“Wah.. Cantik banget kamu Fir. Foto dulu yuk, siapa tahu ketularan dapat jodoh.”
Cekrek, cekrek, cekrek..
Siapa lagi kalau bukan Rani. Setelah tahu kabar pertunanganku, dia adalah orang yang paling sibuk. Nyari gaun, sepatu, tas, asesoris, make up. Tapi itu semua buat dirinya sendiri, bukan buat aku. Selama satu minggu dia sibuk menyiapkan segala sesuatu kebutuhan untuk dirinya sendiri, untuk menghadiri pertunanganku.
Tepat hari ini pertunanganku digelar. Tidak ada acara istimewa, hanya syukuran sederhana yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekat kami.
“Fir, kamu kok bisa sih dapat calon suami seganteng Endruw?”, tanya Rani. Dari dulu dia paling suka menggoda cowok ganteng, tapi tidak pernah berhasil.
“Gak tau, mungkin karena aku cantik kali. Makanya Endruw mau”, kataku sekenanya sambil menebalkan lipstick di bibirku.
“Ih PD banget sih kamu Fir.”
“Lah bukannya kamu sendiri yang ngomong kalau aku cantik banget, malah ngajakin foto.”
“Iya juga sih,hehe..”
“Nah bener kan”
“Tapi Fir, nanti kalau kamu nikah aku sama temenan sama siapa dong? Teman-teman kita kan udah pada nikah semua.”
“Makanya Ran, kamu cepetan nikah. Masak tante juga yang mesti nyariin calon suami buat kamu.” Mama tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan ikut menjawab rengekan Rani.
“Gakpapa tante, siapa tahu Endruw punya adik atau sepupu. Aku mau tan, mau banget, aku mau dijodohin tante”, rengek Rani sambil geleyotan ke lengan mamaku membuat kami yang ada disitu tidak bisa menahan tawa.
“Yuk Fir, keluarga Endruw sudah datang acaranya sudah mau dimulai.” Ajak mama sambil membantuku berdiri dari kursi rias kamarku.
Tiba-tiba jantungku berdetak kencang, tanganku seketika menjadi dingin. Menyadari hal tersebut mama mengambil botol minum di meja kamarku. Mendudukkanku di pinggir ranjang dan memintaku untuk minum.
“Udah enggak usah gugup. Jangan takut Nak. Mama ingin kamu bahagia, mama ingin kamu memiliki hidup yang sempurna sebelum nanti mama meninggalkanmu” ucap mama sambil meneteskan air mata.
“Mama.. Jangan ngomong gitu ah. Firza cuma nervous aja. Ini hal yang terbesar dalam hidup Firza”, ucapku sambil menghapus air mata di pipi mama.
“Mama sayang sama Firza” kata mama sambil memelukku erat. Kami pun berpelukan sambil menangis, menangis haru tentunya.
“Ya elah, malah nangis. Yaudah kalau enggak ada yang mau keluar, aku aja yang tunangan sama Endruw.” Rani mencoba menyadarkan kami berdua.
Aku dan mama tertawa sambil melihat Rani kemudian memeluk Rani. Rani sudah seperti keluarga sendiri, mama sudah menganggapnya seperti anak sendiri saking seringnya Rani numpang makan dan tidur di rumahku.
Kami bertiga keluar dari kamar, kearah ruang tamu yang sudah disiapkan dekor sederhana. “Happy Enggangement Firza and Endruw” begitulah kalimat yang tertulis di sana. Aku tersenyum melihat tulisan itu. Geli rasanya, ah mungkin aku belum terbiasa saja dengan hal ini. “Aku harus membiasakan diri”, batinku.
Rangkaian acara berlangsung khidmat dan penuh haru. Mama tak kuasa menahan tangis saat Endruw meminta ijin untuk meminangku menjadi istrinya.
“Jaga anak mama Endruw.” Kalimat terakhir dari mama saat Endruw memintaku darinya.
“Saya akan berusaha.” Jawab Endruw mantap.
