Tak lama kemudian terdengar Prabu Kertanegara berbicara lagi"Sebagai ganti Rakryan Patih Mpu Raganata, aku menunjuk Kebo Anengah sebagai Rakryan Patih dan Panji Aragani sebagai wakilnya."Para hadirin bertepuk tangan mendengar titah sang Raja. "Sedangkan Kebo Anabrang kuangkat sebagai Senopati Agung!" kata Kertanegara.Orang-orang kembali bertepuk tangan menyambut gembira keputusan Kertanegara. Tentu saja sudah lama Kertanegara ingin melengserkan Raganata sebagai Patih dan Aria Wiraraja sebagai Rakryan Demung lalu memindahnya ke Songenep (Sumenep) Madura. Hari ini dia mendapatkan alasan yang tepat untuk membuang mereka yang bagaikan duri dalam daging bagi Kertanegara. Setiap saat kedua orang itu selalu saja mengkritisi setiap kebijakannya dan mengingatkan dirinya agar menghentikan kebiasaannya mabuk-mabukan dan bercinta dengan banyak wanita dengan alasan mengamalkan ritual Tantrayana. Kertanegara menggantinya dengan orang-orang yang lebih penurut dan memiliki kesukaan yang sama de
Tiba-tiba Lembu Sora melompat ke arah Wirota dan membacok wajahnya membuat Wirota harus mundur selangkah menghindarinya sambil tangannya menangkis dengan pedangnya untuk melindungi wajahnya. Percikan api meletik dari pedang mereka, tangkisan Wirota sempat membuat tangan Lembu Sora terasa kesemutan karena kuatnya tenaga yang dikerahkan pemuda itu. Sedangkan Lembu Sora sendiri baru menggunakan 50% tenaganya saja.Benar kata Kangmas Wiraraja, anak ini istimewa, tinggal diasah sedikit dia akan menjadi seorang prajurit yang hebat, batin Lembu Sora.Beberapa prajurit mulai berkerumun menonton latihan perang Lembu Sora dan Wirota. Mereka merasa heran, baru kali ini mereka melihat pemimpin mereka mau berlatih dengan seorang prajurit yang baru saja terdaftar di Kasatriyan mereka. Biasanya Lembu Sora hanya mau berlatih dengan prajurit senior saja.Kini terlihat Wirota sudah tidak sungkan-sungkan lagi melawan Lembu Sora yang sudah menyerangnya dengan gencar. Pedangnya berkelebat, sesekali terlih
Jangan-jangan dugaan pemberontakan itu memang benar adanya, dan dalam hal ini dia akan bekerjasama dengan Arya Rahu sebagai pemasok senjata dan prajurit. Pintar juga dia mendekati seorang Arya yang mengurus pembuatan senjata dan pasokannya ke seluruh wilayah Singhasari termasuk Kerajaan bawahan. "Tapi untuk apa mereka mengincar pedang Naga Bumi?" tanya Lembu Sora."Ndoro Sora, pedang Naga Bumi adalah pedang yang hebat. Pedang itu dapat mengiris sebongkah batu kali dengan mudah seperti mengiris batang pisang. Saya sudah membuktikan sendiri ketangguhannya," kata Wirota.Lembu Sora menganggukan kepalanya, sekarang dia akan lebih ketat lagi mengawasi Arya Rahu."Ngger, apa kau mau membalas dendam kepada Arya Rahu?" tanya Lembu Sora.Wirota tampak tertegun sejenak kemudian berkata"Tentu saja, saya ingin Ndoro Sora.""Kau tahu Jayakatwang Raja Gelang-gelang? Kami mencurigainya akan melakukan makar terhadap Raja Kertanegara. Melihat kemampuanmu, aku akan menempatkanmu sebagai pasukan Caya
