Share

PELET CINTA

Penulis: Miss Andini
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-07 11:47:41

Rasa lelah mendera. Mayang baru selesai mencuci bajunya dan Putra yang sudah empat hari menumpuk di keranjang. Orang tuanya termasuk oramg biasa saja, jadi tak ada mesin cuci untuk mempermudah proses mencuci.

Dulu, waktu masih kerja, semua baju kotornya dicuci dan digosok oleh sang ibu. Jadi, ia tak perlu repot-repot berjibaku dengan detergen yang bikin tangan kasar. Namun, sekarang, semenjak ia punya anak dan menumpang hidup, mau tak mau ia harus mencuci sendiri.

“Duh, gini amat sih hidup!” umpatnya dengan duduk kasar di kursi panjang, di bawah pohon mangga.

Ia mengenang beberapa bulan saat di rumah suaminya. Nyaris ia tak pernah menyentuh pekerjaan rumah tangga. Pekerjaannya hanya makan , tidur, ongkang-ongkang kaki sambil nonton televisn dan main ponsel. Semua pekerjaan rumah tangga beres oleh Hanum.

“Ini semua gara-gara Mbak Hanum!” umpatnya kesal. “Hidupku jadi susah kan?”

“Hai, bengong aja!” tepukan Ira di pundak Mayang mengagetkan ibu muda itu.

“Kamu, Ra?” tanyanya pada teman masa kecil yang usianya di atasnya tiga tahun. “Habis dari mana?”

“Ngebakso sama teman-teman,” sahut Ira.

“Terus anakmu sama siapa?”

“Sama bapaknyalah,” sahut Ira membuat Mayang terhenyak.

“Suamimu?” Mayang memastikan dan Ira mengangguk. “Bukannya ia sibuk di toko?”

“Iya, nyari nafkah sekalian momong anak.”

“Enak banget sih hidupmu,” ujar Mayang merasa iri. “Punya suami yang cinta mati ma kamu.”

“Ya, iya dong,” sahut Ira dengan tawa. “Terus, ngapain kamu di rumah? Bukannya kamu sudah ikut sama suamimu?”

“Gara-gara ulah istri tua nih, aku jadi pulang ke rumah,” curhat Mayang.

“Kok bisa?”

“Iya. Mbak Hanum sudah ga mau bantuin ngurus Putra dan nyuci bajuku dan Putra, akunya kan jadi capek. Aku ngadu ke ibu, malah Mas Bambang membela Mbak Hanum daripada aku,” sungutnya.

“Dan lebih parahnya, ia tak peduli aku keluar dari rumah. Dan sampai saat ini, ia belum jemput aku,” imbuhnya.

“Salah kamu sendiri sih,” celetuk Ira. “Sudah masuk sebagai pelakor, eh di rumah suami malah kamu lagaknya kaya ratu.”

“Kan aku tahunya Mas Bambang itu tergila-gila banget sama aku. Ya sudah aku manfaatin saja untuk menindas istri pertama. Berharap ia ga kuat dan minta cerai dari Mas Bambang,” kilah Mayang.

“Hasilnya?”

“Tanpa disangka malah Mas Bambang belain Mbak Hanum,” sahutnya geram. “Aku kan jadi kesel.” Jawaban Mayang malah membuat sahabatnya tertawa terbahak-bahak.

“Kok, kamu malah ketawain aku, sih?” hardik Mayang kesal. Bukannya simpatik, temannya justru meledeknya.

“Habisnya kamu lucu.” Ira menghentikan tawanya. “Punya wajah cantik tapi otaknya ga dipakai.”

“Maksudnya?” Mayang mengernyitkan dahi.

“Bikin dong suamimu cinta mati sama kamu.”

“Caranya?”

Ira membisikkan sesuatu ke telinga Mayang sehingga membuat gadis sembilan belas tahun itu terperanjat.

“Ga ah, itu dosa,” tolaknya kasar.

“Zaman sekarang ga usah mikirin tentang dosa,” tepis Ira. “Aku aja pakai biar suamiku setia ma aku sampai tua.”

