David menatap tajam saat Bagas membawa Liliana pergi. Lelaki itu pun tak ingin membuang waktu, ia segera masuk ke dalam mobil dan mengikuti dari belakang. David merasa lega saat melihat jalan yang dilalui Bagas memang menuju ke apartemen Liliana.
Tetapi, lelaki itu mendadak gusar saat melihat mobil Bagas berhenti di samping warung tenda. "Mau merayu wanita tapi tidak ada modal!" gerutu David kesal. Ia tau jika Liliana tidak mungkin berpacaran dengan Bagas. Ia tau bagaimana tindak tanduk sekretarisnya itu. Liliana adalah gadis yang sangat susah didekati.
Apa lagi, David juga tau bahwa dirinya yang sudah mengambil kehormatan gadis itu. Melihat Lilana bersama Bagas, ia merasa tidak ikhlas. Jadi, tanpa berpikir panjang, David segera menyusul masuk.
"Lain kali, jika ingin mengajak Liliana makan, pilih tempat," kata David saat mendengar Bagas akan membawa Liliana ke tempat ini lain kali.
"L
"Kalau di depan itu namanya pendaftaran, Pak," ujar Liliana tanpa menoleh ke arah David. Lelaki itu hanya menghela napas mendengar perkataan Liliana."Saya menyesal, Li. Jika waktu bisa berputar saya tidak menyakitimu.""Penyesalan Anda saat ini tidak akan dapat membuat saya kembali seperti dulu.""Kalau begitu, katakan kepadaku apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku kepadamu?""Saya sendiri tidak tau, karena saya bukan wanita yang suka merusak rumah tangga orang lain. Saya tidak mau Bu Nadine tau bagaimana bejad kelakuan suaminya." David tidak menjawab lagi, ia tau tidak mudah untuk memaafkan apa yang sudah ia lakukan. Ia sadar sudah melukai perasaan Liliana terlalu dalam."Maafkan saya," ujar David lirih. Liliana tidak menjawab lagi, pandangannya lurus ke depan. Saat mereka tiba di gedung apartemen, Liliana segera turun dan bergegas masuk ke dalam gedung
"Sampai kapan kau akan meneruskan sandiwara ini, Nad? Kenapa kau tidak melepaskan saja David dan kembali kepadaku? Sesuai janji, saat ini aku sudah mapan dan juga memiliki pekerjaan yang bagus sebagai dokter ahli kandungan. Ayolah, Nad ... aku tau kau tidak bahagia dengan David." Nadine menatap Dirga dengan tatapan penuh cinta. Sejak dulu sampai saat ini hanya ada Dirga yang bertahta dalam hatinya. Lelaki pertama yang sudah mencuri hati dan juga tubuhnya."Aku mencintaimu, Mas. Tapi, untuk bercerai dengan David bukan hal yang mudah. Apa lagi saat ini papa juga bekerja di perusahaan David. Kau tidak lupa, kan, jika papa bangkrut? Keluarga David yang membuat aku juga keluargaku masih bisa menikmati kemewahan kami sekarang. Papa pasti akan menentang keras jika aku bercerai." Dirga menghela napas panjang, sebagai seorang lelaki mapan bukan tidak ada gadis yang mau ia ajak menikah. Tapi, hati dan
"Kalian sedang apa di sini?"Dirga dan Nadine sontak menoleh, "Pa-Papi ... Papi sedang apa di sini?""Kau yang sedang apa di sini bersama mantanmu?!""Om Sanjaya, saya bisa menjelaskan. Nadine tidak sengaja bertemu dengan saya di sini, jadi saya mengajaknya sekadar minum kopi. Sudah lama juga kami tidak bertemu, bukan?" Sanjaya Utama, ayah Nadine menatap Dirga dengan tatapan tajam. Selama beberapa saat ia merasa kagum dengan penampilan pemuda yang hampir saja menjadi menantunya itu. Tidak sangka, pemuda itu kini sudah menjadi dokter spesialis yang mapan."Yakin, hanya kebetulan? Bukan kau yang mengajak putri saya untuk bertemu?" cecar Sanjaya."Apa Om melihat saya sedang berdusta? Apa saya terlihat seperti seorang perebut istri orang?" alih-alih menjawab, Dirga membalikkan pertanyaan dengan tenang. Sanjaya menatap Dirga lalu mengembuskan napasnya, ia tidak punya bukti jika Nadine dan
"Wah, luar biasa sekali. Ini jam berapa Nadine? Suamimu sudah pulang sejak sore tadi, tapi kau baru pulang saat hampir menjelang tengah malam?"Nadine terdiam, ia baru saja masuk ke dalam rumah. Ia tidak tau jika ibu mertuanya sedang berada di rumahnya."Mama tumben datang tidak memberi kabar. Apa kabar, Ma?" Alih-alih menjawab sindiran ibu mertuanya, Nadine memiliih untuk bersikap sopan. Ia tau jika sejak dulu ibu mertuanya memang kurang setuju dengan pernikahannya. Ayah Davidlah yang bersikeras karena sudah lama bersahabat karib dengan ayahnya."Sopan, ya. Mama bertanya tidak kau jawab!" hardik Kinasih pada menantunya itu dengan geram."Mama mau aku menjawab bagaimana? Aku baru saja selesai pemotretan, Ma. Mas David tau, kok, aku selalu meminta izin kepadanya," sahut Nadine dengan tenang. Kinasih mendelik, entah apa yang dipikirkan oleh suaminya saat
Pagi itu, dengan sedikit terpaksa Nadine sudah bangun sejak pukul 4 pagi. Ia tidak mau mencari masalah pagi-pagi dengan ibu mertuanya. Seperti dugaannya, saat ia keluar kamar, Kinasih sudah berada di dapur bersama dengan Imas untuk mempersiapkan menu sarapan."Tumben kau bangun pagi sekali, Imas bilang biasanya kau bangun saat David sudah berangkat kerja." Nadine mendelik ke arah Imas yang tampak salah tingkah."Maaf, Bu. Biasanya, kan, Ibu bangun siang kalau pulang malam," ujar Imas. Kinasih mendecih "Jangan takut, Imas. Yang menggajimu itu anak saya, jadi kenapa takut? Kau tinggal datang ke rumah saya jika Bu Nadine berani memecatmu. Oya, aku tidak melihat Tuti, ke mana dia?"Nadine menghela napas perlahan, "Tuti ada di apartemen sekretaris David, Ma," jawab Nadine sambil membantu mengiris tempe."Untuk apa dia di sana?""Liliana, sekretaris David sedang sakit, Ma. Jadi, aku menyuru
"Aku bisa memberi Mas David anak, Ma. Hanya masalah waktu saja. Mungkin Tuhan belum percaya kepada kami," jawab Nadine. Kinasih menoleh dan mendecih, "Ck, jangan membuat mama tertawa, Nad. Kalau memang kau berniat memiliki anak sudah sejak lama kau mau program kehamilan.""Sudahlah, Ma. Ini masih pagi, Mama mau aku antar ke butik tante Anne, kan?" David bergegas menengahi. Ia tau jika diteruskan perdebatan ini pasti akan semakin panjang."Iya, antarkan Mama ke butik tante Anne. Mama ganti pakaian dulu, bisa gila mama jika harus berada dekat istrimu terus," sarkas Kinasih kesal. Nadine baru saja hendak membuka mulut dan menjawab perkataan ibu mertuanya, tetapi David keburu menendang kakinya sehingga ia terpaksa menelan kembali bantahannya. Kinasih yang sudah merasa kesal pun bergegas menyudahi sarapannya lalu bergegas ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya."Papa pulang dari Paris sore ini. Ingat nanti malam kita mak
"Tapi, saya kan bukan bagian dari keluarga, Pak," tolak Liliana saat David mengatakan agar ia datang ke acara anniversary kedua orangtuanya."Kau yang menyiapkan acara, jadi kau harus datang. Jika ada sesuatu kau yang harus bertanggung jawab," kata David dengan ketus. Liliana menghela napas panjang, sejak kejadian kemarin, sikap David seperti roller coaster. Terkadang penuh perhatian, terkadang ketus."Tapi, saya ....""Aku bosnya, Liliana. Yang minta bukan aku, tapi ibuku. Jadi, jika kau mau menolak, barangkali kau ada janji dengan Bagas, telepon saja ibu saya langsung, ada kan nomornya?" Liliana terdiam, ia mengenal dengan baik Kinasih. Ibu dari bosnya itu pernah bertemu dengannya dua atau tiga kali dalam acara perusahaan. Terus terang Liliana tidak sanggup untuk menolak jika memang Kinasih langsung yang meminta."Baiklah, saya akan datang, Pak.""Oh, jelas harus datang. Ini adalah
Liliana dan Bagas saling berpandangan, sejak kapan David ada di kantin ini? Apakah sekarang mereka sedang diawasi?"Maaf, Pak ... saya-""Kau dan Liliana ada hubungan apa? Jika kau memang ingin tau segala sesuatu tentang Liliana kau harus bisa memastikan hubungan kalian. Memang kau mau menikahi Liliana?" tanya David tajam. Bagas menelan saliva, ah, bosnya ini kenapa sensitif sekali, padahal Liliana hanya sekretaris saja. Dan lagi ini di kantin, Bagas bertambah curiga."Saya memang menaruh hati kepada Liliana, Pak.""Oh, baguslah. Lilian di Jakarta ini untuk bekerja, Bagas. Nadine istri saya sudah menganggap Lilian bagian dari keluarga, jadi kami ikut bertanggung jawab jika terjadi sesuatu kepada Liliana. Oya, saya mencarimu karena saya harus menjemput papa saya di bandara. Jangan lupa jam 3 nanti kau harus mengecek ulang ke tempat untuk acara nanti malam," kata David. &n
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob