BAB 33Titik terang"Ini rumah gua kali," ucap Adi dibarengi tawa cengengesan."Siapa sih, Di? Temen kamu tho?" Ibu bertanya karena kepo dengan kedekatan mereka."Iya, Bu. Dia teman waktu masih sekolah dulu. Namanya Rika!" Wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum melihatku."Rumahnya Mbak Nanda ya?" tanya Rika kepada kami yang berada di hadapannya. Dia menatap kami bergantian."Iya ….""Rumah mertuanya, bukan rumah dia! dia di sini numpang," sahut Ibu yang berdiri di sampingku.Aku memutar bola mata, begitu panas mendengar ucapan Ibu baru saja. Namun tak aku hiraukan. Aku mengajak Rika masuk ke dalam rumah, dan mempersilahkan dia duduk di kursi."Ada perlu apa ya, Mbak Rika?"Rika terlihat mengeluarkan pola dan juga kain. Kali ini pekerjaanku semakin diperbanyak. Terlihat sekali dengan adanya kain yang bertumpuk diberikan padaku.Dia juga menyodorkan uang kekurangan pembayaran kemarin.Diperiksanya baju yang selesai aku jahit. Sepertinya Rika adalah seseorang yang teliti. Dia meliha
Bab 34Sandiwara mertuaKubuang nafas dengan perlahan, Hawa yang terlelap dalam dekapanku. Masih kurasakan isaknya. Karena isak tangisnya tadi memang cukup lama.Aku masih mematung, diam tak bicara. Hanya menatap mereka dari kejauhan.Dan tiba-tiba Ibu sudah keluar dari kamar dengan membawa tas di pundak. Dengan deraian air mata, dia membawa tas berisi pakaian di dalamnya."Ibu yang akan keluar dari rumah ini! Kamu ambil rumah dan segala macamnya," Ibu mengeluarkan air mata yang berderai. Entah apa yang ada dalam pikiran wanita tua itu. Miris melihat-nya yang seharusnya menjadi panutan, malah dia memilih angkat kaki dari rumah. Karena tak sepaham dengan menantunya."Ibu mau kemana?" tanya Mas Wawan kemudian beranjak dari duduknya.Adi pun sama, dia juga terkejut melihat tindakan ibunya baru saja."Wan, kamu bisa memilih Ibu atau Nanda yang harus keluar dari rumah ini!"Aku tersenyum kecut, mendengar pernyataan ibu baru saja. Dia meminta Mas Wawan memilih diantara kami. Aku melempar p
Bab 35Nanda bangkitPOV nandaHatiku hancur. Ya … sehancur-hancurnya. Ternyata menikah tidak seperti yang kubayangkan selama ini. Aku menghapus jejak air mata yang menganak sungai. Menghapus air mata yang tumpah berderai. Aku beranjak dari duduk ku. Dan mencoba menenangkan Hawa. Aku mulai menata hati dan pikiran. Berharap semua hanya mimpi. Tapi pada kenyataannya ini benar-benar nyata adanya. Baiklah kalau itu mau kamu. Aku harus kuat, itu demi Hawa.Ya … Aku akan membalasnya satu persatu. Tapi dengan cara ku.Aku meraih ponsel yang tergeletak di meja kamar.Aku mencari no ponsel ibu RT. Ku kirim pesan singkat kepadanya. [Bu RT, ini Nanda. Apakah ibu mertuaku masih mempunyai hutang pada tabungan RT?] Pesan terkirim, centang dua yang masih berwarna abu-abu. Itu menandakan pesan telah sampai namun belum dibaca. Tak lama kemudian Bu RT membaca dan segera mengirim balasannya.[Masih Nan, dia kemarin cuma ngasih uang sama aku tiga puluh ribu, ibumu berjanji akan melunasinya besok Nusa.
BAB 36Kekecewaan bapakBapak pun tampak sangat kecewa. Dengan terlihatnya rahang yang mengeras dan kepalan kedua tangan.Karena ternyata selama ini yang dibicarakan istrinya tentang menantu-nya tidak benar adanya.Rumah tangga anak sulungnya malah dihancurkan oleh wanita yang telah melahirkannya sendiri.Sungguh diluar dugaan."Ibu, tega-teganya kamu melakukan itu semua pada Nanda dan juga Wawan!" Nyali Ibu menciut tatkala mendengar suara Bapak yang begitu lantang.Karena reputasi bapak sebagai kepala keluarga kini dipertaruhkan."Jangan tinggalkan rumah ini, Nanda. Kita akan segera menyelesaikan pembangunan rumah kalian. Jangan lagi kau hiraukan ucapan ibu!" titah Bapak penuh penekanan.Akhirnya ada titik terang, rumah yang masih setengah jadi akan segera diselesaikan. Dan semua sudah mengetahui perilaku ibu selama ini. Di depan banyak orang ibu tak banyak bicara, dia hanya terdiam mematung tak bergeming sama sekali. Mungkin ini akhirnya yang harus terjadi."Bu RT, memang berapa hu
Bab 37Kepergian emak"Pakde …." Aku menahan tangis dengan segenap tenaga yang tersisa.Setelah peristiwa keributan di rumah mertua, kini aku disuguhi kehilangan orang terkasih."Sabar … Ikhlaskan Emak, biar dia disana bahagia, Insya Allah surga tempatnya," ucap Pakde Pur menasihati."Iya, Pakde," Pakde Pur adalah saudara Emak yang tertua. Dia perhatian kepada setiap keponakannya tanpa terkecuali. Parasnya yang sangat mirip dengan Emak. Hingga melihat wajahnya saja mampu mengingatkan kembali memori tentang Emak.********Aku dan Hawa masih di Klaten. Sudah sepuluh hari sepeninggalan Emak. Kedua saudara ku berkumpul semua, beserta anak istrinya. Hanya Mas Wawan seorang yang tidak ada. Sebab setelah pemakaman selesai Mas Wawan berpamitan pulang.Biasanya pengajian akan digelar selama tujuh hari berturut-turut setelah ada yang meninggal.Berhubung malam ini sudah tidak ada pengajian, kakak tertua ku mengumpulkan kami semua di ruang keluarga. Setelah mengetahui bahwa anak-anak kami suda
Bab 38Pembagian warisanPOV Pakde PurAku adalah kakak dari Darti. Dia biasa di panggil Emak oleh anak-anaknya, hingga semua orang pun ikut memanggilnya Emak.Singkat cerita, hari ini tiba-tiba Emak datang ke rumah. Disambut hangat oleh istriku, yang kebetulan dia baru menyapu halaman."Pak … Pak …." Teriak istriku yang berjalan masuk ke dalam rumah."Ada apa tho, Bu?" Aku bertanya pada istriku yang baru saja masuk ke dalam rumah."Sini … Mak!" Tangan istriku melambai ke luar halaman.Di susul Emak dengan tergopoh-gopoh berjalan menghampiriku "Apa kabar, Mak?" "Alhamdulilah, sehat. Kamu bagaimana kabarnya? Pulang kampung kok gak mau. Ke tempat Emak?""Ngabisin waktu di rumah, Mak. Sudah tua, gampang capek!""Pakde Pur, langsung saja ya. Emak mau minta tolong!" Emak memulai menjelaskan maksud kedatangannya."Minta tolong apa, Mak? Insyaallah kalau bisa saya tolong!"Emak lantas menceritakan apa yang sedang membuat hatinya kalut. Dia bingung dan tidak tahu harus berbuat apa? Karena m
bab 39Salah sangkaAku sangat bersyukur, andai saja ibu mertua ku memang sudah berubah. Tapi aku juga tidak munafik, manusia secepat itu bisa berubah. Apa jangan-jangan ibu mertuaku tahu kalau aku mendapat warisan? Tapi tahu dari mana? Setahuku tidak ada yang tahu selain keluarga sendiri. Apakah kemarin saat Ibu melayat, ada tetangga yang duduk berdekatan dengan ibu? Alhasil, ibu mendapatkan cipratan informasi. Ah … pikiranku malah menerawang jauh. Mikir yang tidak-tidak malah membuatku pusing."Kita jadi ke toko bangunan?"Mas Wawan mengagetkanku. Dia menanyakan apakah aku jadi ke toko bangunan atau tidak? Sebab toko bangunan sudah hampir sampai."Tapi Mas? Aku cuma punya uang dua juta, cukup gak buat beli batu bata?"Mas Wawan terlihat tersenyum, aku tak sengaja melihatnya di spion motor yang berada di depan.Senyuman itu seperti senyuman bahwa dia tahu kalau aku punya uang banyak.Aduh, pikiranku kenapa jadi negatif terus sama orang.Aku memukul helm yang dipakai dengan pelan."Ke
Bab 40Penasaran"Adi, kamu kirim pesan sama Mas Mu! Tanya Nanda kapan pulang?"Ibu langsung meminta Adi segera menanyakan kapan menantunya itu kembali. Padahal baru saja ia turun dari motor."Baru juga nyampe, Bu. Mbak Nanda mau pulang kapan ya terserah dia tho, Bu! Namanya juga baru kehilangan keluarga. Ya … wajar kalau agak lama." Adi menaruh helm-nya di kaca spion.Bu Partini yang mendengar jawaban dari Adi, langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Memang Adi itu gak tahu atau gak pengertian? Karena maksud pertanyaan ibunya, ya dia kepo tentang warisan yang didapat Nanda. Berapa juta atau berapa hektar sawah yang diberikan untuknya?******Hari ini Nanda kembali ke Wonogiri setelah sepuluh hari lebih dia tinggal di Klaten.Untuk menyambut kedatangan menantu yang dipikir akan membawa uang banyak, Bu Partini sengaja ke warung membeli kebutuhan dapur dan juga membeli beberapa makanan. Itung-itung menyambut sang menantu dengan baik agar kecipratan warisan."Wah … ini yang baru menerima
##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas
##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala
##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.
##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per
##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s
##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini
Bab 92Kasih"Kasih?" Adi terkejut melihat mantan berkunjung dengan tiba-tiba. Tanpa memberi tahu terlebih dahulu.Senyumnya masih sama, manis dan juga cantik."Masuk, Tante." Nanda bersikap ramah. Mempersilahkan masuk tanpa melihat jika dia sudah mantan calon ipar.Kasih berjalan mendekat sedikit canggung. Di Salami nya satu persatu semua orang yang ada di ruangan itu.Semuanya kembali duduk ditempat masing-masing. Setelah tadi sempat berdiri ketika Kasih mendekat."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Adi yang mendadak penasaran."Cuma mampir, sudah lama tidak bertemu. Kamu apa kabar? Bapak, ibu sehat? Mbak Nanda dan keluarga sehat?" Kasih memandangi mereka satu persatu. Ada rasa rindu yang terlihat dari sorotan matanya.Entah alasan apa dulu mereka berpisah. Sampai sekarang Adi tidak pernah mengatakan sedikit pun alasannya. Sangat bijaksana dan tidak ingin Kasih meninggalkan nama yang buruk di mata keluarganya."Sehat, Nak. Kami semua alhamdulilah sehat. Tapi ya itu Mbak Nanda lagi da
BAB 91Harapan"Bu, kalau boleh tau nama ibu siapa?" tanya Nanda sampai lupa berkenalan."Saya ibu Siti Maryam. Kalian sendiri siapa? Darimana asalnya? Kok bisa sampai ke rumah ibu bagaimana ceritanya? Maaf, gara-gara tadi sampai saya belum sempat menanyakan tujuan kalian," ucap Bu Siti dengan lembut."Iya, Bu. Gak papa. Saya Nanda, Bu. Ini suami saya. Saya ke sini atas informasi dari Pak Lurah, Pak Adam.""Ow, nak Adam. Iya rumah sepupunya di ujung jalan. Ibu banyak dibantu olehnya."Nanda dan Wawan kemudian menjelaskan perihal kebakaran di rumahnya. Dan juga menjelaskan begitu banyak pesanan yang belum dikerjakan. Sedangkan Bu Siti mempunyai beberapa mesin jahit dan juga alat-alatnya lengkap. Meskipun mesin jahit sudah terlihat tidak baru lagi. Tapi fungsinya masih bagus. Karena dirawat Bu Siti dengan baik.Begitu bahagianya Bu Siti mendengar bahwa Nanda dan juga Wawan berniat meminjam mesin jahit dan juga peralatan lainnya untuk mengerjakan pesanan baju yang terlanjur di terima. B
BAB 90Bu siti"Siapa wanita itu, Pak?"Nanda menerka-nerka siapa wanita yang telah membayar orang untuk membakar rumahnya? Sungguh keterlaluan jika benar itu Siska. Tapi benarkah Siska?Semua karyawan Nanda berpamitan. Karena mereka bilang akan menghadiri acara lain. Padahal mereka sudah merencanakan akan pergi kerumah Nia. Akan membicarakan bagaimana membantu Nanda."Apakah itu Siska?" Nanda kembali bertanya karena sudah tidak sabar lagi mendengar jawaban dari pak lurah."Saya kurang tau, Nan. Yang penting dia seorang wanita. Menggunakan masker dan juga helm berwarna hitam. Dia juga menggunakan kacamata hitam. Ciri-ciri itu yang disampaikan pada saya,"Nanda dan juga Wawan membuang napas dengan kasar. Mereka sudah tidak tau harus bagaimana lagi.Kring …. Kring ...kring.Suara ponsel milik Nanda berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Nanda pun tak berniat mengangkatnya. Dia lagi tidak ingin berbicara apapun."Siapa, Nan? Kok gak diangkat?" tanya Ibu mertua yang sedang duduk bersam