"Sepertinya kita akan cari di kuburan Bu Sapto, Pak," ujar Hamaz.
"Apaaaa?!" teriak warga hampir bersamaan.
Mendengar nama Bu Sapto membuat mereka mundur. Beberapa warga pun mengurungkan niat untuk menemani Harso mencari Raisa.
"Ka-kami akan temani Momoy di sini aja, Pak. Kalau ke kuburan Bu Sapto, terus terang kita enggak berani," bisik Pak RT. Disambut anggukan warga yang lain. Harso hanya bisa pasrah, sembari tatapan mata mengarah pada Delon dan Hamaz.
"Kita naik mobil saja ke sana Pak Harso. Lebih cepat kita berangkat lebih baik!" ajak Delon.
"Ba-baiklah, Pak Delon. Biar saya saja yang nyetir."
Delon memberikan kunci mobil pada Harso. Mereka bertiga akhirnya berangkat. Meninggal;kan Momoy bersama para tetangga.
"Apa mereka segitu takutnya dengan sosok Bu Sapto ini, Mas Delon?"
"Aku malah enggak paham Mas Hamaz. Mungkin Pak Harso lebih tau."
"Kayaknya sih begtitu. Wong saya ini sebenarnya jarang di ruma
Sosok wanita itu tampak mengenakan gaun sebatas lutut dengan lengan pendek. Seperti pakaian di era delapan puluhan. Semakin mmebuat Raisa mengernyit keheranan.'Aku harus mendekati dia. Aku harus tahu siapa sosok wanita itu!' batin Raisa, tanpa ada rasa takut."Semakin kamu ikut campur urusan ini. Hidup keluarga kamu dalam bahaya. Tadi hanya sebuah peringatan kecil untukmu, Raisa!" Dengan suara yang terdengar aneh. Seperti berbisik akan tetapi Raisa bisa memahaminya.Sontak ancaman itu membuat Raisa terhenyak. Kedua lutut Raisa seperti tak bisa bergerak. Terasa lemas seketika."Kamu, mengancam aku?" Suara Raisa terdengar lirih."Semakin kamu ikut campur urusan ini. Hidup keluarga kamu dalam bahaya. Tadi hanya sebuah peringatan kecil untukmu, Raisa!" Sosok wanita itu, kembali mengulangi ancamannya. Hal ini membuat Raisa sadar. Bahwa ancaman ini tidak main-main. Hal ini, sudah dibuktikan dengan kejadian kepala monye
Saat mobil akan keluar perbatasan desa. Tiba-tiba, Harso menginjak rem mendadak. Membuat yang lain sampai tersentak. Dan hampir mebentur jok di depan mereka."Aaaarghh!"Serempak mereka berteriak karena terkejut."Ada apa Pak Harso?" tanya Delon heran.Pandangan matanya memicing ke arah Harso, yang bungkam sejuta kata."Pak!" ulang Delon."Ada apa Pak?" teriak Raisa dari arah belakang."A-apa kalian enggak lihat yang tadi melintas?" Harso malah balik tanya pada mereka."Memangnya apa Pak? Saya sedari tadi lihat depan enggak kelihatan apa-apa," jawab Delon semakin keheranan. Seketika raut wajah Harso berubah memucat. Berulang kali dia meraba tengkuknya. "Sepertinya apa yang tadi dilihat Mbak Dian sedang ikuti kita sekarang."Sontak mereka terdiam. Dengan mata yang saling berpandangan. Lalu, Raisa melihat ke arah Dian yang terus menunduk."Kamu kenapa Mbak?""Itu, Sa!" Tangannya menunjuk ke arah
"Po-pocong itu aku?" Raisa menghadap pada Dian, yang masih ketakutan. Tubuhnya sampai bergetar hebat. "Ja-jadi, pocong itu aku Mbak?" ulang Raisa. Suaranya bagai tercekat. Serak dan tak jelas."Pasti Dian salah! Kamu enggak mungkin melihat pocong itu Dian!" bentak Harso tak terima.Dian pun menangis sesenggukkan. Tak ada yang percaya dengan apa yang dia katakan."Saya enggak ngarang, Pak. Saya benar-benar lihat!"Saat terjadi pedebatan dalam mobil. Delon seperti melihat sebuah bayangan wanita yang melintas. Terlihat dari sorot cahaya lampu kota."Kalian lihat itu!" teriak Delon sembari menunjuk arah luar jendela."Saya enggak lihat apa-apa," tandas Harso."Memangnya Mas Delon lihat apa?" tanya Raisa."Ada cewek lewat depan mobil barusan."Raisa terdiam. Dia teringat pada seseorang yang tadi mengancam dirinya. Dan dalam waktu yang bersamaan. Harso mencoba menginjak gas. Ternyata mobil mulai bergerak dalam kecepatan se
Penjelasan yang diberikan Delon. Ternyata tak membuat para tetangga itu langsung pulang. Mereka semakin penasaran. Apa yang telah terjadi?Kasak kusuk tentang Bu Sapto yang kian menghantui semakin santer. Saat malam semnakin larut. Orang-orang pun mulai pulang ke rumah masing-masing.Di ruang belakang yang bersebelahan dengan ruang makan dan dapur. Dian sibuk mebuatkan kopi dan mis instan untuk mereka. Terlihat Raisa sudah bisa menguasai dirinya. Berbeda dengan Harso yang masih syok berat."Mbak Raisa, Bapak sebaiknya beri minum air putih ini biar tenang. Suruh baca-baca doa ya Mbak.""Baik, Mas."Waktu pun menunjukkan pukul satu malam. Momoy sudah terlelap. Begitu juga dengan Harso. Tinggal Raisa dan yang lain. Mereka tengah berbincang mengenai kejadian ini."Mbak, Momoy udah pulas?""Udah, Raisa. Cuman dia tadi sempat cerita. Waktu kita buang bungkusan itu ke tempat pembuangan sampah. Dia keluar rumah. Menurut si Momoy. Di luar itu
Delon kembali melihat pada Hamaz."Aku sih terserah sama Mas Hamaz saja, Sa.""Tapi, enggak ada AC di sini Mas Delon.""Aku ini sebelum bantu Papa. Seorang traveler, Sa. Enggak kaget. Jadi, terserah sama Mas Hamaz saja."Hamaz mengangguk tanda sepakat."Kita bermalam di sini saja, Mas. Enggak apa-apa kok."Raisa terlihat senang."Mbak Raisa! Coba lihat Pak Harso di kamar!""Baik, Mas."Segera Raisa bangkit. Dia membuka pintu kamar dan melihat Harso yang sudah terlelap."Alhamdulillah," ucap Raisa berbisik. Lalu gadis itu kembali pada Delon dan Hamaz. Dia dudu sambil bersandar pada dinding. "Sebenarnya ada kejadian lagi, yang bikin aku sampai sekarang masih kepikiran, Mas.""Apa itu, Mbak?""Sewaktu di kuburan. Aku ngelihat seorang wanita. Dia awalnya ngelihat aku terus. Lalu aku deketin lah dia. Apa yang wanita itu bilang?" Raisa menghentikan kalimatnya. Seraya memperhatikan Hamaz dan Delon."
Karjo terdiam."Tadi sempat saya foto, Mas. Habis telepon saya kirim.""Ya, udah Pak. Kirim sekarang fotonya!"Segera Karjo menutup teleponnya. Tak lama terdengar bunyi pesan masuk. Hamaz dan Raisa yang melihat Delon, tertegun penasaran."Ada apa, Mas Delon?" tanya Raisa tak sabar."Bentar, Sa!"Delon membuka foto yang baru saja dikirim oleh penjaga rumahnya. Dia melihat cermin itu seperti bertuliskan 'Jangan ikut campur!' Kemudian, Delon memperlihatkan pada Raisa dan Hamaz."Jangan ikut campur," desis Raisa."Sepertinya dia juga mengancam Mas Delon.""Padahal dulu, sosok Bu Sapto ini malah minta bantuan untuk diputuskan ikatan pesugihannya. Kenapa sekarang dia maah mengancam?""Ini hanya tipu daya mereka, Mas Delon. Kita harus segera selesaikan semua akan lebih baik. Semoga saja Mbok Yumna mau bekerjasama dengan kita. Dia yang mengetahui sejarah tentang keluarga Bu Sapto. Serta rumah itu!"
Kedua gadis itu hanya terdiam. Lama-lama keduanya mengayunkan kedua tangan. Sembari tersenyum lebar. Lebih tepatnya menyeringai. Dan hanya dalam sekejap, kedua gadis itu sudah berada di balik jendela kamar."Raisaaa ... Raisaaa!""Aaaarghhhh!" Seketika dia menutup mulutnya. Tanpa bisa bergerak, Raisa hanya bisa tercengang melihat dua sosok itu.Namun, tak ada ketakutan. Mereka berdua seperti sedang bersedih. Saat memandang Raisa. Seperti ada yang ingin diungkapkan."Si-siapa kalian ini?""Raisaaa! Tolong ... tolong kami. Tolong ... tolong!"'Ke-kenapa mereka meminta tolong ke aku? Siapa mereka ini? Apa--'Raisa tak meneruskan kalimat dalam hatinya. Dia menolak pikirannya yang membisikkan dua buah nama. Nama yang selalu mengisi kehidupannya. Beberapa hari terakhir belakangan ini. Dua nama yang masih menjadi sebuah misteri."Haaahhh!"Raisa menghela napas panjang. Seraya menggel
"Kalau aku behenti, Pak. Mereka akan senang. Karena ini yang mereka inginkan.""Mereka siapa?" Suara Harso terkesan berat. Dia tak mengerti apa yang telah menimpa anak gadisnya ini. "Katakan, Sa! Siapa mereka ini?"Sulit bagi Raisa untuk langsung menceritakan semua. Dia hanya mengambil garis besarnya saja."Katakan, Sa! Siapa mereka ini?" desak Harso penasaran."Mereka adalah orang-orang yang masih meneruskan pesugihan itu Pak. Semenjak Bu Sapto meninggal, ternyata pesugihan itu masih terus berjalan. Dan ini enggak mungkin berjalan dengan sendirinya. Karena ikatan perjanjian itu, komunikasi manusia dengan makhluk alam ghoib."Mendengar celoteh Raisa, anak gadisnya. Yang kian memahami apa yang tengah terjadi. Membuat Harso tertegun dalam waktu sekian detik. Tatap matanya tak beralih sedikit pun dari Raisa."Kalau kamu enggak menghancurkan ikatan pesugihan itu?""Bapak pasti dengar 'kan? Tentang orang-orang yang sering mengalami kecelak