"Wijaya, kau sudah tidak dapat lari dari kami, sekarang lebih baik serahkan ketiga putreri keraton itu pada kami atau kami akan membunuh kalian semua!""Siapa kalian? Apakah kalian prajurit dari Daha atau Gelang-Gelang?" Tanya Lembu Sora."Ha ha ha ha kami bukan prajurit Daha ataupun Gelang-Gelang. Kami adalah orang-orang bebas, bekerja berdasarkan pesanan. Kalau kalian butuh orang untuk membunuh Jayakatwang kami bisa melakukannya asal ada imbalannya," kata salah satu dari mereka."Tidak usah berbelit-belit, siapa kalian sebenarnya?" Tanya Wijaya."Aku adalah Rajapati pemimpin gerombolan Pring Wulung, kami dibayar Jayakatwang untuk membantu pasukannya memberontak terhadap Singasari. Sekarang tugas terakhir kami adalah memburu kalian dan menumpas sisa-sisa pendukung wangsa Rajasa sampai musnah. Tidak ada lagi wangsa Rajasa di Jawa, dan wanita-wanita keturunan wangsa Rajasa akan kami jual sebagai wanita penghibur di rumah plesir. Ha ha ha ha!" Kata Rajapati sambil tertawa keras."Ndoro
Saat itulah, sesuatu yang tak terduga terjadi, pedang Wirota berhasil menembus dada Rajapati. Matanya melotot memandang Wirota penuh dendam "Kau...darimana kau tahu kelemahan ku?" "Kesaktianmu kau peroleh dengan cara yang tak biasa, maka aku harus membunuhmu dengan cara yang tak biasa juga. Yaitu membunuh dengan tangan kiri!" Jawab Wirota. Setelah itu tubuh Rajapati ambruk ke tanah. Para anggota Pring Wulung lainnya terkejut ketika melihat pimpinannya ambruk. Mereka menatap Wirota dengan pandangan terkejut. Tiba-tiba terdengar aba-aba "Serbu!" Wirota terkejut para perampok itu tiba-tiba mengejarnya. Wirota berlari masuk ke dalam hutan, menyelamatkan diri. Dia tak ingin kembali ke pasukan induk. Karena jika dia kembali ke pasukan induk, Wijaya dan teman-temannya yang lain akan terancam bahaya. Bukan tidak mungkin mereka akan ditumpas habis oleh gerombolan liar yang dendam karena pimpinannya terbunuh. "Medang cepat lari!" Seru Wirota. "Tidak Wirota, pergilah sendiri!" Wirota te
Tiba-tiba dari luar kamar terdengar suara merdu "Romo, apakah tamu kita sudah siuman? Aku mendengar kau berbicara dengan seseorang." Resi Triguna menoleh kepada Wirota "Dia Lipursari anakku, isteriku sudah meninggal tinggal kami berdua tinggal di sini." "Ya Nduk, dia sudah sadar, tolong buatkan racikan jamu Sambung Nyawa untuk tamu kita dan bawakan kain pembalut baru dan bubuk obat luka," perintah Resi Triguna. "Ngger, tunggu sebentar ya, aku buatkan racikan jamu untuk luka-lukamu setelah itu aku akan mengganti pembalut lukamu," ujar Resi Triguna sambil kembali meraih mangkok bubur dan menyuapi Wirota. Untuk sejenak ingatan Wirota melayang kembali saat pertama dia bertemu Jayendra dalam keadaan terluka. Jayendra dengan telaten merawat lukanya bahkan menyuapinya. Mendadak dia merindukan kehadiran Jayendra di sisinya. Tak lama kemudian terdengar langkah kaki mendekat membuyarkan lamunan Wirota, seorang gadis cantik masuk ke kamar membawa nampan berisi secawan jamu, guci berisi ob
Sementara Wirota di rawat oleh Resi Triguna dan putrinya, Wijaya dan sisa-sisa pengikutnya telah tiba dengan selamat di Madura. Setelah pertempuran di tepi hutan melawan orang-orang Pring Wulung, Wijaya dan sisa-sisa pengikutnya singgah di desa Kudadu. Mereka diterima dengan baik di rumah Macan Kuping Kepala Desa Kudadu yang ternyata masih setia kepada Prabu Kertanegara. Macan Kuping mempersilahkan mereka menginap di rumahnya dan memberi mereka makanan dan pakaian. Wijaya yang sangat mencemaskan luka di betis Gajah Pagon yang parah, akhirnya memasrahkan Gajah Pagon pada Macan Kuping untuk dirawat. Gajah Pagon ditinggal di desa Kudadu sedangkan Wijaya meneruskan perjalanannya ke Madura bersama pengikutnya. Macan Kuping bahkan memberikan bantuan berupa kapal untuk melakukan perjalanan ke Madura.Setelah melalui perjalanan panjang dan berliku karena harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pasukan Daha, akhirnya sampailah mereka di Madura. Di sana Aria Wiraraja mene
Wijaya berusaha menenangkan isterinya, dalam hati dia juga setuju dengan pendapat isterinya. Namun Pangeran muda itu telah mempelajari satu hal dalam politik bahwa suatu saat kawan bisa jadi lawan dan lawan bisa jadi kawan. "Adinda, saat ini kita sudah tidak memiliki pasukan, senjata ataupun uang untuk berperang, Wiraraja memiliki semua yang kita perlukan Orang seperti dia justru harus kita manfaatkan, yang penting untuk saat ini tujuan kita bisa tercapai," kata Wijaya berusaha meyakinkan isterinya."Tapi bagaimana jika kelak dia berkhianat dan bekerjasama dengan orang lain lagi untuk merebut wilayah kita di sebelah baratnya?" Tanya Tribuaneswari."Adinda, kau pikir aku hanya berdiam diri saja melihat wilayah kita di caplok? Tak kan kubiarkan hal itu terjadi, kelak setelah dia meninggal, keturunan kita akan merebut kembali wilayah Tigang Juru dari tangannya," kata Wijaya."Baiklah, untuk sementara kita ikuti saja apa maunya dia," kata Tribuaneswari.*****Wijaya akhirnya setuju untu
Kubilai Khan sudah mempersiapkan pasukannya untuk menghukum Raja Jawa yang telah menghina dirinya dan melukai Mengki utusannya. Tidak tanggung-tanggung kali ini dia mengerahkan 30 ribu pasukannya dengan 1000 kapal yang membawa pasukan, kuda, senjata termasuk meriam dan pelontar granat serta perbekalan makanan untuk satu tahun,Dia mengutus tiga orang jenderalnya yaitu Shi Bi yang orang Mongol, Ike Mese orang Uighur dan Gao Xing yang orang China. Pasukan Mongol berangkat dari China, menyusuri Vietnam dan Champa hingga Malaya dan Sumatera. Perjalanan itu sekaligus juga merupakan kampanye militer Mongol di wilayah Asia Tenggara. Mereka berharap, jika mereka dapat menguasai Jawa maka wilayah-wilayah Nusantara lainnya dapat mereka kuasai juga.*****Sementara itu, Wirota sudah mulai membaik keadaannya setelah dirawat oleh Resi Triguna dan putrinya Lipursari. Setiap pagi dia memperhatikan Lipursari yang berlatih ilmu Bunga Besi. Pagi itu Lipursari membawa sebuah kotak kayu, dari dalamnya
Belum lagi hilang rasa terkejutnya tiba-tiba terdengar lagi suara Lipursari "Wirota, tusukan semua bunga ini!"Tiba-tiba Wirota melihat ada hujan bunga menuju ke arahnya, ada bermacam-macam bunga yang dilemparkan Lipursari, Mawar, Cempaka, Kenikir, Kecombrang, Teratai, Bakung. Wirota dengan sisa-sisa tenaganya melompat dan mngarahkan lautan bunga itu ke dada Arya Rahu. Arya Rahu terkejut melihat lautan bunga yang melayang ke arahnya, sembelum dia menyadarinya, bunga-bunga itu sudah melesat menancap di bagian depan tubuhnya dan robohlah Arya Rahu ke tanah dengan tubuh penuh tangkai bunga menancap di dadanya."Sungguh aku tak menyangka, aku seorang Senopati senior di Daha, ternyata harus mati ditusuk bebungaan oleh seorang gadis buta," ujarnya lirih.Wirota mendekati tubuh Arya Rahu yang terbaring di tanah lalu memeriksanya"Dia sudah mati, Lipur, terimakasih atas bantuanmu. Tanpa bantuanmu aku tidak dapat mengalahkannya karena tubuhku masih lemah," ujar Wirota.Wirota tahu, gadis it
"Darimana kau tahu bahwa aku adalah Hantu Sungai?" Tanya nelayan itu."Patih Kebo Mudarang yang mengatakannya. Hantu Sungai, kau adalah seorang pembunuh bayaran handal, pencari jejak terbaik di negeri ini. Bahkan orang yang sudah lama hilang di gunung dapat kau temukan dengan mudah. Gusti Jayakatwang memintamu untuk.mencari Wijaya. Sejak pertempuran di Keputren, dia hilang bagai di telan bumi bersama 3 putri Kertanegara yang berhasil diselamatkannya. Jika kau bertemu Wijaya bunuh dia dan bawa ketiga puteri Keraton itu ke Daha! Berapa harga yang kau minta untuk pekerjaan itu? Kami akan membayarmu dengan bayaran yang tinggi!"Wirota terkejut mendengar permintaan pejabat Daha itu. Mendadak dia jadi waspada. Rupanya dia berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Aku harus berhati-hati dengannya, pikir Wirota.Pria yang dipanggil dengan sebutan Hantu Sungai itu kemudian berkata"Mengapa kau sangat yakin bahwa aku bersedia melakukan pekerjaan itu?" Tanya Nelayan itu.Pejabat Daha itu tampak tert