“Tapi itu kan jorok.” Mayang bergidik.

“Kan, bukan kamu yang minum,” tukas Ira. “Lagain baunya akan hilang kalau sudah berbaur dengan kopi hitam.”

Mayang merenung. Tak menimpali ucapan teman kecilnya yang ia anggap aneh dan jadul.

“Aku saranin ini sih demi kebaikan kamu dan juga anakmu, May.” Ira bersuara lagi. “Jadi istri kedua itu ga enak lho, May karena cuma dinikahi secara siri. Hak anak kita juga lemah di mata hukum meski itu anak laki-laki.”

“Image sebagai pelakor itu selalu melekat pada istri kedua karena menikahi pria yang sudah beristri.”

“Belum lagi nanti pas pembagian warisan, bisa-bisa anak kita ga kebagian haknya karena semua dikuasai oleh anak-anak dari istri pertama yang sah sebagai pewaris di mata hukum,” tutur panjang lebar Ira mencuci otak Mayang.

Mayang menimbang-nimbang semua perkataan Ira. Jika ia berpisah denga Bambang, ia harus kerja banting tulang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan Putra. Jika ia tetap menjadi istri kedua, ia akan selalu hidup di bawah bayang-bayang Hanum. Namun jika ia menuruti ucapan Ira, pasti hidupnya terjamin hingga tua. Dan dia satu-satunya istri untuk Bambang.

*********

“Assalamualaikum.” Kehadiran Mayang selepas magrib mengusik ketenangan Hanum saat sedang bersantap dengan suami dan anaknya. Kegelisahan mengusik hati jika ia harus berbagi suami dalam satu atap.

Namun, menghadirkan binar bahagia di wajah Bambang, yang hampir satu bulan ini tak bersua dengan istri kedua dan anaknya.

“Kamu pulang, Dek?” sapanya dengan senyum mengembang.

“Iya, Mas, aku pulang demi kebaikan rumah tangga kita,” sahut Mayang manis membuat dada Hanum berdesir menahan cemburu.

“Aku minta maaf ya kalau terlalu kekanak-kanakan,” lanjut Mayang. “Aku janji akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu, Mas.”

“Iya, aku maafin kamu,” ucap Bmabang yang langsung memeluk Mayang di depan mata Hanum dan anaknya.

Hati Hanum teriris. Butiran embun menggenang di kelopak mata. Meskipun ia sudah mengiklaskan diri untuk dimadu tapi tetap saja ada rasa sakit saat suami membagi cinta.

“Kita ke kamar ya!” Bambang membawa tas pakaian milik istri keduanya.

Semenjak itu Hanum tak pernah disentuh lagi oleh Bambang. Suaminua lebih suka menghabiskan malam di kamar istri keduanya. Bahkan saat ia ke luar kamar Marwah yang sudah terlelap, sering ia mendengar suara dua insan yang sedang menikmati surga dunia sebagai suami istri.

Hanum hanya bisa menangis. Membayangkan suaminya tengah bercinta dengan wanita lain. Melihat Bambang bicara dengan Mayang saja sudah membuat Hanum terbakar cemburu. Apalagi membayangkan mereka memadu kasih. Sungguh hati wanita mana yang tak kan tergores sakit.

*************

Dari hari ke haripun Mayang mulai berubah. Saat Hanum bangun, iapun bangun. Mencucui pakaiannya sendiri dan Putra. Membereskan rcumah. Dan menyiapkan kopi untuk suaminya. Tanpa disadari oleh siapapun di rumah itu, Mayang meneteskan darah haidnya di kopi hitam milik Bambang.

“Maafkan aku, Mas!” Mayang mengaduk kopi. "Aku lakukan ini demi anak kita."

Mayang buru-buru membungkus pembalut dengan kresek hitam. Lalu mencuci tangan dan menghampiri keluarga kecilnya yang sedang asyik sarapan.

“Ini, kopinya, Mas,” ucapnya manja.

“Makasih,” sahut Bambang langsung menikmati kopi buatan istri keduanya.

Hanum mengamati kebahagiaan yang terpancar jelas di wajah suami dan madunya. Rambut mereka yang setiap pagi selalu basah sehabis keramas. Tentu  mereka selalu melewatkan malam dengan sensasi panas.

Sedang dia, di kamar yang dulu selalu banyak cinta dari suaminya, hanya meringkuk seorang diri, memeluk guling. Menangis setiap ia ingat suami berbagi cinta dengan madunya di rumah yang dibangun dari nol.

Hanum masih bersyukur. Meski ia kehilangan nafkah batin, tapi ia masih menerima nafkah lahir. Uang belanja dan lebutuhan Marwah masih terpenuhi meski ia diabaikan oleh suaminya. Perhatian dan kasih sayang Bambang lambat laun menghilang.

Bab terkait

  • KETIKA ISTRI DIMADU   DITALAK

    Malam merambat. Putra sudah terlelap di box bayi. Mayang mengganti gaun tidur transparan di depan suaminya sehingga membuat Bambang menelan saliva. Dengan manja. Mayang mendekati sang suami yang sedang duduk di tepi ranjang.“Mas, kamu ceraian Mbak Hanum, ya!” Sebuah permintaan yang begitu mengejutkan Bambang.Tak ada mendung, tak ada hujan, tiba-tiba istri mudanya menyuruhnya untuk menceraikan istri pertama.“Aku ga mau dimadu, Mas,” ucapnya manja. “Aku hanya ingin jadi istrimu satu-satunya.”“Kalau aku ceraikan Hanum, bagaimana nasib Marwah?” Pertanyaan Bambang membuat senyum di wajah Mayang memudar.“Marwah kan udah gede,” sahut Mayang dengan cemberut. “Sudah bisa ditinggal nyari duit.”“Tapi…” ucapan Bambang menggantung.“Ayolah, Mas!” potong Mayang bergelayut manja. “Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • KETIKA ISTRI DIMADU   USAI BERCERAI

    Setelah surat perceraian resmi dikeluarkan Pengadilan Agama, Hanum dan Marwah harus rela meninggalkan rumah yang sudah bertahun-tahun mereka tempati. Dengan berat Hanum menatap rumah yang nyaman itu untuk terakhir kalinya.“Ma, kenapa kita harus pergi?” tanya Marwah yang tak paham jika kedua orang tuanya berpisah.“Rumah ini bukan hak kita lagi,” sahut Hanum tersenyum dengan genangan air mata.“Kenapa?” Marwah ingin tahu. “Bukankah ini rumah Papa?” tanyanya. “Kalau ini rumah Papa berarti ini rumah Mama dan Marwah juga dong?”Hanum berjongkok guna mensejajari anaknya. Sudah seharusnya ia mengatakan keadaan sebenarnya agar kelak di kemudian hari Marwah tak pernah bertanya lagi tentang ayahnya.“Dengar, Sayang! Mama dan Papa sekarang tak bisa hidup bersama lagi.”“Karena Papa sudah punya Tante Mayang dan dedek Putra ya, Ma?” tanya Marwah membuat ib

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-02
  • KETIKA ISTRI DIMADU   DERITA JANDA

    Hanum putus asa. Sebulan usahanya mencari pekerjaan tak kunjung mendapatkan hasil. Di pengunjung senja, dengan letih ia pulang dan segera meneguk segelas air putih sesampaianya di rumah.“Dapet, Mbak, kerjanya?” tanya Desi yang baru saja muncul dari kamar.“Belum, Des,” jawab Hanum lesu.“Yah, tombok lagi deh Mas Hari,” sahut Desi dengan mimik muka sewot membuat Hanum makin tak enak hati.“Besok, Mbak nyari kerja lagi deh.”“Mending Mbak jualan saja deh!” usul Desi kemudian. “Daripada cari kerja, udah sebulan lebih ga dapet-dapet.”“Jualan apa?” Hanum bingung.“Apa aja kek,” sahut Desi ketus. “Jualan nasi uduk, kue, sayur. Banyak tuh peluangnya? Dan tiap hari pasti dapet duit.”“Tapi Mbak modal darimana, Des?” keluh Hanum.“Tahu, deh?” Sewot Desi menanggapi ucapan iparnya. Kemu