Pemberontakan Pasukan Caya RajaKebo Arema penasehat Kertanegara rupanya mengetahui adanya pemberontakan ini. Entah siapa yang membocorkan rencana pemberontakan itu, sebelum mereka bergerak, para pelakunya sudah keburu ditangkap. Pemberontakan pasukan Caya Raja berhasil ditumpas dengan mudah. Hal itu membuat Jayakatwang semakin berhati-hati dalam melaksanakan rencana pemberontakannya.Akibat adanya upaya makar oleh pasukan Caya Raja, maka terjadi perombakan besar-besaran dalam pasukan Caya Raja. Regu Caya Raja di bawah pimpinan Wiragati dimutasi menjaga keamanan wilayah di luar Keputren. "Mulai besok kita sudah berjaga di tembok luar Keputren. Tampaknya kita akan lebih sering berjaga di siang hari," kata Wiragati."Aku malah senang jika kita berdinas pagi di Keputren, daripada kita dinas malam seperti kemarin-kemarin. Dini hari aku harus mengurus Raja mabuk, menggotongnya ke kamarnya. Terkadang Gusti Prabu Kertanegara sampai muntah-muntah di tanganku karena banyaknya tuak yang masuk
Ketika menemui Gayatri di depan istana, Gayatri tersenyum kepadanya dan berkata"Ayo kita pergi, akan kutunjukan bahwa aku orang yang peduli terhadap penderitaan rakyat," kata Gayatri.Rombongan Putri Gayatri bersama Wirota dan beberapa Prajurit Caya Raja berangkat menuju desa Jalagiri yang letaknya tidak jauh dari ibu kota. Namun tanpa disadari beberapa pria yang berpakaian seperti petani tampak mengawasi kepergian mereka kemudian mengikuti rombongan Gayatri. Tak lama kemudian sampailah mereka di desa Jalagiri, para penduduk menyambut rombongan Putri Gayatri dengan gembira. Disana Gayatri membagikan sembako dan pakaian kepada para penduduk yang menerimanya dengan gembira. Menjelang sore barulah tugas mereka selesai. Merekapun segera kembali ke ibu kota. Perjalanan pulang itu kembali melewati hutan belantara. Tiba-tiba dari arah hutan yang lebat munculah 10 orang dengan kedok menutupi wajah mereka, mencegat kereta Gayatri dan rombongannya. Wirota dan pasukan Caya Raja lainnya sege
Setibanya di Kasatriyan Lembu Sora segera menyusun jadwal baru bagi pasukannya, Wirota dan Wiragati diperintahkan untuk berjaga ronda di kampung-kampung. Mulai jam 19.00 malam mereka sudah bertugas berkeliling memantau keamanan di kota. Malam itu Wirota, Wiragati dan teman-temannya disebar berkeliling ke seluruh pelosok kota. "Mengapa sedari tadi aku tidak melihat seorangpun perampok yang mencoba membobol rumah penduduk ya? Jangan-jangan mereka sudah tahu akan ada gerakan pengamanan oleh prajurit kerajaan di malam hari," kata Wirota."Ya, aku curiga gerakan pengacau keamanan itu dipelopori oleh orang dalam kerajaan juga. Coba menurutmu siapa kira-kira yang melakukannya?" tanya Wiragati.Wirota berpikir sejenak kemudian berkata"Mungkinkah Jayakatwang? atau Mpu Raganata dan Mpu Wirakerti yang jabatannya diturunkan secara drastis? Ah jangan-jangan Mahesa Rangkah, bukankah hanya dia seorang yang langsung dipecat dengan tidak hormat?"Belum lagi Wiragati menjawab, dari kejauhan terliha
"Jlitheng, kasihan kamu maafkan aku ya kemarin aku sakit jadi tidak bisa menjengukmu di sini," kata Wirota. Jltheng si kuda hitam seolah mengerti dengan keadaan Tuannya. Diapun melepas rindu terhadap Tuannya yang selama ini sudah bersamanya dalam suka dan duka bekerja sama melakukan perampokan.Wirota masuk kerumahnya, dilihatnya debu tebal sudah menempel di berbagai perabotan rumahnya, sarang laba-laba berada di sudut-sudut dinding dan blandar. Wirota menghela nafas panjang seolah ingin melepaskan beban berat dibahunya. Biasanya usai berjudi, merampok atau mencopet, mereka membeli babi guling dan arak, lalu mereka akan makan dan minum bersama merayakan keberhasilan."Paman, aku sudah tidak merampok dan mencuri lagi. Seseorang di istana telah memberiku pelajaran menjadi seorang ksatria yang baik dan meninggalkan kemaksiatan. Kini aku sudah menjadi seorang Prajurit Paman," gumam Wirota.Wirota mengambil sapu dan lap lalu membersihkan rumahnya yang sudah lama tidak ditempatinya. Akhir
"Mengapa kau lewat jalan ini? Sudah lama kita berputar-putar di sini tetapi sampai saat ini kita tidak juga menemukan perkampungan. Kurasa kita tersesat!" Omel Wiragati pada Wirota."Kita ini kan pasukan penjelajah, ya kita harus bisa menemukan jalan lain. Coba kalau sewaktu-waktu pasukan Mahesa Rangkah menggerebek kita di hutan ini. Kalau kita tidak tahu jalur alternatif dan hanya mengandalkan satu jalan saja, kita seperti tikus sawah yang digropyok petani. Jalan yang lain ditutup hanya disisakan satu jalan keluar. Setelah kita keluar, pasukan perampok itu akan menghabisi kita di sini," jelas Wirota."Hei kalian ini laki-laki tapi cerewetnya macam perempuan, jalan sambil ngobrol dengan hebohnya. Sadarkah kalian, kita sudah 3 kali kembali ke kolam ini!" Kata Nandi dengan kesal. Wirota tertegun, dia berhenti berjalan, dia sama sekali tidak sadar karena sejak tadi sibuk berdebat dengan Wiragati. "Kita berhenti dulu, pasti ada gaib di hutan ini yang mengganggu kita," kata Jaran Pikatan
Namun sebelum sampai pada sasarannya, tiba-tiba terdengar suara berkelebat dan kesiur angin melewati tubuhnya. Belum sempat Wirota menyadari, seseorang telah menangkis pukulannya. "Wiro, hentikan!" Wirota menoleh, ternyata Mahesa Wagal yang menangkis serangannya. Di belakangnya menyusul Gajah Mada, Gayatri dan Banyak Wungu. "Gusti Wirota, tunggu!" Seru Banyak Wungu. Wirota terkejut melihat kedatangan Banyak Wungu bersama Gajah Mada dan Gayatri. Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya. Jangan-jangan, Majapahit sudah membantai seluruh pasukan Sadeng dan Keta lalu mereka menyandera Banyak Wungu batin Wirota cemas. "Banyak Wungu, apa yang terjadi? Mengapa kamu bisa bersama mereka?"Tanya Wirota. "Gusti Wirota, Gusti Ratu Tribuana telah memerintahkan tabib Majapahit untuk mengobati para prajurit kita yang terluka. Dia mengatakan bahwa dia ingin Gusti Wirota kembali ke Majapahit. Beliau berjanji akan memberi anda jabatan Juru Demung atau Patih di Daha," ujar Banyak Wungu.
Ditantang seperti itu membuat darah Wirota seketika mendidih. Tapi dia tak ingin terlihat emosional di depan Ra Kembar. Setelah menghela nafas panjang untuk meredakan amarahnya barulah Wirota menjawab "Siapa takut?! Aku bukan laki-laki pengecut. Baik, kuterima tantanganmu!" Saat itu hari sudah menjelang maghrib,, namun situasi di sekitar gelanggang masih terang benderang bagai di siang hari bolong. Energi batu pusaka dari Gunung Padang yang dibuat menjadi tombak Naga langit begitu kuat dan seolah tak ada habisnya. Cahayanya masih terus berpendar tanpa meredup sedikitpun. Wirota menancapkan pedangnya ke tanah, lalu berjalan mendekati Ra Kembar dan memasang sikap kuda-kuda. Ra Kembar tersenyum, dia sangat yakin akan menang. Sepanjang karirnya sebagai prajurit, Ajian Balung Ireng tak pernah gagal membunuh musuhnya hanya dalam satu dua jurus Ra Kembar berjalan mendekati Wirota, kini mereka sudah berdiri berhadapan siap bertarung. Ra Kembar mengatupkan kedua tangannya di dep
