Mia baru saja selesai sarapan pagi bareng ibu, bapak dan Sindy, saat ponselnya bergetar.Ingin tahu, Mia pun segera mengecek akun media sosialnya dan menemukan notifikasi pada pesan whatsapp yang bergulir di layar. Seperti biasanya, aktivitas teman-temannya sesama penulis di WAG kepenulisan menjadi aktivitas hiburan setiap pagi dikala pikiran sedang kalut akibat ide cerita yang kadangkala mampet.Untungnya, Mia jarang mengalami writer's block, istilah lain sebagai kebuntuan dalam menulis yang menjadi momok menakutkan bagi pejuang literasi ini.Mia tersenyum cerah saat teman-teman sesama penulis mengabarkan kehebohan pagi ini, apalagi kalau bukan pembayaran bagi hasil royalti yang sudah ditransfer ke rekening masing-masing.Mia pun segera mengecek dan tersenyum gembira saat mendapati rekening tabungannya sudah terisi kembali setelah hampir kosong akibat membayar lunas rumah yang dibeli kemarin.Wanita itu sedang sibuk berbalas komentar sembari mendengar ibu dan bapak bercengkrama di r
Usai mengambil tabungan dalam rekeningnya, dengan ditemani Sindy yang selama ini memang aktivitasnya hanya bantu-bantu orang tuanya di rumah saja sembari sesekali menerima jahitan baju tetangga, mereka berdua pun menuju toko perhiasan untuk membeli logam mulia tersebut.Setelah menyepakati besarnya dan melakukan transaksi, akhirnya Mia dan Sindy pun kembali pulang ke rumah. Logam mulia yang telah ia beli ini akan ia titipkan pada ibunya untuk disimpan. Selain dipergunakan untuk mempersiapkan masa depan bayi dalam kandungannya, juga akan digunakan untuk investasi masa depan ia dan keluarganya.Mia pernah berjanji akan berusaha membahagiakan keluarganya semampunya. Setelah gagal mewujudkannya kemarin, maka mulai hari ini ia akan giat berusaha untuk mewujudkan hal itu.💗💗💗💗💗Siang ini, Mia pergi ke sebuah toko handphone yang menjual aneka telepon seluler dari berbagai merek dan tipe yang diinginkan pembeli karena hendak mengganti android yang selama ini ia pergunakan untuk menunjan
""Bu, tebak tadi aku ketemu siapa? Mbak Mia, Bu! Aku ketemu di toko handphone, lagi beli hp baru kayaknya!"Saat tiba di rumah, Mila buru-buru mencari ibunya dan menceritakan semua yang baru saja terjadi yakni mengenai pertemuannya dengan Mia barusan.Mendengar ceritanya, Bu Rina tampak kaget sekaligus antusias. Tak disangka, wanita yang mereka cari-cari beberapa hari ini ternyata masih ada di kota ini dan barusan bertemu dengan putri bungsunya itu."Masa? Beli handphone baru? Berarti beneran sudah berubah kakak iparmu itu sekarang ya? Terus kamu tanya nggak dia sekarang tinggal di mana?" tanya Bu Rina dengan penuh semangat pada anak gadisnya."Iya, Bu. Sudah berubah banget Mbak Mia sekarang. Udah cantik dan nggak kayak dulu lagi. Baju, tas sama sepatunya bagus dan bermerek. Heran ... kerja di mana Mbak Mia sekarang ya, Bu? Kok bisa berubah secepat ini?" Mila tercenung sesaat, memikir-mikir hingga lamunannya terputus saat ibunya kembali mengajukan pertanyaan."Heh, kamu tanya nggak di
Mia menatap wajah Bu Indah yang memandanginya penuh keharuan. Sudah hampir satu bulan ia pindah dari kosan Rika dan tinggal di rumah sendiri, selama itu ia tak lagi bertemu wanita paruh baya keibuan tersebut hingga sore ini akhirnya ia menyempatkan diri untuk singgah sekaligus memberikan laporan penjualan produk pakaian dan buku-buku agama yang ia pasarkan di akun media sosialnya.Dari pekerjaan ini, ia juga sudah mendapatkan hasil yang lumayan banyak hingga Bu Indah dan Yusuf pun seringkali memuji keuletannya yang telah berhasil memasarkan produk dengan sangat baik."Jadi, sekarang orang tua kamu sudah di sini? Syukurlah. Jadi kalau nanti melahirkan, ada yang bantu dan jagain kamu ya, Mi. Oh ya kapan perkiraan melahirkan ini? Kabari kalau sudah lahir ya dedeknya, biar ibu dan Yusuf bisa jenguk. Ibrahim jadi punya kawan main nanti," ucap Bu Indah sembari tertawa ramah seperti biasanya."Iya, Bu. Alhamdulillah orang tua saya sudah pindah ke sini. Berkat pekerjaan yang ibu dan Mas Yusuf
