Lilian duduk meringkuk di sudut kamar, semalaman David benar-benar menikmati tubuhnya tanpa ampun semalam suntuk. Tampak bekas jejak berwarna merah di sekujur tubuhnya. Liliana terisak, air matanya tak berhenti menetes sejak semalam. Ia hanya menutupi tubuhnya dengan selimut. Dadanya terasa begitu sesak, saat ia tau bahwa David sudah mengambil keperawanannya, Liliana masih bisa menerima. Mungkin saat itu David juga dalam kondisi mabuk. Tapi, saat ini ia yakin sekali David baru minum sedikit. Terbukti dari apa yang ia lakukan kepadanya sampai berkali-kali.
Mendengar suara isak tangis David pun terjaga dan menatap Lilian yang duduk di sudut kamar hanya berbalut selimut sambil memeluk kedua lututnya. Matanya tampak sembab, ia pasti menangis semalaman, pikir David. Perlahan ada sedikit penyesalan di hati David. Sejak awal melihat Liliana, David sebenarnya sudah menaruh hati pada Liliana. Tetapi, gadis itu bekerja dengan sangat profesional.
Liliana juga sangat rajin dan juga tidak banyak ini itu. Tapi, sejak ia mengambil mahkota gadis itu dan melihat tubuh indahnya, fantasi liar David berkelana. Entah apa yang merasukinya hingga semalam ia nekad datang ke apartemennya. David memang memiliki akses untuk masuk karena apartemen yang Liliana tempati adalah fasilitas yang ia berikan kepadanya. Saat melihat Liliana tengah tertidur, harimau dalam diri David pun terbangun dan dengan tega ia menikmati gadis itu sepuasnya tanpa rasa belas kasihan.
Melihat Lilian begitu terpuruk, David merasa tak sampai hati. Perlahan David bangkit dan berusaha mendekati Lilian. Namun Lilian langsung berteriak histeris sambil menendang ke sana kemari. Hal itu justru membuat selimut tipis yang menutupi tubuhnya terbuka. Kali ini, David meraih tubuh Liliana bukan untuk disetubuhi, tetapi ia membawanya ke tempat tidur lalu menyelimutinya.
"Tenanglah, Lilian, aku tidak akan menyentuh tubuhmu. Maafkan aku, Li. Aku ... Jujur saja aku melakukan ini karena-"
"Tolong pergi! Anda sudah menghancurkan masa depanku! Anda sama sekali tidak bisa dihargai sebagai seorang atasan. Saya tau bahwa saya hanya pegawai anda, bahkan apartemen ini adalah fasilitas dan kebaikan yang anda berikan kepada saya. Tapi, bukan berarti anda bisa dengan semena-mena menikmati tubuh saya! Saya bukan wanita murahan, tapi anda memperlakukan saya seperti binatang! Anda benar-benar brengsek, biadab! Saya bencii!" teriak Liliana memotong perkataan David.
David menghela napas panjang. "Aku tau aku salah. Kau tenang saja, aku akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang aku lakukan. Aku akan membawa dirimu ke luar negeri untuk menjalani operasi yang bisa membuat dirimu kembali perawan," kata David.
Mendengar perkataan David, Liliana meradang. "Anda pikir semudah itu? Bagaimana jika saya hamil? Saat ini adalah masa subur saya, anda dengan enaknya menabur benih di dalam rahim saya. Apa anda sadar apa yang anda lakukan?"
David mencebikkan bibirnya, "Ternyata kau sama saja dengan wanita lain. Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa aku ini mandul."
"Baik, kita lihat saja nanti, Pak. Jika saya tidak hamil, saya bersedia anda bawa untuk melakukan operasi selaput dara. Tapi, jika saya sampai hamil anda harus bertanggung jawab!"
"Enak saja, bisa saja kau mengaku-ngaku. Bagaimana bisa orang mandul menghamili seorang gadis!"
Kali ini Liliana yang mendecih, "Jika anda bisa berkata saya mengaku-ngaku saya juga bisa tidak memercayai bahwa anda mandul. Bisa saja anda mengaku-ngaku supaya lepas dari tanggung jawab. Sekarang sudah ada yang namanya tes DNA, Pak. Kini, tak lagi harus menunggu sang bayi lahir untuk bisa melakukan tes DNA demi mengetahui kebenaran ayah si jabang bayi. Saat kehamilan pun bisa dilakukan tes DNA untuk menjawab keraguan siapa sebenarnya ayah dari bayi yang sedang dalam kandungan. Untuk penentuan profil DNA dalam kandungan itu bisa diambil dari cairan amnion atau dari villi chorialis pada saat usia kandungan 10-12 minggu. Jadi, mari kita tunggu bersama apa yang akan terjadi satu atau dua bulan ke depan," kata Liliana dengan suara bergetar.
Kali ini David terdiam, ia mulai meragukan dirinya sendiri. David ingat bahwa dia dan Nadine hanya sekali saja datang ke dokter ahli untuk memeriksakan kesuburan mereka. Hasilnya , David yang dinyatakan mandul. Hal itu masih ia sembunyikan dari keluarga besar mereka. Tetapi, mengapa kini mendadak ia penasaran dan ingin memeriksa kembali?
"Lebih baik anda keluar, Pak," ujar Liliana.
"Heh! Ini apartemen saya! Itu sebabnya saya bisa masuk dengan mudah. Kau jangan seenaknya saja," hardik David.
"Baiklah, kalau anda tidak mau pergi, biar saya yang keluar dari sini," tukas Liliana sambil berusaha bangkit meski sekujur tubuhnya terasa begitu sakit terlebih di sekitar pangkal pahanya.
Melihat hal itu, David merasa iba kembali, lalu menahan tubuh Liliana.
"Saya saja yang keluar, kau beristirahatlah," kata David sambil berdiri kemudian melangkah pergi.
Liliana hanya diam, setelah mendengar pintu depan tertutup ia bangkit perlahan dan mengunci pintu kamar dari dalam. Tangisnya kembali pecah, ia menjerit sekuatnya. Rasanya begitu menyakitkan.
"Manusia brengsek biadab!" teriak Liliana.
Sementara itu David yang dipenuhi penyesalan segera berangkat ke kantornya. Saat ia membuka ruangan , tampak sang istri sedang duduk di kursi kerjanya.
"Kau dari mana semalaman, Mas?" tanya Nadine gemas.
"Minum, menghabiskan waktu di tempat hiburan malam."
David menjawab Nadine dengan dingin.
"Dave, terima saja keadaan jika kita tidak bisa memiliki keturunan. Kau tidak bisa terus menerus seperti ini," ujar Nadine. Sejak divonis mandul dua tahun lalu, David memang sering sekali menghabiskan waktu ke tempat hiburan malam. Bukan untuk mencari wanita penghibur, hanya sekadar minum sampai mabuk lalu pulang. Bisa dikatakan baru kali ini David mengkhianati pernikahannya dengan meniduri Liliana.
"Biasanya wanita sangat sensitif dengan masalah anak. Kau sendiri menolak untuk adopsi anak. Mengapa kau tidak tidur dengan lelaki lain hingga kau hamil? Aku tidak akan masalah jika harus mengakui anak itu sebagai anakku," kata David.
"Jangan gila! Aku tidak mungkin bisa melakukan itu, Dave," tukas Nadine sambil berdiri dan menghampiri suaminya.
David mengempaskan tubuhnya ke atas sofa yang ada di ruangan itu.
"Jika kita mengakui apa yang sebenarnya terjadi, kedua orangtua kita akan sangat kecewa. Jadi, lebih baik jika kau melakukan apa yang aku katakan. Percayalah, aku akan memperlakukan anak itu kelak seperti anakku sendiri," kata David.
