Terima kasih udah mampir. 💛
🏵️🏵️🏵️ Aku dan Mas Fandy sepakat mengirim Ratu kuliah ke luar kota. Dia akan tinggal bersama Mas Haris—kakakku satu-satunya. Aku bertindak seperti itu supaya dia menjaga jarak dengan Revan. Semoga usahaku ini berhasil untuk memisahkan mereka. Setelah Ratu tidak tinggal bersama kami lagi, Revan lebih sering tampak murung. Namun, aku berusaha untuk tidak kasihan kepadanya. Mungkin lebih baik dia tidak bertemu dengan Ratu supaya dia membuka hati untuk gadis lain. “Sedendam itu kamu padaku, Bel, hingga kamu tega memisahkan Revan dan Ratu. Kamu pasti tahu kalau anakku sangat mencintai anakmu.” Aku dikagetkan suara Mbak Sandra. Sore ini, aku sedang menyiram tanaman di halaman depan rumah. Aku pun menghentikan kegiatanku sejenak lalu berbalik arah melihat Mbak Sandra. “Aku hanya ingin Ratu fokus kuliah, Mbak.” Aku memberikan alasan. “Itu hanya alasan kamu aja. Walaupun mereka pacaran sejak SMP, Ratu tetap berprestasi. Itu artinya, dia selalu fokus belajar.” “Kuliah, kan, harus lebih
🏵️🏵️🏵️ “Apa kamu sedendam itu sama Sandra?” “Aku nggak ngerti maksud Mbak.” Mbak Dewi akhirnya menceritakan sesuatu yang membuatku terkejut. Dia mengaku sedih mendengar keluh kesah Mbak Sandra yang telah menyebabkan Revan dijauhkan dari wanita yang dicintai. Mbak Sandra merasa bersalah atas perpisahan anaknya dengan Ratu. Mbak Sandra bahkan mengaku tidak akan berbuat jahat dan kasar kepadaku jika mengetahui kejadian yang sebenarnya di masa lalu. Selama ini, dia hanya berpikir kalau aku yang telah menyebabkan perpisahan antara Mas Fandy dan Lia. Mbak Sandra berpikir keras untuk mencari cara agar aku percaya dengan niatnya yang ingin melamar Ratu untuk Revan. Dia yakin dan percaya kalau kebahagiaan Revan hanyak bersama Ratu. Dia ingin melihat kedua anak itu bersatu dalam ikatan pernikahan. “Serius, Mbak?” tanyaku kepada Mbak Dewi. “Iya, Bel. Aku kasihan lihat dia. Aku yakin kalau dia benar-benar berubah setelah melihat anaknya bahagia berhubungan dengan anak kamu.” Mbak Dewi me
🏵️🏵️🏵️ Setelah berbincang beberapa jam, aku dan Mbak Dewi pun berpamitan pulang kepada Mbak Sandra. Hatiku merasa tenang karena Revan kembali bersemangat. Dia berjanji tidak akan melakukan hal-hal yang akan menyakiti dirinya. “Pah, Mama udah setuju kalau Ratu berhubungan lagi dengan Revan.” Aku memberitahukan kenyataan itu kepada Mas Fandy saat kami sedang bersantai di ruang TV setelah menunaikan salat Isya. “Terima kasih, Mah.” Aku tidak mengerti kenapa Mas Fandy mengucapkan terima kasih. “Kenapa Papa berterima kasih?” tanyaku penasaran. “Ratu sering curhat ke Papa tentang hubungannya yang tidak bisa bersatu dengan Revan.” “Apa?” Aku terkejut mendengar pengakuan Mas Fandy. “Iya, Mah. Biasanya dia nelepon Papa pas di kantor.” “Kenapa Papa nggak ngomong? Mama kirain, dia udah bisa lupain Revan.” Aku berkata seperti itu karena setiap Ratu menghubungiku, dia tidak pernah bicara tentang Revan. “Papa takut mau ngomong sama Mama. Tapi Papa juga takut dengan keadaan Ratu. Papa han
🏵️🏵️🏵️ Aku penasaran dengan gadis yang Bayu cintai karena selama ini, aku belum pernah melihat dirinya dekat dengan seseorang. Teman-teman yang bertamu ke rumah tetanggaku itu juga hampir semua laki-laki. Padahal sekarang, dia telah memasuki dunia kerja. “Aku juga nggak tahu, Bel. Dia nggak mau jujur. Katanya dia tetap rahasiakan dari siapa pun karena gadis itu punya pria idaman.” Ternyata Mbak Dewi tidak mampu menghapus rasa penasaranku karena dia juga tidak mengetahui gadis yang Bayu impikan. Anak tetanggaku itu memang susah ditebak walaupun dia sangat ramah terhadapku dan Mas Fandy. “Bayu nggak terbuka sama Mbak?” tanyaku kepada Mbak Dewi. “Kalau tentang hal lain, dia selalu cerita. Tapi entah kenapa dia nggak mau cerita tentang gadis yang dia suka.” Wajah Mbak Dewi menunjukkan kekecewaan. “Nanti aku coba cari tahu lagi.” Bukan Mbak Dewi namanya kalau tidak berhasil mencari tahu sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya. Dia mengaku sangat penasaran karena selama ini, dia hera
