"Kamu ngapain sih, Mas. Ke rumah mantanmu yang nggak jelas itu? Kamu mau minta balikan ha? Atau jangan-jangan kamu minta tinggal di rumah ini gara-gara dia lagi!" ucap Sonya sembari berkacak pinggang."Ingat ya, semua tagihan kamu sama rentenir itu aku yang bayar dan juga hidupmu aku yang tanggung! Jadi, kamu harusnya sadar diri jangan jadi laki-laki nggak punya pendirian!" Bima yang mendengar penuturan sang istri sontak matanya membulat sempurna. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Ya, setelah status duda ia sandang laki-laki itu lantas menikahi Sonya sebagai pengganti Melati. Meskipun mereka sudah saling mengenal ketika Bima masih sah menjadi suami Melati. Dulu wanita itu teman sekantor Bima, tetapi saat ini mereka berbeda kantor Bima dipindahkan ke anak perusahaan yang baru saja didirikan. "Pelankan suaramu itu, Sonya. Malu didengar banyak orang!" ucap Bima sembari melirik ke sembarang arah. Bima juga pastinya malu jika Melati melihat pemandangan ini. Dimana Bima tidak berani
2" Nggak papa, Bu. Lagi nggak ada kerjaan aja, jadi nggak ada lembur!" ucap Sonya dengan nada malas. "Ibu nggak mau tahu, Bim. Pokoknya kamu harus bisa bawa sertifikat itu bulan ini. Bagaimanapun caranya, kalau nggak bisa dengan cara halus. Sebaiknya kamu gunakan cara kasar! Melati harus diberi tahu siapa kita yang sebenarnya! Jangan sampai dia berada di atas angin karena kita tidak berbuat apa-apa!" Terdengar helaan napas panjang dari Bima. Kemudian ia melirik ke arah sang istri. Di sisi lain Melati melanjutkan aktivitasnya menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan. Gara-gara sang mantan suami datang banyak pekerjaan yang ia tinggalkan. "Seharusnya ini sudah selesai, gara-gara Bima sontoloyo itu jadinya kesorean!" gumam Melati seorang diri. Lina dan juga Dinda yang mendengarnya seketika menoleh ke arah sumber suara. "Sudahlah, Mel. Kamu harus hati-hati, keluarga suamimu. Opss, sorry mantan maksud aku. Bisa jadi mereka merencanakan sesuatu." Lina ikut memberikan tanggapan."Seharusn
Bima yang berada di dalam kamar mandi pun menghentikan aktivitasnya. Menajamkan Indra pendengarannya sembari memastikan namanya yang di sebut-sebut. Benar saja, berulang kali laki-laki itu dipanggil membuat Bima khawatir, entah apa yang terjadi di depan sana membuat Bima segera menyelesaikan ritual mandinya."Ada apa ini? Melati, kamu benar-benar kurang ajar! Apa-apaan ini! Lepaskan Sonya!" teriak Rosita yang baru saja keluar dari rumah. Ia melihat melihat sang menantu tengah di Jambak oleh Melati. Tanpa menjawab maupun menanggapi Rosita, wanita yang saat ini tengah diselimuti amarah itu masih saja menarik rambut Sonya. Sedangkan wanita itu masih saja berteriak kesakitan."Ibu tolongin Sonya!" Sonya bersuara, ia meminta tolong pada sang mertua. Rosita yang mendengar namanya disebut dengan kekuatan penuh mencoba melerai kedua wanita itu. Namun, usia mereka yang jauh berbeda cukup membuat Rosita kewalahan. "Ada apa ini?" Bima yang sudah berada di luar langsung menghampiri. Dengan sigap
