“Lily!” panggil Flora.
“Ya, ada apa, Flo? Apakah acara pertukaran cincin akan segera di mulai?” sahut Lily tersentak saat mendengarkan panggilan dari temannya Flora Amarissa Gusman yang tak lain adalah adik kandung dari Verell.
“Tukar cincin bagaimana? Kamu gak lihat Anggrek kabur barusan?” tukas Flora yang menujuk ke arah Verell yang sedang tergesa-gesa mengejar tunangannya.
“Why? Sejak kapan Anggrek lari?” tanya Lily penasaran.
“Makanya, Ly. Jangan kebanyakan melamun jadi ketinggalan informasi kan?” tukas Flora yang mencubit ujung hidungnya. “Lagi pula, bukannya bagus ya kalau Anggrek kabur dan pertunangan akan segera dibatalkan.” sambung Flora tertawa.
“Huss! Jangan ngomong gitu, kasihan kakak kamu, Flo.” Lily membantah ucapan Flora.
“Habisnya aku gak setuju kalau kak Verell pacaran sama Anggrek. Dia bukanlah gadis yang baik, aku tahu bagaimana sikapnya.” rutuk gadis bertubuh jenjang itu dengan penuh amarah. Seperti menaruh dendam terhadap calon kakak iparnya itu. “Ly, kamu masih cinta kan sama kak Verell?” Flora menggenggam erat tangan gadis di depannya itu dan menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Iya, tapi aku gak bisa egois. Bukankah Anggrek menderita penyakit yang serius, dan sebagai pemintaan terakhirnya dia ingin bahagia bersama Verell, jadi aku harus rela, Flo. Aku gak mau egois.” sahut Lily dengan mata yang berkaca-kaca.
“What? Anggrek bilang dia sakit?”
Flora terperangah ketika mendengar ucapan gadis yang berada di depannya itu, gadis bertubuh jenjang itu seakan terkejut dan menggelengkan kepalanya. Seolah tak percaya dengan ucapan Lily, gadis itu memengang kedua pundak Lily dan menatapnya dengan tatapan tajam.
“Bo–hong! Aku tahu siapa gadis yang bernama Servita Anggraini itu, dia adalah mantan sahabatku. Aku gak terima jika memang benar niatnya mau menghancurkan hubungan kalian! Cukup hubunganku saja yang di hancurkan.” tukas Flora dan menurunkan tangannya dari pundak Lily.
“Tapi, kenapa dia menghancurkan hubungan orang lain? Apa untungnya buat dia?” Lily melontarkan pertanyaan kepada sahabatnya itu. Seakan tak percaya dengan setiap kata-kata yang di ucapkan oleh sahabatnya.
“Popularitas, bisa jadi. Kita tidak pernah tahu apa maksudnya.”
Perkataan gadis yang berada di depannya itu semakin membuatnya penasaran akan tentang Anggrek sebenarnya. Lily merasa bahwa ada sesuatu yang di tutupi oleh Flora, tapi gadis itu memilih untuk diam saja dan tak ingin mendesak Flora dengan berbagai pertanyaan yang telah mengelabui pikirannya saat itu.
“Aku tahu kamu menutupi sesuatu dariku, tapi apa?”
Lily bergelut dengan pikirannya sendiri hingga akhirnya dia memutuskan untuk berlari menyusul Verell. Gadis itu berlari secepat mungkin untuk menyusul langkah mantan kekasihnya. Saat tiba di jalan raya, gadis itu melihat mantan kekasihnya itu tengah beradu mulut dengan Anggrek–tunangannya.
“Mau kamu apa sebenarnya? Setelah aku berusaha belajar mencintaimu, tapi kamu malah membatalkan pertunangan ini. Apa yang membuatmu berubah pikiran?” Verell mendesaknya dan menguncang tubuh Anggrek agar menjawab semua pertanyaannya.
“Anggrek! Please answer!” sambung Verell.
“Cukup, Verell. Cukup!” bentak Anggrek lalu menepis kedua tangan Verell dengan kasar.
