POV. AksaBu Indah melirik kami sekilas, kemudian keluar begitu saja tanpa berpamitan lagi. Bagaimana jika nanti dia mengadu kepada istriku?"Bunga, sebaiknya kamu segera pergi dari sini, sebelum istriku pulang," ucapku kepada Bunga.Lagi-lagi aku merutuki kebodohanku. Kenapa juga, aku tadi justru menyuruhnya masuk? Bukankah sebaiknya, aku tadi mengusirnya?Apalagi, jika dipikir-pikir, keadaan Bunga di sini, tidaklah aman. Istriku bisa sewaktu-waktu pulang. Istriku bukan pekerja kantoran yang terikat oleh waktu dan peraturan. Dia adalah bos, di tempat usahanya. Dia bisa sesuka hati, datang dan pergi.Bagaimanapun juga, saat ini aku merasa sangat tidak tenang. Bagaimana jika Luna tiba-tiba pulang, sementara Bunga masih di sini? Bisa terjadi perang dunia ketiga, nantinya.Aku tahu benar karakter Luna. Dia bukan orang yang lemah lembut dan mau mengalah, jika dia merasa tersakiti. Dia akan berubah menjadi keras dan mau menang sendiri. Bisa jadi, nanti Bunga akan menjadi bulan-bulanannya.
POV. Aksa Terus terang, aku tidak suka dengan jawabannya. Dia terkesan merendahkan aku."Maaf, saya cuma bercanda," ucapnya lagi.Mungkin dia merasa tidak enak, melihat perubahan raut wajahku. Biar saja dia menyadari, jika ucapannya itu, telah menyinggung perasaanku.Tidak lama kemudian, Bara pulang ke rumahnya. Selang beberapa menit, istriku pun pulang ke rumah.Dengan telaten, Luna melayani semua keperluanku, hingga akhirnya aku tertidur.Aku bangun tidur, mendapati Luna dengan wajah yang penuh kesedihan. Pipinya memerah, ujung hidungnya memerah. Matanya juga memerah, dan terlihat sembab. Bahkan mata yang sejatinya begitu indah itu, kini nampak sembab.Saat aku tanya, dia menjawab tidak ada apa-apa. Tapi dia seperti orang yang habis menangis.Hingga malam pun, dia tetap lebih banyak terdiam.Apa jangan-jangan dia sudah ketemu Bu Indah? Dan Bu Indah sudah mengadukan tentang kedatangan Bunga tadi pagi?"Sayang, besok aku harus kontrol di rumah sakit, kamu temani aku, ya?" ucapku.Lun
"Tadi saat saya mengantar bubur ayam, Mas Aksa sedang sama cewek, di ruang tamu. Mereka berciuman, sambil saling berpelukan."Jedder!!!Ucapan Bu Indah yang hanya berbisik, namun terdengar bak petir yang menggelegar.Seketika dadaku terasa begitu sesak, seolah terhantam oleh batu yang besar.Aku berusaha mengatur nafasku, yang terasa kian tersengal."Tenang, Non Luna, jangan panik."Bu Indah segera berlari ke dalam, sebentar kemudian, dia sudah keluar lagi dengan membawa segelas air putih hangat di tangan kanannya.Diminumkan air putih itu kepadaku."Pelan-pelan minumnya, Non," ucapnya lagi.Aku yang masih berdiri mematung, dituntunnya untuk duduk di kursi bergaya Eropa itu."Non Luna, saya minta maaf. Jika saya tahu, reaksi Non Luna akan seperti ini, tadi mungkin lebih baik, saya tidak ngomong sama Non Luna."Bu Indah memperlihatkan raut wajah yang penuh penyesalan."Tidak apa-apa, Bu. Terimakasih, Bu Indah sudah berbaik hati memberikan informasi tentang hal itu," jawabku pelan."Tap
"Non Luna, mohon maaf, sesuai permintaan Non Luna, saya ingin mengabarkan, bahwa perempuan itu, baru saja datang," ucap Bu Indah dari sebrang."Jangan lupa, Non. Hapus log panggilan dari saya. Jangan sampai Mas Aksa curiga," ucap Bu Indah dari sebrang. Dia berbicara dengan terburu-buru."Iya, Bu. Terimakasih, saya akan segera pulang," jawabku dengan suara yang tidak kalah gemetar.Aku mencoba menelpon Mama mertuaku, sambil berusaha menenangkan dadaku yang kian bertalu-talu.Benar-benar, laki-laki yang kukira sebagai suami sempurna, ternyata dia tega mendua."Hallo Luna, mantu Mama yang cantik, ada apa? Maaf, Mama belum sempat datang ke rumahmu. Mama juga sedang tidak begitu sehat. Darah tinggi Mama, sering kumat. Mama tidak berani pergi sendirian, karena kepala Mama, sering pusing banget, ini. Mau minta diantar Papa, Papa juga pulangnya malam terus. Maaf, ya? Aksa bagaimana, keadaannya? Sudah mendingan? Atau ada hal penting yang mau kamu sampaikan?" tanya Mama.Aku justru bingung, mau
Pov. BungaNamaku Bunga Trillia Andini. Usiaku dua puluh empat tahun.Empat tahun yang lalu, aku mulai menjalin hubungan percintaan, dengan seorang laki-laki, namanya Aksa. Lelaki dengan wajah rupawan, dengan keuangan yang sudah mapan. Bukan lagi mahasiswa yang masih meminta uang kepada orang tua.Waktu itu aku masih kuliah, sementara Aksa sudah bekerja di sebuah perusahaan yang lumayan besar.Mendengar nominal gajinya, aku bahkan merasa meneteskan air liur. Angka yang cukup besar, menurutku. Seandainya saja, nanti aku bisa menikah dengan lelaki pujaanku itu. Tentu hari-hariku tidak akan lagi dipusingkan dengan pikiran besok mau makan apa.Sebisa mungkin, ingin kupertahankan hubunganku dengan Aksa. Siapa tahu, nanti aku bisa bekerja juga di situ. Siapa tahu juga, nanti kami berjodoh, dan bisa melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius. Betapa di mataku, Aksa adalah laki-laki yang sempurna.Kami menjalin hubungan, layaknya anak muda yang berpacaran. Aksa yang sudah memiliki
POV. BungaAku yakin, bahwa kami memang ditakdirkan untuk bersama. Istrinya yang sekarang hanyalah orang yang kebetulan lewat, mewarnai kisah percintaan kami. Akan kurebut kembali, kekasihku yang dulu pernah kutinggal pergi.Hingga akhirnya, aku nekat untuk tidur dengannya, tepat di hari ulang tahunnya. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam bermain. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam menjeratnya. Aku akan bermain total. Aku akan memperjuangkan cinta yang memang sudah seharusnya menjadi milikku.Dan ketika aku mendengar bahwa Aksa kecelakaan, aku pun nekat datang ke rumahnya. Nanti jika ternyata di rumahnya ada istrinya, sebisa mungkin aku akan berkilah, entah bagaimana caranya.Dan ternyata, lagi-lagi keadaan begitu mendukungku. Rumah itu dalam keadaan sepi.Akhirnya, aku pun ketagihan. Paginya aku datang lagi ke sana. Akan aku tunjukkan pada Aksa. Bahwa aku juga bisa merawatnya. Akan aku tunjukkan, bahwa cintaku, pantas untuk dipertimbangkan.Namun ternyata, siang ini aku just
POV. BungaKulihat dari tadi, mamanya Aksa adalah orang yang paling dominan dalam berbicara. Sementara istrinya hanya diam, sambil menahan tangisnya. Ini adalah pertemuan pertamaku dengan istrinya Aksa. Dia memang cantik. Pantas saja, Aksa sempat jatuh cinta."Ma, tidak perlu Mama memaksa dan mengancamku seolah aku ini anak kecil. Aku dengan Bunga hanya bermain-main saja. Aku sama sekali tidak berniat untuk selingkuh. Tadi tiba-tiba dia datang ke sini. Dia menggodaku. Sementara aku hanya bisa duduk di kursi roda. Tidak bisa menghindarinya."Mendengar ucapan Aksa, aku sangat terkejut. Bagaimana mungkin, dia tega mengatakan itu, di depanku? Kenapa dalam sekejap saja, dia sudah berubah? Bukankah baru saja, dia bilang mencintaiku? Ataukah ucapannya itu, hanyalah sebuah kebohongan, agar Ibunya tidak lagi memukulku? Ataukah laki-laki di depanku ini, memang laki-laki plin-plan yang mudah berubah pendirian?"Luna, maukah kamu memaafkan aku? Aku janji, tidak akan mengulang lagi kesalahanku."K
POV. Aksa"Aksa, Mama mendidikmu, menyekolahkan kamu, agar kamu pintar. Bukan malah menjadi laki-laki t*lol seperti itu!" hardik Mama, usai kepergian Bunga.Aku hanya diam. Tidak ada gunanya, melawan Mama. Nanti yang ada justru dia semakin murka. Aku tidak ingin, kakiku yang masih cidera ini, menjadi sasaran amuknya.Apalagi, Mama juga punya riwayat darah tinggi. Bagaimana jika nanti darah tingginya kumat, dan dia terjatuh, kemudian terkena stroke? Tidak, itu tidak boleh terjadi. Mama berjalan ke kamar atas. Mengetuk pintu kamarku dengan pelan."Luna, buka pintunya, ini Mama, Sayang ...." ucap Mama dengan begitu lembut.Seolah aku ini adalah menantu jahatnya, sedangkan Luna adalah anak kesayangannya.Tidak perlu menunggu panggilan yang kedua, Luna pun keluar dengan mata sembabnya. Aku bisa melihatnya dari anak tangga yang paling bawah."Ma ... Luna minta maaf ...."Tiba-tiba saja, istri yang sebenarnya begitu kusayangi itu, memeluk mamaku sambil menangis tergugu. Hingga tubuhnya tamp
POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.
POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke
POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga
POV. AksaPagi ini juga, Luna langsung bilang kepada orang tuaku, bahwa dia ingin pulang saja ke rumahnya. Jika sudah Luna yang berbicara, maka Mama Papa pun akan menyetujuinya.Akhirnya, aku bisa juga lepas dari pengawasan Papa.Sepulang dari rumah orangtuaku, aku langsung menghampiri Bunga ke rumahnya."Aksa, muka kamu kenapa? Kok lebam?"Bunga menatap wajahku dengan tatapan heran."Dihajar Papa," jawabku. Bunga menatapku dengan tatapan kasihan. Kemudian dia masuk ke dalam. Tidak berselang lama, dia sudah keluar dengan mangok yang berisi air hangat, dan sapu tangan. Dikompresnya wajahku dengan air hangat itu. "Pasti istrimu mengadu yang tidak-tidak, kepada orang tuamu. Aku bahkan heran. Apa istimewanya Luna, hingga orangtuamu lebih membelanya, daripada terhadap anaknya sendiri."Bunga berbicara dengan nada yang nelangsa. "Luna sudah meminta cerai."Aku berbicara sambil menahan perih di wajahku."Bagus, dong. Ceraikan saja secepatnya! Toh kamu sudah punya aku. Punya calon anak jug
POV. Luna"Siapa juga, yang mau nyium handuk kamu? Aku juga ogah, yang ada ntar aku langsung pingsan. Keringat kamu, baunya nggak ketulungan. Udah gitu, kepedean, lagi."Aku berbicara sambil mencebikkan bibirku."Cewek memang paling pinter, kalau disuruh ngeles. Kirain kamu cuma pinter nangis doang. Ternyata pinter ngeles juga. Bilangnya pingsan, kalau nyium bau keringat aku. Padahal pas pinjem selimut punya aku aja, dicium-cium, dihirup-hirup sampai matanya merem-merem. Kamu pikir, aku tidak tahu? Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Masih mau ngeles juga?"Aku malu, mendengar semua kalimat yang dia ucapkan. Benarkah dia melihatnya. "Tuh, kan, pipi kamu merona. Itu artinya, iya."Kenapa pagi ini, dia mendadak genit? Benar-benar, kepribadiannya memang sulit untuk ditebak. Kadang dia bersikap cuek, kadang bersikap serius, kadang malah genitnya nggak ketulungan, seperti pagi ini. "Gimana, boleh ya, aku ngelukis wajah kamu? Sebenarnya, bakat melukis itu, sudah ada sejak
