Tadi Sawitri menyuapi Shafiya di depan TV, sambil mengobrol dengan bu Sukma.“Makan dulu Far, bundanya Fiya, sudah masak banyak.” ucapan bu Sukma, seolah mengandung makna tersirat, dengan mengatakan Sawitri sebagai bundanya Fiya.“Iya, Bu. Wah makasih Bu witri, sudah repot-repot datang mengurus Fiya.”“Tak apa, Pak. Sama-sama.”“Ibu yang panggil bunda Witri tadi kesini, mudah-mudahan bisa betah disini.” Cetus bu Sukma lagi. Meninggalkan rasa yang entah apa namanya di hati putranya.Segera saja Safar berlalu ke kamar mandi, mencuci kaki dan tangannya untuk kemudian menyantap makan siang yang sudah Sawitri masak siang ini.“Ayo Fiya makan, lagi. Dua sendok lagi sayang.” Bujuk Sawitri, sambil mengarahkan sendok pada Fiya yang tampak sudah kenyang.Safar yang melihat putrinya enggan menerima suapan itu, ikut menegur putrinya. “Ayo kakak Fiya, makan dulu. Dihabiskan makanannya, Nak. Bunda sudah repot-repot datang urusin Fiya, jadi kakak Fiya harus nurut.” Pinta Safar sambil mendekati putri
Waktu berjalan begitu pantas dan layak bagi Sawitri dan Burhan. Setiap dari mereka sudah memilih jalan hidupnya masing-masing. Mulai kemarin dan mungkin seterusnya, keduanya buka lagi suami istri yang halal untuk bersentuhan.Sawitri memilih menepi dan menjauh dari kehidupan yang dulu menyakitinya. Diam-diam berusaha membangun kebahagiannya sendiri dan mengejar cita-cita yang menjadi mimpinya selama ini. Tak ada lagi air mata, meski sesekali bayangan menyakitkan itu datang menghampiri. Diduakan di depan mata, tentu sakit yang tak terkira bagi wanita yang sudah berkeluarga.Dua hari yang lalu adalah sidang perceraian antara Sawitri dan Burhan. Ketukan palu sungguh melegakan keduanya. Bagi Sawitri, Ketukan palu itu menandakan kebahagiannya sebab terlepas dari mertua yang nyinyir bin jahat dan terlepas dari suami yang menduakannya. Selama ini Sawitri memendam sedih dan amarahnya dalam diamnya.Sementara bagi Burhan, ketukan palu kemarin menandakan bila ia akan segera menjemput kebahagiaa
“Baik, Pak Burhan. Kita kembali ke topik kerja ya, melihat prestasi penjualan pak Burhan yang cukup anjlok, maka sesuai perjanjian kerja, karyawan yang mengalami penurunan penjualan, maka kan diberi sanksi berupa teguran. Dalam amplop ini ada surat teguras resmi yang sudah ditandatangani secara elektroni oleh pak Direktur. Kami harap surat teguran pertama ini menjadi motivasi pak Burhan untuk memperbaiki performa kerja ke depannya.” Jelas pak soni, pada Burhan, yang duduk terdiam.Entah harus berkata apa Burhan sekarang, hadiah yang ia bayangkan tadi, ternyata adalah surat teguran untuk dirinya. Memang selama menjalin hubungan gelap dengan Nuri, waktunya banyak dihabiskan di hotel bersama wanita itu. Bahkan ponsel kadang ia matikan, sebab acara main kuda-kudaan dengan Nuri tak ingin di ganggu. Akhh ada-ada saja, ia berjanji dalam hati bulan depan haruslah mencapai target. Sebab ia akan segera menikahi Nuri, tentu harus ada uang pegangan juga. Meski transit hotel, kebanyaka Nuri
“Ok bu-ibu ingat ya, besok kita kumpul di sekolah ini, sesuai jam di undangan, kita sama-sama bu Sawitri hadiri undangan pernikahan siri mantan suami bu Sawitri ya, oke?” kali ini bu Fitria yang maju sebab tak bisa menahan geram lama-lama. Sementara di belakang mereka ibu-ibu wali murid dan bu Sari serta bu Marmi berbisik-bisik membicarakan kelakuan bu Masita pada Sawitri dan kelakuan putranya itu. Bu Masita pikir tak ada yang tahu tentang kelakuan putranya yang kerap keluar masuk hotel bersama gundiknya itu. Banyak mata yang sudah melihat, termasuk rekan-rekan guru Sawitri, saat Burhan dan Sawitri masih menjadi suami istri.Semuanya menahan geram dan jengkel melihat kelakuan bu Masita di depan sana. Bu Sukma yang melihat dari depan ruang kelas Shafiya, sungguh merasa iba melihat Sawitri diperlakukan demikian. Sengaja mengundang dengan cara tak pantas di depan anak-anak TK yang baru akan pulang. Mudah-mudahan Shafiya tidak memperhatikan kelakuan bu Masita ini.Padahal hanya pernikahan
Saat bu Masita nekat menghampiri Sawitri. Terlihat mobil hitam berhenti di depan tenda dan menurunkan tiga orang ibu-ibu dengan badan gempal, tangan ada perhiasan, pakain yang mereka gunakan celana jeans dan blouse hitam.‘Mungkin teman Nuri,’ pikir bu Masita, namun sedikit heran saat bu Masita menyambut dan memberi senyum, ketiga tamu itu terlihat mendengus dan berlalu dengan tatapan tajam ke arah Nuri.Sementara Nuri diatas sana sudah berkeringat dingin, sambil berdo’a mudah-mudahan ketiga wanita ini tak mempermalukannya sebab, Nuri tahu siapa mereka ini.__Ketiga wanita tinggi besar itu adalah kawan pak Gunadi. "Mengapa mereka bisa datang kesini?" Gumam Nuri cemas.Sementara dibawah sana, tamu-tamu yang kebanyakan rombongan Sawitri sibuk berkasak kusuk sambil menyantap hidangan, bahkan mereka berniat mengumpulkan amplop dan memberikan satu kali pada bu Masita."Biar kita jangan dikira makan gratis." ucap bu Diana sambil merapikan rambutnya yang berantakan akibat kepanasan dan ker
Nuri hanya mampu tertunduk menangis menahan malu. Pesta pernikahan yang ia banggakan akan mampu menarik hati bu Masita, malah menjadi malapetaka untuk ketiganya.Aisyah yang memang tak terlalu setuju kakaknya itu menikahi Nuri, tak mampu berkata-kata, tadi dia hanya membantu Nuri mengganti baju. Beberapa hari ini juga Aisyah terlihat sibuk, ia akan berangkat sepagi mungkin dan akan pulang setelah hampir magrib. Bila ibunya bertanya alasannya terlambat, ia akan jawab, banyak tugas sekolah.Aisyah tak jujur dan mungkin masih takut jujur. Sebenarnya Aisyah sedang dalam masalah.Burhan yang biasanya tak tahan untuk tidak menyentuh Nuri, sekarang malah terlihat menjauh, bahkan untuk memandang wajah Nuri saja, Burhan terlihat enggan.Bayangan Nuri dan ketiga laki-laki di video itu, berputar-putar memenuhi benaknya. Rasa amarah dan kecewa bercampur jadi satu. Ternyata saat Nuri beralasan tak bisa diganggu karna sibuk bekerja, sebabnya karna Nuri sedang sibuk melayani laki-laki hidung belang.
Flasback Nuri dan pak Gunadi“Lepaskan saya, Pak. Biar saya obati di rumah.” Ucap Nuri, sambil terisak.Sementara pak gunadi yang memang memiliki perasaan pada Nuri ini, masih enggan melepaskannya. Ia sengaja membawa Nuri kesini agar dirinya bisa mengobati dan merawat Nuri secara langsung.Tak tega juga rasanya ia melihat keadaan Nuri seperti ini. Pak Gunadi tak menyangka, pak Daren memiliki kelainan seksual seperti ini. Ia pikir pak Daren hanya memanfaatkan tubuh Nuri saja, seperti rekannya yang lain. Namun apa yang Nuri cerita dan fakta yang ia lihat, buat pak Gunadi menjadi geram pada rekannya yang lebih muda tiga tahun dibawahnya. Ia akan menegur dan buat perhitungan pada rekannya itu.“Kamu mau kita laporkan perbuatan pak Daren padamu?” tanya pak Gunadi sambil mengusap air mata di pipi Nuri.Nuri bukannya tak tahu, bila pak Gunadi masih memiliki perasaan padanya, namun Nuri yang kadung jatuh cinta berat pada Burhan tak menanggapi perasaan bosnya itu, meski dulu pernah menjalin ci
Angin malam bertiup pelan, menggerakkan daun-daun kering di ranting yang kecil. Terdengar bunyi gesekan dan gemerisik daun, menambah suasana malam semakin dingin. Cahaya rembulan yang mengintip dibalik awan yang bergumpal, semakin membuat cahaya malam semakin kelam.Lampu ruang tamu baru saja Sawitri matikan, sebab netranya sudah dirudung kantuk. Namun baru saja akan menarik selimut tipis pemberian bu Fitria, terdengar bunyi ponsel di aplikasi hijaunya.Terdapat voice note dari nomor yang tak dikenal. Pelan Sawitri teliti nomor itu, sebelum membuka pesan itu dan mendengar .Rupanya suara Shafiya yang mengirim pesan, mengucap selamat tidur dan meminta kehadiran kembali Sawitri di rumahnya. Sawitri tahu ini pasti nomor ayahnya. Terlihat di foto profil whatsapp itu, pak Safar nampak tersenyum bersama Shafiya ke arah kamera.Sawitri memilih tak membalas, sebab rasa kantuk sudah benar-benar menyerangnya, esok pagi adalah hari dimana ia akan menyambut kebahagiaanya yang lain.Semua berkas