“Sebenarnya aku tidak pernah mencintaimu! Aku menjadikan kamu sebagai alat balas dendam saja! Semua ini salah Leon sahabatmu!” gadis itu kembali membentak Verell, dengan isak tangis yang mewakili setiap ucapannya, akhirnya membuat gadis itu lemah hingga terduduk di jalanan.
“Kenapa harus aku, Anggrek. Aku bahkan gak pernah tahu salahku apa?!” tukas Verell yang mengepalkan tangannya dan melampiaskan ke sebuah mobil yang terparkir di tepi jalan.
Cuaca tampak mendung kala itu, menandakan sebentar lagi hujan akan turun. Susana langit semakin kelam seperti hati sepasang kekasih yang kini sedang bergelut dengan rasa sedihnya, terhadap satu sama lain.
“Ini bukan salah kamu, apalagi mantan kekasihmu–Lyli. Dia adalah gadis yang baik. Maka dari itulah, aku memutuskan untuk berhenti menyakitinya.” sahut Anggrek yang masih saja menangis. Gadis itu menyesal karena menyakiti seseorang yang tak bersalah.
“Simpan saja penyesalanmu! Kamu telah menghancurkan hubunganku dengan Lily, aku minta sekarang kamu pergi dan jangan munculkan lagi wajahmu di depanku!” bentak Verell yang masih berusaha untuk mengontrol emosinya.
“Baik, Verell. Aku akan pergi dan kamu harus tahu, bahwa aku akan menebus semua kesalahanku pada Lily.” Anggrek bangkit dari duduknya, dan menghampiri mobil miliknya yang terparkir di tepi jalan raya.
“Leon? Sebenarnya ada apa ini?” Lily masih saja bergelut dengan pikirannya sendiri. Gadis itu masih mengintip mantan kekasihnya yang terus saja berteriak kesal terhadap Anggrek yang sekarang statusnya sudah menjadi mantan tunangan.
“Oh, Tuhan!” teriak Verell dengan mengangkat kedua tangannya.
“Apa salahku? Mengapa ini semua terjadi kepada hubunganku dan Lily?” pria itu berteriak lalu bersandar di bahu mobil yang terparkir di pinggir jalan.
Rintik hujan perlahan turun mengguyur bumi, membasahi tubuh pria berbadan kurus itu. Verell bersandar di bahu mobil seolah sedang meratapi nasibnya. Sementara Lily hanya menatapnya dari kejauhan dan tak berani menghampirinya.
“Verell, kasihan sekali nasibmu.” lirihnya, gadis itu segera menghampiri mobilnya yang berada di barisan kedua dari tempat dia berdiri. Lily segera masuk ke dalam mobil pribadinya dan mencari payung kesayangannya untuk melindungi tubuh Verell dari guyuran hujan. Setelah mendapatkan payung yang dia cari, gadis itu keluar dari mobil dan segera berlari menghampiri Verell yang kini berada di bawah guyuran hujan.
“Rel, kita pulang yuk!” ajak Lily. Sebenarnya Lily sangat takut menyapa Verell setelah dia menyaksikan pertunjukan beberapa menit yang lalu. Dia takut pria bertubuh kurus itu akan membentaknya seperti dia sudah membentak mantan tunangannya. Namun, Lily salah besar, pria itu bangkit dan malah memeluknya dengan erat.
“Lily, maafkan aku. Semua ini bukanlah kehendakku, aku terpaksa memutuskan hubungan kita karena kamu yang memintanya dan sekarang ...” Verell menggantungkan ucapannya seolah berat untuk meneruskannya.
“Sudahlah, Verell. Aku gak marah sama kamu.” sahut Lily.
Gadis itu tersenyum saat mendengar ucapan mantan kekasihnya. Dia masih memegang payung dengan erat, agar tubuh mereka terhindar dari guyuran hujan. Perlahan Verell melepaskan pelukannya dan menatap mata gadis itu dengan tatapan yang penuh arti. Membaut gadis itu semakin gugup dan menelan saliva. Tatapan Verell benar-benar membuatnya gugup hingga wajahnya memerah.
“Lily.” panggil Verell pelan.
“Iy–iya, Verell. Ada apa?” tanya Lily gugup.
“Masihkan ada cintamu untukku?”