"Kenapa kamu melihat Ibu seperti itu, Bim? Ada yang salah? Kamu mau menuduh ibu yang tidak-tidak?" Sebelum Rosita disalahkan, ia lebih dulu membela dirinya. "Terus kalau Sonya nggak ngaku ibu juga enggak siapa dong yang merusak usaha Melati? Masa iya aku? Mana mungkin! Buat apa coba?" Bima juga membela dirinya sendiri. Semua orang diam, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Di sisi lain, Melati berjalan dengan langkah lebar. Tangannya masih menggenggam erat ponsel kemudian ia menjatuhkan bobot tubuhnya pada sofa. Netra wanita itu menatap langit-langit rumah kemudian ia membuang napasnya dengan kasar. Benda pipih itu pun ia letakan asal. Sedangkan kedua tangannya lantas menangkup pada wajah. Entah mengapa bayangan wajah keluarga mantan bergulir mengusik pikirannya. Melati pun membenarkan posisi duduknya menjadi tegap, pakaian yang ada di depan matanya masih terlihat sama, berantakan dan berbau kotoran ayam. Ya Tuhan, manusia seperti apa yang sudah berani melakukan hal itu? Mel
Bab 31Melati tidak main-main dengan ucapannya. Ia memilih mobil di salah satu showroom yang ada di kotanya. Beberapa kali wanita itu dan juga para karyawanya melihat kendaraan roda empat tersebut. Hingga pilihan Melati tertuju pada mobil berwarna hitam. "Kita lihat bagaimana reaksi mereka ketika pulang bawa mobil beneran." Lina sudah tidak sabar lagi melihat bagaimana paniknya Rosita dan juga Sonya melihat mereka nantinya."Kita makan dulu yuk!" ajak Melati pada kedua karyawannya."Lagian hari ini kita kerjanya santai. Sekali-kali makan di luar kenapa enggak." Melati sumringah. Bibirnya tidak berhenti mengulas senyum. Kendaraan yang saat ini mereka beli adalah impiannya sedari dulu. Berharap dengan kendaraan ini Melati tidak khawatir jika sewaktu-waktu ia sakit atau salah satu keluarganya. Bukan berharap terjadi, namun saat ini kendaraan roda empat memang begitu dibutuhkan disaat genting. Melati juga berharap bisa memberikan banyak manfaat untuk para tetangga dengan adanya kendaraan
Bab 25Melati duduk di karpet yang berada di lantai. Sedangkan Dinda dan juga Lina sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Hingga konsentrasi mereka buyar ketika seseorang mengucap salam."Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab ketiga wanita itu bersamaan. Netra mereka sama-sama melihat ke arah sumber suara. Dimana sosok laki-laki berdiri tegak di ambang pintu. Bibirnya melengkungkan senyuman sedangkan tatapannya yang tajam langsung bisa menembus hati para wanita. Semua orang tanpa berkedip menatap laki-laki tampan tersebut. Kecuali Dinda yang nampak berdiri menyambut kehadirannya."Eh, Tomi. Kamu kok sudah datang?" Dinda menghampiri. "Iya, kata kamu datang pagi jauh lebih baik.""Oh iya, lupa. Ini kenalkan itu Mbak melati dan juga Mbak Lina." Laki-laki bernama Tomi itu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada Melati dan juga Lina. Bukannya merespon Lina dan juga Melati justru diam terpesona melihat ketampanannya."Mbak!" Tangan Dinda bergerak-gerak berharap Lina dan juga M
KUHEMPASKAN KELUARGA BENALUBAB 1"Mas, apa-apaan ini?" tanyaku pada Mas Bima yang masih berada diatas ranjang. Aku yang tengah memegang lembaran kertas di tangan, melemparnya begitu saja ke arah wajah laki-laki yang masih terlelap itu. "Apa-apaan sih kamu ini! Masih ngantuk aku! Ganggu aja!" Laki-laki yang setahun ini membersamaiku itu hanya membuang lembaran kertas yang menutup wajahnya. Laki-laki itu tidak bangun, justru kembali meringkuk. Aku hanya bisa tertawa tidak percaya."Mas bangun!" Aku menarik lengan laki-laki itu lantas membuatnya dengan terpaksa membuka mata."Apa-apaan sih? Masih ngantuk ini! Bisa nggak sih nggak usah teriak-teriak! Malu tahu nggak didengerin sama tetangga?!" Gubrak Pintu kamar yang semula tertutup rapat kini dibuka dengan cukup kasar. Membuat aku dan juga Mas Bima menoleh ke arahnya."Apa-apaan sih kamu Melati? Berisik tahu nggak? Pagi-pagi sudah bikin keributan! Ajari istrimu itu dengan benar, Bima!" sungut Ibu mertuaku. Matanya melotot yang seakan
BAB 2"Apa yang kamu katakan, Melati? Bercanda kamu," ucap Mas Bima sembari terkekeh. Aku tahu pasti dia mengira aku hanya bercanda. Karena selama ini aku tidak mau memperpanjang masalah."Ya sudah kalau begitu, masalah sepele jangan dipermasalahkan. Aku pengennya kita rukun-rukun aja, tapi lain kali jangan diulangi lagi!" Kata-kata itulah yang selalu keluar dari mulutku jika kami berdebat. Akan tetapi, tidak pagi ini. Aku berbicara lantang dengan kepala tegak. Maaf, Mas. Aku tidak akan mengalah untuk saat ini."Aku tidak bercanda, Mas. Kemasi pakaian kalian dan angkat kaki dari rumah ini!" Aku segera meninggalkan ibu dan anak itu yang masih diam mematung. Berjalan cepat menyambar kunci motor yang digantung pada dinding. "Bim- Bima …." Terdengar Ibu mertua yang meneriaki sang putra agar sadar. Karena mungkin Mas Bima tengah terserang syok akut. Sudut bibir ini menyunggingkan senyum. Lalu berjalan menuju motor yang masih terparkir di sudut ruang tamu. Aku memutar kunci motor lantas m
Bab 25Melati duduk di karpet yang berada di lantai. Sedangkan Dinda dan juga Lina sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Hingga konsentrasi mereka buyar ketika seseorang mengucap salam."Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab ketiga wanita itu bersamaan. Netra mereka sama-sama melihat ke arah sumber suara. Dimana sosok laki-laki berdiri tegak di ambang pintu. Bibirnya melengkungkan senyuman sedangkan tatapannya yang tajam langsung bisa menembus hati para wanita. Semua orang tanpa berkedip menatap laki-laki tampan tersebut. Kecuali Dinda yang nampak berdiri menyambut kehadirannya."Eh, Tomi. Kamu kok sudah datang?" Dinda menghampiri. "Iya, kata kamu datang pagi jauh lebih baik.""Oh iya, lupa. Ini kenalkan itu Mbak melati dan juga Mbak Lina." Laki-laki bernama Tomi itu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada Melati dan juga Lina. Bukannya merespon Lina dan juga Melati justru diam terpesona melihat ketampanannya."Mbak!" Tangan Dinda bergerak-gerak berharap Lina dan juga M
Bab 31Melati tidak main-main dengan ucapannya. Ia memilih mobil di salah satu showroom yang ada di kotanya. Beberapa kali wanita itu dan juga para karyawanya melihat kendaraan roda empat tersebut. Hingga pilihan Melati tertuju pada mobil berwarna hitam. "Kita lihat bagaimana reaksi mereka ketika pulang bawa mobil beneran." Lina sudah tidak sabar lagi melihat bagaimana paniknya Rosita dan juga Sonya melihat mereka nantinya."Kita makan dulu yuk!" ajak Melati pada kedua karyawannya."Lagian hari ini kita kerjanya santai. Sekali-kali makan di luar kenapa enggak." Melati sumringah. Bibirnya tidak berhenti mengulas senyum. Kendaraan yang saat ini mereka beli adalah impiannya sedari dulu. Berharap dengan kendaraan ini Melati tidak khawatir jika sewaktu-waktu ia sakit atau salah satu keluarganya. Bukan berharap terjadi, namun saat ini kendaraan roda empat memang begitu dibutuhkan disaat genting. Melati juga berharap bisa memberikan banyak manfaat untuk para tetangga dengan adanya kendaraan
"Kenapa kamu melihat Ibu seperti itu, Bim? Ada yang salah? Kamu mau menuduh ibu yang tidak-tidak?" Sebelum Rosita disalahkan, ia lebih dulu membela dirinya. "Terus kalau Sonya nggak ngaku ibu juga enggak siapa dong yang merusak usaha Melati? Masa iya aku? Mana mungkin! Buat apa coba?" Bima juga membela dirinya sendiri. Semua orang diam, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Di sisi lain, Melati berjalan dengan langkah lebar. Tangannya masih menggenggam erat ponsel kemudian ia menjatuhkan bobot tubuhnya pada sofa. Netra wanita itu menatap langit-langit rumah kemudian ia membuang napasnya dengan kasar. Benda pipih itu pun ia letakan asal. Sedangkan kedua tangannya lantas menangkup pada wajah. Entah mengapa bayangan wajah keluarga mantan bergulir mengusik pikirannya. Melati pun membenarkan posisi duduknya menjadi tegap, pakaian yang ada di depan matanya masih terlihat sama, berantakan dan berbau kotoran ayam. Ya Tuhan, manusia seperti apa yang sudah berani melakukan hal itu? Mel
Bima yang berada di dalam kamar mandi pun menghentikan aktivitasnya. Menajamkan Indra pendengarannya sembari memastikan namanya yang di sebut-sebut. Benar saja, berulang kali laki-laki itu dipanggil membuat Bima khawatir, entah apa yang terjadi di depan sana membuat Bima segera menyelesaikan ritual mandinya."Ada apa ini? Melati, kamu benar-benar kurang ajar! Apa-apaan ini! Lepaskan Sonya!" teriak Rosita yang baru saja keluar dari rumah. Ia melihat melihat sang menantu tengah di Jambak oleh Melati. Tanpa menjawab maupun menanggapi Rosita, wanita yang saat ini tengah diselimuti amarah itu masih saja menarik rambut Sonya. Sedangkan wanita itu masih saja berteriak kesakitan."Ibu tolongin Sonya!" Sonya bersuara, ia meminta tolong pada sang mertua. Rosita yang mendengar namanya disebut dengan kekuatan penuh mencoba melerai kedua wanita itu. Namun, usia mereka yang jauh berbeda cukup membuat Rosita kewalahan. "Ada apa ini?" Bima yang sudah berada di luar langsung menghampiri. Dengan sigap
2" Nggak papa, Bu. Lagi nggak ada kerjaan aja, jadi nggak ada lembur!" ucap Sonya dengan nada malas. "Ibu nggak mau tahu, Bim. Pokoknya kamu harus bisa bawa sertifikat itu bulan ini. Bagaimanapun caranya, kalau nggak bisa dengan cara halus. Sebaiknya kamu gunakan cara kasar! Melati harus diberi tahu siapa kita yang sebenarnya! Jangan sampai dia berada di atas angin karena kita tidak berbuat apa-apa!" Terdengar helaan napas panjang dari Bima. Kemudian ia melirik ke arah sang istri. Di sisi lain Melati melanjutkan aktivitasnya menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan. Gara-gara sang mantan suami datang banyak pekerjaan yang ia tinggalkan. "Seharusnya ini sudah selesai, gara-gara Bima sontoloyo itu jadinya kesorean!" gumam Melati seorang diri. Lina dan juga Dinda yang mendengarnya seketika menoleh ke arah sumber suara. "Sudahlah, Mel. Kamu harus hati-hati, keluarga suamimu. Opss, sorry mantan maksud aku. Bisa jadi mereka merencanakan sesuatu." Lina ikut memberikan tanggapan."Seharusn
"Kamu ngapain sih, Mas. Ke rumah mantanmu yang nggak jelas itu? Kamu mau minta balikan ha? Atau jangan-jangan kamu minta tinggal di rumah ini gara-gara dia lagi!" ucap Sonya sembari berkacak pinggang."Ingat ya, semua tagihan kamu sama rentenir itu aku yang bayar dan juga hidupmu aku yang tanggung! Jadi, kamu harusnya sadar diri jangan jadi laki-laki nggak punya pendirian!" Bima yang mendengar penuturan sang istri sontak matanya membulat sempurna. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Ya, setelah status duda ia sandang laki-laki itu lantas menikahi Sonya sebagai pengganti Melati. Meskipun mereka sudah saling mengenal ketika Bima masih sah menjadi suami Melati. Dulu wanita itu teman sekantor Bima, tetapi saat ini mereka berbeda kantor Bima dipindahkan ke anak perusahaan yang baru saja didirikan. "Pelankan suaramu itu, Sonya. Malu didengar banyak orang!" ucap Bima sembari melirik ke sembarang arah. Bima juga pastinya malu jika Melati melihat pemandangan ini. Dimana Bima tidak berani
"Ngomongin keluarga toxic. Heran aku, Mel. Sama mereka, apa jangan-jangan kedatangan mereka ada hubungannya sama sertifikat?" Pertanyaan Lina cukup membuat Melati terdiam memikirkannya. Benar yang dikatakan wanita itu, tidak mungkin Bima dan keluarganya pindah ke rumah itu tanpa alasan. "Kamu benar juga, tapi nggak papa. Sertifikat itu sudah aku gadai. Uangnya pun sudah di tangan aku. Walaupun mereka mau memintanya kembali. Biar mereka ambil sendiri di tempatnya Pak Rojak!" ucap Melati sembari menerawang jauh membayangkan nantinya. "Ah, pusing aku. Mending minum teh hangat ini dulu, ya nggak, Din?" "Ho'oh, lebih enak daripada bahas begituan!" Dinda memang polos, dia masih terlalu muda untuk membicarakan hal seperti itu.Melati pun kemudian ia menyeruput teh hangat yang sudah dibuatkan oleh Dinda. Setelah acara minum teh itu selesai akhirnya mereka kembali bekerja. Meskipun usaha Laundry milik Melati masih terbilang kecil, namun cukup banyak pelanggan yang sudah setia di tempat Mela
"Apa yang Anda lakukan, Bu?" Melati tidak mengerti kenapa mantan mertuanya melakukan hal tersebut. Padahal jika dilihat pakaian yang di cuci Melati sangat bersih dan wangi. Mustahil jika ini sebuah keluhan."Kamu bilang laundry kamu ini bersih dan terpercaya? Mana buktinya? Nyatanya baju-baju ini semuanya masih kotor!" ucap Rosita penuh penekanan. Membuat Melati tidak percaya. Ia menggelengkan kepalanya pelan."Astaga, Ibu kenapa pakaian Sonya di buang sih?" teriak seseorang yang mengenakan dress mini. Rosita menoleh ke sumber suara, sedangkan wanita yang baru saja bertanya itu lantas memunguti pakaian itu satu persatu sembari netranya melirik ke arah Rosita dengan tajam."Itu pakaiannya kotor! Dia ini nggak becus ngerjainnya!" sahut Rosita penuh kebencian. Sonya yang melihat Melati ada di hadapannya langsung menatapnya dengan tajam. Ia beranjak dari tempatnya sembari memperhatikan Melati. "Itu usaha laundry punya kamu?" Melati mengangguk. Ia tidak kenal dengan wanita yang kini ada d
"Ada apa?" Lina sudah menyadari ada sesuatu yang tengah terjadi. Terlihat dari cara Melati dan juga Dinda memandang."Mbak Lina, sini deh. Aku kasih tahu!" cicit Dinda membuat Lina yang usianya lebih tua berjalan menghampiri."Apaan?" "Kita punya tetangga baru!" celetuk Dinda membuat netra Lina menyipit. Ia tidak mengerti dengan pemberitahuan Dinda baru saja. Ia merasa tidak ada hubungannya dengan tetangga baru. "Terus?" "Tetangga baru kita Mas Bima." Kini giliran Melati yang menjelaskan. Lina yang mendengar Bima di sebut langsung mengingatkannya dengan mantan suami Melati. Yang sudah beberapa bulan tidak memberi kabar."Maksud kamu Bima mantan suami kamu?" Lina memperhatikan kedua temannya itu silih berganti. Melati dan juga Dinda memberikan jawaban dengan anggukan kepala bersamaan."Serius?""Serius! Duarius malah. Tu pakaian milik mereka baru Dinda cuci!" Dinda menyahut membuat Lina bertambah terkejut. Ia mengalihkan pandangannya pada Melati.Melati pun memberi tanggapan dengan