Semua orang bahagia dengan senyum merekah di bibir masing-masing. Begitu pula denganku yang masih tidak percaya, bahwa Endruw laki-laki yang baru satu minggu aku kenal telah menjadi tunanganku dan akan menjadi suamiku. Kupandangi cincin yang baru saja disematkan bunda di jari manisku sebagai tanda ikatan antara aku dan Endruw. Cincin pilihan Endruw, yang sederhana namun elegan. Seperti ini pulalah aku ingin mencintai Endruw, cinta yang sederhana namun istimewa.
“Firza dimana Endruw? Ajak dia makan!” Pinta mama membuyarkan lamunanku.
Aku baru tersadar, ternyata setelah prosesi tukar cincin Endruw tidak terlihat lagi. Kusebarkan pandanganku ke segala arah untuk mencarinya. Ternyata Endruw sedang berdiri di depan jendela kaca yang mana jendela itu menghubungkan langsung ke pemandangan taman. Pagi tadi gerimis mendera, sehingga suasana segar masih terasa di taman.
“Hai..”, sapaku sambil memukul pelan lengan Endruw.
“Hai..”, jawab Endruw sambil menoleh menghadapku dan menggeser tempatnya berdiri agar aku bisa berdiri di sebelahnya.
Kami berdua terdiam sambil melihat taman yang syahdu.
“Endruw.. Apa kamu bahagia?” Tanyaku tiba-tiba. Entah pertanyaan macam apa yang keluar dari mulutku. Kalimat itu terucap begitu saja dari mulutku.
“Tidak ada alasan untuk tidak bahagia disaat semua orang bahagia”, jawabnya sambil terus menatap lurus ke depan.
Aku sempat terkesima dengan jawaban yang dia fikirkan, kepalaku mendongak ke atas melihat wajahnya. Sadar akan hal itu Endruw tersenyum sambil mengusap-usap kepalaku.
“Belum menikah kamu sudah cerewet ya.. Gimana nanti kalau anak kita sudah lima? Pasti kamu jadi kayak singa, haha..”, canda Endruw yang jelas membuat wajahku memerah dan otomatis menunduk malu.
“Makan yuk!”, ajaknya sambil menggandengku ke tempat makan. Kemudian aku menyajikan makanan untuk Endruw.
“Ini, makanan special untuk calon suami yang special”, kataku sambil menyodorkan piring berisi makanan untuk Endruw.
“Ini suapan special untuk calon istri yang special”, ungkapnya sambil menyuapkan sendok makan ke mulutku. Membuat hatiku melayang-layang tinggi sekali.
“Fir, kamu dicariin bos disuruh lembur malam ini.” Suara Rani yang tinggi dan melengking seketika menjatuhkanku dari ketinggian.
“Apaan sih, orang kemarin aku cuti. Masak iya disuruh lembur. Tega banget sih si bos.” Protesku ke Rani sambil bersungut-sungut.
Mendengar amarahku, Rani tertawa terbahak-bahak. “Yah kena deh.. Emang enak aku kerjain. Makanya enggak usah uwuw uwuwan di sini. Hormatin dikit dong jomblo kayak aku.” Semprotnya sambil terus tertawa terbahak-bahak.
“Ih.. Dasar kampret.” Omelku.
“Endruw, kamu punya adik cowok enggak? Atau sepupu cowok gitu?” Tanya Rani ke Endruw.
“Ada, sepupuku cowok”, jawab Endruw
“Wah.. Pas banget, kenalin dong Ndruw. Sapa tau jodoh aku, terus kita bisa jadi saudara.” Ujar Rani sambil senyum-senyum kea rah Endruw.
“Boleh kok Ran, Namanya Ardan dia masih kelas 3 SD. Kamu mau nungguin Ran?” Jawab Endruw sambil tertawa lepas. Aku yang mendengar jawaban Endruw juga tidak bisa menahan tawa.
“Eh.. emang bener-bener kampret ya kalian berdua.” Racau Rani sambil berlalu pergi.