Satu pertanyaan yang membuat Lily bungkam, perlahan gadis itu menolak tubuh pria yang berdiri di hadapannya itu sehingga membentang jarak yang cukup jauh di antara mereka. Di bawah guyuran hujan mereka saling menatap dan meluahkan isi hati usai kejadian beberapa tahun yang lalu. Sebelum Lily menemukan Rangga kekasih barunya. Namun, mereka rela berkomitmen untuk menjalin hubungan jarak jauh, karena Rangga harus pindah di luar kota, sebagai owner rumah sakit Raly Hospital, pasti membuatnya semakin sibuk. Mau tak mau mereka harus bisa membuat komitmen dan memilih untuk tetap mempertahankan hubungan mereka. Baik Rangga maupun Lily selalu setia menjaga cinta mereka, tanpa ada niat untuk mendua.
“Maaf, Rel. Tapi aku gak bisa.” sahut Lily.
“Kenapa, Ly? Apa karena kekasihmu?” tanya Verell dengan mata yang berkaca-kaca.
“Iya, aku sangat mencintainya dan gak mau mengkhianatinya.”
“Baik, mungkin ini terlalu cepat untuk kita, Ly. Tapi harus kamu tahu, aku akan selalu setia menunggumu. Aku tak mau kehilangan kamu.” ucap Verell.
Seketika petir menggelegar dan hujan pun semakin deras mengguyur bumi. Refleks Lily langsung memeluk tubuh mantan kekasihnya itu, gadis itu merasa aman saat berada di dalam pelukan sang mantan. Membuat Lily semakin larut dalam kenangan masa lalunya saat masih menjalin hubungan bersama Verell.
“Ya Tuhan, mengapa rasanya nyaman sekali? Bahkan kenangan itu tak pernah hilang dalam ingatanku.” Lily memeluk tubuhnya dengan erat, tanpa sadar dia menjatuhkan air matanya, dia semakin larut dalam kenangan masa lalunya, begitupun dengan Verell yang merasa nyaman saat bersamanya.*** Flashback“Sayang, kamu kemana aja sih?”
Lily menggerutu karena Verell telat menemuinya, pria itu hanya tersenyum dan mengecup keningnya. “Maaf ya, Sayang. Tadi aku lagi ketemuan sama Leon, jangan marah dong, nanti cantiknya berkurang.” godanya seraya mencubit ujung hidung Lily.
“Benar, ketemuan sama Leon bukan gadis lain?” desak Lily.
“Iya, Sayang. Mana mungkin aku bisa berpaling ke lain hati, kekasihku ini adalah gadis populer dan cantik. Mana mungkin aku bisa berpaling dari gadis lain.” sahut Verell yang mengacak rambut kekasihnya.
“Ih, jangan diberantikin dong rambutku. Ini butuh waktu lama untuk menatanya. Kamu malah membuatnya berantakan.” rutuknya seraya menepis tangan Verell.
“Ya ampun, masih marah aja sih.” ledek Verell yang mengerucutkan bibirnya menyerupai bibir Lily saat itu. “Senyum dong, jangan cemberut, jelek.” Verell menyentuh kedua sisi bibirnya dan membentuk sebuah senyuman.
“Nah, begini dong. Kamu makin cantik aja kalau senyum.”
Verell melayangkan kecupan tepat di kening kekasihnya dan mereka melangkah menuju mobil sport bewarna hitam milik Verell. Sepanjang perjalanan mereka terus saja mengumbar kemesraan, sehingga menyita mahasiswa–mahasiswi yang berada di sepanjang koridor kampus. Semua perhatian tertuju kepada dua sejoli itu.
Sementara Anggrek terus bergelut dalam kesedihan saat menyaksikan Leon memukul kekasihnya hingga babak belur, saat bersamaan Flora berada di tempat yang sama dan melihat kekasihnya yang sedang menghajar Andre hingga akhirnya Andre terjungkang ke tanah. Cairan merah terus mengalir di kepalanya, karena Leon membanting tubuhnya di tembok hingga sudut tembok berhasil melukai bagian kepalanya.