Suara derap kaki kuda di belakangnya semakin dekat. Siapa itu, mungkinkah Lembu Peteng, Ikal-ikalan Bang atau Jabung Taraweskah? Hanya mereka yang tahu jalur yang kulewati ini, batin Ra Kembar. Hatinya mulai tenang merasa ada yang menemani. Ra Kembar sengaja mengambil jalur yang berbeda, sebuah jalur tersembunyi, bukan jalan yang biasa dilewati para prajurit Majapahit untuk pulang menuju Trowulan. Jalur itu jalannya lebih sempit dan melewati hutan belantara. Ra Kembar menoleh, dilihatnya ada seorang penunggang kuda mengejarnya. Terkesiap Ra Kembar ketika melihat penunggangnya, dari pakaian dan wajahnya dia dapat mengenali penunggang kuda yang mengejarnya adalah Wirota. "Sial, gara-gara harus membebaskan diri dari totokan Resi tua tadi, waktuku terbuang di pondok itu. Sekarang Wirota sudah menemukanku. Aku lupa dia juga tahu jalur ini ketika melarikan diri bersama Prabu Wijaya ke Madura," gerutu Ra Kembar. Ra Kembar kembali memacu kudanya. Tiba-tiba terdengar suara kelebatan d
RA Kembar terkejut, ketika menoleh dilihatnya seorang bhiksuni berdiri di belakangnya "Siapa kamu? Tak usah ikut campur, sebaiknya kamu pergi bertapa saja. Tempat ini bukan untuk wanita sepertimu!" Ra Kembar ternyata tidak mengenali sosok Gayatri yang kini menjadi bhiksuni. Beberapa prajurit Araraman yang berjaga di tepi hutan segera menghadang Gayatri melindungi Ra Kembar. Gayatri mendengus marah "Aku akan pergi jika tombak itu kamu kembalikan pada pemiliknya! Usai berkata Gayatri berkelebat dengan cepat melompati para prajurit yang menghadangnya lalu mencoba merebut tombak. Ra Kembar panik, tangan kanannya masih kebas karena totokan Mahesa Wagal. Membuatnya tak bebas bergerak. Tetapi dia masih sempat menghindar sehingga Gayatri gagal merebut tombak. "Siapa kamu? Beraninya kamu melawanku.Baiklah aku akan membuatmu seperti para bhiksu di Kasogatan Bajraka!" "Prajurit, bereskan dia!" perintah Ra Kembar. Spontan para prajurit Araraman segera mengeroyok Gayatri. Terpaksa
Mahesa Wagal dan Gajah Mada terkejut karena hal ini jauh di luar rencana mereka. "Mada, siapa yang mengacaukan pertemuan ini?" Tanya Mahesa Wagal. Gajah Mada menggeleng, dia juga bingung melihat kejadian yang berlangsung di depannya. Mendadak Wirota menarik tubuh Gajah Mada dan mulai memukulinya. Sontak Gajah Mada berusaha menghindar dan membela diri. Wirota terus menerjang, sehingga pertarungan keduanya berlangsung sengit, namun Gajah Mada tidak pernah membalas serangan Wirota, hanya menghindar saja. Hal ini membuat Wirota semakin gusar, "Ayolah Mada, jangan jadi pengecut! Lawan aku, jangan hanya menghindar saja!" "Paman Wirota, sabar dulu...kami tidak tahu tentang serangan ini. Gusti Ratu tidak pernah memerintahkan penyerangan ini!" Seru Gajah Mada sambil berusaha menghindari serangan Wirota. "Bohong...jangan harap aku akan percaya pada kalian!" Wirota kembali menyabetkan pedang ke.leher Gajah Mada. Wirota yang sudah terlanjur marah, tangannya bergerak mencabut pedang Na
"Aneh. tak biasanya mereka begini. Baiklah, aku akan menemui mereka," kata Wirota. Setibanya di tepi hutan, Wirota terkejut ketika mendapati tamunya ternyata adalah Gajah Mada dan seorang lelaki tua berpakaian seperti seorang Resi/ pertapa yang berjalan tertatih dengan tongkat. Mereka berdua memberi salam setelah itu Gajah Mada berkata "Paman, saya mengantar Paman Mahesa Wagal kemari karena dia sangat ingin bertemu dengan anda. Kemarin dia mendatangi kemah kami dan minta diajak menemui anda." Wirota tampak terkejut, tak disangkanya Resi tua yang berjalan terpincang itu adalah rekannya di masa masih berjuang melawan pemberontakan Jayakatwang. Mahesa Wagal adalah seniornya di masa mereka masih berdinas di Singasari. Ah, waktu sudah lama berlalu, Mahesa Wagal sekarang hanyalah seorang lelaki tua yang sakit-sakitan, batin Wirota. Namun Wirota tak mau memperlakukan Mahesa Wagal layaknya seorang sahabat lama. Di mata Wirota siapapun yang bekerjasama dengan Majapahit adalah musuh.
Suara langkah kaki itu berhenti. Wirota berkelebat menghampiri asal suara. Dalam keremangan sinar bulan dia melihat satu sosok yang sangat dikenalnya. Gayatri, bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini? pikir Wirota. Masa muda telah berlalu, namun Gayatri masih tetap memberikan atensi kepadanya, berada di sisinya di saat dia memerlukan teman. Di lubuk hatinya yang paling dalam, sesungguhnya dulu Wirota juga tertarik kepada Gayatri. Namun dia cukup tahu diri dan tak ingin menyakiti hati sahabatnya Dyah Wijaya walaupun di saat itu Gayatri selalu mencoba menarik perhatiannya. Mendadak Wirota salah tingkah, dadanya berdebar, tapi dia tak ingin Gayatri mengetahui apa yang sedang dirasakannya. Maka dia berusaha bersikap wajar dengan bertanya "Banthe? Bagaimana anda bisa tahu saya berada di sini?" Gayatri hanya tersenyum dan menjawab "Wirota, hutan bagaikan rumahku. Aku sudah tiga bulan bertapa di sekitar hutan ini, dan aku juga sudah melihat peperangan kalian." Ah. Gayatri. aku
"Siapa kamu dan mengapa kamu ada di sini?" gertak Banyak Wungu. "Ssa...saya penduduk di sini, Eeeh...saya mencari kucing saya yang lari ke sini, " jawab orang itu ketakutan. Banyak Wungu mengamati orang itu dengan seksama lalu bertanya lagi "Bukankah para penduduk yang masih ada di sini seharusnya beristirahat karena besok dini hari kalian sudah harus pergi dari sini!" Orang itu tampaknya sudah terlalu lemas dan sulit berkata-kata lagi. mungkin karena seluruh wajahnya sudah bengkak sehingga untuk bicarapun terasa sakit. "Baiklah, mungkin kamu perlu sedikit disiksa supaya mau bicara!" Banyak Wungu mengeluarkan sebilah pisau, bersiap mengiris kulit tawanannnya. Tiba-tiba Wirota mendengar suara kelebatan di balik pepohonan di antara para prajurit yang berkerumun. Sejurus kemudian, dia merasakan desir angin tipis melaju di depannya. Begitu samar sehingga hanya orang yang berilmu kanuragan tingkat tinggi saja yang bisa merasakannya. Mendadak Wirota menyadari sesuatu, tapi ter
Seketika Ra Kembar tersentak. Dia seolah mendapatkan energi baru."Blaaar...blaar...blaaar!"Suara ledakan dari hulu meriam rampasan dari pasukan Mongol, menembakan pelurunya ke arah dinding benteng. Setelah beberapa kali menembakan peluru meriam, benteng batu bata setinggi 10 meter itupun tak lama kemudian roboh. Beberapa prajurit yang berdiri di dekat tembok benteng seketika tertimbun reruntuhan batu tembok.Terdengar teriakan pasukan Majapahit menyerbu kota. Ra Kembar dengan semangat baru menghajar pasukan Tigangjuru yang mencoba mendekatinya dengan cambuknya. Beberapa prajurit Tigangjuru yang terkena sabetan cambuknya yang berujung pisau tajam terlempar dengan luka-luka di sekujur tubuh mereka. ujung-ujung pisau itu telah dilumuri ramuan racun. Sehingga dalam sekejap para prajurit itu sekarat dan gugur."Ha ha ha ha sekarang kalian sudah terkepung seperti tikus sawah yang digropyok petani!" Ra Kembar berseru sambil menyabetkan cambuknya ke segala arah.Celaka, mereka membawa meria