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • KETIKA ISTRI DIMADU   SUAMI TAKUT ISTRI

    Hanum berusaha ikhlas menjalani takdirnya. Berprasangka baik jika semua akan baik-baik saja. Namun kata-kata kasar yang ditorehkan oleh iparnya menyayat hati.“Mbak, sini dong patungan buat beli beras, bayar listrik dan makan sehari-hari!” pinta Desi kasar di depan mertua dan suaminya.“Masa iya pakai uang Mas Hari mlulu!” cecarnya. “Rugi dong.”“Tapi aku bisa apa, Des?” tampik Hanum. “Kamu tahu sendiri, jualan kue sepi. Cuma cukup buat beli jajan Marwah saja.”“Cari kek kerja juga!” hardik Desi, sedang suaminya hanya jadi penonton. “Buruh cuci, kerja di toko, pembantu.”“Maklumi keadaan kakakmu ya, Har!” pinta Bu Narti minta belas kasihan. “Rezekinya sedang seret.”“Sampai kapan, Bu?” tanya Desi ketus. “Kalau masih nanggung makan ibu sih kami masih bisa karena ibu memang kewajiban Mas Hari,”

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-08
  • KETIKA ISTRI DIMADU   IBU YANG GALAK

    Bu Narti menuntun cucunya, Marwah untuk pergi ke pasar. Hari ini ia akan membelikan seragam untuk Marwah karena seragam yang lama sudah kekecilan. Saat di tengah jalan, ia kebetulan bertemu majikannya dulu yang memakai jasanya cuci gosok selama puluhan tahun.“Bu Narti,” sapa Yuli membuat langkah nenek tua itu terhenti.“Bu Yuli,” jawab Bu Narti dengan senyum.“Mau ke mana?”“Mau ke pasar, beliin seragam untuk cucu,” sahut Bu Narti membuat Yuli melirik Marwah.“Kelas berapa?” tanya Yuli pada Marwah.“Lima SD, Tante,” sahut Marwah sopan.“Ga usah beli!” cegah Yuli. “Seragam anak saya masih bagus-bagus tapi ya itu sudah ga muat lagi. Sepatu dan tas juga ada.”“Mau Tante,” sahut Marwah langsung dengan mata berbinar.“Ya sudah, ayo masuk!” titah Yuli mempersilahkan tamunya masuk ke rumah. &ldq

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-10
  • KETIKA ISTRI DIMADU   MULUT IPAR

    Tanggal gajian tiba. Dengan suka cita Hanum menerima amplop dari majikannya. Ia sudah ga sabar untuk membeli beberapa baju baru untuk dipakai sehari-hari di rumah. Setelah berpisah dengan Bambang belum sekalipun ia membeli baju.“Udah, gajian kan, Mbak?” todong Desi pada Hanum yang baru saja ikut duduk di meja makan.“Sudah, Des,” sahut Hanum dengan rasa lelah.“Sini, bagi duitnya untuk bayar listrik, beli beras dan lain-lain!” pinta Desi paksa.Hanum membuka tasnya. Lalu memberikan tiga ratus ribu kepada adik iparnya.“Kok, cuma tiga ratus ribu terus sih, Mbak?” sentak Desi.“Kan gajiku cuma satu juta, Des,” keluh Hanum. “Jadi aku cuma bisa ngasih segithu.”“Ini sih ga cukup untuk beli gula dan sabun!” tukas Desi emosi. “Listrik aja seratus lima puluh ribu. Beras untuk satu keluarga seratus lima puluh ribu. Belum beli sabun, rinso,

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • KETIKA ISTRI DIMADU   PRIA MAPAN