Anggrek hanya mampu menangis tanpa bisa berbuat apa-apa, karena Leon telah mengancamnya lebih dulu. Dengan sadis pasangan kekasih itu pergi tanpa merasa berdosa sedikitpun. Anggrek mengepalkan tangannya, akhirnya dia meluapkan emosinya dengan sigap dia menarik pergelangan tangan Flora dan memelintirnya, gadis itu terlihat sangat marah dan menaruh dendam kepadanya, mengapa Flora tega menyakiti sehabatanya sendiri?
“Le–Leon!” teriak Flora terbata-bata.
“Diam!” bentak Anggrek.
Seketika Flora langsung terdiam dan menelan salivanya, gadis itu sangat takut ketika melihat wajah sahabatnya itu. Sebelumnya gadis itu tak pernah melakukan kekerasan terhadap siapapun.
“Hey! Lepaskan kekasihku.” teriak Leon.
Mendengar perintah Leon, gadis itu pun melempar tubuh kurus Flora dengan penuh amarah, dengan berani dia mengancam dua sejoli itu hingga membuat Flora bergeming dengan kata-katanya.
“Kalian ingat baik-baik, aku tidak akan pernah tinggal diam. Suatu saat nanti aku akan membalas perbuatan kalian.” ancam Anggrek seraya menunjuk-nunjuk ke arah mereka. Perlahan gadis itu semakin mendekat, hingga membuat Leon jengah dan mendorongnya dengan kasar.
“Silahkan! Aku gak pernah takut.” tukas Leon, pria itu menarik pengelangan tangan kekasihnya dan berlalu pergi meninggalkan Anggrek dan kekasihnya yang sudah terbaring lemah tak berdaya.
Gadis itu menangis, air mata tak henti-hentinya membasahi pipi. Akhirnya membuat dia tersadar dengan keadaan kekasihnya dan berada di belakang punggungnya. Anggrek menyeka air matanya di setiap sudut. Gadis itu menghampiri kekasihnya yang sudah terbaring lemah dan mengeluarkan banyak darah di kepalanya.
“Andre, maafin aku karena tak bisa membelamu.” ucap gadis malang itu, dia mengangkat kepala Andre dan meletakkan di pangkuannya, gadis itu terus saja menyuruh kekasihnya agar tetap bertahan hingga dirinya mendapatkan pertolongan. “Sayang, aku mohon bertahanlah. Aku akan segera mencari bantuan.” titah Anggrek.
“Sa–yang, terima kasih.”
Andre mengembuskan napas terakhir, gadis itu menangis histeris saat menyaksikan kepergian kekasihnya itu. Sakit di tubuhnya seakan tak di rasakan lagi olehnya, tak sebanding dengan perih yang menusuk hatinya. Bagaikan tersambar petir kala melihat jasad yang terbujur kaku di pangkuannya. Gadis itu kembali mengepalkan tangannya dengan penuh amarah. Dia berjanji akan membalaskan dendam kekasihnya itu.
“Aku berjanji, Sayang. Aku akan membalas semua ini, aku ingin mereka juga merasakan apa yang kita rasakan saat ini,” ucap Anggrek dengan penuh penekanan.
Langit seketika menjadi gelap, mentari bersembunyi dibalik awan hingga membuat suasana seketika meredup. Gadis itu berteriak dan memukuli tanah, dia berusaha melampiaskan rasa sakit hatinya.
“Leon! Aku akan membalaskan dendam kekasihku! Kalian lihat saja nanti!” teriaknya.
Flora tersentak saat menyaksikan turunnya hujan kala itu, gadis itu sedikit takut kala teringat ancaman dari Anggrek–sahabatnya. Sehingga membuatnya terdiam dan tak menjawab pertanyaan kekasihnya yang sedari tadi terus mempertanyakan keadaannya.
“Sayang!” Leon melambaikan tangannya tepat di wajah kekasihnya.
“Eh, maaf. Aku kepikiran dengan ancaman Anggrek, Sayang.” Flora tersentak, wajahnya terlihat pucat saat menjawab panggilan dari kekasihnya.
“Jangan takut, Sayang. Gadis lemah seperti itu mana bisa melakukan apapun.”