Aku melihat Endruw yang masih tertawa, baru kali ini aku melihat dia tertawa lepas seperti itu. Dan aku yakin bahwa saat ini Endrue benar-benar bahagia, bahagia dengan pertunangan ini.
“Kamu langsung ke butik aja ya Nak, bunda tunggu di sana ajak mama kamu juga. Dari butik kita langsung ke toko perhiasan langganan bunda. Lalu makan malam di rumah bunda.” Suara Bunda di telfon.“Iya bunda, habis ini Firza langsung berangkat. Bye bunda sampai ketemu.” Jawabku seraya mematikan telfon.Hari pernikahanku semakin dekat dan persiapan pernikahan masih 50 persen. Mau tidak mau bunda turun tangan langsung untuk membantuku menyiapkan semuanya. Sejak pertemuan pertama kami di rumahku, Tante Ratna menyuruhku untuk memanggilnya bunda. Bunda sangat menyayangiku, meskipun aku belum resmi menjadi menantunya namun kasih sayang itu sudah sangat terlihat.Hari ini kami berjanji untuk bertemu di butik, untuk finishing baju pernikahan. Tapi Endruw tidak bisa ikut, dia harus bekerja agar saat pernikahan nanti urusan pekerjaannya sudah selasai.Sesampainya aku di butik, bunda sudah berada di sana. Aku menghampirinya lalu menciu
Pagi ini berbeda dari pagi-pagi biasanya, suasana pagi ini sepi. Tidak terdengar omelan mama yang sudah menjadi alarm bagiku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 07.00, “tumben mama belum bangunin” batinku. Kulirik kalender duduk di meja sebelah kasur, terlihat tinggal seminggu lagi menuju tanggal dengan lingkaran hati yang kubuat sendiri untuk menandai kalau hari itu adalah hari pernikahanku. Aku tersenyum kecil, sedikit membayangkan bagaimana jadinya kalau aku masih sering telat bangun pagi, “apa kata Endruw”, batinku meracau.Aku segera bergegas ke kamar mandi, setelah mengingat bahwa hari ini aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan di kantor. Sebelum aku resign dari kantorku, aku harus menyelesaikan semua kewajibanku agar nantinya aku tidak terbebani. Ya, setelah menikah aku memang berniat untuk resign dari kantorku bekerja. Aku ingin membuka usaha sendiri, agar waktuku tidak terlalu terbuang banyak di luar. Atas saran dari Endruw tentunya.
“Nak, setelah kami bermusyawarah akad nikah kamu dan Endruw akan dilaksanakan saat ini juga di depan jenazah mama” bunda berusaha menjelaskan apa yang tengah mereka bicarakan tadi.Bagai kena petir di siang bolong, tangisku seketika menjadi-jadi mendengar penjelasan bunda. Bagaimana bisa hari bahagia dilaksanakan di saat seperti ini. Endruw datang memelukku, dia mengusap-usap rambutku berusaha menenangkan. Air mata yang mengalir sederas hujan membasahi bagian dada baju putih yang dipakai Endruw.“Kamu harus kuat ya Fir, semua untuk kebaikan kita. Saya akan selalu menjaga kamu.” Ucap Endruw sambil mengecup keningku.Aku tak kuasa untuk bergerak dari tempat dudukku semula, hanya terdiam sambil melihat jenasah mama yang sudah terbungkus rapi. Bunda dan beberapa paman bibiku mulai sibuk menyiapkan pernikahan mendadak ini. Semua orang berjalan kesana kemari dengan kesibukan masing-masing. Mungkin mereka juga bingung harus bahagia
