Alex masih berada dalam ruang pemulihan sebelum nanti dipindahkan ke ruang perawatan. Aku dan Mas William memutuskan untuk ke musala karena belum sempat menunaikan salat isya. Setelahnya, Mas William mengajakku ke kantin yang ada di rumah sakit ini.
Kami memesan dua porsi nasi goreng, dua jus jambu dan dua botol air mineral. Kami memang memesan makanan untuk dua orang, tapi yang makan di sini hanya aku. Mas William sendiri sedari tadi malah melamun dengan tangannya yang memainkan sendok di atas piring.
"Mas ...." Kusentuh punggung tangannya lembut sampai dia tersadar kembali. "Jangan melamun. Dimakan, Mas. Kenapa hanya diaduk-aduk?"
"Mas
"Mas bisa tidur di luar atau musala, Sayang. Bukan di sini.""Tapi ....""Sudah, Mas. Pulang saja. Kasihan Lusi lagi hamil besar begitu. Nanti aku langsung kabari kalau Alex sudah sadar," ujar Indira dengan seulas senyum ramah, tapi tetap saja aku merasa curiga dan ragu."Ya sudah. Langsung kabari kalau ada perkembangan apa pun soal kondisi Alex. Mama dan Papa baru akan ke sini besok pagi," ujar Mas William seraya beranjak bangun dari sofa."Iya, Mas." Indira mengangguk."Ayo, Sayang!" ajaknya seraya memban
Menduakan?"Tapi ini permintaan Alex, Mas. Dari dulu dia sering bilang ingin sekali mama papanya itu bersatu lagi. Apa itu salah?" kata Indira sambil terisak."Ya jelas salah. Aku sudah menikah lagi, Indira. Kamu tahu itu, kan?""Alex ingin keluarga yang utuh, Mas. Dia butuh kasih sayang dari Mama dan papanya.""Kasih sayang? Kurasa Alex selalu mendapatkan itu. Lusi sayang sekali padanya biarpun Alex selaku nakal dan kasar. Lusi sudah anggap dia anaknya sendiri. Kurasa Alex enggak akan kekurangan kasih sayang biarpun kita enggak bersama.""Tapi itu beda, Mas. Lusi hanya mama tiri, sedangkan Alex butuh aku —mama kandungnya.""Sudahlah, In. Berhenti menggunakan Alex sebagai senjatamu. Aku ini sudah punya keluarga baru. Salahmu sendiri dulu yang memilih pergi mencampakkanku," debat Mas William."Bukan alasan! Memang Alex sering bilang begitu, kan? Mas jangan membohongi diri sendiri, deh. Lagipula, aku 'kan sudah minta maaf. Kenapa Mas masih saja bahas dan ungkit masa lalu itu?""Yaa kare
Aku spontan meremas khimar di dada mendengar Alex menyebut namaku lirih.Permintaan? Mungkinkah Alex akan meminta ...."Kenapa dengan Tante?""Pah ... aku mau Tante ...."Tidak!Aku tidak sanggup mendengarkan lebih banyak lagi. Ini terlalu menyakitkan. Tanpa harus mendengar pun, aku sudah tahu ke mana arah pembicaraan ini. Aku akan semakin hancur lebur jika ternyata jawaban Mas William adalah setuju. Ditambah lagi kondisi Alex dan keluarga yang mendukung, pasti dia tidak akan berkutik dan tidak sanggup menolaknya.
Sesampainya di sana, aku basa-basi sebentar dengan Papa Mama. Bersikap tenang dan biasa saja seolah tak pernah mendengar hal menyakitkan tadi. Tak lama kemudian, Papa dan Mama pamit pulang. Sementara, Indira sendiri sedang pergi untuk mengambil pakaian ganti di rumahnya.Mas William pamit menemui dokter. Menyisakan hanya aku dan Alex yang saling menatap canggung. Perlahan, aku mendekat, lalu duduk di kursi samping brankar."Tante senang kamu sudah siuman, Lex," ujarku memecah keheningan.Alex diam dengan tatapan lurus memandang langit-langit ruangan ini."Tante akan selalu berdoa untuk ke
Dengan lesu, kaki ini terus melangkah ke dalam rumah. Rasanya ingin sekali bisa memutar ulang waktu supaya aku tak pernah menikahinya. Jika tahu akan serumit dan berakhir dengan diduakan lagi, lebih baik aku menghabiskan sisa hidup seorang diri."Bu." Bi Surti menyambutku di pintu."Tolong buatkan teh hangat, ya, Bi. Antar ke kamar."Bi Surti mengangguk."Ibu sakit? Ibu kelihatan lesu. Apa Bapak enggak antar Ibu ke sini?" tanyanya dengan raut wajah khawatir."Aku enggak apa-apa, Bi. Memang aku yang minta pulang sendiri. Aku tunggu tehnya di kamar, ya.""Iya, Bu."Kuayunkan kaki menaiki tangga sambil berkali-kali menarik napas panjang. Sesak ini tidak bisa hilang. Seperti ada bongkahan batu yang menekan dada.Aku merangkak naik ke kasur, lalu duduk bersandar kepala ranjang seraya mengusap-usap perut."Kamu setuju dengan keputusan Mama ini 'kan, Nak? Kamu ... akan mendukung apa pun yang membuat hati Mama lega dan tenang, kan?"Aku terisak sambil tersenyum ketika merasakan pergerakan di
Maaf atas keputusan sepihak ini Mas. Tapi aku sungguh tidak sanggup jika keputusanmu itu ternyata memilih menduakanku dengan Indira. Sebelum itu terjadi, lebih baik aku yang mundur dan pergi dari kehidupan kalian.Izinkan aku menenangkan diri untuk sementara waktu. Batin dan fisik ini sudah terlalu lelah. Aku janji akan kembali dan segera menyelesaikan perceraian kita setelah hati dan mentalku siap menerima kenyataan."Jalan, Pak!" titahku setelah naik ke mobil."Mau diantar ke alamat mana Bu?""Stasiun, Pak."Sejauh a
Setelah menempuh waktu hampir dua belas jam, akhirnya kereta pun berhenti di stasiun tujuan akhir. Aku sudah tak tahan lagi menahan sakitnya kontraksi ini hingga rasanya tak kuat untuk berjalan. Dengan kepanikannya, Alia berteriak-teriak meminta pertolongan.Suasana di stasiun menjadi cukup heboh dan riuh setelah mengatahui ada wanita yang mau melahirkan. Alia bahkan semakin panik dan terus meracau ketika melihat air ketuban mulai merembes keluar. Untung saja, dengan sigap petugas-petugas di stasiun ini menolong dan segera membawaku ke rumah sakit terdekat.Tak bisa kugambarkan bagaimana rasanya melahirkan di tempat asing tanpa ada satu pun orang yang kita kenal. Namun, aku harus tetap berjuang dan semangat demi lahirnya buah cintaku dengan Mas William.Setelah perjuangan yang melelahkan dan menegangkan, air mataku tak lagi terbendung ketika mendengar tangisan bayi memenuhi ruangan VK ini. Tangis bahagia ber
~POV William~🌺🌺🌺Percakapan dengan Indira, Mama dan Papa cukup memancing emosi. Sudah kutegaskan kalau hal itu tidak bisa dilakukan, tapi mereka tetap saja bersikeras agar aku rujuk dengan Indira dan menjadikannya istri kedua.Konyol, bukan?Memang poligami tidak dilarang, tapi bukan berarti semua laki-laki memiliki pikiran ke arah sana dan sanggup menjalaninya. Terdengar mudah dan sepele, tapi sesungguhnya itu hal yang sangat sulit. Lusi pernah mengalami kegagalan rumah tangga karena Leon menduakannya.Bagaimana mungkin aku bisa mengulang kejadian pahit yang akan sangat menyakitinya? Setega itukah? Jelas tidak. Aku takut jika memiliki anak perempuan nanti, dia akan mengalami hal yang sama seperti mamanya. Aku tidak rela.Untung saja Lusi tidak pergi bersamaku ke ruang perawatan Alex. Dengan dia pergi ke toilet dulu tadi sudah berhasil menyelamatkan kami dari kesalahpahaman. Dia tak perlu mendengarkan percakapan tak penting yang hanya akan membuat hatinya terluka.Sudah cukup bany