Bang Leon dijaga oleh tiga pria berbadan tegap dan besar. Dia yang tengah mencoba menenangkan Alva yang menangis di gendongannya pun, seketika menoleh saat mendengar suara nyaringku.
"Dek ...." Dia berdiri dan menatap takut padaku yang melotot tajam kepadanya.
Dada ini bergemuruh hebat. Kepala dan wajah terasa memanas seperti mau meledak karena emosi ini. Dengan cepat kurebut Alva dari gendongan Bang Leon, lalu memberikannya pada Mas William yang berada di belakangku.
"Dek, aku—" Ucapan Bang Leon terpotong saat tamparan keras dariku mendarat tepat di pipi kanan sampai wajahnya berpaling. "Dek, ma—"
Lagi. Untuk kedua kalinya, tamparan kembali kulayangkan di sebelah kiri hingga kedua pipinya itu kini memerah.
"Teganya Abang melakukan itu padaku!" desisku dengan mata terasa menghangat karena air mata.
&n
~POV William~🍁🍁🍁Aku tahu Lusi panik dan cemas karena Alva hilang dibawa Leon. Wanita yang kini telah sah menjadi istriku itu juga sedikit marah dan kesal karena keluarga sepakat tetap melanjutkan acara pernikahan. Sejujurnya, aku tidak masalah jika ditunda. Apalah artinya uang dibandingkan kebahagiaannya.Namun, nama baik perusahaan dan Papa menjadi taruhan. Oleh karena itu, terpaksa aku mengesampingkan hal lain, yang penting pencarian terhadap Alva tetap dilakukan. Papa mengerahkan orang bayaran kepercayaannya untuk berpencar mencari Leon yang dengan sengaja membawa Alva kabur. Dia seperti itu hanya agar Lusi membatalkan niatnya untuk menikah denganku.Kekanak-kanakkan, bukan? Pria itu dulu sudah menyia-nyiakannya, tapi sekarang dia malah tidak bisa menerima kalau Lusi sudah move on.Apa Leon lupa bagaimana teganya dia menduakan Lusi dan lebih memilih wanita yang hanya memeras uangnya?Aku pun pernah berada di posisi yang sama seperti Lusi, sama-sama dikhianati oleh orang yang d
Mobil kupacu cepat menuju kediaman Papa untuk menyusul Leon yang dibawa ke sana. Sesuai permintaan Lusi tadi, walau dia marah dan kecewa, wanita itu tetap ingin masalah ini jangan diperpanjang. Apalagi sampai masuk ranah hukum. Bukan apa-apa, tapi dia memikirkan perasaan orangtuanya Leon yang sudah dia anggap seperti orangtuanya sendiri.See? Lusi masih begitu peduli dan baik walau Leon sudah berulang kali membuatnya marah dan kecewa. Apa Leon tidak bisa melihat itu? Tidak bosankah dia membuatnya menangis?Setelah mobil terparkir sempurna di halaman, bergegas aku turun saat mendengar suara lantang dan keras Papa yang sedang memarahi Leon."Jangan, Pah!" larangku dengan sedikit berteriak saat melihatnya hampir memukul wajah Leon yang sudah cukup babak belur.Semua yang ada di sini serempak menoleh termasuk kedua orangtuanya yang terlihat menunduk sedari tadi. Kasihan mereka. Karena ulah a
Pernikahan itu bak lembah penuh misteri. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kunci keutuhan rumah tangga salah satunya saling mengerti, karena menikah itu bukan untuk saling menyamai atau merasa lebih tinggi, tapi ikhlas menerima perbedaan dan kekurangan.Pernikahan bukan saja soal cinta, tapi lebih pada sebuah komitmen. Cinta bisa hilang tergerus waktu, tapi jika kita berkomitmen untuk menjaga pernikahan, semuanya akan tetap baik-baik saja. Cinta yang hilang bisa dipupuk kembali jika kita membicarakannya dengan pasangan. Mencari solusi sama-sama, bukan mencari solusi dengan lari pada tambatan hati lain. Ibarat sebuah rumah, jika salah satu bagian dari rumah rusak, maka perbaiki. Bukan malah mengganti dengan rumah baru.Cukup lama aku menghabiskan waktu di kamar mandi. Ketika keluar, Mas William tak ada di kamar ini begitu juga Alva. Kuayunkan kaki keluar kamar dan mendapati pria tinggi itu tengah mengajak Alva berbicara di depan akuarium ikan koi. Dia men
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Kini, pernikahanku dengan Mas William sudah menginjak hampir dua tahun. Alva juga sudah pandai bicara dan berjalan lancar bahkan berlari. Keinginan kami untuk memberikan adik pada Alva pun terwujud. Kini, dalam rahimku tumbuh janin yang usianya sekitar enam minggu.Syukurlah aku tak mengalami morning sickness yang parah seperti saat mengandung Alva dulu. Meskipun begitu, Mas William tetap begitu protektif. Dia juga menugaskan seorang wanita paruh baya untuk mengerjakan pekerjaan rumah.Tak hanya itu, kini penampilanku telah berubah drastis. Semua dres pendek sudah berganti dengan setelan gamis dan khimar setelah aku memutuskan untuk hijrah. Syukurlah Mas William juga mendukung penuh, dan selalu menyemangatiku untuk berubah menjadi lebih baik sedikit demi sedikit.Sementara, Bang Leon sendiri memilih hidup di kampung. Awalnya, dia sempat menolak dan bersikeras tinggal di kota ini. Akan tetapi, sikap keras dan tegas Bapak membuat dia akhirnya menga
"Mas," sapanya dengan senyuman manis.Indira ....Entah kenapa. Sebagai wanita yang pernah dikhianati, instingku mengatakan ini bukan pertanda baik. Mantan istri Mas William yang bahkan menolak hadir di acara pernikahan kami, kini tahu-tahu hadir kembali setelah hampir dua tahun kami menikah.Ah, semoga saja dugaan ini salah."Papa." panggilan dan pelukan Alex mengembalikan kesadaran Mas William yang sempat tertegun sejenak.Aku sangat yakin dia juga sama terkejutnya melihat kehadiran Indira yang tiba-tiba ada di hadapan kami."Aku rindu Papa. Apa Papa enggak rindu padaku, Pah?""Tentu saja papa rindu." Mas William membalas pelukannya erat seraya mengecup kepala anak berusia sekitar sembilan tahun itu. "Kamu baik-baik saja 'kan, hm?" Mas William mengurai pelukan. Menangkup lembut kedua pipi Alex yang tengah tersenyum senang."Aku baik-baik saja, Pah.""Syukurlah." Mas William kembali memeluk seraya mengusap kepalanya dengan lembut.Aku menunduk ketika Alva menarik-narik jemariku. Dari
"Jalan, Mas," titahku saat melihat Mas William masih diam dan menatap ke sini melalui spion.Mas William mengangguk dan mulai melajukan mobilnya keluar halaman. Lagu anak-anak kesukaan Alva mulai diputar. Membuat aku dan Mas William ikut bersenandung kecil mengikuti dia yang bernyanyi sambil bertepuk tangan."Matiin lagunya, Pah. Aku mau tidur," pinta Alex."Ya sudah, tidur saja. Papa kecilkan volumenya.""Tapi matiin lagunya, Pah. Berisik! Aku enggak bisa tidur," pinta Alex lagi dengan nada bicara kesal."Iya, Mas. Matikan saja. Alex itu kalau tidur emang enggak bisa kalau berisik atau ada suara sedikit pun." Indira ikut membuka suara."Danan, Pah. Atu mau nani." Alva mulai protes saat musik dimatikan. "Mamaaa." Alva merengek padaku."Nanti saja dengarin lagunya, ya. Kakak Alex mau bobo. Kasihan," bujukku lembut seraya mengu
"Mas Wil."Aku dan Mas William pun menoleh mendengar suara Indira."Kenapa?""Alex haus katanya.""Ya sudah. Kalian tunggu di sini dengan Lusi dan Alva. Biar aku yang beli ke stand minuman.""Aku ikut, Pah." Alex langsung merangkul lengan Mas William dan pergi bersamanya.Sesaat sebelum menjauh, Alex sempat menoleh dan melemparkan senyuman mengejek pada Alva, tapi putraku yang belum mengerti ini malah balas tersenyum ceria dan melambaikan tangan."Apa kamu bahagia menikah dengan Mas William?" tanya Indira yang mengambil posisi duduk di sampingku."Wanita mana yang enggak akan bahagia memiliki suami sebaik Mas William? Hanya wanita bodoh yang rela menyia-nyiakan pria sesempurna dirinya.""Kamu nyindir aku?"Aku menoleh. Indira menatapku dengan dahi berkerut dan tatapan tajamnya."Enggak," sahutku santai. "Kenapa kamu bisa merasa tersindir?""Cih, kamu belum tahu saja Mas William itu seperti apa." Indira tersenyum mengejek."Oh, ya? Tapi dia sangat sempurna di mataku sebagai seorang sua
"Alex," tegur Indira lembut.Entah kenapa aku merasa jengah. Melihat sikap lembutnya itu seolah hanya topeng yang digunakan di depan Mas William dan Alex."Tatak tenapa, Ma?" tanya Alva yang kaget mendengar suara kerasnya."Enggak apa-apa, Sayang." Aku tersenyum seraya mengusap kepalanya."Jaga cara bicaramu, Alex! Papa sudah peringatkan supaya jaga sopan santunmu apalagi ini di tempat umum. Paham kamu?" tegas Mas William, lalu melemparkan tatapan tajam pada Indira yang berada di belakang Alex.Alex langsung memalingkan wajahnya yang cemberut itu."Sudah. Jangan cemberut begitu. Nanti kita jalan-jalan lagi lain kali. Ayo!" ajak Mas William seraya meraih tangan Alex dan menuntunnya pergi.Namun, masih dengan wajah kesalnya Alex langsung menepis tangan Mas William, lalu berjalan cepat meninggalkan kami."Al