"Kamu nggak salah bicara, Mas? Sejak kapan kamu peduli pada anak dalam kandunganku? Perasaan ... jangankan peduli, ingat kalau aku sedang hamil saja tidak," ucap Mia sambil tersenyum miris pada Azmi yang terlihat berjalan mendekat.Begitu tiba di depannya, laki-laki itu membuka tangannya, hendak memeluk tubuh Mia, tapi dengan cekatan, Mia menepis. "Nggak usah peluk-peluk, Mas. Kita bukan mahram!" tolaknya dengan tegas."Bukan mahram? Sembarangan kamu bicara. Kamu itu masih istriku, sejak kapan tak lagi jadi mahramku?" sahut Azmi lagi dengan nada tidak diterima.Ia memang tak pernah merasa jika sudah menceraikan Mia. Walaupun wanita itu pergi dari rumahnya karena kehendaknya dan juga kehendak ibunya, tapi selagi surat cerai belum jatuh di tangan, status Mia masihlah tetap istri sahnya. Kapan pun ia mengajak rujuk, Mia tak berhak menolak."Kamu dan ibumu terang-terangan mengusirku pergi dari rumahmu. Bukan itu saja, kalian bahkan sudah merencanakan akan menjadikan Mizka sebagai penggant
"Azmi! Jangan kasar sama perempuan! Lepaskan tangan Mia sekarang juga atau aku akan teriak supaya kamu diusir dari sini!" ancam Rika akhirnya ikut buka suara sembari membantu Mia melepaskan cengkeraman tangan Azmi, tetapi karena tenaga Azmi sebagai laki-laki jauh lebih besar, ia pun juga tidak berdaya membantu Mia."Ada apa ini ribut-ribut? Mbak Mia? Mbak Rika? Ada apa?" Tengah Mia berontak berusaha melepaskan diri dari paksaan Azmi dibantu Rika, Yusuf tiba-tiba datang diikuti sosok Bu Indah yang melintasi halaman dengan cepat, mendekati mereka.Yusuf tampak bingung melihat keributan di depannya sementara Bu Indah refleks memeluk Mia dan histeris."Lepaskan! Jangan kasar sama perempuan, walaupun kamu suaminya, tetap tidak berhak main kekerasan, apalagi Mia sedang hamil begini!" Seru Bu Indah sembari dengan rasa panik dan kasihan berusaha membantu Mia melepaskan diri, tapi lagi-lagi gagal."Ini Mas Yusuf, tolongin Mia, dia dipaksa balikan sama suaminya padahal sudah disuruh pergi dari
"Kamu nggak papa, Mbak?" tanya Yusuf sesaat setelah Azmi pergi mengendarai mobilnya dengan kasar.Yusuf memang selalu memanggilnya dengan panggilan 'mbak' untuk menghormati dirinya walaupun Yusuf tahu Mia lebih muda darinya. Dan sejauh ini, Mia tak merasa perlu meralat panggilan itu. Sementara Mia sendiri tetap memanggil Yusuf dengan panggilan 'mas' karena memang lelaki itu lebih tua darinya."Nggak papa, Mas. Makasih ya udah ditolongin," sahut Mia sembari meraba bekas cekalan tangan Azmi yang masih terasa sakit dan berbekas kemerahan.Azmi hanya mengangguk kecil sembari menatapnya prihatin. Tak disangkanya, mantan suami wanita di depannya ini ternyata pria kasar dan arogan. Syukurlah, mereka sudah berpisah, pikir Azmi dalam hati."Ngeri juga ya sikap mantan suami kamu, Mia? Kamu nggak papa? Masuk dulu yuk, kamu tenangkan diri dulu, baru pulang," ujar Bu Indah sembari merengkuh bahunya. Bu Indah memang menyukai wanita di depannya ini. Sikapnya yang sopan dan tidak enakan membuat Bu I
Mia baru saja membuka pintu rumah karena hendak menyapu teras yang merupakan rutinitasnya setiap pagi, bergantian dengan Sindy, saat sebuah taksi online tiba tiba berhenti tepat di depan halaman rumahnya.Pintu terbuka, memunculkan sesosok tubuh wanita yang tak disangka-sangka kedatangannya dan sedang berjalan pelan ke arahnya. Bu Rina!Kedua bola mata Mia serasa hendak keluar dari tempatnya saat melihat kedatangan wanita itu. Sungguh dirinya tak mengira jika mantan mertuanya itu ternyata masih benar benar ingin memperpanjang urusan dengannya.Ia pikir setelah diusir pergi dari rumah mertuanya, maka urusan dengan keluarga Bu Rina pun selesai juga. Perempuan itu bahagia karena keinginannya untuk menikahkan anaknya dengan perempuan lain tak akan sulit lagi. Dan perempuan itu tak lagi mengingat keberadaannya, yang katanya hanya menantu miskin itu. Tapi ternyata tidak. Satu keluarga mereka bahkan saat ini sepakat menginginkan agar ia kembali lagi dalam hidup seorang Azmi. Benar-benar tida