"Wajah?" tanya Ditrian lirih. Sir George mengangguk pelan.
"Lalu salah satu prajurit mulai berteriak-teriak. Dari kabut yang tebal, kami bisa mendengar langkah seseorang di atas rumput liar. Semakin lama, semakin banyak. Lalu kami merasa ada sesuatu yang bergerak di semak-semak. Kami pikir, kami diserang. Kami pun waspada. Lalu ...."
Sir George menutupi matanya dan tertunduk takut. Ia mulai mengucap kalimat-kalimat doa pada dewa dengan lirih, dengan tergesa.
"Lalu ... apa?" Ditrian dan Sheira menunggu. Perasaan ngeri dan penasaran memenuhi benak keduanya.
Setelah Sir George selesai dengan doanya, ia menurunkan tangannya untuk menatap mereka berdua. Ia benar-benar tenang meski dengan wajah yang takut.
"Hantu? Hm. Selama aku hidup, aku tidak pernah melihatnya. Mereka bilang, roh-roh orang yang sudah mati akan bersama para dewa.""Lalu ... bagaimana kau akan menjelaskan cerita Sir George?"Sheira meliriknya. Ia bisa melihat wajah Ditrian yang tegang di kegelapan. Wanita itu terkekeh."Kau takut pada cerita Sir George? Hahaha.""A-aku tidak takut .... Hanya saja ... aku belum bisa menemukan hal logis pada ucapan Sir George."Sheira kembali menatap langit-langit."Kuyakin ini bukan pertama kalinya kau mendengar cerita hantu, bukan?" Ditrian menggeleng. "Lalu kenapa kau takut pada yang ini?"
Baru saja Ditrian benar-benar mengamati rumah ini. Langit-langitnya tinggi. Ada lukisan para dewa dan malaikat di atas sana. Lampu gantungnya pun mewah. Dibuat dari perunggu dan permata. Bahkan ada banyak benda-benda aneh dan unik yang tidak ada di istana. Yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Sepanjang keliling rumah, tunangan barunya itu tak melepas gandengannya. Dia memeluk lengan Ditrian sampai mau mati rasa. Lalu menunjuk-nunjuk benda-benda kecil. "Ayah membelinya dari Kerajaan Arnius. Dan aku paling suka lukisan ini," tunjuk Evelina pada sebuah lukisan sekumpulan kuda putih yang sedang berlari. Ya kira-kira begitulah dia mengenalkan ornamen-ornamen di sana. Bahkan yang kecil-kecil juga dibahas.'Oh! Ini membosanka
Sama saja? Bagaimana Sheira bisa berkata dia sama saja dengan si brengsek itu? Ditrian tak bisa berkata apa-apa lagi setelahnya. Dia hanya pergi dan bilang, "Terserah kau saja!"Sungguh ini perdebatan paling kekanakan yang pernah ia alami selama menjadi raja. Keesokan harinya, Ditrian langsung menyurati Lady Evelina agar bisa mendampinginya menemui Putra Mahkota Kekaisaran Revendel. Tentu saja ini membuat Lady Evelina berjingkrak di mansionnya yang mewah. Ia bahkan berlari-lari dengan mengibar-kibarkan surat itu.Tidak tahu bagaimana hiruk pikuknya para pelayan di kediaman Monrad. Yang jelas, gadis itu sudah cantik dan mewah membahana di samping Ditrian. Mengenakan baju biru pastel yang mahal. Ada hiasan batu permata di bagian dada dan roknya. Ditrian juga tak kalah rapi dan elegan. Baju resmi raja berwarna biru tua dengan lencana-lenca
"Kita bertemu lagi ... Tuan Putri. Kau terlihat jauh lebih baik sekarang," ucap Pangeran Alfons seusai mengecup tangan Sheira. 'Mereka sudah pernah bertemu?'Ditrian membatin. "Ah ... betapa tidak sopannya aku. Kau sedang sakit. Duduklah," bahkan Pangeran Alfons menarikkan kursi untuk Sheira. Tepat di samping kursi miliknya. Luar biasa. Mungkin baru pertama kali Ditrian melihatnya bersikap baik pada orang lain. "Terimakasih atas kebaikan Yang Mulia Putra Mahkota. Tapi ... sebaiknya saya kembali. Saya tidak ingin mengusik kenyamanan Yang Mulia," ucap Sheira masih menatap lantai. Suaranya agak bergetar. Ditrian mengernyit heran. Wanita itu adalah orang yang tidak aka
Wajah memuakkan Alfons kini sangat dekat pada hidungnya. Sheira bisa mencium bau parfum mewah beradu dengan bau tanaman obat. Ia mengeluarkan lidahnya dan mulai menjilati bibir merah muda Sheira. 'Tidak! Hentikan! Kau monster! Bejat!'kata-kata itu hanya bisa ia teriakkan dalam hati. Tubuhnya masih tersenyum sambil menatap kosong. "Pa-pangeran ...," lirih Peter takut-takut. Alfons berhenti. Ia tersenyum licik pada Peter. "Kunci pintunya rapat-rapat," perintahnya. Dengan tergagap, Peter mengunci pintu kayu mewah pohon ek itu. Ia lalu menoleh ke arah mereka berdua lagi.