Nadine menatap David tak percaya, apakah selama ini diam-diam suaminya mendambakan kehadiran anak di antara mereka? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Gila! Ide David itu memang sangat gila. Bisa saja ia tidur dengan lelaki lain, tapi hasilnya pasti akan tetap sama. Dia tidak akan mungkin bisa hamil, karena pada kenyataan yang sebenarnya bukan David yang mandul. Tetapi dirinya yang tidak akan pernah bisa memberikan keturunan pada lelaki manapun. Dengan wajah memerah menahan perasaan yang campur aduk, antara kesal, kecewa sekaligus juga bingung. Ia kesal karena David dengan mudahnya menyuruh tidur dengan lelaki lain. Kecewa karena ternyata cinta David tidak sebesar yang ia pikirkan. Jika David benar cinta, ia tidak akan pernah merelakan tubuh istrinya dinikmati oleh lelaki lain, apa lagi sampai mengandung. Bingung, karena ia tidak tau harus bagaimana menutupi rahasia yang sudah dua tahun ini ia tutupi. "Kau tidak mencintai ak
Suasana yang tadinya penuh pergumulan panas kini berubah menjadi kepiluan. Dirga memeluk Nadine dengan erat, tak rela rasanya melepas gadis yang ia cintai menjadi milik orang lain."Aku bersumpah akan selalu setia kepadamu, Din. Kau tidak akan pernah menyesal sudah menyerahkan segalanya kepadaku. Maafkan aku yang tak berdaya ini. Kelak, jika aku mapan dan sudah menyelesaikan pendidikan S2-ku, aku akan selalu menunggumu kembali.""Tidak, Mas. Jika kau menemukan gadis lain yang pantas untuk kau jadikan istri menikahlah. Jangan pedulikan aku," bisik Nadine lirih dalam dekapan Dirga."Jangan pernah melarang aku untuk selalu mencintai dan setia kepadamu," jawab Dirga sambil mengecup kening Nadine dengan penuh kasih sayang. Hingga malam tiba, mereka mengulangi lagi permainan panas mereka. Nadine bersikeras meminta supaya Dirga membuahi rahimnya. Biarlah ia menikah dengan lelaki lain tapi, ia ingin mengandung dan mem
"Kita akan cari pelakunya dan membuatnya bertanggung jawab atas apa yang menimpamu," kata Nadine. Namun, Liliana dengan cepat menggelengkan kepalanya. Tidak! Nadine tidak boleh sampai tau hal ini, itulah yang ada dalam pikiran Liliana."Tidak, Bu. Jangan ke sana lagi, tidak usah bawa masalah ini ke pihak yang berwajib. Saat ini saja saya sudah trauma, saya tidak akan sanggup menghadapi jika harus menceritakan aib ini pada orang lain. Saya mohon, Bu. Jika Ibu ingin saya tetap hidup, tolong kita akhiri saja sampai di sini," pinta Liliana dengan mata berkaca-kaca dan tatapan mengiba. Nadine menghela napas panjang. Ia sangat mengerti, yang namanya pemerkosaan pasti akan meninggalkan trauma yang dalam pada korbannya. Melihat kondisi Liliana yang seperti ini saja dia sudah tidak tega."Kita ke dokter, ya?" bujuk Nadine. Liliana kembali menggelengkan kepalanya, "Saya akan baik-baik saja, Bu," ucapnya lirih."Kamu tid
Liliana menatap Nadine tak percaya, bagaimana mungkin dia meminta untuk menikah dengan lelaki yang sudah menghancurkan kehidupannya? Liliana tidak tau harus menjawab apa sekarang. Tapi, pengakuan Nadine tadi membuatnya benar-benar ketakutan. Padahal sebelumnya ia merasa lega karena David mengatakan dirinya mandul. Tetapi, dengan fakta baru bahwa ternyata Nadine yang tidak bisa memberikan keturunan kepada David membuat Liliana cemas."Aku tau kau butuh waktu untuk berpikir, jadi aku akan memberimu waktu, Li.""Sa-saya ... Saya tidak tau harus menjawab apa, Bu. Bagaimana mungkin saya menikah dengan Pak David?""Aku akan membayarmu dengan uang yang banyak jika memang nanti kau hamil. Tapi, kau harus mengakui bahwa itu adalah anak David. Kau tidak boleh menceritakan pada siapa pun jika kau sudah diperkosa oleh orang yang tidak kau kenal." Liliana menelan salivanya, "Bu ... Kita tunggu saja beberapa minggu lagi. Semoga saja say
