Hari sudah sore ketika Wirota berkemas pulang ke Kasatriyan Cahya Raja. Di dekat taman istana, dia bertemu dengan Larasati yang menjadi abdi dalem istana. Larasati memanggilnya "Wirota. kemarilah, aku punya sesuatu untukmu!" Kata larasati. Wirota menghampirinya dan bertanya "Apa itu?" "Ayo, ikut aku ke dapur." Larasati sudah mendahuluinya ke dapur , Wirota menebak pasti Larasati akan memberikan makanan lezat. Hari ini kebetulan istana kedatangan banyak tamu mancanegara. Para Abdi Dalem di dapur membuat banyak makanan untuk hidangan tamu. Mungkin sampai menjelang malam masih ada yang tersisa. Biasanya Larasati selalu menyisihkan makanan untuk Wirota karena dia tahu makanan di Kasatriyan rasanya tidak enak. Dapur sudah sepi ketika mereka tiba di sana. Larasati membuka tutup kuali dan menuangkan isinya ke piring yang sudah diisi nasi. Diambilnya satu bumbung tuak, setelah itu dia memberikannya pada Wirota "Waaah, babi panggang dan tuak kesukaanku terimakasih Larasati!" Larasati
Wirota segera melaporkan apa yang dialaminya kepada Gajah Pagon sebagai Tumenggung yang memimpin kesatuan Cahya Raja saat Gajah Pagon menengoknya di Kasatriyan. Setelah kondisinya mulai puluh Wirota menghadap Kertanegara yang sedang berada di taman bersama isteri dan para selirnya. Mereka mencari saat yang tepat pada saat Ardharaja putera Jayakatwang sedang tidak berada di istana."Gusti Prabu, saat ini orang-orang Jayakatwang sudah di sebar di istana memata-matai pergerakan anda. Dari peristiwa yang dialami Wirota semalam, ternyata memang terbukti bahwa Jayakatwang ingin memberontak. Pasukan kita saat ini tinggal sedikit karena semua sudah dikerahkan untuk ekspedisi Pamalayu. Menurut saya, sebaiknya sekarang juga kita harus bertindak menangkap Jayakatwang sebelum dia menyerang duluan," usul Gajah Pagon.Namun Kertanegera justru tampak tenang dan tidak sedikitpun terlihat cemas."Jayakatwang tidak mungkin memberontak, dia adalah sepupuku dari garis ibu, adikku menjadi isterinya, seme
Kedua ekor harimau itu memandang Prabu Kertanegara dengan pandangan tajam, bersiap menerkamnya. Sesaat kemudian mereka langsung menerjang ke arah Prabu Kertanegara. Tiba-tiba terdengar auman keras, kedua harimau itu jatuh tersungkur dengan perut robek bersimbah darah."Gsuti Prabu, anda tidak terluka?" Tanya Wirota dengan cemas.Wirota yang sudah mengamati sedari tadi berada di dekat kedua harimau itu dengan pedang Naga Bumi mikiknya yang sudah bersimbah darah harimau."Tidak, aku tidak apa-apa, kau bawa saja kedua harimau itu, kulitnya bisa kita pakai untuk hiasan. Bawa sekalian mayat si Kliwon, dia sudah berjasa menyelamatkan aku dari terkaman harimau," kata Kertanegara.Wirota turun dari kudanya dan menaruh kedua jasad harimau itu di atas kudanya lalu menuntunnya kembali ke tempat semula di tepi hutan. Pada saat mereka berdua pergi meninggalkan lokasi, dari semak belukar sepasang mata mengamati kepergian mereka, hingga menghilang di balik kerimbunan hutan.Di tengah perjalanan Wiro
Setibanya di Sumenep, Wirondaya memberikan surat dari Jayakatwang pada ayahnya"Sepertinya Prabu Jayakatwang sudah tidak tahan lagi ingin segera memberontak dari Singasari.""Darimana kau tahu?" Tanya Wiraraja."Pihak Gelang-gelang sudah mempersiapkan prajurit rahasia untuk menyerang Singasari. Dia juga berpesan agar Romo segera menjawab suratnya itu," jawab Wirondaya.Arya Wiraraja segera membuka surat dari Jayakatwang dan membaca isinya. Usai membaca surat itu Wiraraja merasa inilah saatnya membalas dendam atas tindakan Kertanegara menurunkan pangkatnya dari Rakryan Demung (Penasehat Raja) menjadi Adipati Sumenep. Maka diapun menulis jawaban kepada Jayakatwang sebagai berikit"Paduka Raja, hamba memberi tahu kalau Paduka bermaksud berburu seperti dulu ke peladangan lama, sebaiknya dilaksanakan sekarang saja di saat waktunya baik. Tak ada belalang seekorpun, tak ada buayanya. Macanpun sepi, bantengnya hilang. Baik duri maupun ular tak ada. Memang ada singanya seekor dan itupun sudah
"Gusti Prabu, bukankah kita masih memiliki pasukan rahasia bentukan kita? Itu sudah cukup untuk melawan Singasari yang saat ini sedang dalam keadaan lemah karena ditinggalkan pasukannya dalam ekspedisi Pamalayu. Tetapi jika masih kurang kita bisa meminta bantuan dari luar," kata Kebo Mundarang. Jayakatwang mengerutkan keningnya"Maksudmu, kita menggerakkan rakyat untuk berperang? Tidak, kita tidak mungkin berperang bersama orang yang tak menguasai ilmu keprajuritan? Orang-orang itu justru akan menjadi korban perang yang sia-sia." "Tidak Gusti Prabu, yang saya maksud adalah kita menggunakan orang-orang yang profesional, orang yang bisa bertarung. Kita bisa bayar para pendekar yang bersedia ikut dalam pemberontakan. Saya tahu, sekte-sekte dan para pendekar itu juga butuh uang untuk hidup. Saya bisa mencari sekte atau para pendekar dari golongan hitam yang bisa dibayar dan bersedia membela pihak kita," ungkap Kebo Mundarang. "Lalu dengan cara bagaimana kau akan mengumpulkan para pendek
Sekarang Kebo Mudarang dapat melihat orang itu lebih jelas, dia adalah seorang laki-laki berusia 40 an tahun. Dia mendekati Kebo Mudarang lalu berkata."Ilmumu ternyata hebat juga bisa melawan ilmu sirepku. Setelah aku menyirepmu bersama temanku barulah aku bisa membuatmu tertidur. Disamping itu kau juga tidak takut dengan demit-demit yang menjaga di depan tadi. Jadi untuk apa kau kemari?" Tanya orang itu sambil menatap tajam Kebo Mudarang.Kebo Mudarang terkejut mendengarnya, ternyata bayangan hitam yang berkelebat di dekatnya di antara semak belukar dan yang membuat dirinya serasa diamat-amati adalah demit penjaga Pring Wulung. Dia mulai menduga orang itu kemungkinan adalah gerombolan Pring Wulung."Kendorkan ikatan ini, tanganku sakit. Saya mencari gerombolan Pring Wulung, jika anda adalah salah satu orang Pring Wulung, saya ingin minta tolong."Orang itu tampak marah mendengar jawaban Kebo Mudarang"Dari caramu berbicara menyuruhku, aku tahu kau adalah seorang perwira militer. U
"KIta temui orang itu di rumahku," kata Rajapati. Rajapati dan beberapa orang kepercayaannya segera bergerak menuju rumah Rajaoati. "Itu dia orangnya, aku masih belum mempercayainya sepenuhnya jadi aku mengikatnya agar tidak pergi kemana-mana. Tetapi ternyata dia tidak berusaha kabur, berarti dia memang benar-benar memerlukan bantuan kita," kata Rajapati. Rajapati membuka ikatan di tangan Kebo Mudarang lalu berkata "Nah,sekarang katakan saja kau ingin kami melakukan apa?" Tanya Rajapati. "Buat kehidupan rakyat Singasari kacau dan buatlah seolah-olah semua ini karena ketidak pedulian Kertanegara terhadap kehidupan rakyatnya. Dia terlalu sibuk dengan ekspedisi Pamalayunya dan pesta liarnya setiap malam. Buatlah agar rakyat Singasari membenci Kertanegara dan mulai mendukung Jayakatwang. Jika terjadi peperangan, aku ingin kalian berperang bersama kami menghabisi orang-orang Singasari," kata Kebo Mudarang. "Soal itu mudah bagi kami karena kami sudah sering melakukannya, Apalagi kami
