Home / Fantasi / KERUMUNAN ADALAH NERAKA / BAB 19 SANG PENYIHIR

Share

BAB 19 SANG PENYIHIR

Author: ANOMOV
last update Last Updated: 2025-03-14 15:27:44
Pinggiran Hutan Barat yang keramat diselimuti kabut purba, menyelubungi pohon-pohon tua yang menjulang seperti penjaga bisu dari dunia lain. Udara dingin merayap di kulit Mudra, tetapi ada sesuatu yang lebih kuat dari sekadar cuaca yang menariknya ke sini.

"Aku merasa ada sesuatu yang menunggu kita di sini," kata Mudra, tatapannya tajam menembus kabut.

Vanua mengangguk. "Bisikan sunyi membawa kita ke tempat ini. Seperti ada sesuatu yang harus kita temukan."

Di antara pepohonan, berdiri sebuah gapura bambu tua yang membentuk lengkungan alami. Cahaya remang-remang menyelusup di sela-selanya, menyoroti sosok berjubah merah dan kuning yang berdiri tegak di depan altar batu. Sosok itu, tinggi dan penuh wibawa, memegang tongkat kayu berukir yang berpendar dengan cahaya keemasan. Lehernya dihiasi pentagram perak yang berkilau samar di bawah rembulan.

"Siapa dia?" bisik Mudra.

"Penyihir," jawab Vanua. "Seorang penjaga batas antara dunia nyata dan dunia gaib."

Mereka melangkah mendekat, perlaha
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 20 IBU BUMI

    Sari bukan sekadar perempuan desa biasa. Ia adalah pegiat literasi dan penjaga Keris Pasopati, pusaka leluhur yang diwariskan turun-temurun dalam keluarganya. Keris itu memiliki pamor Adeg, diyakini membawa perlindungan serta membuka jalan bagi keberuntungan material. Meski tampak tegar, di balik keteguhannya tersimpan kerinduan mendalam akan sosok ibu yang telah tiada. Kehangatan, nasihat, dan kasih sayang ibunya selalu menjadi sumber kekuatannya, tetapi kini ia harus mencari kekuatan itu dalam dirinya sendiri.Di tengah krisis pangan yang melanda Desa Gayam selama pagebluk, kepemimpinan Sari diuji. Persediaan makanan semakin menipis, dan warga mulai cemas. Sari mengorganisir distribusi bahan pangan dengan adil, memastikan setiap keluarga mendapat bagian yang cukup."Sari, warga mulai khawatir. Stok beras semakin sedikit," lapor seorang pemuda desa."Kita akan atur distribusinya dengan baik. Dahulukan keluarga yang paling membutuhkan," jawab Sari dengan suara tegas."Tapi bagaimana ji

    Last Updated : 2025-03-14
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 21 PERTEMUAN MUDRA DAN SARI

    Kabut tipis menyelimuti Desa Gayam, menyembunyikan sebagian rumah dan jalan setapak. Udara dingin menyusup hingga ke sumsum, membawa serta keheningan yang aneh. Mudra duduk di beranda rumahnya, matanya kosong menatap kabut yang menggantung di cakrawala. Pikirannya melayang, mencoba merangkai kepingan peristiwa yang telah terjadi.Di dalam rumah, Vanua masih tertidur lelap di atas kasur dengan napas yang teratur. Aroma dupa cendana bercampur dengan dingin pagi menciptakan suasana yang mistis. Mudra menghela napas, merasa gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia tahu ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang masih mengendap di dasar pikirannya.Tak ingin larut dalam kebimbangan, Mudra memutuskan untuk mencari ketenangan di petilasan desa. Tempat itu selalu menjadi peraduan batinnya ketika kebingungan melanda. Langkahnya pelan menyusuri jalan setapak, hingga akhirnya tiba di bawah pohon beringin tua yang berdiri kokoh di petilasan.Di sana, ia melihat Sari duduk bersila dengan mata terpejam

    Last Updated : 2025-03-14
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 22 RAJA BATU

    Vanua berdiri di depan rumah bambunya, menatap Kampung Tujuh yang dahulu tenang, kini dipenuhi kecemasan. Panen yang gagal, bencana alam yang merusak ladang, dan wabah penyakit yang merenggut nyawa, semuanya seperti gejala dari ketidakseimbangan yang lebih besar. Tapi ada satu hal yang lebih mencemaskan: kehadiran sosok misterius yang disebut Raja Batu.Mereka bergegas menuju balai desa, tempat para tetua berkumpul. Bu Ros, kepala desa Kampung Tujuh, berdiri di tengah ruangan dengan wajah penuh keprihatinan."Vanua, Mudra, Sari, kami sangat membutuhkan bantuan kalian," katanya dengan suara berat. "Tanah ini semakin tidak subur, hujan turun tanpa henti, dan orang-orang sakit tanpa sebab yang jelas. Kami khawatir sesuatu telah mengganggu keseimbangan desa."Sari melangkah maju, tatapannya penuh keyakinan. "Kita harus melakukan ritual penyatuan," katanya mantap. "Kekuatan spiritual dan duniawi harus bersatu. Keseimbangan telah terganggu, dan kita harus memanggil kembali harmoni yang hilan

    Last Updated : 2025-03-14
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 1 DESA GAYAM DI KAKI TIMUR MERAPI

    Desa Gayam, sebuah permata tersembunyi di kaki timur Gunung Merapi yang perkasa, memancarkan ketenangan dan harmoni. Pagi itu, embun masih menggantung di ujung dedaunan, berkilauan diterpa mentari yang baru saja menyingsing. Ayam jantan berkokok lantang, menyambut fajar dengan semangat membara. Udara desa yang segar dan sejuk membawa serta aroma tanah basah dan wangi bunga liar yang bermekaran di sepanjang jalan setapak."Ya ampun, si Jalu ini, setiap pagi berkoar seolah hendak memimpin demonstrasi," gerutu Marni, tetangga Mudra, sambil menyapu halaman rumahnya dengan sapu lidi. "Padahal, ayam-ayam lain masih setengah tertidur."Mudra tertawa kecil mendengar keluhan Marni. "Namanya juga ayam, Bu. Sudah kodratnya membangunkan warga desa.""Ya, tapi tidak perlu pakai pengeras suara juga, kan?" balas Marni, ikut tertawa.Kehidupan di Desa Gayam berjalan sederhana dan damai. Warganya menggantungkan hidup pada pertanian dan hasil bumi. Hamparan sawah hijau membentang luas, tempat para petan

    Last Updated : 2024-03-20
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 2 PANDEMI DATANG MENGHANTUI

    Kabar tentang pandemi COVID-19 akhirnya mencapai Desa Gayam. Awalnya, warga masih menyimpan ketenangan, meyakini bahwa desa mereka yang terpencil akan terhindar dari ancaman ini. Namun, seiring waktu, bayang-bayang ketakutan mulai menghantui. Dampak pandemi merayap masuk, mengubah kehidupan yang selama ini mereka kenal.Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, roda ekonomi desa tersendat, dan kecemasan mulai menyelimuti benak mereka. Pasar desa yang biasanya ramai oleh aktivitas jual beli kini terasa lengang. Para pedagang mengeluhkan sepinya pembeli, sementara warga yang ingin berbelanja enggan keluar rumah, khawatir akan bahaya yang tak terlihat."Ya ampun, harga beras kok naik lagi," keluh Bu Minah di warung kelontongnya, tempat biasa ibu-ibu desa berkumpul. "Biasanya saya beli sekilo cuma sepuluh ribu, sekarang sudah lima belas ribu.""Kalau harga beras naik, harga mi instan juga ikut naik," timpal Bu Karti, pelanggan setia warung Bu Minah. "Anak-anak saya suka minta mi instan, tapi

    Last Updated : 2024-03-20
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 3 MUDRA, PENJAGA HARAPAN

    Mudra lahir dan besar di Desa Gayam, menyerap setiap nilai dan tradisi yang diwariskan oleh leluhur. Desa ini bukan sekadar tempat tinggal baginya, melainkan bagian dari jiwanya. Setiap jalan setapak, setiap rumah, dan setiap wajah warga desa memiliki makna yang mendalam baginya. Ia tumbuh dengan keyakinan bahwa gotong royong adalah napas kehidupan desa, perekat yang menyatukan mereka dalam suka maupun duka.Mudra dikenal sebagai pemuda yang bijaksana dan penuh semangat. Ia tak hanya berpartisipasi dalam kegiatan desa, tetapi juga berusaha menjaga semangat kebersamaan. Baginya, kebahagiaan sejati adalah melihat senyum di wajah sesama. Ia percaya bahwa desa bukan sekadar kumpulan rumah dan ladang, melainkan sebuah komunitas yang saling mendukung. Satu orang jatuh, yang lain akan membantu bangkit.Namun, pandemi COVID-19 telah mengubah segalanya. Desa Gayam yang dulu damai dan penuh kehangatan kini sunyi dan mencekam. Ketakutan merayap masuk ke setiap sudut desa, perlahan menggerogoti ke

    Last Updated : 2024-03-20
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 4 KEDATANGAN VANUA

    Vanua tiba di Desa Gayam dengan ransel besar di punggung dan trauma mendalam yang masih menghantuinya. Desa ini, dengan kesunyian dan ketenteramannya, adalah kebalikan total dari kota-kota yang baru saja ia tinggalkan—Yogyakarta, Surabaya, Depok—kota-kota yang menyisakan kenangan pahit tentang pandemi. Rumah sakit yang penuh sesak hingga lorong-lorong, suara tangisan pilu, jeritan kehilangan, serta kematian yang terasa begitu dekat, seolah bisa diraih dengan tangan.Sebagai sukarelawan medis, Vanua telah menyaksikan bagaimana pandemi merenggut nyawa tanpa pandang bulu. Ia melihat bagaimana kerumunan yang dulu dianggap sebagai kekuatan, berubah menjadi sumber ketakutan dan bencana. Ia melihat orang-orang kehilangan rasionalitas mereka, terjerumus dalam kepanikan yang membutakan dan keputusasaan yang melumpuhkan.Trauma itu masih segar membekas, seperti luka yang tak kunjung sembuh. Malam-malamnya sering diisi oleh mimpi buruk—ruang gawat darurat yang penuh sesak, suara mesin ventilator

    Last Updated : 2024-03-20
  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 5 BISIKAN DARI KEGELAPAN

    Desa Gayam kini terasa seperti kota yang dilanda teror, namun bukan teror dari invasi alien atau serangan robot canggih seperti yang dihadapi para pahlawan super dalam film-film. Teror yang mencengkeram desa ini jauh lebih kuno, lebih dalam, dan lebih merasuk ke dalam hati serta pikiran penghuninya. Ketakutan mereka bukan datang dari luar, melainkan dari bayang-bayang di dalam diri sendiri.Bisik-bisik tentang dedemit semakin menjadi-jadi. Kuntilanak, dengan tawa melengkingnya, bukan sekadar sosok hantu perempuan biasa. Ia menjadi perwujudan dari ketakutan mendalam akan kehilangan dan penyesalan. Pocong, dengan kain kafannya yang membalut tubuh, bukan sekadar simbol kematian yang menakutkan, tetapi juga representasi dari masa lalu yang belum selesai. Genderuwo, dengan tubuhnya yang raksasa, melambangkan kekuatan liar yang tak terkendali, sementara Wewe Gombel menjadi personifikasi dari naluri keibuan yang terdistorsi.Bagi sebagian warga desa, makhluk-makhluk ini bukan hanya cerita tur

    Last Updated : 2024-06-20

Latest chapter

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 22 RAJA BATU

    Vanua berdiri di depan rumah bambunya, menatap Kampung Tujuh yang dahulu tenang, kini dipenuhi kecemasan. Panen yang gagal, bencana alam yang merusak ladang, dan wabah penyakit yang merenggut nyawa, semuanya seperti gejala dari ketidakseimbangan yang lebih besar. Tapi ada satu hal yang lebih mencemaskan: kehadiran sosok misterius yang disebut Raja Batu.Mereka bergegas menuju balai desa, tempat para tetua berkumpul. Bu Ros, kepala desa Kampung Tujuh, berdiri di tengah ruangan dengan wajah penuh keprihatinan."Vanua, Mudra, Sari, kami sangat membutuhkan bantuan kalian," katanya dengan suara berat. "Tanah ini semakin tidak subur, hujan turun tanpa henti, dan orang-orang sakit tanpa sebab yang jelas. Kami khawatir sesuatu telah mengganggu keseimbangan desa."Sari melangkah maju, tatapannya penuh keyakinan. "Kita harus melakukan ritual penyatuan," katanya mantap. "Kekuatan spiritual dan duniawi harus bersatu. Keseimbangan telah terganggu, dan kita harus memanggil kembali harmoni yang hilan

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 21 PERTEMUAN MUDRA DAN SARI

    Kabut tipis menyelimuti Desa Gayam, menyembunyikan sebagian rumah dan jalan setapak. Udara dingin menyusup hingga ke sumsum, membawa serta keheningan yang aneh. Mudra duduk di beranda rumahnya, matanya kosong menatap kabut yang menggantung di cakrawala. Pikirannya melayang, mencoba merangkai kepingan peristiwa yang telah terjadi.Di dalam rumah, Vanua masih tertidur lelap di atas kasur dengan napas yang teratur. Aroma dupa cendana bercampur dengan dingin pagi menciptakan suasana yang mistis. Mudra menghela napas, merasa gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia tahu ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang masih mengendap di dasar pikirannya.Tak ingin larut dalam kebimbangan, Mudra memutuskan untuk mencari ketenangan di petilasan desa. Tempat itu selalu menjadi peraduan batinnya ketika kebingungan melanda. Langkahnya pelan menyusuri jalan setapak, hingga akhirnya tiba di bawah pohon beringin tua yang berdiri kokoh di petilasan.Di sana, ia melihat Sari duduk bersila dengan mata terpejam

