Share

Season 2 bab 154

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2025-03-25 16:01:34

Bayu menatapnya tajam. "Jangan pikir aku bakal ceraiin kamu! Kamu milik aku, Rina!"

"Aku mau cerai!" Rina berteriak histeris.

Bayu mendekat dengan gerakan mengancam, tapi kali ini Alif dan Ammar langsung berdiri di depan Rina, menghalangi pria itu.

"Kamu coba sentuh dia lagi, aku nggak bakal tinggal diam," suara Alif dingin. Meski sedikit kesal pada tantenya itu, tapi mereka tak terima Bayu menyakiti perempuan yang tak berdaya.

Bayu menatap Alif dan Ammar dengan marah, tapi dia sadar dirinya kalah jumlah.

Rina menangis tersedu-sedu di sofa.

Di sisi lain, Nadhif menunduk. Dia tidak mengatakan apa pun, tetapi dari raut wajahnya, terlihat jelas bahwa dia terjebak di antara rasa bersalah dan kebodohannya sendiri.

Dan di tengah semua kekacauan itu…

Tari masih belum ditemukan.

***

Di sudut lain kota, di sebuah tempat yang gelap dan dingin, Tari duduk di lantai dengan tangan terikat di belakang.

Mulutnya dibekap, matanya sembab.

Dia telah menghabiskan waktu berjam-jam di ruangan itu, mendeng
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Keluhan Tari (1)

    "Capek, selalu itu alasan kamu! lihat! tak ada satu sudut pun yang bersih dari kotoran!" em*siku benar-benar tersulut. Berharap pulang cepat bisa istirahat, nyatanya rumah kotor, mainan berserakan seperti kapal pecah. Anak-anak ribut sahut sahutan. Tak ada kedamaian. Sementara, Tari, istriku enak-enakan tidur sambil meny*sui Abrar, anak kami yang bungsu. Dan beralasan badan tak enak, capek, lelah dan entah apalagi, membuatku muak."Aku sudah merapikan rumah, Mas. Tapi, berantakan lagi,"ujarnya beralasan. "Maaf ya, Mas. Aku akan segera merapikannya. Kamu tunggu disini, aku juga akan segera buatkan teh manis hangat, ya. Tolong pegang Abrar sebentar." Tari menyerahkan bayi mungil kami dan segera berlalu. Daster kusam dan wajah tak terawat yang menjadi ciri khas perempuan itu pun menghilang dalam pandangan.Aku berdecak kesal. Namun, tak bisa menolak. Rasa haus dan pusing sudah menyatu. Kalau tidak segera dituntaskan, emosiku bisa makin membara.Tak lama terdengar suara Tari memerintah du

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Capek (2)

    "Iya, Bu. Sebenarnya saya sedang memikirkan hal itu. Tapi, saat ini keadaan sedang tak memungkinkan untuk mengambil seorang pembantu." Akhirnya aku membela diri. Semoga ibunya Tari tak curiga jika aku menyembunyikan gaji dan tabunganku dari Tari."Kalau kamu ga sanggup, biar Ibu yang membayar pembantu kalian.""Tak usah, Bu. Nanti biar Arsen pikirkan untuk itu." Aku pun pamit masuk ke kamar. Rasanya harga diriku dicubit. Mana mungkin aku menerima pertolongan ibunya Tari untuk membayar seorang pembantu, sementara dia hanya seorang penjual sayur di pasar. Hidupnya juga tak lebih baik dariku. Tak mungkin itu.Malam itu setelah makan malam, Ibu pamit pulang menggunakan ojek online. Rumahnya yang tak begitu jauh dari rumahku membuat beliau sudah biasa untuk pulang pergi meski sudah malam."Bagus ya, kamu mulai ngadu sama Ibu kamu!" cetusku saat kami sama sama sudah berada di kamar."Mengadu apa, Mas?" tanyanya pura pura tak paham."Jangan sok polos kamu, Dek. Kamu mempermalukan aku didepa

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Sudah malas pulang (3)

    [Mas, nanti kalau pulang tolong beliin beras sama minyak, ya. Stok di rumah habis.] Tak lama pesan dari Tari masuk ke ponselku. Aku menghela nafas berat. Baru awal bulan aku membeli beras dalam kemasan lima kilo, baru pertengahan bulan, sudah habis. Begitu juga minyak, aku telah menyetok seliter minyak goreng kemasan untuk bulan ini. Tapi, sudah habis aja.[Kamu jangan boros-boros dong, Dek. Masa tanggal segini sudah habis?] Balasku dengan hati kesal.[Yang makan di rumah ini kan banyak, Mas. Aku juga masak sewajarnya.]Balas Tari. Perempuan itu mulai pandai melawan. Aku menaruh ponsel dia atas meja. Malas menanggapi Tari yang kerjaannya hanya mengeluh tiap hari.***Usai jam kantor berakhir aku segera memacu kuda besiku membelah jalanan kota. Kali ini niatku tidak pulang apalagi membeli beras atau minyak untuk Tari. Biar dia berusaha sendiri mendapatkan apa yang dia butuhkan. Dia kira mencari uang itu gampang.Maghrib menjelang, aku sampai pada sebuah toko buah. Mampir sejenak membel

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Kehadiran Rani (4)

    Beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi tak ada yang membukakan seperti biasa. Akhirnya aku mengeluarkan kunci cadangan yang memang selalu kubawa.Begitu pintu terbuka, rumah yang biasa berantakan kini terlihat begitu rapi. Tak ada satu mainan pun yang berserakan di lantai."Dek ..." aku berjalan ke kamar. Kamar utama pun bersih. Selimut dan bantal tertata di pojok. Tak ada Tari disini. Aku keluar dan masuk ke kamar anak-anak. Kondisinya sama. Ruangan yang biasanya seperti kapal pecah kini begitu sedap di pandang mata."Astaga, kemana sih perempuan itu!" sungutku sambil merongoh ponsel di saku celana.Dua panggilan berlalu tanpa sahutan. Hingga yang ketiga kalinya suara tari terdengar di seberang sana."Kamu dimana sih? rumah kosong begini!" hardikku begitu suara Tari terdengar."Lho, kamu pulang, Mas? Bukankah mau menginap di rumah Mama?" sahutnya santai."Dek, kamu dimana?" tanyaku mengabaikan pertanyaannya."Aku sedang di rumah Ibuku. Aku rasa aku butuh me time untuk mewaraskan piki

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Mengadukah? (5)

    Keesokan harinya sebuah pesan membuat rasa didada jadi tak biasa.[Hai, Arsen. Ini Rani. Apa kabar? maaf ya, aku lancang menghubungi kamu. Tadi, aku ke rumah mama. Eh, malah Mama ngasih nomor hape kamu ke aku.]Sebuah senyuman terbit begitu saja. Aku memperbaiki duduk lalu dengan cepat membalas pesan itu.[Hai juga, Ran. Aku sehat, kamu gimana? wah, udah lama kita ga ketemu? aku kira kamu masih di Batam?] pesan terkirim.Sepengetahuanku Rani dulu merantau ke Batam. Bekerja disana. Karena itu hubungan yang sempat pernah terbina menguap begitu saja. Aku pun sibuk bekerja lalu menikah dan lupa dengan perempuan yang pernah menjadi primadona sewaktu SMA itu.[Enggak. Aku udah balik lagi ke Jakarta. Tadinya aku ingin mengulang kisah kita. Ga disangka kamu sudah menikah, hehehe aku telat, ya!]Garis bibir terus saja melengkung. Aku yakin Rani sedang memberi kode padaku.[Ya, begitu lah, Ran. Dulu itu masa lalu. Tapi, kalau kamu mau punya masa depan dengan lelaki yang sudah punya anak ini, ak

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Kepergian Tari (6)

    "Mas, aku ke rumah Ibu. Ibu sakit." tanpa salam Tari langsung mengutarakan maksudnya."Oh, ya sudah. Hati-hati, ya." "Iya."Sambungan langsung terputus. Aku mengernyit heran. Tumben dia ga minta u4ng. Biasanya pasti minta jatah jajan anak-anak atau untuk belanja selama tinggal di rumah Ibunya."Kenapa?" Rani menatapku lekat."Gapapa, istriku pamit mau ke rumah Ibunya. Biasa mertua lagi sakit.""Oh ..." sahutnya sembari mengangguk-anggukkan kepala."Eh, istriku kamu yang buka toko kue itu bukan sih, Ar?""Toko kue? toko kue apaan? istriku jangankan bikin kue, menyapu rumah aja dia ga sempat." aku terkekeh."Hah? serius? tapi, toko kue Lestari Jingga itu punyamu kan?" aku makin melebarkan tawa.Bagaimana mungkin mau punya toko kue. Walau nama toko itu hampir mirip dengan nama Tari, tapi mustahil. Mana mungkin."Tari itu kalau dirumah kerjaannya main hp. Setiap pulang kerja hal yang bikin kita selalu cekcok itu ga jauh-jauh karena urusan rumah yang ga keurus. Hah, aku udah capek, Ran. A

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Gosip (7)

    "Ngapain kamu kesini?" Kedatanganku disambut tatapan tak bersahabat dari Mas Fatan. Aku mengulurkan tangan. Namun, Mas Fatan buang pandang seakan tak sudi berjabat denganku. Aku pun menurunkan kembali tangan yang menggantung di udara."Maaf, Mas. Tari dan anak-anak kemana, ya?" Tanyaku sembari melihat ke dalam rumah yang sepi."Tari ga ada!" Cetusnya."Kemana, Mas?" Buruku menahan rasa penasaran. Jam sudah menunjukkan angka delapan malam. Kemana Tari selarut ini? "Yang pasti tidak sedang mengubar aib ataupun mengadu pada orang lain atas lelahnya dia menjadi istri yang dituntut kuat dan tak boleh mengeluh!"Degh!Apa maksudnya? Belum sempat otakku mencerna ucapan Mas Fatan. Laki-laki itu masuk ke dalam tanpa berkata sepatah katapun padaku, pintu pun di tutup kasar. Aku terduduk di kursi rotan yang tersedia di teras rumah itu. Tak menyangka kedatanganku justru membuat sakit hati begini [Dek, kamu dimana? Aku ada dirumah, Ibu! Cepat pulang!] Aku mengirim pesan setelah beberapa kali pan

    Last Updated : 2024-12-18
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Ada Yang Disembunyikan Tari (8)

    "Papa ..." Alif dan Ammar meninggalkan mainan dan berlari ke arahku. Anak tampak begitu rindu. Hampir sebulan tak bertemu, wajar saja. Kami berpelukan. Tari berdiri sambil mengulas senyum. Ada yang beda, Tari kini terlihat lebih bersih dan cantik."Kamu sudah pulang, sayang?" Sapaku, Tari menyambut tanganku yang terulur padanya. Perempuan itu mengangguk. Matanya berbinar."Maafkan aku, Mas. Aku salah selama ini. Sekarang aku sadar, kamu benar. Mulai hari ini aku akan berubah. Dan aku punya kabar bahagia untuk kamu." Aku gemetar mendengar ucapan tari yang terlihat bersemangat. Tapi, dia juga harus tau kabar bahagia yang akan aku sampaikan. Mungkin bahagia untukku tak tau untuknya."Nanti kita ngobrol ya, Dek. Mas bersih bersih dulu." Tari mengangguk. Alif dan Ammar masih memegang kedua tanganku. Kami beriringan masuk ke dalam. Rumah rapi, wangi dan benar benar berubah 180 derjat. Semua hal itu makin membuat suasana hati membaik."Kamu pasti capek ya, seharian membereskan rumah?" ujark

    Last Updated : 2024-12-19

Latest chapter

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 154

    Bayu menatapnya tajam. "Jangan pikir aku bakal ceraiin kamu! Kamu milik aku, Rina!""Aku mau cerai!" Rina berteriak histeris.Bayu mendekat dengan gerakan mengancam, tapi kali ini Alif dan Ammar langsung berdiri di depan Rina, menghalangi pria itu."Kamu coba sentuh dia lagi, aku nggak bakal tinggal diam," suara Alif dingin. Meski sedikit kesal pada tantenya itu, tapi mereka tak terima Bayu menyakiti perempuan yang tak berdaya.Bayu menatap Alif dan Ammar dengan marah, tapi dia sadar dirinya kalah jumlah.Rina menangis tersedu-sedu di sofa.Di sisi lain, Nadhif menunduk. Dia tidak mengatakan apa pun, tetapi dari raut wajahnya, terlihat jelas bahwa dia terjebak di antara rasa bersalah dan kebodohannya sendiri.Dan di tengah semua kekacauan itu…Tari masih belum ditemukan.***Di sudut lain kota, di sebuah tempat yang gelap dan dingin, Tari duduk di lantai dengan tangan terikat di belakang.Mulutnya dibekap, matanya sembab.Dia telah menghabiskan waktu berjam-jam di ruangan itu, mendeng

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 153

    Panik melanda rumah itu. Nadhif berdiri di ruang tengah dengan wajah tegang, sementara anak-anaknya berkumpul di sekelilingnya. Mereka semua sudah mencoba menghubungi Tari, tapi ponselnya masih tergeletak di kamar."Ayah, ini nggak wajar. Bunda nggak mungkin pergi begitu aja," suara Alisa bergetar.Alif yang baru tiba dari luar kota langsung bertanya, "Udah cari ke rumah sakit? Kantor polisi?""Belum, ayah pikir bundamu cuma butuh waktu sendiri," kata Nadhif pelan."Tapi sekarang udah dua hari, Yah!" Ammar menekan nada suaranya, tak bisa menyembunyikan kegelisahannya.Baru saja mereka hendak mengambil langkah serius untuk mencari Tari, tiba-tiba suara gaduh terdengar dari depan rumah.BRAK!Pintu pagar didobrak kasar.Mereka semua menoleh ke arah suara itu.Di sana, berdiri seorang pria berusia empat puluhan, berperawakan tinggi besar dengan wajah sangar dan kumis tebal. Matanya merah, rambutnya berantakan, dan pakaiannya terlihat kusut.Itu Bayu.Suami Rina."Rina!!" suaranya menggel

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 152

    "Masih banyak cara lain selain terus-menerus ngasih uang! Apa Mas nggak sadar kalau Mbak Rina itu memanfaatkan Mas?!"Nadhif menegang. "Jangan ngomong gitu, Tari. Mbak Rina bukan orang lain.""Justru karena dia bukan orang lain, seharusnya dia tahu diri!" suara Tari meninggi.Nadhif diam sejenak, lalu menggelengkan kepala. "Aku nggak mau bertengkar soal ini, Tari. Aku cuma ingin membantu kakakku."Tari mengepalkan tangannya. "Baik. Kalau Mas tetap mau memenuhi semua permintaan Mbak Rina tanpa peduli sama perasaan aku dan anak-anak, silakan. Tapi jangan salahkan aku kalau aku nggak bisa lagi bersikap baik."Setelah mengucapkan itu, Tari keluar dari kamar dengan perasaan campur aduk—kesal, marah, dan kecewa.Sementara itu, di luar kamar, Rina sedang duduk santai di ruang tamu, seolah tidak terjadi apa-apa.Dan Tari semakin yakin…Kakak iparnya ini tidak akan pergi dalam waktu dekat.Hari-hari berikutnya, suasana di rumah semakin tegang. Tari mulai menjaga jarak dari Nadhif. Dia lebih se

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 151

    Hari-hari pertama, Tari masih mencoba bersabar dengan kehadiran Rina di rumah mereka. Tapi semakin lama, sikap kakak iparnya itu benar-benar menguji batas kesabarannya.Rina memperlakukan rumah Tari seolah miliknya sendiri.Pagi itu, Tari yang baru turun dari kamar langsung mengernyit saat melihat ruang tamunya berantakan.Baju-baju berserakan di sofa, beberapa wadah makanan kosong tergeletak begitu saja di meja, dan yang lebih parah, Rina sedang duduk santai di depan televisi sambil mengenakan daster Tari.Tari menghela napas panjang, mencoba menahan kesal. "Mbak Rina, ini baju aku, kan?"Rina menoleh sekilas, lalu terkekeh. "Iya, Tari. Maaf ya, tadi Mbak kedinginan. Aku lihat bajumu di lemari, jadi kupakai sebentar. Eh, enak banget bahannya!"Tari mengepalkan tangannya erat, mencoba tetap tersenyum. "Kalau Mbak butuh baju, bilang aja. Aku bisa kasih baju lain.""Ah, nggak usah repot-repot! Ini aja enak kok." Rina kembali fokus menonton sinetron di televisi, sama sekali tidak merasa

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 part 150

    Jadi ini alasan sebenarnya Rina datang?—Keesokan harinya…Tari sedang duduk di ruang makan bersama anak-anaknya ketika suara bel rumah berbunyi keras.Dari dapur, Rina langsung berseru, "Ah, pasti paket pesanan aku nih!"Namun, saat Tari membuka pintu…Jantungnya langsung mencelos.Seorang pria bertubuh besar dengan wajah garang berdiri di ambang pintu. Matanya tajam, sorotannya mengancam.Bayu.Suami Rina."Mana istri saya?" suaranya berat dan dingin.Tari terdiam. Ketakutan yang baru saja mereda…Kini muncul lagi. Tari merasa dirinya trauma setelah kejadian kemarin itu.Belum sempat Tari menjawab, suara Rina langsung terdengar dari dalam rumah."Astaghfirullah! Ngapain kamu ke sini, Bayu?!"Rina muncul dari dapur dengan wajah ketakutan, tapi juga marah. Tari melihat ekspresi kakak iparnya berubah drastis—dari sebelumnya yang santai, kini penuh ketegangan.Bayu langsung masuk ke dalam rumah tanpa diundang, langkahnya kasar. Tari refleks mundur, sementara Nadhif yang baru saja kelua

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 149

    Tari menelan ludah, hatinya mendadak tak enak."Mbak Rina dengar dari siapa?" tanyanya hati-hati.Mbak Rina mengibaskan tangan santai. "Ya, ada lah. Namanya juga kampung, semua orang suka ngomongin urusan orang lain," katanya sambil terkekeh.Nadhif menghela napas, jelas tak nyaman dengan pembicaraan ini."Apa yang mereka bilang?"Rina langsung menaruh tasnya di sofa lalu duduk dengan santai. "Katanya, ada yang meneror kalian? Ada urusan sama orang yang pernah kalian musuhi? Waduh, Ndif… kok hidup kamu jadi kayak sinetron sih?"Tari dan Nadhif saling bertukar pandang. Mereka belum berniat membicarakan masalah ini dengan orang luar, bahkan dengan keluarga sendiri.Tapi Mbak Rina memang selalu begitu. Kepo dan tak bisa menahan rasa ingin tahunya."Udah lah, Mbak. Jangan bahas itu," ujar Nadhif akhirnya.Rina mendengus. "Lho, aku ini kakak kamu! Masa aku nggak boleh tahu masalah keluarga sendiri?"Tari mencoba tersenyum, berusaha menenangkan situasi. "Bukan begitu, Mbak. Masalah ini cuku

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 148

    Tiba-tiba…Tok… Tok… Tok…Ketukan pelan terdengar dari jendela kamar.Tari menahan napas, jantungnya berdegup kencang.Matanya langsung tertuju pada jendela, tapi yang terlihat hanyalah bayangan hitam di balik tirai.Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya dan menelepon Nadhif yang tidur di kamar sebelah."Mas… Ada seseorang di luar," bisiknya.Tak sampai satu menit, pintu kamar Tari terbuka, dan Nadhif masuk dengan wajah serius. Ia melangkah cepat menuju jendela, lalu membuka tirai dengan gerakan cepat.Tidak ada siapa-siapa.Namun, sesuatu di lantai luar jendela membuat Tari bergidik ngeri.Sebuah boneka lusuh tergeletak di sana.Dan di dadanya…Terdapat secarik kertas dengan tulisan tangan yang tidak rapi."Apa kamu takut, Tari?"Tari menggigit bibirnya, napasnya tersengal saat menatap boneka lusuh itu. Tulisan di kertas kecil yang terselip di dadanya membuat bulu kuduknya meremang.Nadhif menatap boneka itu dengan ekspresi gelap. Rahangnya mengeras, tatapannya tajam. Ia segera

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 147

    Tari menelan ludah, tangannya mulai gemetar.Seolah memahami ada yang tidak beres, Nadhif yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Tari. “Ada apa?”Tari menunjukkan ponselnya.Nadhif membaca pesan itu. Rahangnya mengeras.“Aku akan cari tahu siapa yang mengirim ini.”Tapi Tari tahu… perasaan mencekam yang menyelimutinya tidak akan hilang begitu saja.Ketakutan itu kembali.Kedamaian yang baru saja mereka rasakan…Telah direnggut lagi. Siapa lagi pelakunya? Rio lagi? Apa Elzio? Tak mungkin mereka keluar dari penjara secepat itu?***Malam di vila itu terasa lebih dingin dari biasanya. Angin pantai yang bertiup lembut seharusnya membawa ketenangan, tapi di dalam kamar, Tari justru merasakan hawa yang menyesakkan. Pesan singkat di ponselnya masih terpampang di layar, membuat dadanya semakin berdebar.Siapa pun yang mengirim pesan itu tahu persis bagaimana menghancurkan ketenangannya.Tari menoleh ke arah Nadhif, yang masih berdiri di dekat jendela dengan ekspresi serius. Ia

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 2 season 146

    Keduanya kembali terdiam, hingga akhirnya rasa lelah mengalahkan ketakutan mereka. Perlahan, Alisa pun terlelap dalam genggaman saudari kembarnya.DI TEMPAT YANG BERBEDA…Di dalam ruang tahanan sementara, Rio duduk bersandar di dinding, wajahnya masih menyiratkan kemarahan. Bahunya yang terluka sudah diperban, tapi rasa sakit yang ia rasakan jauh lebih dalam dari sekadar luka fisik.Seorang pria duduk di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi datar.“Kau benar-benar kacau, anak muda.”Rio menoleh, menatap pria itu dengan tajam. “Siapa kau?”Pria itu menyeringai tipis. “Seseorang yang tahu betul bagaimana rasanya dikhianati.”Rio memicingkan mata. “Apa maksudmu?”Pria itu menyandarkan kepalanya ke dinding. “Hanya saja… aku tertarik padamu. Aku bisa membantumu, jika kau mau.”Rio menyipitkan mata, curiga. “Bantu apa?”Pria itu tertawa kecil. “Balas dendam, tentu saja.”Rio terdiam. Lalu perlahan, sebuah senyum miring terukir di wajahnya.Mungkin… ini kesempatannya. Rasa sakit hati pad

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status