David terkejut saat ia mendapati Liliana sudah datang dan duduk di meja kerjanya. Gadis cantik itu tampak sedang mengerjakan beberapa laporan yang memang sudah David minta sebelum mereka ke Kupang."Kau sudah sehat, Li?" tanya David hati-hati. Ia tidak mau mengambil resiko jika Liliana akan berbuat sesuatu yang mempermalukan dirinya. Meski David tau jika Liliana tidak mungkin nekad, tapi sikap gadis itu pasti akan berubah."Sudah, Pak. Terima kasih," jawab Liliana datar. David melihat kedua mata gadis itu masih sangat sembab. Diam-diam ia merasa sangat menyesal atas perbuatan yang sudah ia lakukan pada gadis itu. Tak ingin berlama-lama menatap kepedihan di wajah Liliana,David pun segera masuk ke dalam ruangan kerjanya. Namun, bukannya bekerja, ia malah memikirkan Liliana dan juga obrolan serius bersama Nadine semalam. David tidak tau apa yang akan terjadi jika kedua orangtua mereka tau jika salah satu dari mere
Saat jam menunjukkan pukul lima, Lilian bergegas membereskan mejanya dan segera turun ke lobby. Biasanya ia selalu menunggu David keluar dari ruangannya. Namun, kali ini ia tidak mau menunggu. Lilian masih bisa merasakan sentuhan David di sekujur tubuhnya dan itu sangat menyakitkan."Hai, Li. Tumben kau sudah turun ke lobby. Biasanya bos pulang kau baru turun."Lilian menoleh, ia tersenyum saat tau melihat siapa yang menyapa."Kau belum pulang, Gas?" Bagaskara pemuda itu bekerja di bagian pemasara. Ia sudah lama sekali memendam perasaan pada Lilian. Tetapi, gadis itu memang sengaja menjaga jarak kepada siapa pun. Bagi Lilian pekerjaan nomor satu. Lagi pula tujuannya datang ke kota ini adalah bekerja, bukan untuk hura-hura atau sekadar berpacaran. "Aku kurang enak badan," jawab Lilian singkat."Kalau begitu aku antar kau pulang," ujar Bagas. Lil
David menatap tajam saat Bagas membawa Liliana pergi. Lelaki itu pun tak ingin membuang waktu, ia segera masuk ke dalam mobil dan mengikuti dari belakang. David merasa lega saat melihat jalan yang dilalui Bagas memang menuju ke apartemen Liliana. Tetapi, lelaki itu mendadak gusar saat melihat mobil Bagas berhenti di samping warung tenda. "Mau merayu wanita tapi tidak ada modal!" gerutu David kesal. Ia tau jika Liliana tidak mungkin berpacaran dengan Bagas. Ia tau bagaimana tindak tanduk sekretarisnya itu. Liliana adalah gadis yang sangat susah didekati. Apa lagi, David juga tau bahwa dirinya yang sudah mengambil kehormatan gadis itu. Melihat Lilana bersama Bagas, ia merasa tidak ikhlas. Jadi, tanpa berpikir panjang, David segera menyusul masuk."Lain kali, jika ingin mengajak Liliana makan, pilih tempat," kata David saat mendengar Bagas akan membawa Liliana ke tempat ini lain kali."L
"Kalau di depan itu namanya pendaftaran, Pak," ujar Liliana tanpa menoleh ke arah David. Lelaki itu hanya menghela napas mendengar perkataan Liliana."Saya menyesal, Li. Jika waktu bisa berputar saya tidak menyakitimu.""Penyesalan Anda saat ini tidak akan dapat membuat saya kembali seperti dulu.""Kalau begitu, katakan kepadaku apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku kepadamu?""Saya sendiri tidak tau, karena saya bukan wanita yang suka merusak rumah tangga orang lain. Saya tidak mau Bu Nadine tau bagaimana bejad kelakuan suaminya." David tidak menjawab lagi, ia tau tidak mudah untuk memaafkan apa yang sudah ia lakukan. Ia sadar sudah melukai perasaan Liliana terlalu dalam."Maafkan saya," ujar David lirih. Liliana tidak menjawab lagi, pandangannya lurus ke depan. Saat mereka tiba di gedung apartemen, Liliana segera turun dan bergegas masuk ke dalam gedung
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob