BAB 25DUDA KESEPIAN"Betul itu! Kata Dokter, kamu harus bed rest total. Gak boleh ngapa-ngapain!" lanjut Ardhan."Trus, urusan kantorku bagaimana? Masak aku tinggal gitu aja?" ujar Kienan."Serahkan semuanya sama orang-orang kepercayaan kamu!""Aku tidak bisa lepas tangan begitu saja, Mas! Aku takut dicurangi lagi!" ujar Kienan sendu teringat pengkhianatan mantan suaminya. "Gak seratus persen lepas tangan juga! Untuk urusan berkas, tetap lewat kamu. Hanya, untuk meeting dan lain-lain, serahkan ke orang lain," ujar Ardhan."Kata Dokter, ini yang kedua kalinya, kan? Jadi, kali ini harus ekstra hati-hati. Kamu tidak mau kan, kehilangan anak-anak kamu?" lanjut Ardhan.Kienan mengangguk. "Udah, kamu nurut saja! Ini kan, untuk kebaikan kamu juga!" lanjut Tante Halimah."Iya, Tante!"*******************************"Hai!" sapa Nizam."Mas Nizam? Kok tahu aku disini?" ujar Kienan. "Iya, dapat kabar dari sekretaris kamu. Jadi, ini tadi sekalian istirahat makan siang trus mampir kesini. Kam
BAB 26KARMA UNTUK AIRA"Bulan gak mau main ayunan? Di belakang ada ayunannya lho! Ada kolam renangnya juga? Gak pengen lihat?" rayu Omanya."Beneran, Oma? Ayo Oma, Bulan pengen lihat!" Bulan bergegas turun dari tempat tidur dan berlari keluar."Kienan, kamu istirahat dulu! Nanti Tante bangunkan!" "Iya, Tante!"********************************Plak!"Dasar pelakor! Apa kamu tidak punya malu, berkencan dengan pria yang pantas jadi ayah kamu!"Plak!Dia dan dua orang teman wanitanya terus menampar, memukul, dan menghajar gadis tersebut hingga dia tak berdaya.Wanita tersebut adalah istri sah dari Om Gunawan bersama dua orang temannya. Gadis tersebut adalah Aira. Dia mengikuti mobil suaminya dan memergoki mereka sedang berbuat mesum di dalam mobil, di pinggir jalan yang sepi. "Sudah, Ma! Sudah!" ujar Om Gunawan."Diam kamu! Berani kamu menghianati aku! Kamu lupa darimana asalmu?" ujarnya berteriak histeris. "Ma, sudah, malu!""Kalau begini baru bilang malu! Sudah berkali-kali Papa men
BAB 27CELINE DAN CELENAKienan terdiam. Pikirannya menerawang. Dia belum berfikir untuk menikah lagi. "Kamu tahu pepatah Jawa 'witing tresno jalaran soko kulino'? Pepatah itu berarti cinta datang karena terbiasa. Tante yakin, kamu dan Ardhan bisa menjadi pasangan yang serasi. Tolong, pikirkan permintaan Tante!" lanjut Tante Halimah."Aku belum berfikir sejauh itu, Tante! Saat ini, yang ku pikirkan hanyalah melahirkan anak-anakku dengan selamat.""Tante tahu! Tante juga tidak memaksamu menjawab sekarang! Pikirkan saja dulu!" ujar Tante Halimah sembari menepuk pundak Kienan lirih."Ayo, kita masuk! Saatnya istirahat lagi!" ajak Tante Halimah.***************************Satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Hari ini, Kienan sudah mulai aktif ke kantor. Tante Halimah dan Bulan sudah kembali ke rumahnya. Kienan belum menjawab permintaan Tante Halimah, pun dengan ungkapan hati Nizam. Dia masih bimbang. Setiap hari Bulan selalu video call dengannya. Sehari saja tak mendengar celotehanny
BAB 28ULANG TAHUN SI KEMBARBulan pun sangat menyayangi mama dan adik-adiknya. Meskipun begitu, dia masih sering diajak menginap di rumah Omanya, seperti sekarang ini. Dia ikut Oma dan Opanya berlibur ke Bali karena liburan sekolah, juga untuk mengunjungi makam Mama kandungnya. Kienan memilih tinggal menemani yang sang suami yang tidak bisa meninggalkan urusan kantor. Rencananya, mereka akan menyusul akhir pekan nanti. Rachel mendapat hukuman delapan tahun penjara atas tuduhan percobaan pembunuhan kepada Kienan. Ibu Aira, awalnya bekerja menjadi pelayan dan tukang cuci piring di sebuah warung tenda. Namun, usianya yang sudah tua dan sejak awal dia jarang bekerja,membuatnya kurang lincah sehingga beberapa kali dia dipecat dari pekerjaannya. Alhasil, Aira bersama Ibunya, beralih profesi menjadi pengemis di lampu merah. Wajah Aira yang rusak dimanfaatkan mencari belas kasihan orang lain. Hasilnya pun lumayan. Bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka dan menabung.******************
BAB 29KEDATANGAN AIRIN“Mas, aku ke toilet dulu, ya!” pamit Kienan.“Iya, Sayang! Perlu aku antar?” tanya Ardhan.“Gak perlu, kamu temui saja teman-teman kamu!”“Oke, jangan lama-lama, ya!” sahut Ardhan.Kienan melangkah tergesa menuju toilet.Bruk. Tanpa sengaja, dia bertabrakan dengan seseorang. Gaun biru muda yang dipakainya, tampak penuh dengan noda.“Ups, maaf, gak sengaja!” ujar wanita yang bertabrakan dengan Kienan. Tanpa merasa bersalah, dia melenggang begitu saja. Kienan hanya bisa melongo melihat pakaiannya yang sudah berubah warna. Kienan bergegas ke toilet. Usai menunaikan hajatnya, dia berusaha membersihkan noda di pakaiannya. Namun sayang, noda itu hanya sedikit memudar. Kienan tampak kebingungan. Cukup lama dia berdiam diri di toilet untuk mencari solusi. Dia tidak mungkin kembali ke pesta dengan pakaian seperti itu.Tok tok tok ....“Kienan, kamu masih di dalam?” Kienan langsung sumringah mendengar suara dari arah luar. “Mas!” ujar Kienan lega setelah membuka pintu
BAB 30PERTEMUAN PERTAMA"Nah, tuh sama si Alex! Dia pasti siap ngantar kamu keliling kemanapun!" sahut Ardhan."Gak mau! Aku maunya sama kamu!" rengek Airin. "Sori, aku gak bisa!" "Kenapa sih, cuma ngantar bentar doang!" rajuk Airin."Airin, sekarang aku sudah menikah. Aku tidak mau ada kesalahpahaman. Lebih baik kamu pergi sama Alex saja!" ujar Ardhan.Alex tersenyum sambil menaik turunkan alisnya."Ogah. Lebih baik aku pergi sendiri!" sahut Airin, lalu melangkah meninggalkan ruangan Ardhan sambil menghentakkan kaki.Alex memandang kepergian Airin hingga dia benar-benar menghilang. "Kedip, woy!" teriak Ardhan.Alex menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum."Makin cantik aja tuh cewek!" ujar Alex."Makanya, buruan lamar! Keburu diambil orang!" sahut Ardhan.Alex mencebik."Gimana mau nglamar? Dia aja lihat aku kayak lihat kuman!" ujar Alex.Ardhan terbahak mendengar ucapan sahabatnya itu."Malah ketawa lagi! Bantuin kek!" ujar Alex sewot.Ardhan masih terus terbahak dan tak
BAB 31KESALAHAN AIRIN (21+)Sejak saat itu, mereka mulai dekat. Ardhan sering mengantar sang Mama mengunjungi butik Anita. Tante Halimah, Mama Ardhan pun menyukai pribadi Anita yang sederhana.Di kantor, Airin berusaha menunjukkan perhatian lebih kepada Ardhan. Sayang, Ardhan tak mengindahkannya. Dia lebih tertarik pada kesederhanaan Anita. Satu tahun usai perkenalan, Ardhan melamar Anita. Tak lama kemudian, mereka menikah. Ardhan memboyong Anita untuk tinggal di Bali. Sementara Airin, diminta mengelola butik peninggalan keluarganya.Satu tahun usai pernikahan, Anita melahirkan seorang putri yang cantik. Sayang, tak lama kemudian dia meninggal dunia. Airin tak melewatkan kesempatan itu. Dengan alasan mengunjungi sang keponakan, Airin sering bertandang ke kediaman mereka. Bahkan, tak jarang, dia sering menginap. Suatu hari, setelah Ardhan pulang kerja, Airin masuk ke dalam kamar Ardhan. Saat itu, Ardhan Baru saja selesai keluar dari kamar mandi. "Airin, apa yang kamu lakukan? Harus
BAB 32SEPERTI MELIHAT MAMA“Papa!” sapa Bulan saat melihat keduanya turun dari tangga.“Halo, Sayang! Sudah belajar belum?” tanya Ardhan.“Sudah, tadi diajarin Mama. Iya kan, Ma?” ujar bulan.“Iya, Sayang!” sahut Kienan.“Tadi belajar apa sama Mama?” tanya Ardhan sambil membawa Bulan kedalam gendongannya.Bulan tertawa riang digendong sang Papa.“Tadi Mama ngajarin aku ngerjakan tugas matematika.”“Bulan bisa?” “Bisa dong! Bulan kan anak yang pintar!” sahut Bulan bangga.“Pa, Bulan boleh tanya sesuatu gak?” “Tanya apa?” Ardhan mengernyit heran. “Boleh gak, sekali-kali aku menginap di rumah Tante Airin?” tanya Bulan.“Memangnya kenapa Bulan mau menginap disana?” tanya Ardhan.“Tante Airin yang ngajakin. Kata Tante Airin, dia kangen sama Bulan, lagipula ....” Bulan menghentikan ucapannya.“Lagipula apa?”“Em ... lagipula ....”“Mau ngomong apa sih? Kok ragu gitu?” tanya Ardhan penasaran.“Lagipula, Tante Airin wajahnya mirip sekali dengan Mama,” ujar Bulan lirih.Ardhan menghembuska
BAB 13AKHIR YANG BAHAGIA"Ibu!" ujar Farel terkejut."Ngapain kamu di rumah perempuan itu? Ayo pulang!" sentak wanita bertubuh tambun tersebut."Aku hanya mengantar mereka pulang saja, Bu!" sahut Farel."Jangan banyak alasan, cepat pulang! Hei, Nana! Kamu itu sudah menikah. Bisa-bisanya kamu menggoda anakku. Kalau mau selingkuh, cari laki-laki lain, jangan anakku. Aku tidak rela!" sentak ibu Farel."Ibu, siapa yang menggoda sih? Aku hanya mengantar mereka. Lagi pula aku sendiri yang berinisiatif!" sahut Farel membela Nana."Jangan bela mereka. Ingat ya, ini peringatan terakhir. Jangan ganggu anakku lagi!" Usai mengatakan hal tersebet, wanita bertubuh tambun tersebut segera menyeret Farel meninggalkan rumah Nana. Tak diperdulikannya beberapa warga yang menonton kejadian tersebut."Ada apa, Na? Kok ibu dengar ribut-ribut!" tanya Bu Husna. "Tadi … ibunya Mas Farel kesini!" sahut Nana dengan mimik sedih. Bu Husna menghela nafas panjang sejenak. Bisa bisa menebak apa yang tejadi tadi. Di
BAB 12BERTEMU KEMBALIDengan penuh percaya diri, pengendara tersebut segera turun dari motornya. Belum juga dia melepas helmnya, Nana sudah menghampiri dan melabraknya.“Hei, Mas, maksudnya apaan, menghalangi jalan kami? Mau pamr motor?” sentak Nana. Pria tersebut yang hendak melepaskan helmnya, menghentikan aksinya seketika. Dia menatap Nana dengan intens dari balik helm full facenya.“Kalau mau aksi keren-kerenan, jangan disini! Lagipula saya gak minat!” lanjut Nana.“Nana ... jangan kasar begitu! Maaf ya, Nak!” ujar Bu Husna merasa tidak enak.“Untuk apa Ibu minta maaf sama dia. Dia yang salah kok!” sahut Nana membela diri.“Iya, Bu, tidak apa-apa! Saya paham kok! Saya kan sudah hafal dengan sifatnya!” sahut pria tersebut. Nana terkesiap seketika. Suara itu, suara yang pernah sangat akrab di telinganya. Nana menatap pria tersebut dengan intens. Sayangnya, keberadaan helm yang masih dikenakan pria tersebut, membuatnya tidak bisa mengenali pria tersebut.Menyadari kebingungan wanita