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 20 IBU BUMI

    Sari bukan sekadar perempuan desa biasa. Ia adalah pegiat literasi dan penjaga Keris Pasopati, pusaka leluhur yang diwariskan turun-temurun dalam keluarganya. Keris itu memiliki pamor Adeg, diyakini membawa perlindungan serta membuka jalan bagi keberuntungan material. Meski tampak tegar, di balik keteguhannya tersimpan kerinduan mendalam akan sosok ibu yang telah tiada. Kehangatan, nasihat, dan kasih sayang ibunya selalu menjadi sumber kekuatannya, tetapi kini ia harus mencari kekuatan itu dalam dirinya sendiri.Di tengah krisis pangan yang melanda Desa Gayam selama pagebluk, kepemimpinan Sari diuji. Persediaan makanan semakin menipis, dan warga mulai cemas. Sari mengorganisir distribusi bahan pangan dengan adil, memastikan setiap keluarga mendapat bagian yang cukup."Sari, warga mulai khawatir. Stok beras semakin sedikit," lapor seorang pemuda desa."Kita akan atur distribusinya dengan baik. Dahulukan keluarga yang paling membutuhkan," jawab Sari dengan suara tegas."Tapi bagaimana ji

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 19 SANG PENYIHIR

    Pinggiran Hutan Barat yang keramat diselimuti kabut purba, menyelubungi pohon-pohon tua yang menjulang seperti penjaga bisu dari dunia lain. Udara dingin merayap di kulit Mudra, tetapi ada sesuatu yang lebih kuat dari sekadar cuaca yang menariknya ke sini."Aku merasa ada sesuatu yang menunggu kita di sini," kata Mudra, tatapannya tajam menembus kabut.Vanua mengangguk. "Bisikan sunyi membawa kita ke tempat ini. Seperti ada sesuatu yang harus kita temukan."Di antara pepohonan, berdiri sebuah gapura bambu tua yang membentuk lengkungan alami. Cahaya remang-remang menyelusup di sela-selanya, menyoroti sosok berjubah merah dan kuning yang berdiri tegak di depan altar batu. Sosok itu, tinggi dan penuh wibawa, memegang tongkat kayu berukir yang berpendar dengan cahaya keemasan. Lehernya dihiasi pentagram perak yang berkilau samar di bawah rembulan."Siapa dia?" bisik Mudra."Penyihir," jawab Vanua. "Seorang penjaga batas antara dunia nyata dan dunia gaib."Mereka melangkah mendekat, perlaha

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 18 MIMPI DI TEPIAN JURANG

    Pagi itu, Mudra terbangun dengan perasaan aneh, seolah semalam ia melayang di angkasa. Sebuah kalimat berputar di kepalanya: "Kamu percaya hari ini jam 6 sore di permukaan bulan?" Ponselnya bergetar, pesan dari Vanua: "Hari ini jadwalku bersua denganmu. Aku sedang menuju Desa Gayam, perjalanan dari Kampung Tujuh Yogyakarta."Mudra tersenyum, membayangkan pertemuan ini. "Kita akan bertemu secepatnya, Vanua," balasnya, mengetik pesan di layar ponsel. Dalam hatinya, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda tentang pertemuan kali ini, seolah bukan sekadar percakapan biasa.Hujan turun deras saat Mudra melaju dengan motornya menuju kafe di ujung desa. Ia ingin mentraktir Vanua, sebagai cara untuk memperdalam hubungan mereka dan berbincang tentang tarot, ilmu yang diwarisi dari neneknya. Tarot bukan sekadar alat peramal nasib bagi Mudra, tetapi jendela ke alam bawah sadar, cara untuk memahami diri sendiri dan orang lain."Hujan, kau musuhku," gumamnya, menatap hujan yang menyamarkan pandanganny

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 17 RONTEK DAN NI GRENJENG

    Senja melukis langit Desa Gayam dengan warna keemasan, tetapi Mudra tak lagi peduli keindahannya. Macetnya perputaran dana bergulir BUM Desa mendominasi pikirannya. Salah satu penunggak terbesar adalah Rontek, lelaki bertubuh kekar dengan ilmu kebal yang membuatnya tak mudah ditagih. Sejak pertama kali meminjam uang, Rontek selalu menghindar saat tiba waktunya membayar."Aku harus menagihnya," gumam Mudra, menatap wajah Bu Raisa yang penuh kekhawatiran. "Tapi wajahnya itu, Bu. Seperti matahari saat pinjam uang, seperti kelinci saat ditagih. Terakhir, aku malah disambut parang.""Jangan bercanda, Mudra!" seru Bu Raisa, memasuki ruang kerja BUM Desa. "Rontek itu sakti. Orang-orang bilang dia bersemadi di mata air purba.""Mungkin aku harus ikut bersemadi," jawab Mudra, melirik ke arah mata air purba yang sepi. "Siapa tahu Rontek mau bayar."Malam itu, Mudra mencoba bermeditasi di rumahnya. Ia menyadari napasnya, menerima pikiran yang melompat-lompat seperti monyet di pepohonan. Wajah Ron

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 16 VANUA DI KAMPUNG TUJUH

    Vanua berjalan kaki saat matahari belum menyentuh puncak bukit. Perjalanan menuju Kampung Tujuh adalah ziarah sunyi, napasnya beradu dengan kabut pagi yang menggantung di lembah. Ia telah meninggalkan kota belasan tahun lalu, mencari ruang di mana dinding-dinding beton tak lagi mencekik dan kesunyian bukan lagi penjara.Saat kaki menyentuh tanah Kampung Tujuh, perjalanan batin Vanua berubah arah. Kampung itu hanya dihuni oleh tujuh kepala keluarga, hidup dalam harmoni yang seimbang dengan alam. Di sinilah ia menemukan ketenangan pada masa belia, membangun rumah bambu sederhana berjarak tujuh meter dari kompleks makam leluhur. Rutinitasnya saat itu begitu sederhana: mengumpulkan madu, membakar dupa cendana, dan menari dengan langkah-langkah yang mengalir seperti sungai.Namun, kini ketenangan itu terusik. Pagebluk melanda, membawa pesan kematian yang mengintai di setiap sudut kehidupan. Warga Kampung Tujuh dilanda ketakutan yang merambat seperti api di ladang kering. Mereka takut kehila

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 15 SARI

    Senja merayap turun di Desa Gayam, membawa serta keheningan yang menyesakkan, seolah-olah seluruh desa menahan napas. Sari duduk di beranda rumahnya yang sederhana, memeluk erat buku Sadajiwa, kitab kuno yang menyimpan rahasia leluhur. Di atas meja kayu di hadapannya tergeletak Keris Pasopati, warisan pusaka yang kini terasa begitu berat di tangannya. Cahaya senja yang memudar memantulkan kilatan samar di bilah keris itu, seakan mengingatkannya akan beban yang kini ia pikul.Bukan hanya cerita tentang Mudra dan Vanua yang memenuhi benaknya, atau kisah tentang perjuangan dan perbedaan pandangan mereka yang kini mulai mereda. Malam ini, pikirannya dipenuhi oleh gambaran dari petilasan Ni Grenjeng. Batas antara dunia nyata dan dunia gaib terasa begitu tipis. Bisikan-bisikan halus dari mata air purba, bayangan dedemit yang menari-nari di antara pepohonan tua—semuanya terasa nyata, begitu dekat, seolah-olah baru saja terjadi di hadapannya.“Mereka bukan sekadar makhluk mitos,” bisiknya, sua

  • KERUMUNAN ADALAH NERAKA   BAB 14 PERGI UNTUK KEMBALI

    Setelah meninggalkan Desa Gayam, Vanua berjalan tanpa tujuan yang jelas. Ia mengembara dari satu tempat ke tempat lain, mencari ruang di mana ia bisa benar-benar merasa bebas dari tatapan dan penilaian orang lain. Namun, semakin jauh ia melangkah, semakin ia merasa asing, semakin ia menyadari bahwa kebebasan yang ia dambakan tidak datang dari keterasingan.Di setiap desa yang ia singgahi, ia melihat berbagai bentuk komunitas: ada yang hidup dalam kebersamaan yang erat, ada pula yang penuh dengan ketidakpercayaan dan konflik. Ia menyaksikan bagaimana masyarakat bertahan, membangun, dan melindungi satu sama lain dalam kebersamaan. Hal ini membuatnya mulai merenungkan kembali pemikirannya tentang kerumunan, tentang "neraka adalah orang lain," dan tentang rasa takutnya terhadap hubungan sosial.Dalam kesendiriannya, ia kembali mengingat Desa Gayam. Ia teringat bagaimana warga desa menyambutnya, bagaimana mereka bekerja sama untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur, bagaimana mereka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status