Nadine menatap David tak percaya, apakah selama ini diam-diam suaminya mendambakan kehadiran anak di antara mereka? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Gila! Ide David itu memang sangat gila. Bisa saja ia tidur dengan lelaki lain, tapi hasilnya pasti akan tetap sama. Dia tidak akan mungkin bisa hamil, karena pada kenyataan yang sebenarnya bukan David yang mandul. Tetapi dirinya yang tidak akan pernah bisa memberikan keturunan pada lelaki manapun.
Dengan wajah memerah menahan perasaan yang campur aduk, antara kesal, kecewa sekaligus juga bingung. Ia kesal karena David dengan mudahnya menyuruh tidur dengan lelaki lain. Kecewa karena ternyata cinta David tidak sebesar yang ia pikirkan. Jika David benar cinta, ia tidak akan pernah merelakan tubuh istrinya dinikmati oleh lelaki lain, apa lagi sampai mengandung. Bingung, karena ia tidak tau harus bagaimana menutupi rahasia yang sudah dua tahun ini ia tutupi.
"Kau tidak mencintai aku, Dave!" seru Nadine. David terdiam, ia tak mampu menatap wajah sang istri. Cinta? Apakah ia mencintai Nadine? Rasanya tidak pernah ada rasa spesial yang terasa. Dulu ia menikah karena orangtua mereka menjodohkan, bukan melalui proses pacaran pada umumnya.
Nadine dan David pertama kali bertemu saat perusahaan David mengontrak Nadine sebagai brand ambassador produk mereka. Saat itulah kedua orangtua mereka bertemu dan ternyata adalah sahabat lama. Lalu drama pun terjadi, kedua orangtua mereka sepakat menjodohkan David dengan Nadine. Bahkan pada saat malam pertama David mendapati bahwa Nadine sudah tidak suci lagi.
Tetapi, David tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Lebih tepatnya tidak peduli. Tidak ada rasa kecewa sama sekali karena ia merasa tidak pernah terkhianati sama sekali. Ia tidak pernah mengharapkan keperawanan Nadine, karena bagi David dia menikah hanya untuk membahagiakan kedua orangtuanya.
"Aku ... Bukan itu maksudku, Nad. Hanya dengan cara itu kau bisa memiliki anak dan kita bisa membahagiakan kedua orangtua kita."
"Tapi tidak dengan meminta aku untuk tidur dengan pria lain. Aku ini bukan wanita murahan, aku ini istrimu yang sah, Dave!"
"Lalu aku harus apa?! Mengatakan bahwa aku mandul, begitu? Aku yakin kedua orangtuamu akan langsung menyuruhmu menggugat cerai. Kau sendiri tidak pernah mau untuk adopsi anak, kan?"
"Aku tidak mau anak yang bukan darah dagingku! Tapi aku juga tidak mau mengandung benih dari lelaki lain!"
Ck ...
David mendecih, "Jangan munafik, Nad. Apa kau lupa jika kau sudah tidak perawan saat kita menikah? Aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Tetapi, aku menyimpulkan satu hal, kau tidak pernah mencintaiku. Kau mencintai orang lain lebih dari aku hingga kau menyerahkan kesucianmu kepada dia."
Perkataan David benar-benar menembus ke jantung Nadine membuat wanita itu tidak dapat mengatakan apapun lagi. David tidak berteriak, bahkan mengatakannya dengan sangat tenang. Tetapi, perkataan David itu membuat hati Nadine terasa sakit dan dipenuhi luka tak berdarah.
Jika saja keluarganya tidak dalam kesulitan keuangan tidak akan pernah terjadi pernikahan yang saat ini ia jalani. Pernikahan ini membuat Nadine terpaksa meninggalkan kekasih yang sangat ia cintai. Itu sebabnya Nadine ingin David juga merasakan sakit yang sama dengan sakit yang ia rasakan.
"Kenapa diam? Bukankah apa yang aku katakan tadi benar, Nad? Kau tanya apa aku cinta padamu, sekarang aku balik pertanyaan itu kepadamu. Apa kau cinta kepadaku? Jawabannya pasti tidak."
"Kau ...."
Nadine mengurungkan kalimat yang akan ia ucapkan. Wanita itu menghela napas panjang, "Bagaimana jika aku mengaku pada kedua orangtua kita bahwa aku yang mandul? Kau cukup menikahi seorang wanita yang tengah hamil tanpa suami. Lalu akui saja jika itu anakmu, aku akan bersandiwara berpura-pura berbesar hati untuk menerima jika kau menikah lagi demi anak."
David terdiam, pernikahan macam apa yang saat ini sedang mereka jalani? Penuh kepura-puraan dan juga sandiwara.
"Aku tidak peduli apa yang akan kau lakukan, Nad. Lakukan saja semaumu, aku sudah muak dengan semua kepura-puraan ini," kata David.
"Tapi, papi dan mamiku juga mau cucu, Dave!"
"LAKUKAN SEMAUMU SAJA! Kau mau mengakui jika kau yang mandul juga aku tidak peduli lagi!" seru David kesal kemudian beranjak pergi. Ia tidak peduli dengan meeting yang seharusnya ia hadiri.
Sementara Nadine hanya bisa menatap punggung suaminya dengan hati hancur. 'Jika aku hancur, kau harus lebih hancur dari aku, Dave,' batin Nadine.
****
_6 tahun yang lalu_
"Kau mau menerima perjodohan itu begitu saja?"
"Aku bisa apa, Mas? Kau masih kuliah, belum bisa membiayai apa lagi membantu keuangan papi dan mami. Saat ini, perusahaan papi dalam kondisi terjepit, Mas. Hanya dengan menikahi David perusahaan papi dapat terselamatkan," kata Nadine.
Air mata gadis itu sudah menetes sejak tadi. "Seharusnya aku tidak menerima kontrak dari perusahaan Daviid. Aku tidak tau jika ternyata kedua orangtuaku ternyata sahabat lama orangtua David."
"Aku punya tabungan yang mungkin bisa membantu papimu, sayang."
"Mas, aku tau tabungan itu untuk melanjutkan pendidikan S2-mu. Aku tidak akan tega jika kau memberikan uang itu. Lagi pula perusahaan papi butuh suntikan dana yang tidak sedikit."
"Tapi, aku mencintaimu, Nadine."
"Mas Dirga, aku juga mencintai dirimu. Jangan kau pikir aku tidak terluka," kata Nadine lirih disela isak tangisnya.
Dirga memeluk tubuh Nadine dengan erat, sungguh ia tidak mau kehilangan gadis yang sangat ia cintai itu.
"Apa kau sangat mencintai aku, Mas?" tanya Nadine di telinga Dirga. Pemuda berkulit putih itu mengangguk dan membelai rambut Nadine dengan lembut.
"Aku mencintaimu lebih dari apapun," kata Dirga.
"Kalau begitu, aku mohon ambillah kesucianku sekarang, Mas. Aku tidak rela memberikannya kepada orang yang tidak aku cintai."
Dirga mendorong tubuh Nadine, "Kau jangan gila, apa nanti kata suamimu? Bagaimana jika dia langsung menceraikan dirimu di malam pertama?"
Dirga menggelengkan kepalanya, ia tidak mengerti mengapa Nadine bisa senekad itu.
"Aku menjaga kesucian ini hanya untukmu, Mas. Hanya kau yang berhak untuk mengambilnya dariku."
Nadine sudah tidak peduli lagi, tanpa ragu gadis itu melepaskan semua yang melekat di tubuhnya. Dirga, ia hanya pemuda biasa. Ibarat kucing tidak akan menolak jika diberi ikan asin, apa lagi saat ini yang terhidang di hadapannya adalah ikan segar.
Meski pada awalnya ia mati-matian menolak, tapi ternyata nafsu lebih menguasai dirinya hingga akhirnya apa yang seharusnya tidak boleh terjadi di antara mereka pun terjadi. Keduanya pun saling memburu mencapai puncak kenikmatan. Hari itu Nadine menyerahkan kesuciannya kepada Dirga sang kekasih. Ia membiarkan madunya direguk tanpa ikatan yang sah, hanya dua minggu menjelang pernikahannya dengan David.
Suasana yang tadinya penuh pergumulan panas kini berubah menjadi kepiluan. Dirga memeluk Nadine dengan erat, tak rela rasanya melepas gadis yang ia cintai menjadi milik orang lain."Aku bersumpah akan selalu setia kepadamu, Din. Kau tidak akan pernah menyesal sudah menyerahkan segalanya kepadaku. Maafkan aku yang tak berdaya ini. Kelak, jika aku mapan dan sudah menyelesaikan pendidikan S2-ku, aku akan selalu menunggumu kembali.""Tidak, Mas. Jika kau menemukan gadis lain yang pantas untuk kau jadikan istri menikahlah. Jangan pedulikan aku," bisik Nadine lirih dalam dekapan Dirga."Jangan pernah melarang aku untuk selalu mencintai dan setia kepadamu," jawab Dirga sambil mengecup kening Nadine dengan penuh kasih sayang. Hingga malam tiba, mereka mengulangi lagi permainan panas mereka. Nadine bersikeras meminta supaya Dirga membuahi rahimnya. Biarlah ia menikah dengan lelaki lain tapi, ia ingin mengandung dan mem
"Kita akan cari pelakunya dan membuatnya bertanggung jawab atas apa yang menimpamu," kata Nadine. Namun, Liliana dengan cepat menggelengkan kepalanya. Tidak! Nadine tidak boleh sampai tau hal ini, itulah yang ada dalam pikiran Liliana."Tidak, Bu. Jangan ke sana lagi, tidak usah bawa masalah ini ke pihak yang berwajib. Saat ini saja saya sudah trauma, saya tidak akan sanggup menghadapi jika harus menceritakan aib ini pada orang lain. Saya mohon, Bu. Jika Ibu ingin saya tetap hidup, tolong kita akhiri saja sampai di sini," pinta Liliana dengan mata berkaca-kaca dan tatapan mengiba. Nadine menghela napas panjang. Ia sangat mengerti, yang namanya pemerkosaan pasti akan meninggalkan trauma yang dalam pada korbannya. Melihat kondisi Liliana yang seperti ini saja dia sudah tidak tega."Kita ke dokter, ya?" bujuk Nadine. Liliana kembali menggelengkan kepalanya, "Saya akan baik-baik saja, Bu," ucapnya lirih."Kamu tid
Liliana menatap Nadine tak percaya, bagaimana mungkin dia meminta untuk menikah dengan lelaki yang sudah menghancurkan kehidupannya? Liliana tidak tau harus menjawab apa sekarang. Tapi, pengakuan Nadine tadi membuatnya benar-benar ketakutan. Padahal sebelumnya ia merasa lega karena David mengatakan dirinya mandul. Tetapi, dengan fakta baru bahwa ternyata Nadine yang tidak bisa memberikan keturunan kepada David membuat Liliana cemas."Aku tau kau butuh waktu untuk berpikir, jadi aku akan memberimu waktu, Li.""Sa-saya ... Saya tidak tau harus menjawab apa, Bu. Bagaimana mungkin saya menikah dengan Pak David?""Aku akan membayarmu dengan uang yang banyak jika memang nanti kau hamil. Tapi, kau harus mengakui bahwa itu adalah anak David. Kau tidak boleh menceritakan pada siapa pun jika kau sudah diperkosa oleh orang yang tidak kau kenal." Liliana menelan salivanya, "Bu ... Kita tunggu saja beberapa minggu lagi. Semoga saja say
David terkejut saat ia mendapati Liliana sudah datang dan duduk di meja kerjanya. Gadis cantik itu tampak sedang mengerjakan beberapa laporan yang memang sudah David minta sebelum mereka ke Kupang."Kau sudah sehat, Li?" tanya David hati-hati. Ia tidak mau mengambil resiko jika Liliana akan berbuat sesuatu yang mempermalukan dirinya. Meski David tau jika Liliana tidak mungkin nekad, tapi sikap gadis itu pasti akan berubah."Sudah, Pak. Terima kasih," jawab Liliana datar. David melihat kedua mata gadis itu masih sangat sembab. Diam-diam ia merasa sangat menyesal atas perbuatan yang sudah ia lakukan pada gadis itu. Tak ingin berlama-lama menatap kepedihan di wajah Liliana,David pun segera masuk ke dalam ruangan kerjanya. Namun, bukannya bekerja, ia malah memikirkan Liliana dan juga obrolan serius bersama Nadine semalam. David tidak tau apa yang akan terjadi jika kedua orangtua mereka tau jika salah satu dari mere
