KSIBP 60 Ibu masuk ke kamarnya untuk memikirkan apa yang diminta anaknya itu sambil menemukan cara yang tepat agar anaknya bisa masuk ke rumah Qiera dengan cara yang terhormat. Yani tersenyum menyeringai. Ia tahu kalau ibunya akan melakukan apapun demi kebahagiaan anak bungsunya itu meski harus mengorbankan dirinya sendiri. Yasa tidak tahu apa yang sedang direncakan Ibu dah adiknya. Dia hanya berpikir kalau Yani berubah menjadi orang yang baik beberapa hari ini. *** "Aku akan ada di rumah selama Mas kerja," ucap Yani penuh semangat. Karena hanya dengan Yasa kerja, dia punya kesempatan untuk mengambil uang, dan barang-barang berharga Yasa yang lainnya. "Oke." Yasa setuju dengan cepat. Sebenarnya dia tidak akan berangkat kerja, tentu saja karena dia sudah curiga ada sesuatu hal yang sedang direncanakan adiknya itu, dan sudah pasti bukan hal yang baik. Ibu dan Yani saling melemparkan tatapan. Hal itu membuat Yasa semakin curiga ada sesuatu di antara keduanya. "Asal Ibu tahu kal
KSIBP 61 "Gila! Aku benar-benar tidak habis pikir Mas Yasa bisa melakukan hal ini!" Yani mengacak rambutnya frustasi. Dia sungguh tidak menyangka kalau Yasa punya persiapan seperti ini. Mereka bertiga stress bersama di mobil yang diparkirkan di pinggir sebuah jalan yang biasa di pakai anak-anak muda untuk nongkrong. "Sepertinya kakakmu memang sudah merencanakan hal ini," tebak Angkasa sambil membayangkan sikap Yasa selama ini. "Enggak mungkin!" Ibu menolak keras. "Aku ibunya, aku lebih tahu seberapa tinggi tingkat kecerdasan anak-anakku, dan dia jauh di bawah bapaknya." Yani dan Angkasa memugar otaknya lebih keras lagi, tapi sayangnya mereka tidak menemukan alasan yang cocok. "Sudahlah, pokoknya sekarang kita pulang ke rumah," titah Ibu, "dan kamu Angkasa, untuk sementara ini tinggallah di rumah. Kalian harus bekerja keras bersama-sama untuk menemukan dimana barang-barang berharga itu dia simpan. Yani setuju dengan cepat, tapi tidak dengan Angkasa. Pikirannya saat ini begitu ka
KSIBP 62 "Cerdas! Aku suka gayamu, anak muda," puji orang tuanya Panji. "Tunggu, sebelum sertifikat ini berpindah dari tanganku ke tangan kalian atas nama Yani, aku ingin membuat perjanjian dulu agar tidak ada penyalahgunaan atau ingkar janji di antara kita." Angkasa mengambil sertifikat itu kembali dan memeluknya di dada. Sebisa mungkin dia harus meminimalisir kesalahan, agar nanti jika terjadi sesuatu, dampaknya tidak akan terlalu parah dan besar. Meski Yani adalah istrinya, dia tetap harus waspada. Bisnis tetaplah bisnis. Orang-orangnya Panji langsung menyiapkan alat-alat yang diperlukan, tidak lupa dengan orang-orang yang akan menjadi saksi. Bahkan, ada pengambilan video dengan keterangan lengkap yang bisa digunakan sebagai bukti kalau pihak Yani nanti mengelak dan tidak mau menggantinya. Dengan percaya diri Yani menandatangani semuanya, dia sangar yakin kalau dirinya akan diterima, dan mendapatkan kemewahan yang sudah seharusnya dia dapatkan dari dulu. "Tenang saja, kami sa
KSIBP 63 Hati Qiera bagai tersayat ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh wanita yang dia sebut Mama selama ini. Rasa sayang dalam dada ternyata hilang seketika setelah tahu kalau mereka berbeda kasta. Sekarang Qiera tahu apa arti status, kehormatan, kekayaan, dan rasa cinta. Ternyata semuanya memang berhubungan, tapi sayangnya, aku tidak termasuk orang yang takut akan dunia, batinnya membenarkan. Setelah mengatakan itu, mamanya pergi tanpa berpatah kata lagi. Atau mungkin menanyakan apa kehidupan Qiera selanjutnya, tidak. Dari sikapnya dia seperti menunjukkan kalau dirinya sudah tidak peduli lagi dengan Qiera. "Papa harap kamu tidak memasukkan perkataan mamamu ke dalam hari, ya, Ra. Bagaimanapun kamu tetap anak kamu," ucap Papa, lalu pergi meninggalkannya. Qiera ingin menangis ketika semua yang dua miliki tiba-tiba hilang dan berbalik membencinya. Jika bisa memilih, ia lebih memilih kehilangan hal duniawi, tapi tetap mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Akan tetap
KSIBP 64 "Nanti antarkan saja aku ke alamat perumahan yang bisa disewa. Kebetulan aku masih punya uang tambahan," pinta Qiera yang ditolak mentah-mentah oleh Mala. "Aku tidak mungkin mengizinkan kamu dan anak-anak tinggal sendiri begitu, Ra. Meski sekarang kamu bukanlah anak dari orang tuamu, tetap saja keselamatan kalian selalu ada yang mengintai," tegas Mala, "sudahlah, ikut ke rumahku saja." Harun lagi-lagi diam. Dia tidak tahu harus bahagia atau sedih ketika Qiera mengangguk. "Baiklah. Untuk sementara aku akan tinggal di rumah kamu, tapi ke depannya nanti kamu harus menghargai apapun keputusanku, ya?" Qiera memberikan Mala pilihan. Mala yang selama ini terlihat galak malah sangat menurut ketika berhadapan dengan Qiera. Bahkan tanpa segan dan tanpa berpikir panjang dia langsung memberikan penawaran untuk menjadi madunya. Namun, tidak dengan Qiera. Dia tahu hati wanita akan tetap terluka jika lelaki yang dicintainya punya wanita lain, apalagi sampai menjadi suami orang lain. Mes
KSIBP 65 "Bukannya anak sah keluarga Qiera sudah kembali?" tanya Mama Diko sambil melihat heran ke arah anaknya yang terlihat frustasi. "Iya, kemarin." Diko menjawab singkat sambil memijat pelipisnya yang terasa berat. "Tapi kenapa kau malah duduk di sini?" Diko menatap mamanya terkejut. "Maksudnya?" "Pura-pura lolos lagi." Mama Diko menatap ke arah suaminya yang duduk di komputer dan sesekali melihat ke arah istri dan anaknya yang tengah berbincang. "Aku memang gak tahu maksud Mama. Aku mau ke kamar." Diko bangkit dari duduknya dengan jalan yang tidak seperti biasanya. Bisa dipastikan kalau beberapa malam ini dia lembur karena sebagian orang kepercayaan cuti bersamaan. Ada yang istrinya melahirkan, anak-anaknya ulang tahun, bahkan ada yang menikahkan anaknya. "Kalau Yani menjadi anak mereka, bukankah tidak mungkin Qiera masih mau tinggal di sana? Jadi kapan kau akan keluar dari zona kamu dan membantunya?" jelas Mama Diko membuat anak satu-satunya itu menghentikan langkah. Di
KSIBP 66 Diko pergi ke rumah Mala dengan hati yang ragu. Apalagi ketika mengingat kalau sahabatnya Harun juga dulu pernah jatuh hati padanya, tapi sayangnya tidak berani mengungkapkan. Sebelum sampai di rumah Mala, lagi-lagi Diko menepikan mobilnya di salah satu restoran yang menyediakan makanan laut. "Apa aku belikan mereka cumi bakar dulu?" gumamnya bertanya-tanya. Dirinya tahu kalau cumi bakar adalah salah satu makanan yang disukai Harun dan Mala, jadi bisa mengurangi sedikit rasa tidak percaya dirinya. Diko masuk ke restoran itu dan tidak lama pulang dengan bawaan yang memenuhi tangannya karena dia membeli banyak makanan. Termasuk kesukaan Qiera dan juga kedua anaknya. "Ah, rasanya aku sudah menjadi seorang ayah." Diko tersenyum aneh. Tidak lupa dia juga membeli beberapa ikat bunga yang sama. "Sepetinya aku memang sudah cocok menjadi kepala keluarga mereka," lanjutnya bangga. Diko kembali melajukan mobilnya ke arah rumah Mala dan segera masuk ke halaman rumah yang kebetulan
KSIBP 67 Sejak datang ke rumah Diko, Qiera dan kedua anaknya benar-benar menjalani kehidupan dengan sangat baik. Sama seperti di rumah orang tuanya dan Mala. Setelah percakapan beberapa waktu lalu dengan Diko, Qiera selalu menjauhi lelaki itu. Karena untuk saat ini, dia masih ingin sendiri, dan tidak mau menerima lelaki sembarangan. Begitupun Diko. Saat ini dia merasa malu dan harus bersembunyi karena sudah berani mengatakan keinginannya secara langsung untuk menikahi Qiera. "Bodohnya aku ... harusnya waktu itu aku pikir-pikir dulu agar hubungan di antara kita tatap baik. Kalau sudah seperti ini, siapa yang mau bertanggung jawab?" gerutu Diko kepada dirinya sendiri. "Kenapa? Jangan bilang kau tidak berhasil membujuk Qiera untuk menikah denganmu?" tanya mamanya yang malah terdengar seperti sindiran. "Seorang gadis yang cerdas saja tidak akan menerima ajakan menikah dari seorang lelaki tanpa mengetahui latar belakangnya lebih dulu. Apalagi Qiera, dia adalah wanita yang berpengalama
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu