Bab 21Ibu mertua meminta uang"Arisan lagi?!" Aku terkejut mendengar pengakuan Ibu. Bukankah Ibu sudah diberi uang untuk arisan oleh suamiku, sehingga uang yang seharusnya dibayar untuk cicilan motor malah diberikan padanya. Dan tempo hari masih meminta uang tiga ratus ribu untuk arisan, meskipun tak diberikan oleh suamiku.Dan sekarang dua ratus ribu, dengan dalil membayar arisan? Berapa banyak arisan yang diikuti oleh Ibu?Astagfirullahaladzim …Aku mengusap dada dan juga beristighfar dalam hati.Padahal aku yang masih mempunyai bayi, dengan pengeluaran banyak seminggu nya, untuk membeli susu dan lain sebagainya. Tidak sebanyak itu, dia yang hanya mengeluarkan uang untuk makan dan juga arisan sebanyak itu? Padahal dia juga memiliki pendapatan sendiri! Kemana uang hasil kerjanya selama ini?"Assalamualaikum," salam Adi dari luar."Waalaikumsalam," Aku menjawab bersamaan dengan Ibu.Dilihatnya wanita berbadan langsing dan juga tinggi. Kulitnya sawo matang dan juga rambutnya terura
Bab 22Calon mantuBerubah sikap lembutnya tadi yang ia perlihatkan, di depan calon menantunya itu.Baru juga calon. Aku hanya memandang Ibu yang berlalu dengan membawa beberapa kantong plastik.**Tidak terasa Hawa genap berumur sepuluh bulan, dia bayi yang aktif. Sudah tengkurap sejak berumur empat bulan. Alhamdulilah, dia makan dengan sangat baik dan juga lahap. Meskipun masih dengan MPASI instan sebab aku belum berani memasak bubur sendiri untuknya. Meskipun sudah banyak tutorial membuat MPASI homemade yang disiarkan di internet.Belum genap satu bulan aku membeli mesin jahit waktu itu hingga sekarang. Aku rasa ini sudah saatnya aku mengatakan pada tetangga.Tanpa berpikir panjang, aku menulis status di aplikasi hijau berlogo gagang telepon.'Menerima permak baju, tambal baju yang robek bukan tambal hati yang terluka' Kurang lebih seperti itu status yang aku tulis, cukup menggelitik dan juga menarik.Tak ada respon maupun tanggapan dari teman maupun tetangga.Ya … Sudahlah. Mun
Bab 23Terbongkarnya sandiwara"Lihat, seperti itukah istrimu, Wan!" Ibu mertuaku berlagak kesakitan, dan masih tersungkur di lantai dapur.Aku terkejut Mas Wawan sudah berdiri di ambang pintu, tanpa rasa bersalah aku langsung menghampiri Mas Wawan.Karena memang aku tidak bersalah.Mulutku menganga ingin mengucapkan kata.Namun tangan Mas Wawan diangkatnya ke atas.Menandakan tak ingin mendengar penjelasan dariku.Aku tertunduk lesu, melihat perlakuan Mas Wawan baru saja.Ibu mertuaku kembali berakting kesakitan.Hu hu hu …"Istrimu memang keterlaluan! Lihat, Ibu tersungkur karena di dorongnya! Kamu percaya kan sekarang sama Ibu!" Ibu seolah-olah menyeka air matanya, padahal jelas terlihat dia tak menangis.Lama Mas Wawan diam tak bergeming, menatap Ibu cukup lama."Aku percaya sama kamu, Nanda!" Mataku terbelalak mendengar ucapan Mas Wawan baru saja."Jangan kau bersandiwara lagi, Bu. Sudah cukup selama ini kamu menghina maupun memfitnah Nanda. Aku tahu Ibu tidak didorong oleh Nanda
Bab 24Rencana"Bicaralah apa yang ingin kamu katakan?" Bapak mertuaku memandang Mas Wawan dengan seksama.Suasana pun menjadi serius, Mas Wawan terlihat menata hati untuk memulai berbicara.Menata hati untuk mendengar apapun yang akan dikatakan kedua orang tuanya."Pak, Wawan ingin membangun rumah sekarang! Sudah ada uang meski tidak banyak," ucap Mas Wawan sangat hati-hati.Bapak tak langsung menjawabnya, dia menghisap rokok pelan lalu membuangnya menjadi asap yang berada di ruangan itu.Menatap langit-langit rumah."Adik mu berencana melamar Kasih, kekasihnya yang sekarang! Bapak saat ini ingin menikahkan Adi dulu, baru nanti setelah uang kamu terkumpul banyak, kita bangun rumah!""Tapi, Pak. Bukannya Adi menikah paling tidak masih tahun depan?""Iya memang, tapi kasihan kalau dia gak dibuatkan pesta, dia kan sudah jadi pegawai, malu sama tetangga!"Kekecewaan nampak jelas terlihat disana, namun suamiku enggan mengatakannya. Tak banyak bicara lagi, dia tertunduk lesu."Memangnya su
Bab 25Adi putus"Apa yang kalian lakukan?!" teriak Bapak mertua di ambang pintu.Bapak mertuaku sepertinya marah. Dia melihat Adi dan juga calon menantu nya bertengkar di depan rumah. Ya … Calon menantu. Kemarin malam tepatnya, Adi bersama keluarga secara resmi telah melamar Kasih.Dengan membawa sekotak kue yang cukup mahal disertai buah dan juga dua pasang cincin, tidak lupa makanan yang dibuat para tetangga sebelumnya.Diterima dengan baik, dijamu layaknya orang kebanyakan. Keluarganya ramah dan juga terlihat bahagia, menerima kedatangan kami.Adi dan juga Kasih, mereka sepasang sejoli yang sedang di mabuk asmara.Serasi dan sangat di eluh-eluhkan oleh Ibu mertuaku.Tidak jarang Ibu mertuaku selalu membicarakannya di depan para tetangga, berbeda dengan ku. Dia selalu saja mencari celah kekuranganku, bukankah setiap orang mempunyai kekurangan?Adi dan Kasih terdiam, setelah mendengar Bapak menegur mereka.Akupun yang semula di kamar, langsung meraih tubuh mungil Hawa, yang sedang
Bab 26TagihanIbu tak menyangka aku akan berani mematok harga untuknya. Karena selama ini, dia tidak pernah membayar sepeserpun kepadaku untuk jasa permak baju miliknya. Dari awal aku tak mengapa bila Ibu menyuruhku menjahit baju milik dia tanpa dibayar, tapi lama kelamaan ibu menyuruhku membayar tagihan listrik dan juga tagihan air tanpa dibantu sebagian olehnya, dia beralasan kalau uang yang diberikan Adi hanya cukup untuk membeli sayur setiap harinya. Dia berdalil bahwa usaha ku menjahit cukuplah lancar. Padahal niat aku menjahit agar bisa membantu membeli susu dan juga membeli kebutuhan lain, malah habis hanya untuk tagihan listrik dan juga tagihan air. Karena kedua tagihan itu cukuplah menguras kantong.Ibu akhirnya pergi meninggalkan ku yang masih menjahit baju milik pelanggan. Tanpa memberikan uang dia tetap menaruh baju yang robek itu di keranjang pakaian dekat ku menjahit. Aku juga tidak akan pernah lagi menjahit baju mu kalau tidak kau beri uang di muka.Ku biarkan saja ba
Bab 27Pertolongan Allah"Ratna?" Aku bertanya dan sedikit tak percaya."Apa kabar?" Aku kembali bertanya, lantas aku melihat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilannya yang kini lebih tertutup dan juga lebih berpadu padan."Baik, Alhamdulilah. Kamu apa kabar? Tambah cantik aja, Bunda satu ini!" "Ah … Kamu bisa aja, Rat. Jadi ge er aku. Ha ha ha. Ada apa kok tumben? Kenapa gak ngabari dulu sih kalau kesini?""Iya, mendadak sih. Langsung aja ya, aku sering lihat kamu buat status di sosmed mengenai usaha menjahit kamu. Kamu mau gak join sama aku? Kebetulan aku sama suami lagi punya bisnis baju online gitu," tutur Ratna.Aku yang dengan sangat senang mendengar tawaran Ratna langsung menerima tawaran tersebut, tanpa berdiskusi lagi dengan Mas Wawan.Toh … Nanti kalau usaha ku sudah berkembang dia akan menikmati juga. Pikirku."Maksud kamu, aku yang jahit baju nya begitu? Kain dan juga yang lain gimana?""Iya kurang lebih seperti itu, nanti kain dan juga pola nya aku kirim. Kamu s
Bab 28Masalah berasLagi dan lagi ibu terus-terusan berkata mengenai uang. Tidak ada bosannya.Padahal mati tidak akan dibawa bukan?"Kenapa Ibu gak masak sendiri? Asal Ibu tahu ya, aku pakai kompor punya aku yang dibeli tempo hari. Jadi nanti kalau gasnya abis, Ibu yang beli gas!""Kenapa jadi Ibu yang beli gas? Kan itu kompor kamu! Ibu gak nyuruh kamu masak pakai kompor," sungut Ibu yang masih menggendong Hawa."Aku yang bayar tagihan listrik dan juga air, kadang masih beli beras. Masak gas doang Ibu gak mau beli? Pelit amat punya mertua!""Astaga … Tu denger, Wan. Istrimu baru saja bilang apa? Mulai itung-itungan ya sekarang? Sudah tinggal di sini gratis, masih aja itung-itungan!""Siapa bilang gratis? Aku ….""Mie nya mana, Dek? Mas dah lapar!" Mas Wawan sengaja menyela, agar tidak terjadi sesuatu yang lebih heboh lagi.Tidak tahu kenapa? Aku sekarang lebih sensitif dengan Ibu mertuaku, mungkin karena nada bicaranya dan setiap perkataan membuat panas pendengaran ini.Piring berj
##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas
##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala
##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.
