Share

Seperti mimpi

Author: Rizka Fhaqot
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Cepat tangan gadis itu meraih ponsel milik Raya, memicingkan matanya. Jelas di sana tertulis nama Raihan sebagai pengirim.

"Kamu pinjem uang Pak Raihan, Ra?" tanya Rani sambil melirik ke arah Raya dan ponsel itu secara bergantian.

"Nggak lah, Ran, mana berani aku pinjem uang Pak Raihan, emang aku siapa dia maen pinjem-pinjem duit aja," timpal Raya dengan wajah serius.

"Terus ini maksudnya gimana? Nggak mungkin juga, kan, kalau Pak Raihan salah kirim? Atau kamu minta dikirimin?"

Rani memberondong tanya pada sepupunya itu.

"Ih, kok, ngaco banget pemikiranmu, Ran," balas Raya dengan bibir mengerucut. "Tadi itu ceritanya aku lagi sibuk bikin laporan punyamu, terus Pak Raihan keluar dari ruangannya nyuruh aku siap-siap buat pulang bareng dia lagi. Diperjalanan Bibi telepon ngasih tau kabar Ibu. Aku juga nggak tau, tiba-tiba Pak Raihan minta nomor rekening," cerita Raya dengan wajah berubah serius.

"Seriusan?" Rani menautkan alis.

"Ya iya lah, Ran, sejak kapan aku suka bohong, sih,"
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Rasa yang tumbuh

    "Ya, Raya sudah menelepon pagi tadi," jawab Naomi sambil melirik sekilas ke arah Raihan, setelahnya kembali mengalihkan pandangan pada tumpukan laporan di meja kerjanya. Setelahnya suasana kembali hening, hingga akhirnya Raihan berbalik dan meninggalkan ruangan Naomi. Menyisakan segaris rasa penasaran dalam hati mantan istrinya itu. Ya, rasa penasaran tentang ada apa antara Raihan dan Raya. Setelahnya segaris senyum terukir di bibir Naomi, setidaknya perubahan sikap Raihan membuatnya lega, lebih lagi mengingat Raya gadis baik-baik. Jika memang ada apa-apa antara Raihan dan Raya, Naomi hanya berharap semoga ini adalah perempuan terakhir untuk laki-laki itu. Rasa kecewa masih saja membekas di hati Naomi, hanya saja kehadiran Faiq membuat rasa kecewa itu berubah menjadi syukur. *Kaki jenjang berbungkus celana kulot hitam itu melangkah cepat menyusuri lorong rumah sakit. Sesaat ia melirik penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya. Tepat pukul sembilan pagi. Sejak habis

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Getir

    "Siapa, Sayang?" tanya Faiq sedikit heran karena telepon yang tak kunjung diangkat. "Bik Ira," jawab Naomi dengan dahi berkerut. "Angkat saja, siapa tau ada yang penting."Faiq berjalan mendekat setelah selesai dengan pekerjaannya. Pelan ibu jari kanan Naomi menggeser tombol hijau ke atas, menghubungkan telepon ke nomor si penelepon. "Assalamu'alaikum, Bik," sapa Naomi ramah. "Waalaikumsalam, Na. Bisa ke Rumah Sakit Harapan Bunda, Na?" tanya Bik Ira dengan nada cemas. "Hah? Siapa yang sakit, Bik?" tanya Naomi. Ia mulai merasa tak nyaman. "Ayahmu tadi siang jatuh di kamar mandi," ucap Bik Ira dengan nada pelan. Kalimat terakhir Bik Ira membuat Naomi membeku. Tanpa sadar air matanya meleleh membayangkan orang terkasihnya itu tengah terbaring di ranjang pesakitan. Faiq merasakan sesuatu tak baik ketika melihat perubahan raut wajah sang istri. Namun, ditundanya untuk segera bertanya mengingat telepon di ponsel Naomi masih tersambung dengan Bik Ira. "Bagaimana keadaan Ayah sekara

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Bertemu Sena

    Di sana sudah ada Mama Reni dan Bik Ira. Dua perempuan itu menyambut kedatangan Faiq dan Naomi dengan sumringah. Naomi menghambur memeluk sang ayah yang kini tengah duduk menunggu adzan usai dikumandangkan. Merapatkan sisi kiri wajahnya pada sisi kanan wajah sang ayah. Memeluk erat laki-laki terbaiknya itu tanpa rasa segan. Tiga pasang mata di hadapannya hanya menatap dengan senyum lebar. Mereka semua sangat paham semanja apa Naomi sejak dulu terhadap laki-laki yang ia panggil ayah. Sang ayah adalah tempat dirinya meluahkan semua rasa, mengutarakan semua keinginan sejak kecil setelah kepergian sang ibu. Mama Reni menatap kagum ayah dan anak di hadapannya itu. "Sudah Naomi bilang, ikut Naomi saja," sungut Naomi setelah melerai pelukannya dengan bibir mengerucut. Ayah Dayat hanya terkekeh pelan."Jangan cuma senyum, Yah, jawab Naomi. Kenapa Ayah nggak tinggal sama Naomi saja? Atau Ayah pengen Naomi berhenti kerja buat nemenin Ayah?" tanya Naomi kali ini dengan mata berkaca-kaca.

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Permohonan maaf

    Di bawah sinar temaram lampu-lampu yang terpasang di setiap sudut pagar masjid, berpadu dengan sinar bulat di atas cakrawala membuat Naomi sedikit kesulitan mengenali wajah Sena, namun tetap saja akhirnya ia bisa mengenali perempuan itu. Seorang laki-laki menyusul langkah Sena. Laki-laki dengan perawakan kurus tinggi itu mengangguk santun ke arah Faiq dan Naomi, lalu berdiri di samping Sena. Sena terdiam, matanya kini menatap Naomi dengan sendu, seolah ada yang ingin ia katakan pada Naomi dari sorot matanya, namun bibir seolah tak berpihak. "Yuk, lanjut," ucap Faiq sambil menggamit lengan Naomi. Baru saja Naomi akan melangkah ketika sebelah pergelangan tangannya diraih Sena. Tatapan dua pasang mata perempuan itu kini bertemu, Naomi menautkan alis, seolah ingin bertanya 'ada apa?’ lewat isyarat matanya. "Maafkan aku, Na," lirih Sena dengan wajah yang tampak sedikit pucat. Laki-laki di samping Sena tampak menghela napas panjang. Naomi semakin tak paham dengan apa yang terjadi, sed

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Penyakit Sena

    Beberapa detik kemudian Naomi hanya bergeming. Membayangkan apa yang terjadi pada Sena lewat kalimat Sena barusan membuatnya menelan ludah getir. "Apa maksudmu, Sen?" tanya Naomi setelahnya. Fajar meremas lembut jemari sang istri, berusaha memberi semangat lewat sentuhan ringan tangannya di jemari sang istri. Sedangkan Faiq hanya diam menyimak. Sejujurnya ia bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi setelah melihat penampilan Sena sejak tadi. Waktu bersamaan dua orang pelayan datang untuk mengantarkan pesanan mereka. Satu per satu piring di atas nampan yang mereka bawa berpindah ke atas meja, hingga keduanya kembali pamit setelah piring terakhir mendarat di atas meja. Suasana kembali hening, perasaan haru yang tadi sempat terasa masih tersisa hingga detik ini. Naomi memilih mengambil ponsel dalam tasnya, mengirim pesan pada sang mertua. [Ma, tolong makanan yang tadi Naomi bawa kasihkan pada Bik Ira saja. Naomi sama Bang Faiq makan di luar, kebetulan ada temen lama yang baru kete

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Penolakan untuk kesekian kalinya

    Dua manusia berstatus mantan itu terdiam di kursi masing-masing. Naomi sengaja memanggil Riahan ke ruangannya pagi ini. Teringat pesan Sena dua hari yang lalu membuatnya tak bisa menundanya lagi. Kemarin Naomi pulang dari rumah sakit ketika keadaan sang ayah mulai membaik. Sejujurnya dengan sedikit berat hati ia meninggalkan sang ayah, mengingat laki-laki itu tetap pada pendiriannya, tak ingin tinggal di rumah Faiq. "Aku hanya ingin menyampaikan permintaan maaf dari Sena untukmu," ucap Naomi memulai kalimatnya. Raihan terdiam sejenak, ingatannya kembali pada pertemuannya dengan Sena sekitar sebulan yang lalu. "Untuk alasan apa dia meminta maaf padaku?" tanya Raihan dengan nada datar. "Sena mengidap kanker serviks stadium tiga."Kalimat Naomi membuat Raihan kesulitan menelan ludahnya sendiri. Susah payah ia mengingat pertemuannya dengan Sena waktu itu, ia tak menemukan ciri-ciri jika Sena mengidap kanker stadium tinggi. Saat pertemuan itu ia memang tidak memperhatikan Sena dengan