POV. Luna"Maaf juga, jika kemarin-kemarin, aku sempat membuat status yang bukan-bukan. Tapi status yang kuunggah, sudah aku atur privasinya, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Maaf juga, jika beberapa hari yang lalu, aku sempat meludahimu."Sebisa mungkin, aku berbicara dengan sopan. Aku ingin, saat perceraian nanti, aku sudah meminta maaf kepadanya."Sudahlah, jangan ngomong hal-hal yang nggak penting. Aku ke sini cuma mau ngomong, kalau nasi gorengnya nggak jadi. Aku mau bubur ayam saja. Kamu tolong ke depan, cari bubur ayam. Cepetan, jangan pakai lama."Aku merasa kesal dengannya. Seenaknya saja, dia mengganti perintah, saat perintah yang pertama sudah hampir kuselesaikan. "Matanya jangan melotot seperti itu. Baru juga meminta maaf, sudah mau membuat dosa. Atau kamu mau? Nanti jika sudah jadi janda, aku informasikan kepada semua orang, jika kamu itu perempuan arogan yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan pernah meludahiku? Biar kamu jadi janda seum
POV. LunaItu minuman siapa? Perasaan, aku tidak pernah meminum minuman seperti itu. Di kulkas memang menyimpannya, tapi lebih sering kugunakan untuk menjamu temannya Mas Aksa, jika ada yang datang ke sini. Suamiku pun, jarang sekali menyentuh minuman seperti itu. Apakah Mas Aksa, semalam sempat pulang? Tapi dia tidur di mana? Dari mana juga, dia bisa masuk? Apakah dia memiliki kunci cadangan?Aku memutar langkahku, menuju ke ruang tamu. Kusingkap dengan lebar, gorden jendela yang tadinya masih tertutup.Benar saja, aku melihat mobil suamiku. Tapi orangnya, ada di mana? Apakah tidur di mobil? Lantas botol minuman itu? Kulangkahkan kakiku, menuju kamar tamu. Kuputar kenop pintunya. Terkunci dari dalam. Itu artinya, memang suamiku pulang, dan memilih tidur terpisah dariku. Sudahlah, biar saja.Aku sedang mulai untuk tidak peduli dengan semua hal tentang dia. Aku akan fokus dengan kebahagiaanku. Semoga saja, Mama dan Papa bisa segera pulang. Dan semoga saja mereka tidak kaget, jika nan
Pov. LunaEntah benar, entah salah. Bahkan aku sudah tidak bisa membedakan lagi. Saat aku sedang merasa begitu rapuh, aku justru berbagi cerita dengan mantan kekasihku itu. Bahkan aku juga bercerita tentang rencana perceraianku. Mungkin memang aku salah. Aku keliru. Sebagai seorang istri yang baik, seharusnya jika sedang ada masalah, dia akan mengadu kepada Tuhannya. Dia akan lebih mendekatkan diri kepada agamanya. Bukan malah seperti aku. Berduaan di luar rumah malam-malam, membuka aib rumah tanggaku, berkeluh kesah kepada mantan pacarku. "Kamu yakin, akan bercerai?" tanya Bara."Aku tidak sanggup berbagi. Kemarin-kemarin, kukira aku akan kuat. Tapi baru beberapa hari menjalani, aku rasanya sudah mau gila. Aku lebih baik menjauhi mudharat, daripada mengejar manfaat. Aku tidak sanggup ...."Bara tercenung sejenak, mendengar kalimat yang kuucapkan. Entah apa yang dia pikirkan. Kadang laki-laki itu, memang terlihat misterius."Dik, masuklah ke rumahmu. Tubuhmu punya hak, untuk dijaga
POV. Bara[Samawa till jannah. Dekap eratlah yang ada di hadapanmu. Lupakan yang sudah meninggalkanmu.]Aku tahu. Aku paham, maksud dari komentar itu. Nadin ingin, agar Luna belajar mencintai Aksa yang telah menjadi suaminya, dan melupakan aku yang telah meninggalkannya.Nasehat itu tidak salah. Jika saat ini hatiku merasa tercubit, itu karena mungkin saja aku sedang sensitif. Komentar Nadin, hanya ditanggapi Luna dengan emotikon tersenyum.Kulihat unggahan-unggahannya dari yang paling atas. Semua hanya tentang butiknya. Tentang produk-produk yang dijualnya. Dia sama sekali tidak mengunggah masalahnya di dunia maya.Namun ada akunnya Nadin yang menandainya.[Keep strong. Wonder woman akan selalu kuat. Sobatku yang cantik dan baik.]Unggahan itu disertai dengan fotonya Nadin dan Luna, yang sepertinya sedang duduk di sudut kafe. Postingan itu baru saja diunggah beberapa jam yang lalu. Itu artinya, mereka masih berinteraksi hingga saat ini. Kulihat ada lingkaran kecil berwarna hijau m