. Penyakit hati yang ia miliki tidak tahu apa penyebab a
Flashback"Surya, apakah kamu benar-benar cinta sama aku? Apakah kamu benar-benar mau berkorban untuk aku?" Tuti diam-diam mendatangi Surya di tempat ia bekerja. Surya bekerja untuk keluarga Ridwan sebagai orang kepercayaan untuk memegang satu cabang toko grosir sembako milik keluarga dari mertua Marlina."Apa pun demi kamu." Surya di mabuk cinta karena Tuti." ... " Tuti segera mendekat ke arah pria tersebut dan kemudian ia membisikkan sesuatu pada teman prianya itu."Hah! Gila, kamu, Tut!" sentak Surya karena terlalu terkejut dengan apa yang diungkapkan oleh kekasihnya itu."Aku gila tapi aku juga tidak mau seperti ini. Hatiku sakit aku mau kamu bisa membantuku untuk mengobati sakit hatiku ini.""Apa kamu tidak pernah menghargai perasaan ku?""Aku sangat menghargai kamu. Tapi aku juga tidak bisa mengendalikan egoku ini."Surya merasa gusar. Di sisi lain ada cinta matinya dan di sisi lain ada orang yang tidak mungkin ia khianati."Baik, tapi kamu juga harus janji jika hati dan ragamu
"Hadi, itu nggak mungkin mantan istri kamu si Amira itu kan?" Hadi masih terdiam, pria itu tercenung mendapati sang mantan kini telah bersanding dengan yang lain dan mirisnya mantan istrinya itu terlihat jauh lebih cantik dan seimbang karena bersanding dengan pria yang rupawan. Hadi merasa semakin rendah. Setelah lepas darinya dengan kehidupan yang sebelumnya penuh menguras emosi dan juga kesabaran. Mantan istrinya kini seolah telah menuai. Amira mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik bahkan pria itu adalah pimpinan di tempat kerjanya dan yang lebih tidak masuk akal lagi adalah tenyata selama ini Hadi bekerja di tempat orang-orang yang menjadi tersakiti karena ibunya.Hadi masih belum bisa mempercayai dan menerima kenyataan ini.Setelah berada di barisan antrean untuk memberikan ucapan selamat pada mempelai dan keluarga."Hadi lebih baik kita pulang saja." Hadi masih belum merespon Ibunya. Raga Hadi memang berada di gedung tersebut tetapi entah berada di mana jiwa pria itu. "Mas
Waktu terus berjalan dan berlalu meninggalkan kenangan pahit dan manis yang telah dan pernah terukir."Bu, atasan di tempat kerja Hadi mau mengadakan acara syukuran dan juga pesta pernikahannya." Hadi sudah mulai menerima siapa dirinya dan perihal ayah kandungnya pun Hadi sudah ikhlas menerima siapapun orangnya."Maksud kamu bagaimana, Hadi?" tanya Bu Tuti pada putranya karena penasaran. Tidak biasanya sang anak bercerita perihal pekerjaan barunya pada ibunya. Hadi sengaja tidak ingin bercerita perihal pekerjaan dan juga gaji yang ia peroleh di tempat baru tersebut. Gaji Hadi jauh lebih besar dari pada gajinya sewaktu menjadi tenaga pendidik karena memang masih menjadi tenaga honorer. Ibunya selalu memandang rendah pekerjaan seorang buruh pabrik, tetapi kini putranya sendiri juga beralih profesi menjadi buruh pabrik dari seorang pengajar sebelumnya. Awalnya Hadi sangat asing dengan profesi barunya itu, namun lambat laun seiring dengan berjalannya waktu dirinya bisa menyesuaikan diri.
"Dasar manusia tidak tahu malu. Apa kamu di rumah tidak punya kaca? Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah memelihara ular tidak tahu diri seperti kamu. Sudah merampas dan merusak kebahagiaan orang lain. Sekarang seolah kamu belum puas, tanpa tahu malu kamu mau meminta hak kamu? Hak yang mana yang kamu minta? Kenapa kamu tidak memintanya langsung pada keluarga suami kamu? Kenapa? Apa kamu malu karena anak itu bukan dari keturunan mereka?""Tutup mulut kamu Marlina!" Tuti sudah emosi karena merasa harga dirinya sudah diinjak-injak oleh Marlina."Kamu tidak terima dengan ucapanku? Apa ada yang salah? Hah! Jangan kamu kira aku bodoh dan tidak tahu semuanya. Keluarga mas Ridwan pun sudah tahu kebenarannya maka dari itu mereka tidak sudah menerima kamu." Marlina memiliki kesempatan untuk membalas sakit hatinya dengan."Tutup mulut kamu!" Tuti ingin menyerang Marlina untung saja ada Fahmi dan dari arah tak terduga Hadi pun sudah berada di tempat yang sama."Ibu,""Kebetulan. Putramu juga
Bu Tuti mendatangi rumah Yuni yang ditinggali oleh Hadi. Usai orang-orang suruhan Amira pergi dengan membawa barang milik Amira dan Bu Tuti tidak bisa mencegahnya. Bu Tuti berniat ingin mengadu pada sang putra."Yuni kamu sudah di rumah?" Bu Tuti terkejut karena yang menemuinya adalah sang menantu bukan putranya sendiri."Iya, kenapa, Bu memangnya?" jawab Yuni ketus pada ibu mertuanya. "Anu ... ibu nyari Hadi. Ibu ada perlu sebentar sama anak ibu." "Mas Hadi kerja, Bu. Anak ibu itu harus kerja sebagai tanggung jawabnya. Sudah dua hari anak ibu itu cuti dari tempat kerjanya. Aku nggak mau sampai suami Yuni kehilangan pekerjaannya lagi karena ulah ibu." Bukannya mempersilahkan masuk ibu mertuanya itu untuk masuk justru Yuni malah mendebat orang tua yang telah melahirkan suaminya itu."Ibu memang ada perlu sama Hadi. Lagian Wahyu juga adiknya Hadi sudah sewajarnya Hadi ikut mengurusi adiknya yang sedang terkena musibah.""Wahyu kan punya istri, Bu. Dan juga ada keluarga istri juga. Ini