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kabar tentang Sena

    Matahari kian terlihat terik di waktu-waktu seperti ini. Sekilas Raihan melirik penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya, tepat pukul sepuluh siang. Lalu kembali fokus ke jalan raya di mana kendaraan berbagai ukuran berlalu-lalang tanpa henti. Tepat lima belas menit setelahnya mobil Raihan terparkir di sisi jalan tepat di depan toko. Beberapa pengunjung tampak baru saja keluar dari dalam toko dengan menenteng kantong plastik transparan berlogo toko kue itu, sebagian pengunjung lainnya baru saja datang. Ia celingukan mencari sosok Sena. Sayangnya, Sena tak nampak di sana. Tak ingin membuang waktu Raihan melangkah masuk, berharap Sena ada di dapur toko. "Maaf, apa Ibu Diah-nya lagi sibuk?" tanya Raihan pada gadis jangkung yang waktu itu ia temui. Raihan memang sudah sangat kenal Ibu Diah, perempuan paruh baya pemilik toko kue ini, karena sejak beberapa tahun terakhir toko kue Ibu Diah menjadi langganan keluarga mereka, baik untuk konsumsi pribadi, acara kantor, maupun u

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Usaha Raihan

    Raihan terdiam. Jantungnya berdetak cepat seiring niatnya untuk menceritakan sesuatu yang ia anggap penting pada sang ibu.Sejenak ia sibuk melegakan dada yang tiba-tiba terasa sedikit sesak. "Buruan, apa mau Mama masuk sekarang?" ancam Maya dengan dahi berkerut, sejujurnya ia hanya menggertak sang anak. Beberapa bulan terakhir hubungan keduanya jauh lebih baik. Mama Maya berusaha mengembalikan suasana yang dulu terasa begitu hangat pada anak bungsunya itu. Di antara dua kakaknya Raihan memang paling dekat dengan sang mama, mungkin karena anak bungsu hingga membuatnya lebih dekat dengan sang mama. "Ja—jangan, Ma," potong Raihan cepat. Kedua tangannya yang semula memijat sang mama kini terangkat di depan dada. "Ya sudah, ceritakan sekarang, Mama nggak suka dibuat penasaran," timpal Mama Maya dengan senyum tipis. Raihan berdehem demi menetralisir degup jantung yang sedari tadi berdegup semakin cepat. "Bagaimana seandainya jika Raihan menemukan perempuan pengganti Naomi nanti?" ta

Latest chapter

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ending

    Detik demi detik merangkak, hingga hari kian berlalu berjalan menuju minggu, perlahan tapi pasti minggu berlaku menuju bulan. Dua bulan setelah acara lamaran kala itu, hari pernikahan Raihan dan Raya di gelar di rumah Raya. Persis seperti permintaan Marina. Ya, sejak dulu Marina memang ingin kedua anak perempuannya menikah di sini, di rumah sederhana mereka. Awalnya keluarga Raihan merasa keberatan. Namun, setelah rembukan akhirnya mereka saling menerima, terlebih setelah Raihan angkat bicara untuk solusinya. Pada akhirnya acara resepsi akan digelar dua kali, pertama di kediaman mempelai perempuan, kedua di kediaman orang tua Raihan. Sebelumnya Mama Maya berkeinginan untuk melangsungkan acara di hotel, persis saat pernikahan Naomi dan Raihan dulu, dengan alasan tak ingin membeda-bedakan kedua menantunya itu. Namun, sang suami lebih memilih di rumah, mengingat Raihan pernah gagal menikah berulang kali. Hari ini, tepat di lapangan yang berada tepat berseberangan dengan rumah orang tu

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ramon Meninggal

    "Ini beneran Ramon?" tanyanya meyakinkan. Sejujurnya ia sudah paham jawabannya, mengingat ia lebih kenal lama pada laki-laki itu ketimbang Raihan. "Rani tak mungkin salah lihat," balas Raihan dengan wajah serius. "Apa yang dipikirkan laki-laki itu sampai melakukan hal bodoh seperti ini? Padahal Vina sudah memberikan semuanya, tapi masih saja berulah," desah Raya dengan wajah sesal. Raihan hanya bergeming, membiarkan pertanyaan Raya mengawang di udara. Kalimat Raya barusan membuatnya merasa tertampar. Ya, apa yang Ramon lakukan sekarang bak kaca besar yang memamerkan masa lalunya dulu bagi Raihan. Kegilaan yang Ramon lakukan tak berbeda jauh dari kebodohan yang ia lakukan dulu, yang akhirnya membuatnya kehilangan Naomi dan kehilangan kepercayaan kedua orang tuanya. Bedanya, Raihan tak sampai nekat membahayakan nyawanya demi perempuan yang ia cintai. Banyak luka yang terasa nyeri hingga saat ini. Luka ketika Naomi lebih memilih pergi bersama Faiq, ketimbang kembali padanya meski i

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berita Tentang Ramon

    Raihan tersentak ketika mendengar sebuah benda keras menghantam kuat di belakangnya. Serta suara teriakan beberapa orang berada tak jauh darinya. Laki-laki itu seketika menoleh, ternyata sebuah mobil sedan menghantam tiang PLN yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Beberapa karyawan kantor yang sama dengan Raihan ikut menghentikan aktivitas mereka, yang semula sibuk dengan kendaraan masing-masing. Asap mengepul dari bagian kap mobil. Tampak wajah-wajah kaget bercampur panik dari orang-orang yang berada di dekat tempat kejadian. Dalam waktu hitungan detik tempat kejadian dikerumuni orang-orang yang berada di dekat tempat itu. Sebagian lagi adalah para pengendara yang lewat yang kini menghentikan kendaraan mereka di bahu jalan. Raihan seketika teringat sesuatu. Raya. Laki-laki itu bergegas turun dari mobilnya. Dengan wajah panik ia berlari ke tempat yang tadi dilewati gadis itu. Tampak Raya terduduk memeluk lutut di pinggir jalan. Kurang dari lima puluh senti di depannya ter

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kecelakaan

    Raya meletakkan map yang tadi berada dalam dekapannya di atas meja, sesuai perintah Naomi. Tanpa menunggu lebih lama Naomi segera meraih map itu, mengecek kalimat demi kalimat yang ada di dalamnya dengan teliti, sedangkan Raya mengamati perempuan yang begitu ia kagumi itu dari tempatnya berdiri. Raya tampak meneliti wajah cantik dengan tubuh sedikit mengembang itu. Jauh di relung sana ada rasa kagum pada sosok mantan istri Raihan itu. "Bukankah kita ada janji temu dengan klien jam dua siang nanti?" Kalimat tanya dari Naomi membuat Raya sedikit kaget ketika mengangkat wajah dan tatapan keduanya bertemu. "Iya, Bu," jawabnya sambil mengangguk pelan. *Dua perempuan dengan usia terpaut tak begitu jauh itu duduk bersisian di kursi penumpang. Raya sesekali tampak melirik ke arah Naomi. Entah apa yang membuat sikap gadis itu sedikit terlihat canggung kali ini. Beberapa menit setelah mobil melaju suasana hanya hening. Hingga akhirnya Naomi memilih bersuara. "Mama sudah menceritakan se

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Raya mengerutkan dahu, ia tak paham dengan maksud kalimat yang baru saja ia dengar. Pun tak paham kenapa wajah perempuan di hadapannya itu berubah dalam hitungan detik saja. Raya meremas kedua jemarinya. Menikmati degup jantung yang masih berkejaran. Ingin bertanya tapi sedikit ragu. Raihan tampak menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Maaf jika kamu tersinggung dengan ucapan Tante barusan. Sebenarnya Raihan sudah bercerita banyak tentang kamu, tentang ibumu yang awalnya tak memberi restu. Tante memakluminya, mungkin jika Tante yang berada di posisi ibumu Tante juga akan melakukan hal serupa," kekeh Mama Maya, membuat Raya seketika menarik napas lega. Wajahnya yang semula tampak gugup bercampur malu, kini sedikit lebih lega. "Tante hanya berharap semoga setelah ini Raihan benar-benar sadar jika apa yang dia lakukan dulu adalah hal keliru. Percayalah, Tante tidak akan pernah membela jika memang Raihan bersalah."Raya perlahan mengangkat wajah. Menatap canggung wajah renta itu d

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berkunjung ke Rumah Mama Maya

    Raya melangkah mensejajari langkah Raihan. Sepasang kekasih itu kini melangkah melewati gerbang, serta hamparan rerumputan hijau di halaman rumah berlantai dua milik orang tua Raihan. Dua tiang penyangga terlihat tampak kokoh dari arah depan. Berdiri gagah hingga mencapai lantai atas. Raya merasakan dirinya begitu kecil di sini. Berulang kali ia melirik rumah bercat putih perpaduan dengan abu tua itu, yang tampak bak bumi dan langit dengan rumah peninggalan sang ayah yang mereka tempati sekarang. Tiga buah mobil berjajar rapi di garasi rumah mewah itu. Mobilnya pun tak kalah mewah. Meski tak memilikinya setidaknya Raya cukup tau berapa kisaran harga kendaraan milik keluarga Raihan. "Bapak yakin mengajakku ke sini?" tanya Raya dengan langkah kaki memelan. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu ia lontarkan sejak beberapa hari lalu. Raihan menghentikan langkahnya. Lalu menatap ke arah Raya dengan senyum tipis. "Masuklah! Kau tidak akan tahu bagaimana Mama jika tetap di sini," bala

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Penebus Sesal

    "Pak Raihan yang Ibu maksud?" tanya gadis itu pelan. Ada gelenyar di relung sana ketika menyebut nama itu. Nama yang malam ini kian membuat hatinya berdesir. "Iya, Ra." Marina mendesah pelan. Raya kembali memalingkan wajah. Menatap lurus ke arah jalan raya yang kian tampak sepi. Hanya suara desau angin serta binatang malam yang terdengar di telinganya saat ini. "Lupakan saja, Bu. Raya tak ingin Ibu terpaksa melakukannya," lirihnya dengan hati berdenyut nyeri. Setelahnya ia berbalik badan dan siap melangkah masuk. "Ibu khilaf, Ra," jawab Marina tak kalah lirih. "Maafkan sikap Ibu beberapa waktu lalu," lanjutnya, membuat langkah Raya terhenti. Gadis itu terdiam. Tangannya kini memeluk tubuhnya sediri, demi menghalau dingin yang terasa menggigit kulit tubuh. "Kita ngobrol di dalam, Bu," ajak Raya. Lalu melangkah masuk. Marina menurut, mengingat suasana di luar yang kian bertambah dingin. Perempuan paruh baya itu mengekor di belakang sang anak.Raya segera mengunci pintu setelah sa

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Perlakuan yang Jauh Berbeda

    Maria menatap lekat anak bungsunya itu. Sejurus kemudian kembali merangkul tubuh Raya. Ada amarah yang tiba-tiba memanasi dada, menciptakan rasa panas menjalari tubuhnya. "Apa maksudmu, Ra?" tanya Marina dengan mama berkaca-kaca. Raya kembali terdiam beberapa saat. Melempar tatapan ke arah Raihan yang kini masih dalam posisi duduk diam. Detik selanjutnya laki-laki itu melirik ke arahnya, lalu mengangguk pelan. Seolah memberi isyarat jika sekarang adalah waktu yang tepat untuk berbicara jujur. "Ya, Ramon membohongiku tentang ulang tahun sepupunya. Dia membawaku ke tengah hutan, dan .... "Kalimat raya terhenti ketika air mata kembali berdesakan ke luar. Bayangan pelecehan yang dilakukan Ramon terhadapnya kembali melintas di kepala. Menciptakan rasa ngeri sekaligus jijik dalam waktu bersamaan. "Lalu apa yang dilakukan bajingan itu padamu?" Kali ini Marina tidak dapat bersikap seolah baik-baik saja. Perempuan paruh baya itu tampak histeris. Di kepalanya terbayang jelas apa yang tela

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berusaha Jujur

    Malam kian merangkak. Angin dingin masih terus berdesir, menyapu dedaunan hingga pakaian yang mereka kenakan, menciptakan dingin yang terasa menusuk tulang. "Aku hanya tak ingin Ibu kembali bersedih," lirih raya dengan wajah sendu. Raihan memejamkan mata beberapa saat. Ada rasa kecewa dari jawaban yang ia dengar barusan, namun ia tak bisa memaksa, bisa saja itu adalah bentuk kasih sayang dari seorang anak untuk sang ibu. Terdengar Raihan mendesah pelan. Niatnya yang semula ingin segera kembali melajukan motornya, ia urungkan. Laki-laki itu kembali turun dari kuda besi hitam itu. Raihan menatap ke arah gadis itu dengan tatapan kecewa. Beberapa saat ia hanya membisu dengan tatapan kosong. "Harus sampai kapan kamu lakukan ini? Menyembunyikannya dari ibumu. Lantas, buat apa aku melakukan hal barusan pada laki-laki itu?" Raihan terdengar putus asa. "Ma—maaf," lirih Raya setengah berbisik. "Tak perlu meminta maaf, aku hanya ingin kejelasan apa yang akan kau lakukan setelah ini?" timp

DMCA.com Protection Status