Paviliun rumah kaca hari itu cukup tenang. Raja Ditrian dan tunangannya, Lady Evelina masih berpakaian rapi. Bekas menyambut Putra Mahkota Kekaisaran Revendel, Pangeran Alfons tadi pagi.Mereka duduk berhadapan di meja bundar di gazebo putih paviliun rumah kaca. Teh hangat dan camilan ada di sana."Bagaimana Ditrian?" tanya Evelina. Ditrian tersentak."Ah. Oh. Ya ... itu bagus," gumam Ditrian asal. Dia bahkan tidak tahu apa yang gadis itu bicarakan. Evelina murung. Wajahnya cemberut."Kau tidak menyimak, apa kau memikirkan hal lain?" tanya Evelina setengah merajuk.Ya. Sebenarnya pikiran Ditrian sedang melayang. Menerka-nerka apa yang terjadi dengan Sheira. Ramuan apa itu tadi? Dan .
"Peter, ambilkan kotak ramuanku," perintah Alfons. Ajudannya yang pendek itu mengangguk, lalu pergi meninggalkan mereka.Alfons tersenyum menatap Evelina yang terlihat ragu dan takut. Dia juga mau bagaimana pun, tidak melihat kotak ramuan putra mahkota sebagai hal yang menyenangkan. Tentu dia melihat sendiri bagaimana Putri Sheira mendadak bertingkah aneh. Tapi mungkin itu hanya perasaannya saja."Aku ingin berbincang berdua dengan Lady Evelina," ucap Alfons kemudian. Kedua pengawal kekaisaran berbalik hingga mereka keluar dari gazebo. Sementara pelayan Evelina menatap ragu pada majikannya. Evelina mengangguk, seolah berkata tak apa jika ia hanya berdua. Lalu pelayan itu pun pergi."Ada apa Yang Mulia?" tanya Evelina pelan."Aku ingin
Peter mulai berkeringat. Apa mungkin ... akan terjadi seperti waktu itu lagi?Alfons bangkit dari sofanya. Ia berjalan ke arah Sheira yang tersenyum aneh dengan tatapan kosong. Sesingkat itu, Alfons langsung melumat bibir merah muda Sheira. Matanya terpejam dan mulut mereka beradu ciuman. Dengan penuh nafsu ia menggerayangi punggung Sheira. Keduanya mulai bermain lidah. Entah berapa lama mereka berciuman dengan ganas, hingga Alfons terengah kehabisan nafas.Peter terlihat takut. Ia buru-buru mengunci pintu kamar dan berdiri tegap berjaga di depannya.Alfons lalu menatap mata perak Sheira dalam-dalam. Jemari kurusnya membelai pipi putih Sheira lembut."Putri ... apakah kau akan merindukanku?" tanyanya pelan.
