"Boleh, ini album foto waktu liburan ke Makassar." Mas Dika mengulurkan album foto itu dan langsung diterima baik oleh Nurul.Dia membukanya dengan pelan sekali dan mendapati foto Yumna, Gus Hanan dan Mas Dika di pantai yang belum pernah dipandang langsung oleh indra penglihatannya.Nurul sekali lagi merasa iri pada Yumna yang hampir sempurna kebahagiaannya. Dulu Yumna adalah gadis yang sengaja dia hancurkan dan sekarang malah dirinya yang sulit mendapat kebahagiaan.Album itu belum penuh, dia berharap kelak fotonya bisa ikut mengisi walau hanya selembar saja. Sebuah album yang sebenarnya memiliki kisah tersembunyi dan tidak semua orang mengetahuinya.Semua orang yang ada dalam album itu pernah menjadi musuh Nurul karena Gus Hanan pun sempat dibencinya. Nurul tahu kalau Gus Hanan yang selalu menolong Yumna ketika hampir disiksa oleh Bram.Nah, ketika fotonya ikut mengisi lembar album, maka lengkaplah sudah cerita itu agar mereka juga melihat bahwa inilah sosok yang pernah merusak suas
"Lah kok, sembarangan? Gus Qabil itu ustadz, anaknya Pak Kyai Sholeh, turunan orang baik. Emang kamu mau nikah sama tanjakan atau tikungan?"Nurul memejamkan mata mencoba bersabar dengan tingkah Yumna yang seolah mengejeknya dengan menyebut nama Gus Qabil. "Justru karena itu. Aku mana pantas sama beliau apalagi dengan kelakuan di masa lalu, Gus Qabil pasti ingat kalau aku si Pembuat Masalah itu.""Jangan melihat orang dari masa lalunya. Setiap orang bisa berubah, yang ahli maksiat jadi taat beribadah sementara ahli ibadah jadi sering melakukan maksiat. Gus Qabil pasti tahu itu, aku aja tahu.""Gak usah ngawur kamu, Yum." Nurul menyelesaikan pekerjaannya, kemudian melangkah cepat masuk rumah karena tidak mau terus disandingkan dengan Gus Qabil.Mencintai Gus Qabil sama saja mengukir luka di hati sendiri karena si Pungguk tidak akan pernah bisa memetik bulan. Nurul mendesah pelan karena lelah berpikir, dia menyadari kalau Yumna dulu seperti itu karena ulahnya.Sekali lagi, orang jahat m
Gus Qabil menepikan mobil mengantar adiknya pulang karena motor Gus Hanan dipinjam oleh pihak pesantren dulu untuk urusan yang sangat penting dan mendesak.Begitu turun dari mobil, mereka berdua baru menyadari kalau Bu Arin dan kawan-kawannya sedang berdiri di depan rumah Bu Dahlia. Ketika menajamkan pendengaran Gus Hanan langsung tahu kalau mereka membicarakan tentang Mas Ilham."Maaf, Bu, ini ada apa ya?""Nah, kebetulan banget ini suaminya datang," cetus salah satu dari mereka.Bu Arin langsung maju. "Begini ya, Gus. Istri Gus Hanan itu perlu diajari bagaimana menjadi istri yang baik. Masa sudah tujuh tahun menikah masih nangis begitu tahu Ilham datang bawa undangan pernikahan? Mentang-mentang dia belum pernah hamil, begitu?Ih, kalau aku sih amit-amit pertahanin hubungan pernikahan sama perempuan tukang selingkuh. Tuh si Yumna gak ada sadar dirinya, udah tahu mandul masih aja nyari umpan lain. Harusnya bersyukur karena Gus Hanan mau menjadikannya istri dan tidak ada niat mendua.A
Kebahagiaan yang ada pada Yumna berlangsung setiap hari, dia bahkan sangat semangat dalam mengajar. Tiada pernah lagi senyuman itu alpa terukir di bibirnya yang indah sekali pun Nurul masih menginap di rumah ibunya.Sekarang Yumna dan Gus Hanan berada di depan gundukan tanah bertuliskan nama Syahdu. Mereka belum pernah melupakan gadis yang pernah hadir dalam istananya sekalipun cukup meninggalkan luka."Mas, kenapa diam?"Gus Hanan menghela napas. Dia tidak mungkin berbohong pada istrinya. Sebenarnya lelaki itu sedikit merindukan Syahdu, makanya mengajak untuk ziarah. Kini dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terpaku di tempat.Memang sudah menjadi takdir gadis itu untuk menikah sebelum meninggal. Mengingat tingkah konyol Syahdu di detik-detik terakhir hidupnya membuat lelaki berpeci itu menunduk menyembunyikan senyum."Mas?"Ah ya, pipinya mungkin telah merona. Sebelum kembali mengangkat kepala, Gus Hanan berusaha mengingat hal-hal serius agar wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa
Pernyataan Cinta—Jalaluddin Rumi—Kau yang telah menutup rapat bibirku, tariklah misaiku ke dekat-MuApakah maksud-Mu? Mana kutahu?Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selaluKukunyah lagi memamah kepedihan mengenang-MuBagai unta memamah biak makanannya, dan bagai unta yang geram mulutku berbusaMeskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara, di hadirat kasih aku jelas nyataAku bagai benih di bawah tanah, aku menanti tanda musim semiHingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi***Nurul tersadar dari kesedihannya setelah Yumna mengingatkan kalau dia harus memperbaiki hubungan dengan Allah agar rasa kecewa dari berharap lebih itu beringsut hilang.Dia menyeka air matanya, menelan kesedihan itu dan mengganti dengan senyuman. Nurul kembali merasakan bagaimana menjadi Yumna ketika harus ditinggalkan oleh orang yang sudah lama ditunggu untuk bersatu.Karma itu tidak ada, tetapi balasan atas perbuatan selalu ada. Nurul menyesal dan sekali lagi merintih memohon ma
Di malam hari, Gus Hanan duduk dengan istrinya di meja makan padahal makanan sudah tidak terhidang lagi di sana. Lelaki itu menopang wajah dengan kedua tangannya karena merasa kurang komunikasi dengan para murid yang keluar begitu saja.Padahal seharusnya seorang guru harus menanyakan keadaan muridnya juga yang apabila tidak hadir atau malah memilih mengundurkan diri. Saat itu memang Gus Hanan bertanya, tetapi mereka hanya diam, lalu besoknya tidak ada kabar lagi."Mungkin bagusnya kala ngajar di rumah aja biar gak ada cerita miring lagi?""Jangan dulu, Mas. Kamu harus bicara sama panitia masjid dulu. Bisa jadi bukan mereka pelakunya, tetapi jamaah atau orang lain yang mau nama kamu buruk di mata semua orang, Mas. Baru satu orang, kan, yang ngomong kayak gitu?""Entah sejak kapan iuran pengajian itu diadakan. Mas jadi semaki kepikiran padahal selama ini ikhlas dan tidak pernah berpikir untuk memintai mereka bayaran walau sekali dalam setahun."Yumna juga bingung sendiri, ingin mencari
"Ide apa, Mas?""Nah, sebagian perempuan kan kalau mendapat darah keluar lebih lima belas hari itu langsung menentukan bahwa 15 hari haid dan selebihnya istihadhoh, ya kan?"Yumna mengangguk."Nah, kamu adakan hari khusus untuk membahas masalah darah itu biar mereka yang tadinya bingung dan ragu, menjadi yakin dan tahu darah apa yang keluar itu. Mas tidak bisa ngejelasinnya karena nanti ada pertanyaan pasti malu untuk dipertanyakan. Nah kalau sesama perempuan kan enak. Gimana?""Ya boleh, Mas, tapi aku mau pahami ulang dulu dan latihan menjelaskan di depan kamu. Kalau ada salah-salah kan aku yang kena dosanya juga, Mas.""Woke siap, kalau gitu mas mau menyiapkan materi khutbah dulu buat hari jumat nanti. Kamu ngelakuin apa aja deh bebas."Yumna mengangguk cepat, dia lalu menemui Nurul di rumah ibunya karena merasa bosan dan jenuh sendirian. Makanya dia memiliki ide untuk menjual makanan saja daripada tidak ada kegiatan seperti sekarang toh lokasi di depan rumah lumayan luas apalagi ka
Sesampainya di rumah, mereka berdua terkejut oleh kedatangan Amel. Sepertinya hari akan semakin panjang karena kedatangan Amel yang membawa banyak makanan. Sekalipun mereka sudah dewasa, tetapi yang namanya perempuan kadang bertingkah seperti anak-anak."Ozil mana, Mel?""Sama neneknya, dia gak mau ikut tadi karena keasyikan main sama sepupunya."Yumna mengangguk, dia senang sekali melihat banyak gorengan termasuk ayam geprek di depannya. Mereka kumpul di ruang tengah karena tidak mau diganggu oleh tamu. Hari yang menyenangkan setelah bertemu Mas Ilham.Masalah itu Yumna ceritakan pada Amel bukan untuk memancing amarahnya, tetapi seorang perempuan sangat sulit untuk menyimpan masalahnya sendiri apalagi jika sudah lama dan terbiasa saling berbagi cerita dengan sahabat."Mas Ilham kok bego banget, ya? Masa dia mau jatuh ke jurang yang sama?""Gak tahu tuh. Udah aku bilangin juga karena aku sebagai orang ketiga di masa lalu itu serius, nyeselnya sampe sekarang, nyeseknya sampe ke hati. A