“Tapi–” ucapannya terpotong saat Leon menempelkan telunjuknya tepat di bibir kekasihnya, hingga akhirnya membuat Flora terdiam.
“Sudah, aku gak mau mendengar apapun.” lanjut Leon yang tersenyum pada kekasihnya, kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat yang sudah mereka janjikan sebelumnya.
“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku takut jika Anggrek benar-benar serius dengan ancamannya.” Flora bermonolog, gadis itu terus bergelut dengan pikirannya sendiri. Dia mencoba menenangkan pikiran dengan memutar musik. Berharap dengan cara Flora bisa melupakan ancaman Anggrek dan menganggap hal itu tidak serius.
Dreettt ...
Dering ponsel Leon, pria itu segera menyambar ponselnya karena takut jika nanti Flora melihat isi pesan dari selingkuhannya. Leon segera membuka pesan yang terkirim dari via W******p. Seketika wajah Leon berubah menjadi pucat kala melihat foto yang dikirimkan oleh Anggrek. Di mana jasad Andre telah terbujur kaku, selain mengirimkan foto, gadis itu juga mengancamnya, hingga membuat Leon melepaskan ponselnya dan membuat Flora kaget lalu mengambilnya.“Sayang!” teriak Leon panik.
“Iya! Ada apa?” Flora terperangah, gadis itu tampak ketakutan dengan apa yang telah dia lihat di ponsel kekasihnya saat itu. Flora ketakutan saat melihat foto jasad Andre yang berlumuran darah karena perbuatan kekasihnya karena ketakutan dan menyalahkan kekasihnya.
“Ada apa, Sayang? Kamu terlihat ketakutan.”
“Jelas, coba kamu jelaskan tentang ini.” Flora memperlihatkan isi chat tersebut, dan hal itu membuatnya sangat stres. “Andre meninggal karena ulah kamu!” bentak Flora.
“Kenapa harus menyalahkan aku? Kamu juga turut hadir di lokasi kejadian ingat itu! Jadi jangan macam-macam!” ancam Leon.
Hingga akhirnya membuat mereka beradu mulut, tanpa sengaja Leon menginjak rem secara mendadak hingga mereka pun terbentur di dashboard mobil. Beruntung mereka masih selamat dari malapetaka. Meskipun baru saja bertengkar, tak membuat Leon marah pada kekasih yang sangat di cintai ya itu. Justru dia malah mencemaskan keadaan kekasihnya itu.
“Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Leon.
Pria itu menarik tubuhnya hingga terjatuh dalam pelukannya. Flora hanya bergeming dan terus menatap ke arah depan, gadis itu benar-benar ketakutan saat mengalami beberapa kejadian yanh sangat menakutkan.
“Sayang, kamu jangan takut, ada aku di sini.” sambung Leon.
Sementara Anggrek menangis meratapi nasibnya, gadis itu menenggelamkan wajahnya di bawah batu nisan yang tertulis nama kekasihnya. Anggrek meremas tanah kuburan dan menenggelamkan wajahnya di sana. “Sayang, mengapa kamu ninggalin aku?” ucap gadis itu dengan deraian air mata yang membasahi pipinya. Gadis itu larut dalam kesedihannya, dia mulai menyusun strategi untuk membalaskan rasa sakit hatinya. “Sudah, Nak. Ayo kita pulang, gak baik jika kamu terus larut dalam kesedihan. Mama yakin hal tersebut pasti membuat Andre semakin sedih, Nak.” bujuk Renata–mama mendiang Andre. Wanita paruh baya itu turut meneteskan air matanya saat melihat gadis itu meratapi kepergian sang putra. Anggrek segera bangun dan meraih tangan Renata, mereka menghampiri mobil yang di parkirkan di tepi jalan. Gadis itu mengiringi langkah Renata sehingga membawanya sampai di depan mobil mewah milik Renata. Di sepanjang perjalanan gadis itu hanya menangis kala mengingat masa-masa terindah saat bersama kekasihnya.
“Tidak, Anna! Aku memang sudah gak cinta sama kamu, secepatnya aku akan menikahi Cintya calon istriku!” tukas Rusdy, pria itu sepertinya sudah di hasut oleh Cintya sehingga membuatnya menjadi egois seketika. “Baik, Mas. Aku terima keputusanmu, jangan pernah lagi kamu minta balik sama aku saat wanita itu kembali mencari mangsa dengan pria di luar sana. Aku tahu siapa dia, Mas. Aku akan pergi dan membawa putri kita,” ucap Anna dengan suara tersendat-sendat. “Silahkan saja! Tapi tinggalkan rumahku, karena rumah itu akan jatuh ke tangan Cintya, yang sebentar lagi akan menjadi istri satu-satunya.” sahut Rusdy. “Mas, kita jalan-jalan sekarang yuk, gerah di sini.” bisik Cintya yang menatap sinis ke arah Anna, wanita itu menggandeng mesra tangannya dan bergelayutan manja, membuat Anna dan putrinya semakin jijik melihatnya. Anggrek terus saja menunggu kepergian mamanya agar dapat melabrak wanita itu. “Ayo, Sayang.” sahut Rusdy dengan nada lembut. Cintya menabrak tubuh Anna dengan sengaja,
“Aw!” teriak Lily, seraya memegang tangannya yang sakit karena cengkraman tangan wanita paruh baya yang berdiri di depannya. Dengan kasar Anna melemparkan pergelangan tangan gadis itu dan mengencam gadis itu agar menjauhi Verell. “Dengar ya, Lily. Kamu harus bisa merelakan Varell untuk putriku, atau kamu akan tahu sendiri akibatnya! Saya akan membuat hidupmu menderita!” Anna menatap nanar gadis itu dan melontarkan ancaman. “Ta–tapi, Tante.” Lily menggantungkan ucapannya dan tak berani melanjutkannya, karena dia sangat takut ketika melihat raut wajah Anna yang sedang melototinya. “Lily mohon, kasi Lily waktu untuk berpikir. Lily masih mencintai Verell, Tante.” lirih gadis itu. “Dengar ya, Lily. Tante kasi kamu waktu satu minggu untuk melupakan Verell, setelah itu tante tidak mau menerima alasan apapun,” bentak Anna dan lalu meninggalkan gadis itu. “Ba–baik, Tante.” ucap Lily. Gadia itu menatap kepergian Anna, dia sangat sedih karena harus merelakan mantan kekasihnya itu. Tapi dia
“Iya, aku serius, Dan.” sahut Verell.“Tapi kenapa, Rel? Kok dadakan gini putusnya? Apakah ini penyebab kecelakaan Anggrek? Bisa jadi kan?” tanya Dany curiga.“Jadi kamu nuduh aku? Serius aku gak tahu apa-apa, Dan! Jangan asal bicara kamu,” sahut Verell yang sedikit menekan nada bicaranya, seolah tak terima dengan tudingan yang di lontarkan oleh Dany sahabatnya itu.“Bu–bukan nuduh, Rel. Aku kan cuma nanya aja.” sahut Dany.“Ya sudah, beneran gak mau uang? Tumben, biasanya walaupun anak orang tajir aku di morotin terus.” gumam Verell yang kembali menyimpan uangnya. “Tapi kan kali ini beda keadaan, Rel.” Dany cengengesan. “Cengengesan mulu, ntar masuk lalat.” Verell menggerutu, pria itu masih merasa jengkel terhadap Dany yang kini berdiri di hadapannya. “Jangan jengkel terus, cepat tua. Mending uangnya kita sumbangkan ke Leon deh, kasihan dia, kan perusahaan papanya udah bangkrut. Belum lagi mamanya di rawat di rumah sakit jiwa, sebagai sahabat kita harus selalu ada untuk dia.” sara
“Flora! Ada apa?” tanya sang mama yang baru saja menaiki anak tangga dan di dampingi Alexandria Gusman, para asisten juga memperhatikannya di sudut ruangan. Mereka mendapat tugas dari pemilik rumah untuk memajang foto keluarga di lantai dua.“Sakit, Ma. Kejedot pintu,” sahut Flora cengengesan.“Ma Syaa Allah, ini sudah yang kesekian kalinya kamu kejedot pintu, Nak. Lain kali kalau jalan harus hati-hati, biar gak kejedot lagi.” ledek sang mama dan di temani dengan suara tawa dari sang papa yang berada di sampingnya sang mama.“Benar tuh kata mama, Dek.” sambung Rangga yang mencubit ujung hidungnya, “Nah, lain kali kalau jalan, mata sama kakinya di gunakan dengan baik ya.” sahut sang kakak yang mencubit ujung hidungnya.“Hm, jangan di marahin dong, bantuin!” sahut Flora yang mengulurkan tangannya, pertanda bahwa dia meminta sang kakak membantunya bangun dari duduknya.“Dih, siapa yang marahi, Flora?” ucap Rangga gemas, lalu mengulurkan tangannya dan membantu adiknya untuk kembali berdir
“Flora! Ada apa?” tanya sang mama yang baru saja menaiki anak tangga dan di dampingi Alexandria Gusman, para asisten juga memperhatikannya di sudut ruangan. Mereka mendapat tugas dari pemilik rumah untuk memajang foto keluarga di lantai dua.“Sakit, Ma. Kejedot pintu,” sahut Flora cengengesan.“Ma Syaa Allah, ini sudah yang kesekian kalinya kamu kejedot pintu, Nak. Lain kali kalau jalan harus hati-hati, biar gak kejedot lagi.” ledek sang mama dan di temani dengan suara tawa dari sang papa yang berada di sampingnya sang mama.“Benar tuh kata mama, Dek.” sambung Rangga yang mencubit ujung hidungnya, “Nah, lain kali kalau jalan, mata sama kakinya di gunakan dengan baik ya.” sahut sang kakak yang mencubit ujung hidungnya.“Hm, jangan di marahin dong, bantuin!” sahut Flora yang mengulurkan tangannya, pertanda bahwa dia meminta sang kakak membantunya bangun dari duduknya.“Dih, siapa yang marahi, Flora?” ucap Rangga gemas, lalu mengulurkan tangannya dan membantu adiknya untuk kembali berdir
“Iya, aku serius, Dan.” sahut Verell.“Tapi kenapa, Rel? Kok dadakan gini putusnya? Apakah ini penyebab kecelakaan Anggrek? Bisa jadi kan?” tanya Dany curiga.“Jadi kamu nuduh aku? Serius aku gak tahu apa-apa, Dan! Jangan asal bicara kamu,” sahut Verell yang sedikit menekan nada bicaranya, seolah tak terima dengan tudingan yang di lontarkan oleh Dany sahabatnya itu.“Bu–bukan nuduh, Rel. Aku kan cuma nanya aja.” sahut Dany.“Ya sudah, beneran gak mau uang? Tumben, biasanya walaupun anak orang tajir aku di morotin terus.” gumam Verell yang kembali menyimpan uangnya. “Tapi kan kali ini beda keadaan, Rel.” Dany cengengesan. “Cengengesan mulu, ntar masuk lalat.” Verell menggerutu, pria itu masih merasa jengkel terhadap Dany yang kini berdiri di hadapannya. “Jangan jengkel terus, cepat tua. Mending uangnya kita sumbangkan ke Leon deh, kasihan dia, kan perusahaan papanya udah bangkrut. Belum lagi mamanya di rawat di rumah sakit jiwa, sebagai sahabat kita harus selalu ada untuk dia.” sara
“Aw!” teriak Lily, seraya memegang tangannya yang sakit karena cengkraman tangan wanita paruh baya yang berdiri di depannya. Dengan kasar Anna melemparkan pergelangan tangan gadis itu dan mengencam gadis itu agar menjauhi Verell. “Dengar ya, Lily. Kamu harus bisa merelakan Varell untuk putriku, atau kamu akan tahu sendiri akibatnya! Saya akan membuat hidupmu menderita!” Anna menatap nanar gadis itu dan melontarkan ancaman. “Ta–tapi, Tante.” Lily menggantungkan ucapannya dan tak berani melanjutkannya, karena dia sangat takut ketika melihat raut wajah Anna yang sedang melototinya. “Lily mohon, kasi Lily waktu untuk berpikir. Lily masih mencintai Verell, Tante.” lirih gadis itu. “Dengar ya, Lily. Tante kasi kamu waktu satu minggu untuk melupakan Verell, setelah itu tante tidak mau menerima alasan apapun,” bentak Anna dan lalu meninggalkan gadis itu. “Ba–baik, Tante.” ucap Lily. Gadia itu menatap kepergian Anna, dia sangat sedih karena harus merelakan mantan kekasihnya itu. Tapi dia
“Tidak, Anna! Aku memang sudah gak cinta sama kamu, secepatnya aku akan menikahi Cintya calon istriku!” tukas Rusdy, pria itu sepertinya sudah di hasut oleh Cintya sehingga membuatnya menjadi egois seketika. “Baik, Mas. Aku terima keputusanmu, jangan pernah lagi kamu minta balik sama aku saat wanita itu kembali mencari mangsa dengan pria di luar sana. Aku tahu siapa dia, Mas. Aku akan pergi dan membawa putri kita,” ucap Anna dengan suara tersendat-sendat. “Silahkan saja! Tapi tinggalkan rumahku, karena rumah itu akan jatuh ke tangan Cintya, yang sebentar lagi akan menjadi istri satu-satunya.” sahut Rusdy. “Mas, kita jalan-jalan sekarang yuk, gerah di sini.” bisik Cintya yang menatap sinis ke arah Anna, wanita itu menggandeng mesra tangannya dan bergelayutan manja, membuat Anna dan putrinya semakin jijik melihatnya. Anggrek terus saja menunggu kepergian mamanya agar dapat melabrak wanita itu. “Ayo, Sayang.” sahut Rusdy dengan nada lembut. Cintya menabrak tubuh Anna dengan sengaja,
Sementara Anggrek menangis meratapi nasibnya, gadis itu menenggelamkan wajahnya di bawah batu nisan yang tertulis nama kekasihnya. Anggrek meremas tanah kuburan dan menenggelamkan wajahnya di sana. “Sayang, mengapa kamu ninggalin aku?” ucap gadis itu dengan deraian air mata yang membasahi pipinya. Gadis itu larut dalam kesedihannya, dia mulai menyusun strategi untuk membalaskan rasa sakit hatinya. “Sudah, Nak. Ayo kita pulang, gak baik jika kamu terus larut dalam kesedihan. Mama yakin hal tersebut pasti membuat Andre semakin sedih, Nak.” bujuk Renata–mama mendiang Andre. Wanita paruh baya itu turut meneteskan air matanya saat melihat gadis itu meratapi kepergian sang putra. Anggrek segera bangun dan meraih tangan Renata, mereka menghampiri mobil yang di parkirkan di tepi jalan. Gadis itu mengiringi langkah Renata sehingga membawanya sampai di depan mobil mewah milik Renata. Di sepanjang perjalanan gadis itu hanya menangis kala mengingat masa-masa terindah saat bersama kekasihnya.
“Lily!” panggil Flora. “Ya, ada apa, Flo? Apakah acara pertukaran cincin akan segera di mulai?” sahut Lily tersentak saat mendengarkan panggilan dari temannya Flora Amarissa Gusman yang tak lain adalah adik kandung dari Verell. “Tukar cincin bagaimana? Kamu gak lihat Anggrek kabur barusan?” tukas Flora yang menujuk ke arah Verell yang sedang tergesa-gesa mengejar tunangannya. “Why? Sejak kapan Anggrek lari?” tanya Lily penasaran. “Makanya, Ly. Jangan kebanyakan melamun jadi ketinggalan informasi kan?” tukas Flora yang mencubit ujung hidungnya. “Lagi pula, bukannya bagus ya kalau Anggrek kabur dan pertunangan akan segera dibatalkan.” sambung Flora tertawa. “Huss! Jangan ngomong gitu, kasihan kakak kamu, Flo.” Lily membantah ucapan Flora. “Habisnya aku gak setuju kalau kak Verell pacaran sama Anggrek. Dia bukanlah gadis yang baik, aku tahu bagaimana sikapnya.” rutuk gadis bertubuh jenjang itu dengan penuh amarah. Seperti menaruh dendam terhadap calon kakak iparnya itu. “Ly, kamu m