Ditrian meletakkan seikat bunga berwarna kuning keemasan. Ia tersenyum."Mirip kau," katanya.Empat puluh lima tahun berlalu. Empat puluh lima tahun lamanya pula Sheira terbaring di ranjang. Kini ia ditempatkan di sebuah menara tinggi. Setelah perang, raja-raja memantapkan Ditrian sebagai kaisar baru mereka. Kaisar Ditrian von Canideus. Setelah berabad-abad, akhirnya ada seorang kaisar yang adil dan bijaksana. Kekaisaran menjadi makmur. Semua makhluk hidup berdampingan dan beriringan. Bangsa Elf tak lagi begitu menutup diri mereka. Mereka membagi pengetahuan di bidang pengobatan dan sihir. Sementara para Dwarf terkadang menjual teknologi-teknologi yang mereka miliki seperti teknologi pembajak sawah otomatis dan kincir air yang bisa digunakan untuk menumbuk biji-bijian.Kekaisaran berangsur makmur semenjak pemerintahan Raja Ditrian.Meskipun rakyat kini bisa hidup damai dan bersuka cita, tidak dengan Raja Ditrian. Dia akan bersuka cita kelak, saat su
Ditrian langsung menerobos ke dalam tenda. Ada beberapa orang di sana."Sheira! Sheira!" pekik Ditrian. Ia langsung menghampiri istrinya yang telah terbujur kaku di atas ranjang. Ditrian memeluk dan memegang tangannya. "Apa yang terjadi?! Sheira! Bangunlah! Aku disini, Sheira!"Ditrian tak bisa membendung kesedihannya. Ia menangis sambil memeluk jasad Sheira. Ia menangis begitu memilukan. Tidak pernah ada seorang pun yang melihat pria itu menangis. Tidak ada. Namun di hari itu ... Ditrian begitu merana. Ia membelai rambut emas Sheira, memanggil-manggil namanya begitu putus asa.Semua yang ada di ruangan itu sangat berduka."Apa yang telah terjadi p
Keesokan harinya, setelah matahari terbit, semua orang telah bersiap di pos mereka masing-masing. Ditrian menggenggam tangan Sheira di atas bukit, raja-raja juga berada di sana. Mereka bisa memandangi keseluruhan medan perang."Kau sudah siap?"Sheira mengangguk. "Aku telah menunggu hari ini seumur hidupku. Aku akan membunuh mereka semua," kata Sheira mantap.Ditrian mengecup punggung tangannya. "Jangan terlalu memaksakan dirimu. Aku akan memenangkan peperangan ini untukmu, sayangku."Tak berapa lama kemudian, suara terompet dibunyikan. Raja Dwarf melihat dengan sebuah tongkat dari kuningan yang ditambahi sebuah kaca kecil di ujungnya. Katanya benda itu bernama teropong jarak jauh.
Ditrian membawa kembali Sheira ke ibukota. Sedangkan Everon, dengan berat hati ia patuh untuk tetap membangun wilayah Galdea Timur dan menetap di sana. Everon patah hati. Namun ... dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sementara itu, diantara kemelut dan tragedi meninggalnya Evelina von Monrad dan Duke Gidean von Monrad di dalam istana, pernikahan mereka tetap dilaksanakan. Sheira von Stallon telah dinobatkan menjadi ratu dari Kerajaan Canideus. Kemudian Fred yang telah dibebaskan menyelidiki penyebab tindakan bunuh diri dan dari mana Evelina mendapatkan racun itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukanlah bahwa ini ada campur tangan dengan Kaisar Alfons. Termasuk ketika anak dalam kandungan Sheira gugur. Duchess Anna yang telah kehilangan kewarasannya selalu mengatakan hal itu berulang-ulang, berkali-kali dengan sumpah serapah.
Padang rumput di sini begitu luas dan tenang. Lebih indah daripada yang ada di kerajaan Canideus. Sepuluh orang ksatria Direwolf menyertai Raja Ditrian von Canideus.Raja yang telah dengan sengaja membatalkan pernikahannya sendiri. Mereka berangkat subuh-subuh, berangkat diam-diam dari istana tanpa membuat keributan, tanpa seorang pun tahu akan kepergian mereka. Meski pun begitu, Ditrian sudah meninggalkan surat perintah pembatalan pernikahannya. Mereka kini beristirahat di tengah perjalanan menuju ke Galdea Timur.Seorang di antara mereka menghampiri Ditrian. Ia menyerahkan sebuah surat."Yang Mulia ... ada pesan dari istana."Ditrian membuka gulungan surat itu. Pastilah burung merpati dari istana terbang menyusul
Para bangsawan sudah bersuka cita. Mereka telah membawa perasaan itu ketika berangkat dari rumah. Meskipun mendadak, kabar pernikahan Raja Ditrian dan Lady Evelina von Monrad, anak Duke Gidean von Monrad yang tersohor akan dilaksanakan. Kabar itu menyebar sangat cepat bagai lumbung gandum yang dilalap api. Mereka sudah bersiap dan duduk dengan khidmat di kursi aula. Dekorasi istana hari ini bernuansa biru tua dan emas. Juga bendera-bendera Kerajaan Canideus yang berlambang serigala menganga sudah dipasang.Di luar istana, rakyat juga tak kalah heboh. Nampaknya seluruh jalanan begitu ramai karena mereka pun ikut merayakannya. Festival-festival dan hiburan rakyat membuat hari ini kian riuh. Pontifex sudah bersiap di altar, hendak memberkati pernikahan mereka berdua.Termasuk Lady Evelina. Ia sudah cantik, mempesona luar biasa.
Beberapa hari ini Evelina begitu bahagia. Setiap malam, setiap hari, ia selalu bisa melihat Ditrian. Evelina kian terbuai dengan kisah kasih bersama pujaan hatinya itu. Raja Ditrian von Canideus yang gagah perkasa dan rupawan. Ini semua bagaikan mimpi bagi Evelina. Dia tidak pernah mengira jika angan-angannya sejak dulu akhirnya terwujud. Apalagi, mereka selalu bercinta, hingga Ditrian menjanjikan jika suatu hari nanti mereka akan mempunya anak. Evelina pun yakin akan itu. Entah sudah berapa kali mereka melakukannya. Benih-benih dari Ditrian sudah berada di dalam tubuhnya.Setiap malam mereka memadu kasih. Begitu romantis, bergairah dan bernafsu. Ini yang membuatnya semakin tidak akan pernah melepaskan Ditrian. Namun ia juga sadar, jika ini hanyalah sebuah kepalsuan. Evelina paham betul, hal yang begitu hebat mengubah hati Ditrian adalah karena setetes ramuan ini. Ramuan cinta dar
Langit hari itu sangat cerah. Kepulan awan di atas sana yang berwarna putih begitu indah. Sudah beberapa hari berlalu sejak Everon meninggalkan ibukota. Sejak ia meninggalkan istana dan kemelut politik di kerajaan. Mungkin baru kali ini ia keluar dari huru-hara itu setelah sekian lama. Everon tak ingat kapan terakhir kali kepalanya merasa setenang ini, sehening ini.Di tanah lapang ini, pasukan dan para ksatria Direwolf telah mendirikan tenda-tenda berwarna putih. Ada bendera juga yang tertancap di tenda yang paling besar, tenda miliknya. Bendera itu berlambangkan simbol Kerajaan Canideus dengan latar biru tua dan kepala serigala berwarna emas tengah menganga menghadap kedepan.Everon memerhatikan kesibukan dan lalu-lalang prajurit dan ksatria Direwolf di sekitar perkemahan. Itu membuatnya sedikit lupa jika ia belum benar-ben
Di dalam kamar yang hangat dan remang-remang, cahaya lilin bergetar lembut di dinding, menciptakan bayangan yang menari-nari seolah menyaksikan saat penuh asmara yang tengah berlangsung. Raja Ditrian duduk di tepi tempat tidur, wajahnya dipenuhi ketegasan dan kelembutan.Di bibir ranjang yang luas ini, mereka sudah duduk saling bersebelahan. Ditrian yang gagah itu hanya mengenakan jubah tidur. Sedari tadi ia mengamati Evelina dari ujung kaki hingga kepala, berbalutkan gaun tidur malam berwarna putih mutiara."Evelina," suara Ditrian dalam, penuh emosi, saat ia meraih tangan Evelina, menggenggamnya dengan lembut. "Setelah segalanya yang terjadi, terimakasih telah setia berada di sampingku. Setelah semua yang kulakukan padamu ... terimakasih kau masih ingin bersamaku. Maafkan aku atas sikap-sikapku dulu."