Chapter: BAB 22 RAJA BATUVanua berdiri di depan rumah bambunya, menatap Kampung Tujuh yang dahulu tenang, kini dipenuhi kecemasan. Panen yang gagal, bencana alam yang merusak ladang, dan wabah penyakit yang merenggut nyawa, semuanya seperti gejala dari ketidakseimbangan yang lebih besar. Tapi ada satu hal yang lebih mencemaskan: kehadiran sosok misterius yang disebut Raja Batu.Mereka bergegas menuju balai desa, tempat para tetua berkumpul. Bu Ros, kepala desa Kampung Tujuh, berdiri di tengah ruangan dengan wajah penuh keprihatinan."Vanua, Mudra, Sari, kami sangat membutuhkan bantuan kalian," katanya dengan suara berat. "Tanah ini semakin tidak subur, hujan turun tanpa henti, dan orang-orang sakit tanpa sebab yang jelas. Kami khawatir sesuatu telah mengganggu keseimbangan desa."Sari melangkah maju, tatapannya penuh keyakinan. "Kita harus melakukan ritual penyatuan," katanya mantap. "Kekuatan spiritual dan duniawi harus bersatu. Keseimbangan telah terganggu, dan kita harus memanggil kembali harmoni yang hilan
Last Updated: 2025-03-14
Chapter: BAB 21 PERTEMUAN MUDRA DAN SARIKabut tipis menyelimuti Desa Gayam, menyembunyikan sebagian rumah dan jalan setapak. Udara dingin menyusup hingga ke sumsum, membawa serta keheningan yang aneh. Mudra duduk di beranda rumahnya, matanya kosong menatap kabut yang menggantung di cakrawala. Pikirannya melayang, mencoba merangkai kepingan peristiwa yang telah terjadi.Di dalam rumah, Vanua masih tertidur lelap di atas kasur dengan napas yang teratur. Aroma dupa cendana bercampur dengan dingin pagi menciptakan suasana yang mistis. Mudra menghela napas, merasa gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia tahu ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang masih mengendap di dasar pikirannya.Tak ingin larut dalam kebimbangan, Mudra memutuskan untuk mencari ketenangan di petilasan desa. Tempat itu selalu menjadi peraduan batinnya ketika kebingungan melanda. Langkahnya pelan menyusuri jalan setapak, hingga akhirnya tiba di bawah pohon beringin tua yang berdiri kokoh di petilasan.Di sana, ia melihat Sari duduk bersila dengan mata terpejam
Last Updated: 2025-03-14
Chapter: BAB 20 IBU BUMISari bukan sekadar perempuan desa biasa. Ia adalah pegiat literasi dan penjaga Keris Pasopati, pusaka leluhur yang diwariskan turun-temurun dalam keluarganya. Keris itu memiliki pamor Adeg, diyakini membawa perlindungan serta membuka jalan bagi keberuntungan material. Meski tampak tegar, di balik keteguhannya tersimpan kerinduan mendalam akan sosok ibu yang telah tiada. Kehangatan, nasihat, dan kasih sayang ibunya selalu menjadi sumber kekuatannya, tetapi kini ia harus mencari kekuatan itu dalam dirinya sendiri.Di tengah krisis pangan yang melanda Desa Gayam selama pagebluk, kepemimpinan Sari diuji. Persediaan makanan semakin menipis, dan warga mulai cemas. Sari mengorganisir distribusi bahan pangan dengan adil, memastikan setiap keluarga mendapat bagian yang cukup."Sari, warga mulai khawatir. Stok beras semakin sedikit," lapor seorang pemuda desa."Kita akan atur distribusinya dengan baik. Dahulukan keluarga yang paling membutuhkan," jawab Sari dengan suara tegas."Tapi bagaimana ji
Last Updated: 2025-03-14
Chapter: BAB 19 SANG PENYIHIRPinggiran Hutan Barat yang keramat diselimuti kabut purba, menyelubungi pohon-pohon tua yang menjulang seperti penjaga bisu dari dunia lain. Udara dingin merayap di kulit Mudra, tetapi ada sesuatu yang lebih kuat dari sekadar cuaca yang menariknya ke sini."Aku merasa ada sesuatu yang menunggu kita di sini," kata Mudra, tatapannya tajam menembus kabut.Vanua mengangguk. "Bisikan sunyi membawa kita ke tempat ini. Seperti ada sesuatu yang harus kita temukan."Di antara pepohonan, berdiri sebuah gapura bambu tua yang membentuk lengkungan alami. Cahaya remang-remang menyelusup di sela-selanya, menyoroti sosok berjubah merah dan kuning yang berdiri tegak di depan altar batu. Sosok itu, tinggi dan penuh wibawa, memegang tongkat kayu berukir yang berpendar dengan cahaya keemasan. Lehernya dihiasi pentagram perak yang berkilau samar di bawah rembulan."Siapa dia?" bisik Mudra."Penyihir," jawab Vanua. "Seorang penjaga batas antara dunia nyata dan dunia gaib."Mereka melangkah mendekat, perlaha
Last Updated: 2025-03-14
Chapter: BAB 18 MIMPI DI TEPIAN JURANGPagi itu, Mudra terbangun dengan perasaan aneh, seolah semalam ia melayang di angkasa. Sebuah kalimat berputar di kepalanya: "Kamu percaya hari ini jam 6 sore di permukaan bulan?" Ponselnya bergetar, pesan dari Vanua: "Hari ini jadwalku bersua denganmu. Aku sedang menuju Desa Gayam, perjalanan dari Kampung Tujuh Yogyakarta."Mudra tersenyum, membayangkan pertemuan ini. "Kita akan bertemu secepatnya, Vanua," balasnya, mengetik pesan di layar ponsel. Dalam hatinya, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda tentang pertemuan kali ini, seolah bukan sekadar percakapan biasa.Hujan turun deras saat Mudra melaju dengan motornya menuju kafe di ujung desa. Ia ingin mentraktir Vanua, sebagai cara untuk memperdalam hubungan mereka dan berbincang tentang tarot, ilmu yang diwarisi dari neneknya. Tarot bukan sekadar alat peramal nasib bagi Mudra, tetapi jendela ke alam bawah sadar, cara untuk memahami diri sendiri dan orang lain."Hujan, kau musuhku," gumamnya, menatap hujan yang menyamarkan pandanganny
Last Updated: 2025-03-14
Chapter: BAB 17 RONTEK DAN NI GRENJENGSenja melukis langit Desa Gayam dengan warna keemasan, tetapi Mudra tak lagi peduli keindahannya. Macetnya perputaran dana bergulir BUM Desa mendominasi pikirannya. Salah satu penunggak terbesar adalah Rontek, lelaki bertubuh kekar dengan ilmu kebal yang membuatnya tak mudah ditagih. Sejak pertama kali meminjam uang, Rontek selalu menghindar saat tiba waktunya membayar."Aku harus menagihnya," gumam Mudra, menatap wajah Bu Raisa yang penuh kekhawatiran. "Tapi wajahnya itu, Bu. Seperti matahari saat pinjam uang, seperti kelinci saat ditagih. Terakhir, aku malah disambut parang.""Jangan bercanda, Mudra!" seru Bu Raisa, memasuki ruang kerja BUM Desa. "Rontek itu sakti. Orang-orang bilang dia bersemadi di mata air purba.""Mungkin aku harus ikut bersemadi," jawab Mudra, melirik ke arah mata air purba yang sepi. "Siapa tahu Rontek mau bayar."Malam itu, Mudra mencoba bermeditasi di rumahnya. Ia menyadari napasnya, menerima pikiran yang melompat-lompat seperti monyet di pepohonan. Wajah Ron
Last Updated: 2025-03-14