Hamaz menutup buku lusuh itu. Hingga membuat pandangan Raisa dan Delon bertanya-tanya. Lalu Delon menunjuk buku itu.
"Apa sudah selesai Mas Hamaz?"
"Sudah tak ada lagi tulisan di lembar terakhir ini Mas Delon. Sepertinya sejak malam itu, terjadi peristiwa yang mengenaskan. Jadi Bu Marsinah enggak bisa menulis lagi di buku ini."
"Maksud Mas Hamaz?" lanjut Raisa.
"Ada kemungkinan dia tewas di bunuh atau memang sengaja dijadikan tumbal oleh suaminya sendiri."
"Haaahhh, kejam sekali," desis Raisa.
"Karena dalam tulisannya, dia bilang selalu mimpi seolah akan dibunuh sama suaminya 'kan?"
"Benar kayaknya Mas Hamaz. Lalu setelah ini kita ke mana Mas?" tanya Delon.
"Kalau pun kita ke gunung K, akan percuma juga. KIta tak akan mudah menemukan dengan siapa Mariman mengabdikan dirinya. Karena di gunung itu, berbagai macam jenis makhluk lelembut ada di sana. Malah kita bisa tertipu dan ditipu oleh mereka."
"Lalu, M
Raisa manggut-manggut."Rumah dia? Maksudnya DIA siapa ini Mas Hamaz?""Kemungkinan cuman satu. Yaitu rumah Bu Sapto!""Lantas wanita tua tadi siapa?" Raisa masih mengejar dengan banyak pertanyaan.Hamaz kembali memutar tubuhnya mengarah depan."Saya juga enggak tau. Bisa saja memang seseorang yang bisa melihat dan mengerti apa yang nanti akan dihadapi oleh Mbak Raisa."Setidaknya jawaban Hamaz membuat Raisa sedikit lega. Hanya berjarak dua kilometer dari tempat pemberhentian mereka. Rumah Pak Karyono sudah terlihat."Kalau hari biasa pasti orangnya enggak di rumah, Mas Hamaz. Karena ini minggu, semoga dia ada," lanjut Delon.Mobil pun berhenti tepat di luar pahalaman rumah itu. Yang terlihat sunyi dan sepi. Tak ada seseorang yang tampak. Baik tetangga kanan kiri. Hanya saja pintu rumah terbuka lebar."Sepertinya, dia ada di rumah, Mas Hamaz," cetus Delon."Kita turun aja!" ajak Hamaz sembari memb
Dia pun terperanjat. Saat antara sadar atau mimpi, gadis itu melihat seraut wajah yang menyembul dari balik tirai kain. Rambutnya terlihat menjuntai hingga ke lantai. Hanya saja dia tak melihat kedua kaki yang menapak."Wa-wajah ... siapa itu?" bisik Raisa.Dia terpaku dengan pandangan yang kosong. Terus menatap ke arah tirai kain yang masih bergerak. Hingga sebuah sapaan mengejutkan Raisa."Mbaaak!"Raisa masih tercengang dengan apa yang dia lihat saat ini."Mbaaaakkk!""Haaahhh!" Sontak Raisa terkejut setngah berjingkat. Dia membalikkan tubuhnya. Dan terkejut saat melihat Pak Karyono dan Bu Hariyani sudah berdiri di belakangnya. Bahkan suara bentor yang begitu memekakkan telinga sampai tak terdengar olehnya."Ma-maaf, Pak, Bu. Saya sampai enggak dengar.""Ka-mu, 'kan Mbak Raisa?"Raisa pun mengangguk. Seraya dia membantu lelaki itu membawa tas dan mengikuti mereka masuk rumah. Gadis itu takjub saat melihat Bu Hariyani
Sontak Raisa terperangah dengan kedua mata yang membulat lebar. “Ba-bagaimana bisa, Pak?” “Aku pernah enggak sengaja mendengar percakapan seorang wanita. Yang aku duga dialah yang bernama Naning. Itu sekitar lima belas tahun yang lalu. Lupa juga aku, Mbak. Aku melihat mertua saya menemui seorang wanita. Yang katanya pelayan setia Bu Sapto di jaman dulu.” “Bisa saja itu Yumna, Pak?” “Bisa juga, Mbak. Tapi enggak tahu kenapa aku malah menebak dia itu pengasuh Mariana sewaktu gadis dulu.” “Ooooohhh!” Raisa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh lelaki yang duduk di hadapannya. Sampai terdengar suara salam dari arah luar rumah. “Assalamualaikum!” “Waalaikumsalam,” sahut Raisa dengan membalikkan tubuhnya. “Silakan masuk Mas Delon. Mari masuk saja, Mas!” ujar Karyono ramah. Hamaz dan Delon langsung masuk. Dan menghampiri mereka. “Ini teman saya
Bergegas Raisa mengambil kain jarik yang berada di samping kakinya. Dengan gesit dan cekatan Raisa segera menahan dengan kedua tangan. Lalu menekan kuat agar tak terlepas. Walau tenaga Bu Hariyani sangat kuat. Ternyata gadis itu mampu mengalahkannya. Kini Bu Hariyani hanya bisa berteriak. Sesekali dia menarik paksa tangan yang dicekal oleh sang suami dan Delon. “Lepaskan aku!” teriaknya mulai tak terkendali. Hamaz langsung memercikan air dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sontak Hariyani berteriak histeris. Dia terus meronta dan berusaha berontak dari cekalan tangan Delon dan suaminya. "Eeerghhh!" Dia pun terus menggeram serak. "Mbak Raisa tolong minumkan air ini!" "Baik, Mas." Segera gadis itu memberikan air minum pada Bu Hariyani. "Eeeerghhh! Berani kau berikan air ini. Mati kauuuu!" teriak Hariyani dengan kencang. Membuat Raisa sedikit ragu, lalu menoleh pada Hamaz. Yang mengangguk, dalam artian menyuruh ag
Mereka tercengang dengan cerita Bu Hariyani. "Lalu, setelah itu apa yang biasanya terjadi, Bu?" Raisa terus mengejarnya. Tampak sekali dia sangat penasaran. Tak hanya Raisa, akan tetapi Delon juga. "Mataku enggak bisa buat lihat yang lain, Mbak. Hanya bisa ngelihat ke atas. Kalau sudah kayak gitu, aku sudah enggak bisa bergerak sama sekali, Mbak Raisa." "Jadi gini, Pak, Bu. Kami sudah baca habis buku yang Bapak berikan. Hanya saja kami masih belum bisa menemukan bagaimana caranya melepaskan ikatan perjanjian itu. Dan, lagi masih banyak hal yang belum kami ketahui. Hanya ada saksi entah mereka masih hidup apa sudah meninggal. Yaitu, Yumna, Mariana dan Naning," ucap Hamaz. Mendengar perkataan itu. Karyono melirik ke arah istrinya. Yang tertunduk dalam. "Sebenarnya Ibu saya itu Mariana, Mas. Bukan Mariyati!" Sontak mendengar hal itu Delon terperanjat. Begitu juga dengan Hamaz. Saat melihat Raisa yang tak bereaksi apa pun. Membuat Delon pe
"Kalau, Ibu dan adik tak mau meneruskan pesugihan ini. Lantas siapa yang sudah menjalankannya?" Delon tiba-tiba membuat pertanyaan yang membuat mereka terkesiap."Ka-kami, malah enggak tau Mas. Kami hanya ingin menghindar dari Ibu dan sosok menyeramkan itu. Tapi ternyata sulit."Hamaz hanya bisa menghela napas panjang."Sepertinya kita harus mencari tahu informasi dari Ibu Yumna dan Bu Naning.""Kalau Bu Yumna, adik saya sulu sebelum sakit pernah tau rumahnya. Waktu itu dia juga mencari informasi tentang pesugihan ini."Lalu Karyono menyodorkan secarik kertas pada Hamaz."Semoga kalian bisa menyelesaikan ini semua.""Iya, Pak. Kalau tidak selesai, semakin banyak korban yang berguguran. Termasuk Mbak Raisa dan Mas Delon yang juga ikut diteror makhluk itu.""Mumpung belum Maghrib, kita pulang dulu, Pak, Bu," ucap Raisa berpamitan.Hamaz mendekati Karyono."Tolong, Bapak adzan kan di setiap sudut rumah sebelum Maghri
"Raisaaa!" teriak Delon keras. Hingga lelaki tampan itu berlari kecil menghampiri."Ngapain kamu di sini? Mana gelap lagi. Ayo ke mobil!" Dari Suaranya terdengar Delon sedikit marah. "Kamu jangan suka jalan sendiri kayak tadi! Kalau ada apa-apa gimana?" sentak Delon."Ma-maaf, Mas Delon. Aku tadi dengar suara aneh.""Aneh gimana Mbak Raisa?"Hamaz berusaha menengahi kemarahan Delon."Serius Mas Hamaz. Aku dengar jendela mobil kayak ada yang ketuk-ketuk gitu. Awalnya aku biarin, ehhhh ... kok malah makin menjadi Mas. Suaranya pindah ke body samping. Malah lebih kenceng.""Iya, tapi kan enggak harus jalan sendirian ke tempat gelap kayak gitu. Kalau ada apa-apa gimana coba?" Tampaknya Delon masih belum bisa menghilangkan rasa kesalnya."Maaf, Mas Delon. Raisa enggak akan berbuat gitu lagi kok.""Maksud Mas Delon benar Mbak Raisa. Karena Mbak Raisa dua hari lalu sudah pernah dirasuki makhluk itu. Takutnya kejadian itu akan berulang
Setelah selesai menghabiskan semua makanan yang dipesan. Bergegas langkah mereka menuju mobil. Tampaknya Hamaz menggantikan posisi Delon."Saya lebih tahu medan jalannya Mas Delon. Enggak usah sungkan. Santai aja," ujar Hamaz."Memangnya dari sini masih jauh, Mas?" sahut Raisa."Ehmmm, enggak juga sih. Mungkin satu jam lah, kalau jalanan lancar, Mbak Raisa. Soalnya jalan memasuki arah gapura keraton Gunung K, jalannya agak sempit kita enggak bisa kencang-kencang.""Apa ... jalannya curam Mas Hamaz?" ."Enggak kok, Mas Delon. Malah pemandangannya bagus dan indah. Di sekelilingnya itu hutan pinus. Jadi aromanya segar sekali.""Wahhh, keren itu Mas Hamaz. Sayangnya malam ya. Enggak kelihatan apa-apa deh."Hamaz hanya tersenyum, menanggapi celoteh Raisa."Emang pengen lihat apa?""Yah, kan setidaknya pemandangannya itu loh Mas Delon.""Kadang di pinggiran jalan ada beberpa penjual. Tapi, kalau malam enggak terlalu ban