    Hari ini cattering Yuli mendapat kunjungan dari pabrik, tempat biasa yang memesan catteringnya. Tampak seorang laki-laki memakai jas hitam tampak sedap dipandang mata.“Kamu belum berubah ya, Don?” komentar Yuli pada kawan lamanya yang ternyata manager di pabrik tempatnya mengirim cattering.“Ya, beginilah aku,” sahutnya dengan tawa. “Bersih ya catteringmu!” pujinya.“Harus dong,” sahut Yuli. “Itu salah satu kunci awet untuk sebuah usaha makanan.”“Pinter kamu,”puji Doni lagi.“Silahkan duduk!” Yuli dan Doni duduk di sofa. “Kamu sudah punya anak berapa?”“Sampai saat ini aku belum bisa move on dari Saras,” sahut Doni mengenang masa lalu.“Serius kamu?” sahut Yuli tak percaya. “Saras sudah menikah lima tahun yang lalu lho.”“Bener, Yul,” sahut Doni mantap. “Aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-18
  • KETIKA ISTRI DIMADU   SYARAT PERNIKAHAN

    “Aku akan menikahimu dengan satu syarat,” imbuh Doni membuat Hanum penasaran.“Apa syaratnya, Mas?”“Setelah menikah, aku tak ingin tinggal bersama Marwah,” jawaban Doni membuat senyum Hanum memudar.“Tapi kan Marwah anakku, Mas,” sahut Hanum. “Darah dagingku.”“Tapi bukan darah dagingku,” timpal Doni cepat.“Aku mencintaimu tapi tidak dengan anakmu,” imbuh Doni membuat hati Hanum perih.Teganya laki-laki yang ia cintai berkata seperti itu. Menolak anaknya secara terang-terangan tanpa peduli perasaannya sebagai seorang ibu.“Cintaku padamu tak diragukan lagi. Aku akan mencintaimu sepenuh hati hingga kita menua bersama,” janji Doni sedikit puitis masih membuat Hanum terdiam.“Aku tak memaksamu untuk memilihku,” imbuhnya. “Tapi percayalah, aku akan membahagiankanmu seumur hidupmu.”Han

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-20

Bab terbaru

  • KETIKA ISTRI DIMADU   DOA NENEK

    Marwah_gadis kecil itu menanti kedatangan sang ibu hingga magrib menjelang. Matanya selalu berlinang air mata saat wanita yang begitu ia rindukan tak jua menampakan batang hidungnya. Berulang kali ia percaya pada ucapan sang nenek jika esok ibunya akan datang sehingga ia selalu menanti di depan pintu setiap hari.“Ayo Nak, kita masuk, sudah magrib!” ajak Bu Narti.“Aku kangen Mama, Nek,” sahutnya dengan mata berembun.“Besok pasti Mamamu datang.” Lagi-lagi Bu Narti memberinya janji yang sama.“Nenek selalu bilang begitu, tapi kenapa Mama ga pernah datang?” Kali ini Marwah tak percaya dengan janji neneknya. “Nenek bohong ya?” tanyanya mulai berurai air mata.Bu Narti menatap nanar ke wajah cucunya. Wajah yang menyiratkan banyak rindu untuk sang ibu dan rasa perihnya dibuang oleh kedua orang tua. Dada perempuan tua itu bergemuruh. Sesak menyelimuti melihat pedihnya hidup

  • KETIKA ISTRI DIMADU   DUA GARIS MERAH

    Doni memarkir Brio putih tepat di depan pintu. Dengan senyun mengembang dan langkah riang, ia masuk ke dalam rumah.“Sayang,” sapanya langsung mencium kening sang istri yang sedang menyiapkan makan.“Kamu sudah pulang, Mas?” sapa Hanum dengan senyum manisnya.“Iya dong,” sahut Dobi. “Di hari ulang tahun istriku tercinta aku harus pulang cepat.”“Ah, Mas bisa saja.” Hanum mencubit manja perut suaminya yang mulai buncit karena senang masakannya.“Aku punya hadiah untuk kamu.”“Apa?” Mata Hanum mengerling, penasaran.“Tutup mata ya!” perintah Doni makin membuat Hanum penasaran.“Kadonya apa sih?” tanya Hanum dengan mata yang tertutup.Bukannya menjawab, Doni malah menutup mata sang istri dengan kain tipis. Lalu menuntunnya ke luar rumah.“Sudah siap?” tanya Doni makin membuat Hanum tak

  • KETIKA ISTRI DIMADU   PERNIKAHAN YANG BAHAGIA

    Hanum diboyong Doni ke rumah mewahnya. Rumah dua lantai itu tampak elegan dan rapi tertata. Taman di halaman depan. Tak lupa kolam renang di belakang rumah, menambah kebahagiaan Hanum sebagai ratu di rumah itu. Serta kamar utama yang indah, membuatnya menjadi wanita yang paling bahagia di dunia.“Kamu suka, Sayang?” tanya Doni tentang perasaan istrinya.“Suka banget,” sahut Hanum manja.“Besok kita pergi ke Bali,” ucap Doni membuat Hanum memicingkan mata.“Ke Bali?” tanya Hanum. “Ngapain, Mas?”“Bulan madu dong, Sayang,” sahut Doni mesra membuat Hanum merasa tersanjung karena baru kali ini ia merasakan namanya bulan madu.“Makasih ya, Sayang,” sahut Hanum memeluk erat suami barunya.Esok harinya, pengantin baru itu terbang ke Bali untuk honeymoon selama tiga hari. Mereka menghabiskan malam di hotel bintang lima. Memanjakakan mata dengan m

  • KETIKA ISTRI DIMADU   SYARAT PERNIKAHAN

    “Aku akan menikahimu dengan satu syarat,” imbuh Doni membuat Hanum penasaran.“Apa syaratnya, Mas?”“Setelah menikah, aku tak ingin tinggal bersama Marwah,” jawaban Doni membuat senyum Hanum memudar.“Tapi kan Marwah anakku, Mas,” sahut Hanum. “Darah dagingku.”“Tapi bukan darah dagingku,” timpal Doni cepat.“Aku mencintaimu tapi tidak dengan anakmu,” imbuh Doni membuat hati Hanum perih.Teganya laki-laki yang ia cintai berkata seperti itu. Menolak anaknya secara terang-terangan tanpa peduli perasaannya sebagai seorang ibu.“Cintaku padamu tak diragukan lagi. Aku akan mencintaimu sepenuh hati hingga kita menua bersama,” janji Doni sedikit puitis masih membuat Hanum terdiam.“Aku tak memaksamu untuk memilihku,” imbuhnya. “Tapi percayalah, aku akan membahagiankanmu seumur hidupmu.”Han

  • KETIKA ISTRI DIMADU   PRIA MAPAN

    Hari ini cattering Yuli mendapat kunjungan dari pabrik, tempat biasa yang memesan catteringnya. Tampak seorang laki-laki memakai jas hitam tampak sedap dipandang mata.“Kamu belum berubah ya, Don?” komentar Yuli pada kawan lamanya yang ternyata manager di pabrik tempatnya mengirim cattering.“Ya, beginilah aku,” sahutnya dengan tawa. “Bersih ya catteringmu!” pujinya.“Harus dong,” sahut Yuli. “Itu salah satu kunci awet untuk sebuah usaha makanan.”“Pinter kamu,”puji Doni lagi.“Silahkan duduk!” Yuli dan Doni duduk di sofa. “Kamu sudah punya anak berapa?”“Sampai saat ini aku belum bisa move on dari Saras,” sahut Doni mengenang masa lalu.“Serius kamu?” sahut Yuli tak percaya. “Saras sudah menikah lima tahun yang lalu lho.”“Bener, Yul,” sahut Doni mantap. “Aku

  • KETIKA ISTRI DIMADU   MULUT IPAR

    Tanggal gajian tiba. Dengan suka cita Hanum menerima amplop dari majikannya. Ia sudah ga sabar untuk membeli beberapa baju baru untuk dipakai sehari-hari di rumah. Setelah berpisah dengan Bambang belum sekalipun ia membeli baju.“Udah, gajian kan, Mbak?” todong Desi pada Hanum yang baru saja ikut duduk di meja makan.“Sudah, Des,” sahut Hanum dengan rasa lelah.“Sini, bagi duitnya untuk bayar listrik, beli beras dan lain-lain!” pinta Desi paksa.Hanum membuka tasnya. Lalu memberikan tiga ratus ribu kepada adik iparnya.“Kok, cuma tiga ratus ribu terus sih, Mbak?” sentak Desi.“Kan gajiku cuma satu juta, Des,” keluh Hanum. “Jadi aku cuma bisa ngasih segithu.”“Ini sih ga cukup untuk beli gula dan sabun!” tukas Desi emosi. “Listrik aja seratus lima puluh ribu. Beras untuk satu keluarga seratus lima puluh ribu. Belum beli sabun, rinso,