Saat jam menunjukkan pukul lima, Lilian bergegas membereskan mejanya dan segera turun ke lobby. Biasanya ia selalu menunggu David keluar dari ruangannya. Namun, kali ini ia tidak mau menunggu. Lilian masih bisa merasakan sentuhan David di sekujur tubuhnya dan itu sangat menyakitkan."Hai, Li. Tumben kau sudah turun ke lobby. Biasanya bos pulang kau baru turun."Lilian menoleh, ia tersenyum saat tau melihat siapa yang menyapa."Kau belum pulang, Gas?" Bagaskara pemuda itu bekerja di bagian pemasara. Ia sudah lama sekali memendam perasaan pada Lilian. Tetapi, gadis itu memang sengaja menjaga jarak kepada siapa pun. Bagi Lilian pekerjaan nomor satu. Lagi pula tujuannya datang ke kota ini adalah bekerja, bukan untuk hura-hura atau sekadar berpacaran. "Aku kurang enak badan," jawab Lilian singkat."Kalau begitu aku antar kau pulang," ujar Bagas. Lil
David menatap tajam saat Bagas membawa Liliana pergi. Lelaki itu pun tak ingin membuang waktu, ia segera masuk ke dalam mobil dan mengikuti dari belakang. David merasa lega saat melihat jalan yang dilalui Bagas memang menuju ke apartemen Liliana. Tetapi, lelaki itu mendadak gusar saat melihat mobil Bagas berhenti di samping warung tenda. "Mau merayu wanita tapi tidak ada modal!" gerutu David kesal. Ia tau jika Liliana tidak mungkin berpacaran dengan Bagas. Ia tau bagaimana tindak tanduk sekretarisnya itu. Liliana adalah gadis yang sangat susah didekati. Apa lagi, David juga tau bahwa dirinya yang sudah mengambil kehormatan gadis itu. Melihat Lilana bersama Bagas, ia merasa tidak ikhlas. Jadi, tanpa berpikir panjang, David segera menyusul masuk."Lain kali, jika ingin mengajak Liliana makan, pilih tempat," kata David saat mendengar Bagas akan membawa Liliana ke tempat ini lain kali."L
"Kalau di depan itu namanya pendaftaran, Pak," ujar Liliana tanpa menoleh ke arah David. Lelaki itu hanya menghela napas mendengar perkataan Liliana."Saya menyesal, Li. Jika waktu bisa berputar saya tidak menyakitimu.""Penyesalan Anda saat ini tidak akan dapat membuat saya kembali seperti dulu.""Kalau begitu, katakan kepadaku apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku kepadamu?""Saya sendiri tidak tau, karena saya bukan wanita yang suka merusak rumah tangga orang lain. Saya tidak mau Bu Nadine tau bagaimana bejad kelakuan suaminya." David tidak menjawab lagi, ia tau tidak mudah untuk memaafkan apa yang sudah ia lakukan. Ia sadar sudah melukai perasaan Liliana terlalu dalam."Maafkan saya," ujar David lirih. Liliana tidak menjawab lagi, pandangannya lurus ke depan. Saat mereka tiba di gedung apartemen, Liliana segera turun dan bergegas masuk ke dalam gedung
"Sampai kapan kau akan meneruskan sandiwara ini, Nad? Kenapa kau tidak melepaskan saja David dan kembali kepadaku? Sesuai janji, saat ini aku sudah mapan dan juga memiliki pekerjaan yang bagus sebagai dokter ahli kandungan. Ayolah, Nad ... aku tau kau tidak bahagia dengan David." Nadine menatap Dirga dengan tatapan penuh cinta. Sejak dulu sampai saat ini hanya ada Dirga yang bertahta dalam hatinya. Lelaki pertama yang sudah mencuri hati dan juga tubuhnya."Aku mencintaimu, Mas. Tapi, untuk bercerai dengan David bukan hal yang mudah. Apa lagi saat ini papa juga bekerja di perusahaan David. Kau tidak lupa, kan, jika papa bangkrut? Keluarga David yang membuat aku juga keluargaku masih bisa menikmati kemewahan kami sekarang. Papa pasti akan menentang keras jika aku bercerai." Dirga menghela napas panjang, sebagai seorang lelaki mapan bukan tidak ada gadis yang mau ia ajak menikah. Tapi, hati dan
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob