""Bu, tebak tadi aku ketemu siapa? Mbak Mia, Bu! Aku ketemu di toko handphone, lagi beli hp baru kayaknya!"Saat tiba di rumah, Mila buru-buru mencari ibunya dan menceritakan semua yang baru saja terjadi yakni mengenai pertemuannya dengan Mia barusan.Mendengar ceritanya, Bu Rina tampak kaget sekaligus antusias. Tak disangka, wanita yang mereka cari-cari beberapa hari ini ternyata masih ada di kota ini dan barusan bertemu dengan putri bungsunya itu."Masa? Beli handphone baru? Berarti beneran sudah berubah kakak iparmu itu sekarang ya? Terus kamu tanya nggak dia sekarang tinggal di mana?" tanya Bu Rina dengan penuh semangat pada anak gadisnya."Iya, Bu. Sudah berubah banget Mbak Mia sekarang. Udah cantik dan nggak kayak dulu lagi. Baju, tas sama sepatunya bagus dan bermerek. Heran ... kerja di mana Mbak Mia sekarang ya, Bu? Kok bisa berubah secepat ini?" Mila tercenung sesaat, memikir-mikir hingga lamunannya terputus saat ibunya kembali mengajukan pertanyaan."Heh, kamu tanya nggak di
Mia menatap wajah Bu Indah yang memandanginya penuh keharuan. Sudah hampir satu bulan ia pindah dari kosan Rika dan tinggal di rumah sendiri, selama itu ia tak lagi bertemu wanita paruh baya keibuan tersebut hingga sore ini akhirnya ia menyempatkan diri untuk singgah sekaligus memberikan laporan penjualan produk pakaian dan buku-buku agama yang ia pasarkan di akun media sosialnya.Dari pekerjaan ini, ia juga sudah mendapatkan hasil yang lumayan banyak hingga Bu Indah dan Yusuf pun seringkali memuji keuletannya yang telah berhasil memasarkan produk dengan sangat baik."Jadi, sekarang orang tua kamu sudah di sini? Syukurlah. Jadi kalau nanti melahirkan, ada yang bantu dan jagain kamu ya, Mi. Oh ya kapan perkiraan melahirkan ini? Kabari kalau sudah lahir ya dedeknya, biar ibu dan Yusuf bisa jenguk. Ibrahim jadi punya kawan main nanti," ucap Bu Indah sembari tertawa ramah seperti biasanya."Iya, Bu. Alhamdulillah orang tua saya sudah pindah ke sini. Berkat pekerjaan yang ibu dan Mas Yusuf
"Kamu nggak salah bicara, Mas? Sejak kapan kamu peduli pada anak dalam kandunganku? Perasaan ... jangankan peduli, ingat kalau aku sedang hamil saja tidak," ucap Mia sambil tersenyum miris pada Azmi yang terlihat berjalan mendekat.Begitu tiba di depannya, laki-laki itu membuka tangannya, hendak memeluk tubuh Mia, tapi dengan cekatan, Mia menepis. "Nggak usah peluk-peluk, Mas. Kita bukan mahram!" tolaknya dengan tegas."Bukan mahram? Sembarangan kamu bicara. Kamu itu masih istriku, sejak kapan tak lagi jadi mahramku?" sahut Azmi lagi dengan nada tidak diterima.Ia memang tak pernah merasa jika sudah menceraikan Mia. Walaupun wanita itu pergi dari rumahnya karena kehendaknya dan juga kehendak ibunya, tapi selagi surat cerai belum jatuh di tangan, status Mia masihlah tetap istri sahnya. Kapan pun ia mengajak rujuk, Mia tak berhak menolak."Kamu dan ibumu terang-terangan mengusirku pergi dari rumahmu. Bukan itu saja, kalian bahkan sudah merencanakan akan menjadikan Mizka sebagai penggant
"Azmi! Jangan kasar sama perempuan! Lepaskan tangan Mia sekarang juga atau aku akan teriak supaya kamu diusir dari sini!" ancam Rika akhirnya ikut buka suara sembari membantu Mia melepaskan cengkeraman tangan Azmi, tetapi karena tenaga Azmi sebagai laki-laki jauh lebih besar, ia pun juga tidak berdaya membantu Mia."Ada apa ini ribut-ribut? Mbak Mia? Mbak Rika? Ada apa?" Tengah Mia berontak berusaha melepaskan diri dari paksaan Azmi dibantu Rika, Yusuf tiba-tiba datang diikuti sosok Bu Indah yang melintasi halaman dengan cepat, mendekati mereka.Yusuf tampak bingung melihat keributan di depannya sementara Bu Indah refleks memeluk Mia dan histeris."Lepaskan! Jangan kasar sama perempuan, walaupun kamu suaminya, tetap tidak berhak main kekerasan, apalagi Mia sedang hamil begini!" Seru Bu Indah sembari dengan rasa panik dan kasihan berusaha membantu Mia melepaskan diri, tapi lagi-lagi gagal."Ini Mas Yusuf, tolongin Mia, dia dipaksa balikan sama suaminya padahal sudah disuruh pergi dari
"Kamu nggak papa, Mbak?" tanya Yusuf sesaat setelah Azmi pergi mengendarai mobilnya dengan kasar.Yusuf memang selalu memanggilnya dengan panggilan 'mbak' untuk menghormati dirinya walaupun Yusuf tahu Mia lebih muda darinya. Dan sejauh ini, Mia tak merasa perlu meralat panggilan itu. Sementara Mia sendiri tetap memanggil Yusuf dengan panggilan 'mas' karena memang lelaki itu lebih tua darinya."Nggak papa, Mas. Makasih ya udah ditolongin," sahut Mia sembari meraba bekas cekalan tangan Azmi yang masih terasa sakit dan berbekas kemerahan.Azmi hanya mengangguk kecil sembari menatapnya prihatin. Tak disangkanya, mantan suami wanita di depannya ini ternyata pria kasar dan arogan. Syukurlah, mereka sudah berpisah, pikir Azmi dalam hati."Ngeri juga ya sikap mantan suami kamu, Mia? Kamu nggak papa? Masuk dulu yuk, kamu tenangkan diri dulu, baru pulang," ujar Bu Indah sembari merengkuh bahunya. Bu Indah memang menyukai wanita di depannya ini. Sikapnya yang sopan dan tidak enakan membuat Bu I
Mia baru saja membuka pintu rumah karena hendak menyapu teras yang merupakan rutinitasnya setiap pagi, bergantian dengan Sindy, saat sebuah taksi online tiba tiba berhenti tepat di depan halaman rumahnya.Pintu terbuka, memunculkan sesosok tubuh wanita yang tak disangka-sangka kedatangannya dan sedang berjalan pelan ke arahnya. Bu Rina!Kedua bola mata Mia serasa hendak keluar dari tempatnya saat melihat kedatangan wanita itu. Sungguh dirinya tak mengira jika mantan mertuanya itu ternyata masih benar benar ingin memperpanjang urusan dengannya.Ia pikir setelah diusir pergi dari rumah mertuanya, maka urusan dengan keluarga Bu Rina pun selesai juga. Perempuan itu bahagia karena keinginannya untuk menikahkan anaknya dengan perempuan lain tak akan sulit lagi. Dan perempuan itu tak lagi mengingat keberadaannya, yang katanya hanya menantu miskin itu. Tapi ternyata tidak. Satu keluarga mereka bahkan saat ini sepakat menginginkan agar ia kembali lagi dalam hidup seorang Azmi. Benar-benar tida
Ditanya begitu, Bu Rina tersenyum simpul."Begini, rumah ini kan rumah Mia. Mia istri anakku, jadi rumah ini otomatis juga menjadi hak Azmi. Anakku berhak mengatur siapa-siapa saja yang boleh tinggal di sini. Jadi, kalau sekiranya terlalu banyak, harus ada yang mengalah karena rencananya saya dan anak-anak juga mau tinggal di sini," sahut Bu Rina dengan enteng lalu berdiri dari tempat duduknya dan mengitari ruangan dengan gaya jumawa.Saat mata wanita itu tertumbuk pada pigura foto dinding, ia kembali membuka mulut."Mi, nanti foto adik sama ibu bapakmu yang digantung di situ, kalau ibu pindah ke sini, ganti aja sama foto ibu dan adik-adik ya, malulah kalau ketahuan orang, kamu pajang foto dengan latar belakang perkampungan gitu. Bisa-bisa tetangga kanan kiri tahu kalau kamu aslinya dari kampung, dan ....""Bu, cukup! Jangan kurang ajar di rumah ini! Maksud ibu ngatur-ngatur apa? Yang bilang rumah ini rumah Azmi siapa? Yang bilang aku mau rujuk sama anak ibu siapa? Yang mau nyuruh ibu
"Dasar mantu sialan! Berani-beraninya dia nolak anakku! Sial!" gerutu Bu Rina sembari hilir mudik di dalam ruangan tamu rumah kontrakannya dengan hati dongkol bukan main.Mila dan Sinta yang sedang asyik bermain ponsel sampai kehilangan konsentrasi dan berkali-kali menoleh bingung pada ibunya."Kenapa sih, Bu? Dari tadi kesel aja?" tanya Sinta sambil mengalihkan pandangan dari layar ponsel."Itu ... si Mia! Barusan ibu dari rumahnya. Nawarin rujuk lagi sama kakak kalian, tapi bukannya senang hati dan menerima, malah mencaci-maki ibu seenaknya. Lihat saja nanti, apa yang akan ibu lakukan untuk balas dendam. Dikira ibu bodoh? Dia bilang sedang mengajukan gugatan cerai. Kalau benar begitu, lihat saja nanti, akan ibu tuntut soal pembagian gono-gini, biar tahu rasa!” ujar Bu Rina sambil mendengkus kasar.Entah, kesal dengan siapa. Tapi yang pasti Mila dan Sinta harus kenyang mendengar omelannya pagi menjelang siang ini."Betul, Bu. Apalagi aku lihat penampilan Mbak Mia sekarang mirip orang