  • KETIKA ISTRI DIMADU   IBU YANG GALAK

    Bu Narti menuntun cucunya, Marwah untuk pergi ke pasar. Hari ini ia akan membelikan seragam untuk Marwah karena seragam yang lama sudah kekecilan. Saat di tengah jalan, ia kebetulan bertemu majikannya dulu yang memakai jasanya cuci gosok selama puluhan tahun.“Bu Narti,” sapa Yuli membuat langkah nenek tua itu terhenti.“Bu Yuli,” jawab Bu Narti dengan senyum.“Mau ke mana?”“Mau ke pasar, beliin seragam untuk cucu,” sahut Bu Narti membuat Yuli melirik Marwah.“Kelas berapa?” tanya Yuli pada Marwah.“Lima SD, Tante,” sahut Marwah sopan.“Ga usah beli!” cegah Yuli. “Seragam anak saya masih bagus-bagus tapi ya itu sudah ga muat lagi. Sepatu dan tas juga ada.”“Mau Tante,” sahut Marwah langsung dengan mata berbinar.“Ya sudah, ayo masuk!” titah Yuli mempersilahkan tamunya masuk ke rumah. &ldq

  • KETIKA ISTRI DIMADU   SUAMI TAKUT ISTRI

    Hanum berusaha ikhlas menjalani takdirnya. Berprasangka baik jika semua akan baik-baik saja. Namun kata-kata kasar yang ditorehkan oleh iparnya menyayat hati.“Mbak, sini dong patungan buat beli beras, bayar listrik dan makan sehari-hari!” pinta Desi kasar di depan mertua dan suaminya.“Masa iya pakai uang Mas Hari mlulu!” cecarnya. “Rugi dong.”“Tapi aku bisa apa, Des?” tampik Hanum. “Kamu tahu sendiri, jualan kue sepi. Cuma cukup buat beli jajan Marwah saja.”“Cari kek kerja juga!” hardik Desi, sedang suaminya hanya jadi penonton. “Buruh cuci, kerja di toko, pembantu.”“Maklumi keadaan kakakmu ya, Har!” pinta Bu Narti minta belas kasihan. “Rezekinya sedang seret.”“Sampai kapan, Bu?” tanya Desi ketus. “Kalau masih nanggung makan ibu sih kami masih bisa karena ibu memang kewajiban Mas Hari,”

  • KETIKA ISTRI DIMADU   DERITA JANDA

    Hanum putus asa. Sebulan usahanya mencari pekerjaan tak kunjung mendapatkan hasil. Di pengunjung senja, dengan letih ia pulang dan segera meneguk segelas air putih sesampaianya di rumah.“Dapet, Mbak, kerjanya?” tanya Desi yang baru saja muncul dari kamar.“Belum, Des,” jawab Hanum lesu.“Yah, tombok lagi deh Mas Hari,” sahut Desi dengan mimik muka sewot membuat Hanum makin tak enak hati.“Besok, Mbak nyari kerja lagi deh.”“Mending Mbak jualan saja deh!” usul Desi kemudian. “Daripada cari kerja, udah sebulan lebih ga dapet-dapet.”“Jualan apa?” Hanum bingung.“Apa aja kek,” sahut Desi ketus. “Jualan nasi uduk, kue, sayur. Banyak tuh peluangnya? Dan tiap hari pasti dapet duit.”“Tapi Mbak modal darimana, Des?” keluh Hanum.“Tahu, deh?” Sewot Desi menanggapi ucapan iparnya. Kemu

DMCA.com Protection Status