Bulan ini adalah bulan Agustus, dimana biasanya musim kemarau sudah datang. Awan yang biasanya menutupi matahari pada musim kemarau mereka akan pergi menjauh entah karena bosan atau hanya ingin sedikit menghindar, sehingga membuat matahari lebih terik. Suhu sudah mulai panas dan lembab. Tanah pun juga mulai retak.Namun tidak untuk saat ini. Meskipun kemarau datang di bulan Agustus tapi Agustus saat ini berbeda dengan biasanya. Agustus sekarang lebih bersahabat, atau malah merupakan tanda awal dari sebuah bencana. Ya, beberapa hari di bulan Agustus hujan datang mengguyur. Tidak hanya rintik-rintik gerimis, namun juga hujan deras dan petir yang menyambar.Entah apa yang sudah Tuhan rencanakan. Keadaan seperti ini pasti akan sangat membuat para petani merugi. Gagal panen sudah jelas dirasakan oleh mereka begitu juga para pekerja lain yang menggantungkan pekerjaannya pada musim. Pasti akan sangat merugi.Hari ini dua minggu pernikahanku, yang berarti sudah du
Aku setengah berlari saat mendengar nada dering ponselku berbunyi. Terlihat nama Endruw di layar, aku tersenyum melihatnya. Tidak bisa kupungkiri, saat ini aku merindukan Endruw. Setelah Rani pulang, aku mulai bertekat untuk bangkit dari keterpurukan demi suamiku. Kugeser tombol hijau di layar ponsel.“Firza, kamu kenapa? Apa kamu baik-baik saja? Kenapa lama sekali mengangkat telfonnya.” Suara Endruw di seberang terdengar keras dengan nada khawatir.“Enggak apa-apa, tadi aku habis mandi”, jawabku yang otomatis membuat Endruw terkejut. Memang beberapa hari ini Endruw yang mengurus segalanya.“Jadi kamu sudah mandi?” Tanyanya tidak percaya.“Sudah”, jawabku lirih.“Siapa yang bantuin?”“Mandi sendiri lah, ngapain mandi dibantuin”, jawabku sedikit menyeringai. Aku lupa kalau biasanya Endruw yang membantuku mandi, menyiapkan air hangan dan menggandengku berjala
Kubuka mataku pelan, saat sinar matahari menyeruak menembus celah kecil korden kamarku. Aku mendengus kesal saat merasakan sentuhan panas sang mentari yang tepat mengenai wajahku. Kucoba menarik selimut untuk melindungi wajah. Namun selimut yang menempel di tubuhku tidak dapat kutarik. “Seperti ada yang menghalangi? Apa ini? Jangan-jangan monster yang kayak di film-film”, pekikku yang langsung terperanjat kaget. Dengan cepat aku merubah posisi yang semula tidur menjadi duduk.Seketika aku tersenyum saat kulihat Endruw sedang tidur di sebelahku sambil tangannya mencengkeram selimut dengan erat. “Pantesan selimutnya enggak bisa ditarik”, batinku.Lama aku terdiam melihat wajah Endruw yang tidur di sebelahku. Ini memang bukan kali pertama Endruw tidur di sampingku, namun baru kali ini kulihat wajah suamiku sampai puas. Wajah membuat aku jatuh cinta. Kutundukkan wajahku, kukecup kening dan pipi Endruw dengan pelan. Pipiku merona karenanya, ini
“Iya bentar lagi berangkat, ini udah di depan.” Teriakku di telfon yang sampai membuat para asisten di rumah melihat ke arahku. Siapa lagi yang aku teriaki kalau bukan Rani, sahabat tercintaku yang hari ini akan bertunangan. Sebenarnya acara pertunangannya nanti malam, tapi bukan Rani namanya kalau enggak heboh sendiri. Ya, Rani bertunangan dengan kekasih yang baaru saja dipacarinya. Agak aneh memang, cewek seperti Rani bisa memutuskan menikah dalam waktu secepat ini. Tapi sudahlah, sudah cinta mati katanya.Aku menyetir mobilku sendirian, biasanya Endruw tidak memperbolehkanku untuk keluar sendiri. Bang Asep supirnya bunda lah yang Endruw percaya untuk mengantarkanku kemanapun aku mau. Tapi hari ini Bang Asep sedang sakit, akhirnya mau tidak mau Endruw membiarkanku menyetir. Eh jangan salah, sebelum membiarkanku menyetir aku harus mendengarkan wejangan Endruw dulu. Gak boleh ngebut lah, gak boleh parkir sembarangan lah, ini lah, itu lah. “Dikata aku ABG lab
Cemburu. Ah mungkin itu hanyalah sebuah kata teregois yang ada di benakku saat ini. “Endruw hanya ingin menenangkan orang yang dia kenal. Suami perempuan itu telah mengorbankan nyawanya untukmu. Apakah sekarang saatnya yang tepat untuk cemburu?” Beberapa kalimat yang aku coba buat untuk menenangkan diriku sendiri.“Permisi mbak, bisa saya meminta keterangannya sebentar tentang kejadian ini? Mbak adalah perempuan yang ditolong korban kan?” Suara tegas itu membuatku bergidik. Kulihat ke sumber suara ternyata seorang polisi sudah berdiri di sebelahku.“Baik, tapi saya panggil suami saya dulu ya pak”, pintaku kepada polisi tersebut yang diikuti oleh anggukan kepala darinya.Aku berjalan mendekati Endruw yang tengah menenangkan perempuan itu. Kupegang bahunya berharap dia akan menoleh ke aarahku. Namun aku salah, dia terlalu konsentrasi denga napa yang dilakukannya sampai tidak menghiraukan aku. Aku berbalik arah berj
Duduk bersila. Tarik nafas dari hidung, buang pelan-pelan lewat mulut. Tari nafas dari hidung, buang pelan-pelan dari mulut. Tarik tangan ke kiri, tahaan lepas. Tarik tangan ke kanan, tahaan lepas. “Sayang kamu kok masih duduk di situ, ayo sini kamu ikutin gerakan itu. Biar badan kamu nggak pegal-pegal. Nanti melahirkannya juga mudah.” Seru Endruw. “Emang enggak ada cara lain ya biar badan nggak pegal dan mudah lahiran selain dengan olahraga kayak gitu.” Kataku sambil tetap berbaring di atas tempat tidur. Usiaku kehamilanku kini memasuki sembilan bulan. Tinggal menunggu hari untuk menunggu dedek bayi launching ke dunia ini. Tapi semakin ke sini aku merasa menjadi sangat malas. Maunya rebahan melulu. Jangankan olahraga, mandi saja jika Endruw tidak menggendongku ke kamar mandi aku tidak akan mandi. Tapi kalau untuk urusan makan jangan ditanya, nafsu makanku bertambah tiga kali lipat dari biasanya. Dan bisa dilihat badanku kini sebesar gajah.
“Tuan Endruw saya sangat senang dengan kemajuan kesehatan Tuan yang semakin hari semakin pesat.”“Terimakasih dokter, ini semua karena dokter dan para perawat di sini.”“Ah Tuan Endruw terlalu berlebihan. Saya dan perawat di sini hanya membantu sesuai dengan kemampuan kami. Ibu Firza lah yang sangat berjasa Tuan, beliau selalu menjaga dan menemani Tuan. Tidak bisa dihitung berapa banyaknya air mata yang telah Ibu Firza keluarkan, apalagi Ibu Firza tengah hamil.”“Ah dokter bisa saja.” Aku menyela obrolan Endruw dan dokter sambil terus mengupas buah yang akan aku berikan kepada Endruw.“Dianya malu tuh dok dipuji terus sama dokter.” Kata Endruw pada laki-laki yang kira-kira berusia setengah abad itu.Endruw dan dokter itu pun tertawa bersama. Sementara aku menunduk sambil menahan malu. Namun aku merasa sangat lega. Endruwku kini sudah sembuh seperti sedia kala. Terimakas
Kupandangi suamiku dari kejauhan. Sudah lima bulan dia seperti ini. Hanya berbaring, sama sekali tidak bergerak. Bahkan untuk makan sekalipun harus memakai selang. Beberapa kabel menempel di tubuhnya. Bunyi tit tit tit dari sebuah alat untuk melihat detak jantungnya selalu membuat hatiku ngilu.Ya, setelah operasi itu, kondisi Endruw tak kunjung membaik. Endruw koma, dia tidak bisa bergerak ataupun membuka mata. Tapi dia bisa mendengar dan merasakan.Setiap hari aku menemuinya di rumah sakit. Menceritakan kepadanya tentang hari-hari yang telah aku lalui. Tentang Bunda, tentang Gavin, dan orang-orang di rumah. Juga menceritakan kepadanya tentang Indo Advertising yang kini semakin melejit dan merambah pasar Internasional.“Maaf ya Ndruw sepertinya Indo Advertising lebih melejit saat aku yang mengurusnya. Ganti bos aja gimana?” Aku tertawa sendiri akan gurauan yang aku berikan kepada Endruw. Sementara Endruw tetap terdiam.Waktu itu
“Firza, semakin lama kamu semakin cantik saja.” Bryan menyentuh ujung rambutku.“Aku tidak mau bertele-tele Bry. Cepat katakan apa yang kamu inginkan. Setelah itu jauhi aku dan juga keluargaku.”“Hai Firza, kenapa kamu tidak bisa calm down sedikit saja? Kamu lupa Sayang dulu kamu sangat nyaman saat bersamaku. Kamu selalu ceria, tertawa, dan bahagia saat ada di sampingku.”“Itu dulu saat aku belum menyadari kalau kamu adalah iblis.”“Aku mencintaimu Firza.”“Cinta yang seperti apa Bry? Menculikku, membunuh janinku, membuat Endruw terbaring tak berdaya seperti itu, menghancurkan perusahaan Endruw. Itu kah yang kamu bilang cinta. Seperti itukah cintamu kepadaku? Kamu hanya memanfaatkanku untuk menghancurkan suamiku menghancurkan Endruw.”“Diam Firza, diam.. Aku sangat tidak suka jika nama Endruw keluar dari bibir manismu.” Bryan mencoba memegang wa
“Randi, tolong cari tahu bagaimana Bryan bisa bebas dari penjara.” Perintahku kepada Randi.“Baik Bu.”Dengan kasar aku membuang tubuhku ke kursi kerja yang biasa Endruw duduki. Aku sama sekali tidak menyangka ini semua adalah perbuatan Bryan. Jika aku bisa mengulang waktu dan mengetahui rencana Bryan dari awal pasti aku tidak akan mau menjadi temannya bahkan menerima pinangannya. Ya Tuhan, apa lagi ini? Bryan kenapa kamu tidak pernah berhenti menggangguku?“Ibu Firza”, Randi masuk ke dalam ruanganku dengan wajah cemas.“Bagaimana Ran?”“Bryan berhasil keluar dari penjara karena dia mendapatkan jaminan. Dan yang menjamin Bryan adalah orang yang sangat berbahaya, dia adalah seorang mavia yang menjadi buronan polisi Singapura.”“Hahh.. Apa? Kenapa bisa se..”“Hal yang seperti ini mungkin sangat tabu bagi Ibu, tapi ini sangat sering terjadi di kal
“Tuan Endruw harus segera menjalani operasi. Tolong Ibu menandatangani dokumen ini sebagai persyaratan untuk dilakukannya operasi. Demi keselamatan Tuan Endruw operasi harus dilaksanakan secepat mungkin.” Kata seorang dokter sambil memberiku sebuah berkas. Aku terdiam, bibirku terasa ngilu. Kaki dan tanganku lemas. Kulirik suamiku yang saat ini sedang terbaring tak berdaya di bad UGD. Aku tidak tega melihatnya. Darah segar mengalir dari beberapa bagian tubuhnya. “Lakukan semua yang terbaik untuk suami saya dok.” Ucapku memohon kepada dokter di depanku, air mataku tak berhenti mengalir dari kedua mataku. Segera kuterima berkas itu dan kutandatangani di tempat yang telah mereka tunjukkan “Kami pasti melakukan yang terbaik untuk suami Ibu, semua ada di tangan Tuhan. Bantu kami dengan doa. Kami akan segera melakukan operasi.” *** Sudah dua jam aku berada di depan kamar operasi. Waktu yang sangat lama bagiku untuk menunggu seseorang keluar dari rua
“Kok aku belum haid juga ya.” Ucapku dalam hati sambil melihat kalender. Sebenarnya aku ingin meyakinkan diriku sendiri kalau aku sedang hamil. Apalagi beberapa hari ini aku sering kelelahan dan nafsu makanku semakin besar. Tapi aku tidak mau terlalu berharap, aku takut jika harus kehilangan bayiku lagi. Aku masih trauma. Masih ada sedikit ketakutan jika hal buruk itu akan terjadi lagi. “Sayang kamu lagi ngapain?” Endruw tiba-tiba datang membuyarkan lamunanku. “Ah nggak kok. Kamu kok udah rapi, mau kemana Ndruw?” Tanyaku yang melihat Endruw sudah memakai pakaian kantornya, padahal ini weekend. Tidak biasa Endruw mengambil pekerjaan di hari seperti ini. “Ada masalah di gudang, ada sedikit kebakaran.” “Hah, kebakaran? Kok bisa?” “Entahlah. Polisi sudah datang ke lokasi untuk memerikasa keadaan di sana. Aku akan kesana untuk melihatnya.” “Aku ikut ya Sayang.” Pintaku. Tidak tahu kenapa perasaanku tiba-tiba tidak enak. Ada s
“Masih jauh nggak Ndruw? Capek..” Aku menekuk kakiku sambil melihat ke tanah dan terengah-engah. Endruw mengajakku naik ke atas bukit agar kami bisa melihat sunrise dengan jelas. “Bentar lagi. Sini aku gendong.” Endruw memberikan punggungnya untukku naik. “Nggak Ndruw, aku kuat kok.” Dengan segala sisa tenaga yang aku miliki, aku mencoba untuk tetap berjalan. Aku tidak tega jika harus digendong oleh Endruw. Pasalnya beberapa hari terakhir berat badanku naik. “Akhirnya sampai juga.” Kataku sambil meregangkan kedua tangan. “Itu lihat”, Endruw memelukku dari belakang sambil menunjuk ke langit sebelah timur. “Waooww..” Inilah sunrise yang dari tadi aku perjuangkan untuk melihatnya. Sangat indah. Saat matahari yang bulat sempurna dengan malu-malu menampakkan tubuhnya sedikit demi sedikit. Seperti telur ceplok. Sempurna, mungkin hanya kata itu yang bisa aku gunakan untuk menggambarkan hal-hal yang telah aku lalui bersama
“Mama, Firza titip jagain anak Firza ya Ma di surga. Dia sekarang pasti bersama mama bersama Omanya.” Ucapku saat aku bersimpuh di makam mama setelah selesai mengirimkan doa kepadanya.Hari ini aku dan Rani pergi ke makam Mama setelah mengantar Gavin dan Suri ke sekolah. Ini hari pertama Endruw mengizinkanku keluar rumah sendiri setelah tiga bulan kejadian penculikan itu. Sebelumnya kemanapun aku pergi eselalu dikawal oleh beberapa orang bodyguard sewaan Endruw. Agak berlebihan memang, tapi Endruw tidak bisa ditolak. Dia selalu bilang, ini demi keamananku. Yasudahlah aku hanya bisa menurut sebagai bentuk aku menghormatinya. Dan hari ini entah kenapa dia mengizinkanku untuk mengantar Gavin berangkat ke sekolah dan juga pergi ke makam mama. Mungkin dia merasa kasihan kepadaku karena aku merasa tidak nyaman bersama para bodyguard itu“Sudah yuk Fir kita pulang.” Ajak Rani.Aku mengangguk, kemudian kami meninggalkan makam mama.