🏵️🏵️🏵️ Pengakuan Ratu membuat dadaku sesak. Aku seolah-olah sedang dihantam batu yang sangat besar. Aku tidak ingin percaya dengan apa yang keluar dari bibirnya. Anakku tidak mungkin melakukan sesuatu yang membuat orang tuanya malu. “Kamu jangan bercanda, Sayang.” Aku memegang kedua lengannya dengan kuat. “Maafin Ratu, Mah. Ratu nggak bisa jaga nama baik keluarga.” Dia menangis histeris. “Ada apa, Mah?” Aku dikejutkan suara Mas Fandy. Mungkin karena mendengar suara Ratu, dia pun terbangun. “Anak kita, Pah.” Aku juga tidak mampu membendung air mataku agar tidak jatuh. Sementara Mas Fandy langsung menghampiriku dan Ratu. “Ratu kenapa, Mah?” Suamiku itu tampak bingung. “Revan udah merusak Ratu, Pah.” Aku sangat sakit mengeluarkan kalimat tersebut. “Maksudnya apa, Mah?” Mas Fandy kembali bertanya. Akhirnya, aku pun menceritakan apa yang terjadi sebenarnya kepada Mas Fandy. Wajahnya menunjukkan perubahan. Tanpa bicara satu kata pun, dia keluar kamar. Aku tidak tahu apa yang aka
🏵️🏵️🏵️ “Apa? Dua bulan?” Aku sangat terkejut mendengar jawaban Ratu. “Iya, Mah.” “Kenapa ini harus terjadi?” Aku menjauh dari Ratu sambil memegang dadaku yang tiba-tiba sesak. Ratu kembali mual, kemudian berlari menuju kamar mandi. Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana reaksi Mas Fandy jika mengetahui apa yang terjadi terhadap putri kami? Hukuman apa ini? Kenapa harus Ratu yang mengalami nasib seperti ini? Apakah ini balasan atas niatku terhadap Mbak Sandra? Aku membeli rumahnya bukan semata-mata untuk memiliki tempat tinggal baru yang lebih besar, tetapi juga untuk membeli kesombongan yang dia tunjukkan selama ini. Apakah perbuatanku salah? Padahal, aku melakukan itu untuk mengobati hatiku yang selalu tersakiti selama bertahun-tahun. Apa aku tidak pantas bahagia? Saat aku sedang menikmati indahnya hidup, aku dihadapkan pada kenyataan yang sangat menyakitkan. Tanpa pikir panjang, aku segera keluar kamar dan akan membeli alat tes kehamilan ke apotek terdekat untuk memastikan
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Bay?” tanyaku kepada Bayu. “Saya bersedia jadi ayah dari anak yang dikandung Ratu, Tante.” Bayu memberikan jawaban di luar dugaan. “Itu nggak mungkin, Bay. Bagaimana reaksi Bunda kamu jika mengetahui hal ini?” Aku lqngsung ingat Mbak Dewi. “Nanti saya akan jelasin ke Bunda, Tante.” Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang. Di satu sisi, aku sangat terharu jika Bayu bersedia membantu Ratu. Namun di sisi lain, aku tidak yakin kalau Mbak Dewi akan setuju. Aku sangar tahu seperti apa sifat wanita itu. Bagaimana mungkin Mbak Dewi setuju memiliki menantu yang sedang mengandung anak dari laki-laki lain? Ini tidak masuk akal menurutku. Hanya keajaiban yang dapat mengubah hati dan pikiran Mbak Dewi. “Kakak nggak perlu melakukan itu. Apa yang terjadi denganku, bukan tanggung jawab Kakak.” Ratu mengeluarkan suara. “Tapi Kakak ikhlas untuk bertanggung jawab, Dek.” Jawaban Bayu kembali membuatku kagum. “Untuk apa, Kak? Kakak berhak bersanding dengan wa
🏵️🏵️🏵️ “Kenapa tiba-tiba sakit, Dek?” tanya Bayu kepada Ratu. “Aku juga nggak tahu, Kak. Tapi ini sakit banget.” Ratu kembali merintih kesakitan. Aku yang sedang berada di depan pintu kamar Ratu, tidak tinggal diam. Aku langsung memasuki kamarnya lalu bertanya, “Perut kamu kenapa sakit, Sayang?” “Ratu juga bingung, Mah. Padahal tadi baik-baik aja.” Ratu memegang perutnya. “Apa tadi kamu makan pedas?” tanyaku kepadanya. “Nggak, Mah.” “Ya udah, Mama panggilin dokter yang meriksa kamu kemarin.” Aku pun segera beranjak menuju kamarku untuk meraih ponsel. Aku juga tidak lupa untuk membangunkan Mas Fandy lalu menceritakan apa yang terjadi terhadap Ratu. Beberapa menit kemudian, Dokter Alya pun tiba. Wanita itu yang telah memeriksa keadaan Ratu sejak hamil. Dia segera menghampiri Ratu. Aku berharap semoga anakku itu baik-baik saja. Sudah cukup penderitaan yang dia rasakan dalam beberapa bulan ini. Aku ingin melihat Ratu bahagia bersama Bayu. Laki-laki yang bernama Revan tidak pa