Lampu di teras rumah Gajah Pagon sudah dipadamkan sehingga situasi gelap gulita, Wirota mengetuk pintu rumah atasannya dan tak lama kemudian Gajah Pagon muncul membukakan pintu. "Maafkan kami Ndoro Pagon sehingga mengganggu waktu istirahat anda, tapi ada hal penting yang harus kami laporkan," kata Wirota. "Baiklah, sebentar aku nyalakan lampu dulu," kata Gajah Pagon sambil beranjak ke dalam lalu menyalakan kembali lampu minyaknya. "Kalian sepertinya habis bertarung, sebentar aku ambil kendi dan cawan," kata Gajah Pagon. Wirota buru-buru berkata "Tidak usah repot-repot Ndoro Pagon, kami sudah biasa seperti ini. Begini, tadi sewaktu hendak pulang ke Kasatriyan, kami melihat ada orang berkedok berbaju serba hitam berkelebat dari komplek rumah Perwira dan Pejabat. Kami mengikutinya dan di sudut yang sepi orang itu bertemu dengan seorang pria yang datang dari luar tembok keraton." Gajah Pagon terkejut lalu bertanya "Orang itu pasti memiliki ilmu silat yang tinggi sehingga
Namun sebelum sampai pada sasarannya, tiba-tiba terdengar suara berkelebat dan kesiur angin melewati tubuhnya. Belum sempat Wirota menyadari, seseorang telah menangkis pukulannya. "Wiro, hentikan!" Wirota menoleh, ternyata Mahesa Wagal yang menangkis serangannya. Di belakangnya menyusul Gajah Mada, Gayatri dan Banyak Wungu. "Gusti Wirota, tunggu!" Seru Banyak Wungu. Wirota terkejut melihat kedatangan Banyak Wungu bersama Gajah Mada dan Gayatri. Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya. Jangan-jangan, Majapahit sudah membantai seluruh pasukan Sadeng dan Keta lalu mereka menyandera Banyak Wungu batin Wirota cemas. "Banyak Wungu, apa yang terjadi? Mengapa kamu bisa bersama mereka?"Tanya Wirota. "Gusti Wirota, Gusti Ratu Tribuana telah memerintahkan tabib Majapahit untuk mengobati para prajurit kita yang terluka. Dia mengatakan bahwa dia ingin Gusti Wirota kembali ke Majapahit. Beliau berjanji akan memberi anda jabatan Juru Demung atau Patih di Daha," ujar Banyak Wungu.
Ditantang seperti itu membuat darah Wirota seketika mendidih. Tapi dia tak ingin terlihat emosional di depan Ra Kembar. Setelah menghela nafas panjang untuk meredakan amarahnya barulah Wirota menjawab "Siapa takut?! Aku bukan laki-laki pengecut. Baik, kuterima tantanganmu!" Saat itu hari sudah menjelang maghrib,, namun situasi di sekitar gelanggang masih terang benderang bagai di siang hari bolong. Energi batu pusaka dari Gunung Padang yang dibuat menjadi tombak Naga langit begitu kuat dan seolah tak ada habisnya. Cahayanya masih terus berpendar tanpa meredup sedikitpun. Wirota menancapkan pedangnya ke tanah, lalu berjalan mendekati Ra Kembar dan memasang sikap kuda-kuda. Ra Kembar tersenyum, dia sangat yakin akan menang. Sepanjang karirnya sebagai prajurit, Ajian Balung Ireng tak pernah gagal membunuh musuhnya hanya dalam satu dua jurus Ra Kembar berjalan mendekati Wirota, kini mereka sudah berdiri berhadapan siap bertarung. Ra Kembar mengatupkan kedua tangannya di dep
Suara derap kaki kuda di belakangnya semakin dekat. Siapa itu, mungkinkah Lembu Peteng, Ikal-ikalan Bang atau Jabung Taraweskah? Hanya mereka yang tahu jalur yang kulewati ini, batin Ra Kembar. Hatinya mulai tenang merasa ada yang menemani. Ra Kembar sengaja mengambil jalur yang berbeda, sebuah jalur tersembunyi, bukan jalan yang biasa dilewati para prajurit Majapahit untuk pulang menuju Trowulan. Jalur itu jalannya lebih sempit dan melewati hutan belantara. Ra Kembar menoleh, dilihatnya ada seorang penunggang kuda mengejarnya. Terkesiap Ra Kembar ketika melihat penunggangnya, dari pakaian dan wajahnya dia dapat mengenali penunggang kuda yang mengejarnya adalah Wirota. "Sial, gara-gara harus membebaskan diri dari totokan Resi tua tadi, waktuku terbuang di pondok itu. Sekarang Wirota sudah menemukanku. Aku lupa dia juga tahu jalur ini ketika melarikan diri bersama Prabu Wijaya ke Madura," gerutu Ra Kembar. Ra Kembar kembali memacu kudanya. Tiba-tiba terdengar suara kelebatan d
RA Kembar terkejut, ketika menoleh dilihatnya seorang bhiksuni berdiri di belakangnya "Siapa kamu? Tak usah ikut campur, sebaiknya kamu pergi bertapa saja. Tempat ini bukan untuk wanita sepertimu!" Ra Kembar ternyata tidak mengenali sosok Gayatri yang kini menjadi bhiksuni. Beberapa prajurit Araraman yang berjaga di tepi hutan segera menghadang Gayatri melindungi Ra Kembar. Gayatri mendengus marah "Aku akan pergi jika tombak itu kamu kembalikan pada pemiliknya! Usai berkata Gayatri berkelebat dengan cepat melompati para prajurit yang menghadangnya lalu mencoba merebut tombak. Ra Kembar panik, tangan kanannya masih kebas karena totokan Mahesa Wagal. Membuatnya tak bebas bergerak. Tetapi dia masih sempat menghindar sehingga Gayatri gagal merebut tombak. "Siapa kamu? Beraninya kamu melawanku.Baiklah aku akan membuatmu seperti para bhiksu di Kasogatan Bajraka!" "Prajurit, bereskan dia!" perintah Ra Kembar. Spontan para prajurit Araraman segera mengeroyok Gayatri. Terpaksa
Mahesa Wagal dan Gajah Mada terkejut karena hal ini jauh di luar rencana mereka. "Mada, siapa yang mengacaukan pertemuan ini?" Tanya Mahesa Wagal. Gajah Mada menggeleng, dia juga bingung melihat kejadian yang berlangsung di depannya. Mendadak Wirota menarik tubuh Gajah Mada dan mulai memukulinya. Sontak Gajah Mada berusaha menghindar dan membela diri. Wirota terus menerjang, sehingga pertarungan keduanya berlangsung sengit, namun Gajah Mada tidak pernah membalas serangan Wirota, hanya menghindar saja. Hal ini membuat Wirota semakin gusar, "Ayolah Mada, jangan jadi pengecut! Lawan aku, jangan hanya menghindar saja!" "Paman Wirota, sabar dulu...kami tidak tahu tentang serangan ini. Gusti Ratu tidak pernah memerintahkan penyerangan ini!" Seru Gajah Mada sambil berusaha menghindari serangan Wirota. "Bohong...jangan harap aku akan percaya pada kalian!" Wirota kembali menyabetkan pedang ke.leher Gajah Mada. Wirota yang sudah terlanjur marah, tangannya bergerak mencabut pedang Na
"Aneh. tak biasanya mereka begini. Baiklah, aku akan menemui mereka," kata Wirota. Setibanya di tepi hutan, Wirota terkejut ketika mendapati tamunya ternyata adalah Gajah Mada dan seorang lelaki tua berpakaian seperti seorang Resi/ pertapa yang berjalan tertatih dengan tongkat. Mereka berdua memberi salam setelah itu Gajah Mada berkata "Paman, saya mengantar Paman Mahesa Wagal kemari karena dia sangat ingin bertemu dengan anda. Kemarin dia mendatangi kemah kami dan minta diajak menemui anda." Wirota tampak terkejut, tak disangkanya Resi tua yang berjalan terpincang itu adalah rekannya di masa masih berjuang melawan pemberontakan Jayakatwang. Mahesa Wagal adalah seniornya di masa mereka masih berdinas di Singasari. Ah, waktu sudah lama berlalu, Mahesa Wagal sekarang hanyalah seorang lelaki tua yang sakit-sakitan, batin Wirota. Namun Wirota tak mau memperlakukan Mahesa Wagal layaknya seorang sahabat lama. Di mata Wirota siapapun yang bekerjasama dengan Majapahit adalah musuh.
