Raisa berdiri di jendela dengan memandang ke arah beberapa rumah warga. Yang tepat berada di belakang rumah ini.
"Sepertinya aku harus minta air sama salah satu rumah itu, Mas."
"Ke belakang?"
"Iya, kan deket."
"Oke, aku temani kalau gitu."
Tanpa memeriksa dengan detil. Raisa dan Delon kembali berjalan menuruni anak tangga. Sebelum keluar rumah, Raisa melongok ke arah kamar. Dan menyampaikan akan meminta air pada tetangga.
"Apa ada rumah lain?" tanya Hamaz.
"Ada Mas, beberapa di belakang rumah ini."
"Oke, biar aku temani Mbok Yumna," sahut Hamaz.
Raisa dan Delon pun berjalan ke arah luar. Mereka sedikit mengambil jalan pintas yang lebih cepat. Menyusuri jalan setapak yang berada di samping rumah.
Dari kejauhan beberapa memandang aneh ke arah mereka dengan penuh kecurigaan. Melihat tanggapan mereka yang sinis. Raisa sudah menebar senyumnya.
"Assalamualaikum, Bu, Pak. Permisi!"
Raisa pun tersenyum senang saat lelaki ini mau menjawab salam mereka. Mereka berdua kembali menyusuri jalan setapak. Raisa mendongak ke arah lantai dua. Tepatnya pada arah jendela kamar Mariana. "Haaaahhh!" Hampir saja ember yang dibawanya jatuh dan tumpah. Segera Delon menyambarnya.Dan melihat ke arah Raisa yang memucat. "Ka-kamu ini kenapa sih, Sa?" "Aku melihatnya, Mas. Dia memang bener-bener ada di kamar itu!" "Dia siapa?" "Entahlah. Sosok gadis itu aku melihatnya. Mungkinkah itu Mariana?" Seketika Delon mendongak ke atas. Dia juga tak melihat siapa pun. Lalu menggeleng ke arah Raisa. "Enggak ada siapa-siapa, Sa." Kembali Raisa mendongak ke atas. Ternyata apa yang dikatakan oleh Delon itu benar adanya. Raisa sampai berdecak keheranan. "Aneh juga. Padahal aku benar-benar melihatnya lho." "Ya, udah. Kasihan Mbok Yumna sudah menunggu. Keburu mobil ambulan datang, Sa." Gadis itu mengikuti
"Aaaahhh!" Mbok Yumna hampir berteriak. Dia benar-benar terkejut dengan cengkeraman tangan Naning yang begitu kuat. Padahal sebelumnya untuk menggerakkan jemari tangan saja Nanin Tak mampu."Ka-kamu kenapa, Mbak Naning? Ini bikin tanganku sakit," desis Yumna.Sepertinya Naning tak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Yumna. Atau memang sengaja tidak mau mendengarkan. Perlahan jemari tangan Naning mulai bergerak pelan-pelan memutar. Ke arah yang berlawanan. Membuat Yumna semakin kesakitan. Sampai tubuh Yumna terduduk dengan kedua lutut di lantai."Aaaaraghhh ... Aaaarghhh!"Sontak erangan kesakitan Mbok Yumna membuat Raisa dan Hamaz melongok ke dalam. Mereka berdua sangat terkejut melihat kenyataan yang ada di depan kedua mata mereka. "Mbok Yumnaaa!" teriak Raisa yang langsung berlari kencang ke arahnya. Gadis itu segera mengangkat tubuh Mbok Yumna. Tapi, kala pandangannya mengarah pada tangan wanita tua itu. Raisa terbela
Tanpa banyak bicara lagi. Hamaz mengeluarkan garam pemberian Abah Harun. Setelah mengambil sejumput. Hamaz taburkan ke wajah Naning.Dan saat mulutnya terbuka lebar. Dengan cepat Hamaz memasukkan garam ke dalam mulut Naning. Sampai membuat wanita itu tersedak. Tampaknya Naning kesakitan."Erghhhh ... erghhhh!""Mas Hamaz lihat!"Hamaz melihat ke arah tangan Raisa, yang menunjuk pada tangan Naning yang terlihat kembali seperti semula. Bersamaan dengan itu terdengar deru mobil yang mendekat. Seketika Delon berlari masuk ke dalam kamar."Mobil ambulannya sudah datang!" teriak Delon, yang semula bersemangat langsung terperanjat. "Mbok Yumna kenapa, Sa?" Dia pun melangkah cepat melihat luka bekas cakaran Naning yang cukup dalam."Nanti aja Mas ceritanya," sahut Raisa sembari membersihkan darah yang terus mengucur dari tangan keriput Mbok Yumna.Tak lama kedua lelaki juga mengikuti langkah Delon yang memasuki kamar."Mas, ambul
Mereka pun meninggalkan rumah Naning. Seketika Raisa merasakan seluruh tubuh yang merinding parah. Merasa ada yang memperhatikan. Raisa pun mendongak ke atas. Sontak kedua bola matanya membulat lebar."Mar ... lihat itu!" bisik Raisa sembari berdesis. Membuat Mbok Yumna ikut mendongak. Namun tak ada yang dia lihat."Mar siapa, Nak?""Ehhh ... Mar?" ulang Raisa. Dia baru tersadar kalau salah menyebut nama. "Maaf, Mbok. Saya juga enggak tau kenapa tiba-tiba menyebutkan nama itu."Sampai akhirnya mereka sampai di rumah warga. Lelaki tua yang ternyata bernama Samiran, tersenyum lebar saat mereka datang."Mari masuk, Mas!"Lelaki itu langsung masuk rumah. Sepertinya dia meminta pada sang istri untuk membuatkan minuman."Maaf, Pak sebelumnya. Kami ini mau numpang sholat," ujar Hamaz."Ohhh, ayo saya antar ke belakang ada mushola kecil. Tapi, bersih kok.""Sa, kamu di sini?""Iya, Mas. Masih belum bersih."Diteman
Wanti pun mulai gelisah. Dia takut kalau Raisa sampai pergi ke rumah itu sendirian. Langkah kakinya berjalan mondar mandir menunggu kedatangan mereka dari musholla."Apa aku harus susul mereka ya?"Tak menunggu lama lagi. Wanti berlari kecil ke arah belakang. Menyusul mereka yang berada di musholla yang tak begitu jauh."Pak ... Pak!" Wanti berteriak memanggil Bapaknya."Husssst! Jangan teriak gitu!""Ta-tapi, Mbak nya yang tadi itu enggak ada di depan.""Lah di mana?" tanya Samiran dengan wajah yang tegang.Delon dan Hamaz segera mendatangi mereka berdua."Ada apa ini, Pak?""Ehhh, kata anak saya ini Mbak nya tadi udah enggak ada di tempat.""Wahhh, Raisa pasti langsung ke rumah itu!" seru Delon. "Ayok, Mas!""Tunggu bentar Mas! Aku akan menyuruh Mbok Yumna agar menunggu di rumah Pak Samiran saja."Delon mengangguk tanda sepakat dengan pemikiran Hamaz. Sedangkan di sisi lain. Dalam waktu yang
Buru-buru Raisa keluar bermaksud untuk mengejarnya. Saat di depan pintu. Dia tak melihat siapa pun juga. Dalam kebingungan dan ketakutan yang campur aduk. Raisa mendengar lagi derit pintu kamar yang berbeda. "Ruangan itu? Apa yang pernah diceritakan sama Mbok Yumna ya? Yang ada kursi goyangnya?" Perlahan Raisa mulai melangkah mendekat. Jemari tangannya menggapai handle pintu dan mulai mendorong pelan-pelan. Sengaja Raisa membuka pintu itu dengan lebar. Pandangan matanya berpendar. Mengitari seluruh ruang kamar. Berulang kali Raisa mengusap hidungnya, yang terkena debu yang tebal. Dan udara yang begitu pengap. Sesekali tangannya bergerak menghalau dan mengibas ke udara. Bermaksud agar debu yang bertebaran di udara tak menyentuh wajahnya. Ruang kamar ini tak begitu banyak perabotan. Hanya ada lemari kecil. Raisa mencari di mana kursi goyang seperti cerita Mbok Yumna. Tanpa Raisa sadari. Terdengar bunyi yang snagat dia kenal. Dug dug dug!
Saat Raisa berusaha untuk mengerjap. Kelopak matanya seperti tak kuasa untuk terbuka. Lalu, sebuah bayangan yang tidak jelas. Mengangkat sosok gadis yang ada di sampingnya. Namun entah mengapa, dirinya merasa seperti di gendong seseorang."Aku ini di mana? Kenapa kayak dibawa sama seseorang begini?"Masih antara sadar dan tidak. Raisa merasakan seperti dimasukkan ke dalam sebuah kendaraan. Tapi saat dia berusaha ingin mengintip. Kepalanya masih terasa sakit. Hanya dalam waktu sekian detik. Tubuh Raisa seperti diangkat kembali. Dalam sebuah ruangan entah di mana?""Aku ini di mana?"Saat Raisa ingin bangun. Dia merasakan sesuat yang menahan dirinya. Seperti ada sebuah kekuatan yang membuat gadis itu tak bisa bergerak.Lalu, Raisa mendengar erangan kesakitan yang ternyata berasal dari gadis yang dia jumpai saat di ruangan rumah Naning."Siapa gadis ini sebenarnya? Apa dia Mariana atau Mariyati?" Suara Raisa tertahan di tenggorokan. Panda
Raisa mengikuti apa yang dikatakan Delon. Sedangkan Hamaz masih tinggal di ruangan itu. Dia mulai membuka lemari kecil. Yang hanya terlihat beberapa potongan kertas dan pakaian yang diacak tikus sepertinya.Lalu pandangan matanya tertuju pada sebuah pigura kecil. Sebuah foto kuno dua orang wanita."Foto siapa ini?" bisik Hamaz. Lalu dia menyimpan foto itu. Di tengah sibuk mencari suatu petunjuk tentang dua batang emas itu.Dug dug dug!Hamaz mendengar seperti suara kursi goyang. Yang bergerak pelan di dekatnya. Saat dia menoleh. Hamaz melihat sosok wanita yang berwajah pucat menoleh ke arahnya. Saat Hamaz berkedip sosok itu menghilang.Namun sesaat Hamaz seperti mendengar sebuah suara yang samar."Temukan aku segera! Temukan aku segera!"Sontak Hamaz terkejut."Sepertinya dua batang emas itu enggak ada di sini. Dan yang tahu di mana emas dan jasad Mariana, hanya Bu Naning. Aku harus bilang Mas Delon ini!"