##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per
##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s
##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini
Bab 92Kasih"Kasih?" Adi terkejut melihat mantan berkunjung dengan tiba-tiba. Tanpa memberi tahu terlebih dahulu.Senyumnya masih sama, manis dan juga cantik."Masuk, Tante." Nanda bersikap ramah. Mempersilahkan masuk tanpa melihat jika dia sudah mantan calon ipar.Kasih berjalan mendekat sedikit canggung. Di Salami nya satu persatu semua orang yang ada di ruangan itu.Semuanya kembali duduk ditempat masing-masing. Setelah tadi sempat berdiri ketika Kasih mendekat."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Adi yang mendadak penasaran."Cuma mampir, sudah lama tidak bertemu. Kamu apa kabar? Bapak, ibu sehat? Mbak Nanda dan keluarga sehat?" Kasih memandangi mereka satu persatu. Ada rasa rindu yang terlihat dari sorotan matanya.Entah alasan apa dulu mereka berpisah. Sampai sekarang Adi tidak pernah mengatakan sedikit pun alasannya. Sangat bijaksana dan tidak ingin Kasih meninggalkan nama yang buruk di mata keluarganya."Sehat, Nak. Kami semua alhamdulilah sehat. Tapi ya itu Mbak Nanda lagi da
BAB 91Harapan"Bu, kalau boleh tau nama ibu siapa?" tanya Nanda sampai lupa berkenalan."Saya ibu Siti Maryam. Kalian sendiri siapa? Darimana asalnya? Kok bisa sampai ke rumah ibu bagaimana ceritanya? Maaf, gara-gara tadi sampai saya belum sempat menanyakan tujuan kalian," ucap Bu Siti dengan lembut."Iya, Bu. Gak papa. Saya Nanda, Bu. Ini suami saya. Saya ke sini atas informasi dari Pak Lurah, Pak Adam.""Ow, nak Adam. Iya rumah sepupunya di ujung jalan. Ibu banyak dibantu olehnya."Nanda dan Wawan kemudian menjelaskan perihal kebakaran di rumahnya. Dan juga menjelaskan begitu banyak pesanan yang belum dikerjakan. Sedangkan Bu Siti mempunyai beberapa mesin jahit dan juga alat-alatnya lengkap. Meskipun mesin jahit sudah terlihat tidak baru lagi. Tapi fungsinya masih bagus. Karena dirawat Bu Siti dengan baik.Begitu bahagianya Bu Siti mendengar bahwa Nanda dan juga Wawan berniat meminjam mesin jahit dan juga peralatan lainnya untuk mengerjakan pesanan baju yang terlanjur di terima. B
BAB 90Bu siti"Siapa wanita itu, Pak?"Nanda menerka-nerka siapa wanita yang telah membayar orang untuk membakar rumahnya? Sungguh keterlaluan jika benar itu Siska. Tapi benarkah Siska?Semua karyawan Nanda berpamitan. Karena mereka bilang akan menghadiri acara lain. Padahal mereka sudah merencanakan akan pergi kerumah Nia. Akan membicarakan bagaimana membantu Nanda."Apakah itu Siska?" Nanda kembali bertanya karena sudah tidak sabar lagi mendengar jawaban dari pak lurah."Saya kurang tau, Nan. Yang penting dia seorang wanita. Menggunakan masker dan juga helm berwarna hitam. Dia juga menggunakan kacamata hitam. Ciri-ciri itu yang disampaikan pada saya,"Nanda dan juga Wawan membuang napas dengan kasar. Mereka sudah tidak tau harus bagaimana lagi.Kring …. Kring ...kring.Suara ponsel milik Nanda berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Nanda pun tak berniat mengangkatnya. Dia lagi tidak ingin berbicara apapun."Siapa, Nan? Kok gak diangkat?" tanya Ibu mertua yang sedang duduk bersam