BAB 11DI KAMPUNGTok tok tok ....“Sebentar!” samar-samar, Nana mendengar sebuah sahutan dari dalam. Nana tersenyum tipis. Itu adalah suara yang selalu dia rindukan selama ini.“Nana! Masya Allah!” ujar wanita yang berusia hampir senja tersebut. Beliau menatap Nana dengan penuh haru.“Ibu!” ujar Nana dengan suara tercekat. Dia pun segera mencium punggung tangan wanita tersebut. Wanita tua tersebut membawa Nana ke dalam pelukannya.“Nana! Ibu kangen banget sama kamu!” ujarnya dengan air mata yang mulai membasahi pipi.“Nana juga kangen sama Ibu dan Bapak!” ujar Nana. Dia pun sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Kerinduannya membuncah. Sejak menikah, ini pertama kalinya dia kembali menginjakkan kaki di rumah orang tuanya. Untuk beberapa lama, mereka saling berpelukan meluapkan kerinduan yang terpendam.“Kamu kok sendirian? Reno mana?” tanya wanita tersebut.“Em ... Mas Reno sedang sibuk, Bu. Jadi, gak bisa ngantar!” sahut Nana beralasan.“Bapak mana, Bu?” tanya Nana lagi.“Ba
BAB 10FAKTA MENGEJUTKAN"Bapak kenal Pak Nizam?" tanya Nana bingung."Em … iya, Na. Dulu!" sahut Akbar dengan wajah bingung."Pak Akbar apa kabar sekarang?" tanya Nizam mengalihkan perhatian."Alhamdulillah baik, Pak Nizam! Silahkan duduk! Maaf, tempatnya kotor!" ujar Akbar."Tidak masalah, terima kasih!" ujar Nizam, lalu duduk di salah satu bangku pembeli. "Na, ini sudah malam. Sebaiknya kamu istirahat saja. Lagipula, warung kan sepi. Sebentar lagi Bapak juga beberes!" ujar Akbar."Nana bantuin beberes aja ya, Pak?" sahut Nana."Tidak usah. Kamu istirahat saja!" ujar Akbar.Nana menghela nafas panjang."Baiklah kalau begitu. Pak Nizam, saya permisi dulu ya!" pamit Nana."Iya, silahkan!" sahut Nizam. Nana pun meninggalkan majikannya bersama Akbar."Jadi … ini kegiatan Pak Akbar setelah keluar dari penjara?" tanya Nizam."Iya, Pak. Sebenarnya, waktu itu beberapa kali saya mencoba melamar pekerjaan, tapi tidak ada yang mau menerima. Akhirnya, saya merintis jualan bakso ini!" sahut Akb
BAB 9RENCANA MENGGUGATBeruntung, sebelum dia benar-benar terjatuh, Nizam meraih tubuhnya. Untuk beberapa saat, mereka saling bertatapan. Jantung Nana berdetak dengan kencang. Seumur-umur, baru kali ini dia berada pada jarak sedekat ini dengan majikannya.“Papa!” sebuah panggilan mengagetkan mereka. Nana segera berdiri dan Nizam pun melepaskan pelukannya.“Papa ngapain di dapur?” tanya Clara, putri Nizam.Nana berusaha bangkit dan berdiri tegak, sedangkan Nizam segera melepaskan pelukannya pada Nana. Suasana pun menjadi kikuk. “Em ... ini, tadi Nana jatuh. Kebetulan Papa pas disini. Kamu belum berangkat?” tanya Nizam pada putrinya. “Sebentar lagi, Pa!” sahut Clara seraya menatap Nana curiga.“Saya buatkan kopinya dulu, Pak!” pamit Nana.“Oh, iya! Saya tunggu di depan!” ujar Nizam.“Ayo, Sayang!” ajak Nizam pada Clara.“Papa gak kerja?” tanya Clara.“Ntar, berangkat agak siangan! Papa ada janji ketemu klien di dekat sini! Dari pada bolak-balik, mending berangkat ntar sekalian!”
BAB 8TALAK“Cepat berikan uangnya!” perintah mertuanya.“Maaf, Bu, saya tidak bisa!” sahut Nana tegas.Narti yang merasa sangat geram, segera merampas tas Nana yang masih dipegangnya. Nana pun berusaha mempertahankan tanya sehingga terjadi aksi saling mendorong hingga akhirnya mereka berdua terjatuh. Nana menghembuskan nafas lega karena dia berhasil mempertahankan tasnya.“Ibu!” teriak Reno saat melihat Ibunya jatuh tersungkur.“Ibu tidak apa-apa?” tanyanya khawatir.“Nana, apa yang kamu lakukan sama Ibu?” bentak Reno pada Nana. “Ren, istrimu sungguh durhaka, Ren! Dia sama sekali tidak menghargai Ibu!” ujar Narti seraya terisak.Reno menatap istrinya dengan geram. Reno segera membantu Ibunya bangkit dan duduk di sofa. “Ibu kenapa bisa jatuh gitu?” tanya Reno lagi.“Ibu didorong Nana, Ren! Ibu hanya mau pinjam uangnya sedikit untuk membeli obat!” ujar Narti.“Memangnya uang yang aku kasih kurang, Bu?” tanya Reno.“Uangnya sudah habis, Ren! Sudah Ibu gunakan untuk bayar kuliahnya Viv
BAB 7MULAI BEKERJA"Bang, aku mau ngomong!" ujar Nana. Saat ini, mereka telah selesai makan malam dan sedang bersiap untuk tidur."Kalau masalah yang tadi pagi, aku gak bisa, Na. Uangku sudah habis. Lagian, benar kata Ibu, mereka kan orang tuamu,ngapain aku harus ikut repot?" sahut Reno cuek."Aku tahu, Bang. Makanya, sekarang aku mau minta izin!" sahut Nana."Izin apa?" tanya Reno penasaran."Aku ditawari pekerjaan di rumah mantan majikannya Mbak Siti. Kalau boleh, aku kerja disana!" ujar Nana. "Kerja apa?" tanya Reno."Jadi pembantu, Mas!" sahut Nana.Reno tersenyum sinis."Kamu memang pantasnya jadi babu!" sahut Reno.Nana menghela nafas panjang."Aku ingin membantu ekonomi orang tuaku, Mas. Kasihan,mereka itu sudah tua. Sudah seharusnya mereka beristirahat!" ujar Nana."Bagaimana dengan pekerjaan kamu disini?" tanya Reno."Aku akan mengerjakan sebelum dan setelah pulang bekerja, Mas! Mas Reno jangan khawatir! Aku tidak akan melalaikan kewajibanku!" ujar Nana lagi.Reno tampak se
BAB 5TAMU TAK DIUNDANGNana pun segera melangkah ke depan dan membuka pintu. Saat pintu telah terbuka, Nana termangu menatap tamunya."Siapa, Na?" tanya Narti yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Nana menoleh menatap sang mertua, lalu sedikit menyingkir dari pintu."Prita! Tumben pagi-pagi sudah sampai sini! Ayo, masuk!" sapa Narti seraya tersenyum lebar."Iya, Bu, maaf mengganggu!" sahut Prita merasa tak enak. "Gak papa, ayo masuk!" sahut Narti.Dengan tersenyum lebar, Prita masuk ke dalam rumah. Nana mematung di tempatnya seraya menatap Prita. "Ngapain kamu bengong disitu? Sana, lanjutkan masaknya!" sentak Narti kepada Nana. Dengan terpaksa, Nana melangkah ke belakang dan melanjutkan aktivitasnya."Ada apa, Prit? Tumben pagi-pagi sudah main ke sini!" tanya Narti lagi."Iy, Bu. Semalam aku ketemu Bang Reno, katanya Nana sakit. Aku pikir pagi ini gak ada yang masak. Jadi, ini aku bawakan makanan untuk sarapan. Ternyata Nana sudah sembuh, ya!" ujar Prita."Aduh, jadi merepot
BAB 3KEMARAHAN RENOPukul 17.00 WIB Mana terbangun dengan badan yang lebih segar. Usai membersihkan badan, Nana segera melangkah keluar sebelum mertuanya marah. Di ruang tengah, Nana melihat sang mertua tengah menangis sesenggukan di pelukan suaminya."Mas, Ibu kenapa?" tanya Nana heran. Reno menatap Nana nyalang."Apa yang kamu lakukan sama Ibu?" bentak Reno."Apa maksudmu, Mas? Aku tidak berbuat apa-apa!" sahut Nana."Tidak berbuat apa-apa? Ibu sampai nangis gini kamu bilang tidak berbuat apa-apa?" bentak Reno."Mas, aku beneran gak tahu! Aku aja baru bangun tidur!" sahut Nana membela diri."Nah, itu! Itu yang bikin Ibu nangis!" bentak Reno."Maksudnya bagaimana sih, Mas? Aku gak ngerti!" tanya Nana lagi."Masih bilang gak ngerti juga? Baik, aku jelaskan. Kamu biarkan Ibu mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian, sementara kamu seharian hanya tidur-tiduran? Keterlaluan!" bentak Reno."Apa?" Nana menatap mertuanya bingung. Melihat sang mertua masih terisak, akhirnya Nana paham.