Suara langkah kaki itu berhenti. Wirota berkelebat menghampiri asal suara. Dalam keremangan sinar bulan dia melihat satu sosok yang sangat dikenalnya. Gayatri, bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini? pikir Wirota. Masa muda telah berlalu, namun Gayatri masih tetap memberikan atensi kepadanya, berada di sisinya di saat dia memerlukan teman. Di lubuk hatinya yang paling dalam, sesungguhnya dulu Wirota juga tertarik kepada Gayatri. Namun dia cukup tahu diri dan tak ingin menyakiti hati sahabatnya Dyah Wijaya walaupun di saat itu Gayatri selalu mencoba menarik perhatiannya. Mendadak Wirota salah tingkah, dadanya berdebar, tapi dia tak ingin Gayatri mengetahui apa yang sedang dirasakannya. Maka dia berusaha bersikap wajar dengan bertanya "Banthe? Bagaimana anda bisa tahu saya berada di sini?" Gayatri hanya tersenyum dan menjawab "Wirota, hutan bagaikan rumahku. Aku sudah tiga bulan bertapa di sekitar hutan ini, dan aku juga sudah melihat peperangan kalian." Ah. Gayatri. aku
"Siapa kamu dan mengapa kamu ada di sini?" gertak Banyak Wungu. "Ssa...saya penduduk di sini, Eeeh...saya mencari kucing saya yang lari ke sini, " jawab orang itu ketakutan. Banyak Wungu mengamati orang itu dengan seksama lalu bertanya lagi "Bukankah para penduduk yang masih ada di sini seharusnya beristirahat karena besok dini hari kalian sudah harus pergi dari sini!" Orang itu tampaknya sudah terlalu lemas dan sulit berkata-kata lagi. mungkin karena seluruh wajahnya sudah bengkak sehingga untuk bicarapun terasa sakit. "Baiklah, mungkin kamu perlu sedikit disiksa supaya mau bicara!" Banyak Wungu mengeluarkan sebilah pisau, bersiap mengiris kulit tawanannnya. Tiba-tiba Wirota mendengar suara kelebatan di balik pepohonan di antara para prajurit yang berkerumun. Sejurus kemudian, dia merasakan desir angin tipis melaju di depannya. Begitu samar sehingga hanya orang yang berilmu kanuragan tingkat tinggi saja yang bisa merasakannya. Mendadak Wirota menyadari sesuatu, tapi ter
Seketika Ra Kembar tersentak. Dia seolah mendapatkan energi baru."Blaaar...blaar...blaaar!"Suara ledakan dari hulu meriam rampasan dari pasukan Mongol, menembakan pelurunya ke arah dinding benteng. Setelah beberapa kali menembakan peluru meriam, benteng batu bata setinggi 10 meter itupun tak lama kemudian roboh. Beberapa prajurit yang berdiri di dekat tembok benteng seketika tertimbun reruntuhan batu tembok.Terdengar teriakan pasukan Majapahit menyerbu kota. Ra Kembar dengan semangat baru menghajar pasukan Tigangjuru yang mencoba mendekatinya dengan cambuknya. Beberapa prajurit Tigangjuru yang terkena sabetan cambuknya yang berujung pisau tajam terlempar dengan luka-luka di sekujur tubuh mereka. ujung-ujung pisau itu telah dilumuri ramuan racun. Sehingga dalam sekejap para prajurit itu sekarat dan gugur."Ha ha ha ha sekarang kalian sudah terkepung seperti tikus sawah yang digropyok petani!" Ra Kembar berseru sambil menyabetkan cambuknya ke segala arah.Celaka, mereka membawa meria