Esok harinya kami siap untuk menyeberang ke Myanmar lewat darat. Pemeriksaan cukup ketat. Petugas imigrasi menanyakan tujuan kami datang ke sana. Kami jawab dengan berwisata. Meski terlihat raut keraguan dari petugas itu, namun kami pun berhasil menyeberang. Barangkali mereka akan mengawasi kami. Harus waspada. Biro perjalanan Myanmar rekan dari Thailand telah menjemput kami. Cukup ramah dan ceriwis. Tipikal guide turis. Bahasa dapat kuterjemahkan dengan alat. Suasana khas Asia Tenggara masih terasa di negeri ini. Memang benar, lebih alami dan sedikit tertinggal dari Thailand. Kami menginap di hotel yang direkomendasikan guide. Cukup bagus dan tak terlalu mahal. Makan siang yang tersedia pun cukup lumayan. "Lalu bagaimana kita mulai melacak?" tanya Tirtasari setelah makan siang dan menikmati pemandangan dari balkon. "Entahlah," jawabku seperti James Bond yang sedang magang, "Mungkin kita datangi daerah kemarin.""Ah, suasana di sini cukup berbeda dari Thailand," ujar Tirtasari m
Kami menuju kota terdekat. Butuh sekitar dua jam perjalanan. "Siapa namamu?" tanyaku pada si gadis yang cukup cantik itu. "Sun Ahn!" jawabnya. "Berapa usiamu?""Dua puluh tiga tahun.""Dan adikmu?""Dua puluh tahun, ini fotonya!" jawabnya menunjukkan foto adiknya yang ia simpan di dalam dompet. Kuamati foto itu. Adiknya cukup ganteng dan gagah. "Dan kedua orangtuamu?" tanya Tirtasari. "Sudah meninggal! Dulu sakit-sakitan. Lalu meninggal. Hanya adikku satu-satunya keluarga yang kumiliki."Kami pun sampai di kota berikutnya. Kami tadi sempat melewatinya saat berangkat. Pemandangan biasa dan normal. Tak nampak sesuatu yang mereka mencurigakan."Ada rumah sakit besar di sini?" tanyaku baik pada sang guide ataupun si gadis. "Rumah sakit besar?" gumam sang guide, "Sepertinya ada dua di sini. Kenapa kalian tertarik dengan rumah sakit sedari tadi?""Tak apa!" jawabku, "Antar kami ke sana!"Kami sampai di sebuah rumah sakit yang cukup besar. Kami amati bagian depannya. Tak ada aktivit
"Pernah dengar dokter itu?" tanyaku pada Sun Ahn. "Yah, dokter yang cukup terkenal!" jawabnya, "Sering melakukan penelitian yang dipuji banyak orang dan pemerintah.""Bisa kau selidiki?" tanya Tirtasari. "Aku bisa menyamar jadi perawat dan mencoba menyelidikinya.""Bagus!" balasku dan Tirtasari. "Apa yang harus kuselidiki?""Siapa dibalik proyek Kerbau Merah ini," jawabku, "Dimana markas utamanya. Kalau bisa, cari tahu apa maksud mereka.""Baik, akan kucoba.""Kita istirahat dulu!"Kami pun makan malam dengan memesan menu hotel. Menjaga keamanan dan kecurigaan dari orang luar. Menu Myanmar ini mulai nyaman di lidah. Khas hidangan Asia Tenggara yang terpengaruh masakan India. Tirtasari pun nampak lahap menyantapnya. Sun Ahn mulai akrab dan terbuka pada kami. Ia pun tak sungkan lagi berkeluh kesah. "Aku tak menyangka adikku jadi korban percobaan aneh," ungkapnya, "Aku berhasil menemukannya. Tapi dia sudah berubah!""Akankah dia bisa kembali?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca, "Di
Kuteruskan menikmati Tirtasari. Rupanya ia tak tahu jika Sun Ahn terbangun dan sempat melihat kami. Superhero itu memelankan desahan dan suaranya. Namun gairahnya tetap menggelora dengan dahsyat. "Enak sekali bercinta di sini, Sayang!" bisiknya, "Apa karena keeksotisan negeri ini?!""Barangkali!" jawabku terus menggumulinya. Setelah puas, kami beristirahat di kasurku. Lalu Tirtasari kembali ke kasurnya.. Tidur di samping Sun Ahn. Pagi hari, Sun Ahn terus melirik-lirik kami berdua saat sarapan. Entah apa yang dipikirkannya. Semalam ia tahu perbuatan kami. Apakah ia cemburu? Atau bertanya-tanya sebenarnya apa hubungan kami? Namun ia tak berkata apapun. Hanya diam saja selama saraoan. Kuberikan alat komunikasi radio padanya untuk menyamar. Kupasangkan di telinga dan dadanya. Dari dekat wanita ini makin cantik saja. Kulitnya nampak halus dan lembut. Wanginya pun memukau. Ia hanya tersenyum saja selama kupasangkan alat komunikasi. Kuberi tahu padanya teknik untuk menggunakannya da
Malam hari, Dina memberitahuku tentang dokter Pai Sung Ke. "Sudah kulacak Kris!" katanya. "Oh ya, bagaimana?" balasku. "Salah satu dokter terbaik Myanmar," jelasnya, "Pernah belajar di Amerika Serikat. Cukup terkenal dengan berbagai penelitian tentang kesehatan dan stamina tubuh.""Bagus!""Sebelumnya tak pernah terlibat kejahatan," lanjutnya, "Beberapa tahun lalu mulai menghilang dari praktik di rumah sakit dan penelitian. Seperti menghilang.""Yah," jawabku, "Terimakasih, Din!""Oke, tetap hati-hati Kris!""Yah!"Kami beristirahat setelah makan malam. Mengatur strategi untuk esok. Lalu tidur. Tirtasari kembali datang ke kasurku di tengah malam. Rupanya meminta jatah untuk bersetubuh lagi. Kulayani gairahnya yang cukup besar sejak menginjak tanah ini. Apakah memang dia berniat untuk berbulan madu di sini? Atau karena semua ketegangan ini membuatnya bernafsu? Kami saling bercumbu dan menikmati malam. Desahan menghiasi kamar meski kami tahan selirih mungkin. Ah, jadi teringat den
Sore hari, Sun Ahn kembali ke hotel setelah selesai membantu dokter Pai Sung Ke. Kami menyambutnya cukup gembira. "Kau berhasil mendekati jenderal itu!" puji Tirtasari senang. "Yah, sepertinya begitu!" jawab Sun Ahn nampak senang juga, "Bisa kuselidiki lebih jauh!""Bagus, Sun!" pujiku, "Terimakasih! Kau sungguh hebat!""Tak masalah!" jawabnya, "Aku lihat adikku tadi! Dan aku bersumpah ingin menyelamatkannya!""Bagus!" balasku, "Tapi harus tetap hati-hati!""Siap Bos!" jawabnya tersenyum. "Maka kau harus tampil menawan untuk malam ini!" sahut Tirtasari, "Ayo cari gaun yang bagus!"Setelah mandi dan bersiap, Tirtasari berantusias mengajak Sun Ahn berbelanja gaun. Akupun diajaknya pula. Dasar kaum wanita jika ingin berbelanja! Dengan supir hotel, kami meminta untuk diantar ke butik terbaik di kota. Sopir travel kami tempo hari sudah kami suruh kembali.Memasuki toko fashion terbaik, mereka berdua segera berburu gaun malam. Akupun kebosanan menunggu sambil mengawasi keadaan. Kota in
Kami kembali duduk berdua dan mendengarkan percakapan Sun Ahn. Sesekali menyantap makanan dan minuman yang kami pesan. Beberapa orang dan pedagang masih terheran-heran mau lihat Tirtasari kembali dengan cepat dan selamat. Bahkan nampak tenang. Sebagian dari mereka kulihat mengecek ke sebuah gang sempit di kejauhan sana. Gang dimana Tirtasari diajak beberapa pemuda mabuk dan iseng tadi. Sementara di seberang jalan, dari jendela restoran dapat terlihat pelayan menyajikan makanan. Sun Ahn dan sang jenderal nampak mulai menikmati makan malam mereka. "Jadi jenderal," terdengar suara Sun Ahn dari radio, "untuk apa sebenarnya percobaan itu?""Mmmh," jawab sang jenderal mengunyah makanan, "Proyek rahasia. Dengan sebuah organisasi. Enak tidak bebeknya?""Enak sekali! Tapi sepertinya masih kalah enak dengan masakan bebek nenekku.""Oh ya?!" balas sang jenderal tergelak. "Betul Jenderal. Dan untungnya aku mewarisi resepnya.""Kalau begitu kau harus masakkan untukku suatu saat!""Siap, Jender
"Kau gadis yang menarik," puji jenderal itu, "Mau minum anggur.""Dahulu kadang saya minum sedikit," jawab Sun Ahn, "Anggur murah saja, Jenderal. Bukan seperti ini.""Mau minum anggur mahal setiap hari?""Tentu Jenderal!" jawab Sun Ahn dengan nada menggoda. "Ada syaratnya!""Apa itu Jenderal?""Kau harus tinggal di sini!""Benarkah?""Yah!""Saya mau asalkan Jenderal tidak keberatan menampung gadis macam saya.""Ha ha. Kau tinggal dimana? Tak ada keluarga?""Di kota ini hanya di penginapan, Jenderal.""Tinggallah di sini jika kau mau!""Tentu saya mau, Jenderal.""Aku jarang kemari," terang sang jenderal, "Biasanya rumah ini kosong. Hanya ada pembantu dan penjaga. Kau bisa jadi ratu di sini. jadi setiap aku ke kota ini tidak kesepian! Bagaimana?""Istri Jenderal tak turut kemari rupanya?""Dia jarang ikut. Mengasuh anakku yang menginjak remaja.""Berapakah anak Jenderal?""Dua. Yang besar sudah hampir kuliah. Yang kecil masih menempuh pendidikan menengah.""Pasti anak-anak yang manis.
Kami pun beristirahat malam itu. Kumasuki kamar tanpa Tirtasari. Hanya ada dua istri, si kembar Chantrea dan Chanthou. Anginia dan Cahayani yang kemarin turut masuk ke kamar pun juga menghilang. Huf, perasaan galau menyesaki dada ini. Bagaimana keadaan para kekasihku itu?! Juga para sahabatku?! Semoga mereka baik-baik saja! Kelompok Kerbau Merah ini memang kian misterius dan susah ditebak! Bagaimana mereka bisa mengalahkan dan menculik teman-teman?! Segala usahaku sia-sia. Program dalam laptop itu juga membingungkanku. Kenapa target mereka berubah-ubah?! Dan selalu beraksi di saat aku tak berada di lokasi! Chantrea dan Chanthou menangkap kegelisahanku di tempat tidur. Mereka memeluk dan membelaiku mesra. "Jangan khawatir," hibur Chantrea mengusap kepala dan menciumi pipiku, "Kita pasti bisa melewati semua ini." "Yah," dukung Chanthou di sisi lainku, "Kami percaya padamu! Kita pasti bisa mengalahkan mereka!" Aku tersenyum dan membelai keduanya, "Semoga saja!" balasku
Kutelusuri terus jalanan yang mungkin dilalui para penculik itu. Entah jalan yang benar atau bukan. "Masih belum ada petunjuk?" tanyaku pada Dina di kantor. "Belum Kris," jawab sekertaris itu, "kami masih mencoba!" Sial! Kucoba untuk menelusuri dan menghubungi Tirtasari serta High Quality Man. Namun hasil tetap nihil. Hingga akhirnya Dina menghubungiku, "Terlihat dari sebuah kamera cctv Kris! Mereka ke arah timur. Lewat jalan alternatif keluar kota." "Oke!" balasku. "Sempat terlihat di sana!" imbuhnya. "Baiklah! Aku akan ke sana!" Kupacu Motokris untuk menuju arah itu. Sedikit mencari jalan untuk memotong dan mengarah ke sana. Akhirnya setelah melewati beberapa lintasan, aku dapat menuju lajur yang dimaksud. Namun kemana tujuan mereka sebenarnya belum diketahui! "Ada petunjuk lagi?!" tanyaku pada Dina. "Belum Kris! Hanya terlihat melewati jalan itu. Kemungkinan ke arah luar kota!" "Komandan bilang akan mengerahkan polisi menyisir daerah itu," sambungnya. "Ba
"Ada apa?" tanya Anginia dan Cahayani. "Kantor diserang!" jawabku cemas. "Astaga, kita harus bagaimana?" balas Anginia. "Kita harus ke sana!" sahut Cahayani, "Hadapi penyerangnya!" "Jangan," cegahku, "Terlalu berbahaya! Sebaiknya kalian di sini! Aku yang akan ke sana!" "Kami akan membantumu, Kris!" jawab Cahayani. "Terlalu beresiko! Kalian masuk ke dalam daftar!" Mereka berdua menghela nafas bingung. "Berhati-hati dan tetap bersiaga!" pintaku, "Aku yang akan ke sana!" "Baiklah, Kris!" jawab Anginia. "Hubungi aku jika terjadi sesuatu!" perintahku. "Baiklah!" jawab Anginia dan Cahayani. Aku pun segera memacu Motokris. Meluncur menuju ke kantor. "Bagaimana situasi di situ?" tanyaku pada Tirtasari lewat alat komunikasi. "Mereka datang!" jawabnya dengan nada tempur. "Siapa mereka?!" "Sepertinya orang-orang Kerbau Merah! Memakai pakaian serba hitam!" "Bertahanlah! Aku meluncur ke sana!" "Oke, Kris! Mereka datang! Kami hadapi!" Terdengar suara pertarunga
"Yah, sepertinya aku juga pernah lihat," imbuhku memperhatikan layar. "Astaga, mereka kembali?!" sambungku. "Teman-temanmu kan, mereka Kris?!" tanya Anginia. "Yah," jawabku menghela nafas, "kenapa mereka muncul kembali?!" "Karena superhero tak ada yang online!" timpal Cahayani. Terlihat di layar, teman-teman lamaku, Harimau jalanan, juga si Kuda jalanan sedang menghadapi para penjahat. Kukira mereka sudah menyingkir dan tidak akan muncul lagi! Dimana satu, lagi? Dara! Superhero burung merpati itu?! Di bagian kota lain, tertangkap dalam layar. Wanita menawan itu sedang melawan beberapa orang. Yah, dialah Dara! Benar-benar muncul tiga temanku itu. Mantan superhero jalanan yang telah berjanji akan menyingkir dan tidak muncul lagi. "Dan mereka pun juga jadi target Kelompok Kerbau Merah," gumamku. "Bisa jadi," balas Anginia dan Cahayani. Kami ikuti sepak terjang mereka. Setelah mengalahkan beberapa penjahat, mereka terus melesat pergi. Seperti dulu, mereka menghi
Akupun bersikeras untuk menjaga Anginia dan Cahayani.. "Biar kujaga kalian di sini," kataku. "Terserah kau saja Kris," jawab mantan bos pasrah dan lelah. Akupun tinggal di kantor lama untuk menjaga kedua target baru itu. Kuhubungi Tirtasari untuk mengatakan bahwa untuk sementara aku masih berada di sini. "Lihat, kekacauan di luar sana," ungkap Anginia memperhatikan berita di televisi dan media sosial. Kami lihat, di beberapa tempat terjadi aksi kejahatan. Kami pun tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa orang dan wartawan mulai panik dan berkomentar di media. "Superhero tak ada yang bisa dipanggil!" narasi seorang wartawan meliput beberapa aksi kejahatan, "Semua offline! Ada apa dengan para superhero?!" "Yah, kami coba menghubungi polisi," ungkap seorang warga yang diliput, "Tapi itu tak cukup, kami butuh superhero!" "Yah, benar!" imbuh warga yang lain, ,"Polisi tak bisa sepenuhnya menangani semua ini. Dimanakah para superhero?!" Sekertaris kantor mendatangi mantan bos da
"Pagi!" jawabku. "Kau nampak segar Kris!" komentar Dina tersenyum manis. "Yah," jawabku, "Bagaimana perkembangan?" "Masih nihil!" jawab sekertaris cantik itu. "Gajah Man dan Jago Man belum juga ditemukan?" "Sepertinya belum!" "Dimana mereka?!" "Entahlah, tapi aku tahu siapa yang datang tadi malam." "Siapa?" balasku menyelidik padanya. Ia hanya tersenyum manis. Lalu berbisik, "Kurasa kawan-kawan lamamu! Mereka menginap di kamarmu bukan?!" "Dari mana kau tahu?" "Tentu tahu, kau memang hebat Kris!" Aku hanya tersenyum. "Lima wanita dalam satu malam! Hi hi!" "Kau ini! Tolong jangan bilang siapa-siapa!" "Ohh, kalau itu ada syaratnya! Ha ha!" "Apa?!" "Masuk ke kantorku!" pintanya melenggang seksi meninggalkan ruangan kontrol. Aku menggeleng dan menghela nafas. Untung saja istri-istriku tak mendengar percakapan ini. Segera kususul Dina ke ruangannya. Sekertaris itu sudah hilang dari pandangan. "Mau kemana Kris?" tanya Tirtasari memapasiku. "Ada urusa
Kucium mesra pipi Cahayani. Begitu lembut dan hangat. Aroma tubuhnya pun segar. Sahabatku itu terdiam memejamkan mata. Seolah menikmati ciumanku. Aku lalu beralih pada Anginia. Kucium lembut bibirnya. Kueratkan dekapan untuk menikmati kehangatannya. Dua superhero cantik ini. Tak kalah cantik dengan ketiga istriku. Kuciumi bergantian pipi halus mereka. Tak ada protes ataupun keberatan. Anginia kemudian memandangi bibirku. Aku sudah hafal gairah wanita macam begini. Segera saja kukecup bibirnya. Ia pun membalasnya dengan hangat. Bibir yang begitu manis dan lembut. Sepadan dengan pesona dan keanggunannya. Kukencangkan ciuman, dan ia pun makin ganas melumat-lumat bibirku. Kenikmatan sabahat yang luar biasa! "Kau pencium yang hebat!" puji Anginia selepas ciuman sambil memandangiku dalam, "Tak heran punya tiga istri!" Aku tersenyum dan mengecupi bibirnya. Lalu beralih pada Cahayani di sisi lain. Superhero cantik itu terdiam dengan nafas memberat. Kupandangi wajahnya y
Sistem informasi kantor lama ini belum secanggih kantor baruku. Untuk melacak keberadaan Gajah Man dan Jago Man pun kesulitan. "Mereka tak bisa ditemukan!" ungkap beberapa staf pegawai. "Alat pelacak kita?" tanya mantan bos "Tak terdeteksi Pak!" jawab staf yang lain. "Bagaimana bisa?!" "Entahlah Bos," "Alat komunikasi radio bagaimana?" tanya mantan bos kian resah. "Tak bisa juga!" "Coba pantau lewat media sosial dan live!" "Baik!" jawab beberapa staf pegawai yang segera memperhatikan berbagai media sosial dan siaran televisi. Kami tunggu beberapa saat. Berharap menemukan petunjuk dimana Gajah Man dan Jago Man berada. "Tak ada tanda-tanda atau liputan tentang mereka!" ungkap beberapa staf. Bos nampak kian kebingungan. "Sebaiknya kalian sementara berlindung ke kantor kami," pintaku pada Anginia dan Cahayani. "Mereka superhero-ku, Kris!" sahut mantan bos, "Biar mereka tetap dalam perlindungan kami!" "Tapi kalian tak punya sistem keamanan memadai!" balasku.
Mereka terus maju dan berusaha menyerang kami. Segera saja kami balas untuk mengalahkan mereka. Aku dan High Quality Man menghadapi empat orang. Sementara Anginia dan Cahayani menghadapi dua yang lain. Lagi-lagi musuh yang cukup kuat. Kami harus bersiaga dan waspada. Pukulan-pukulan mereka cukup kuat dan cepat. Kami tangkis dan hindari sebagian. Berusaha kami balas serangan mereka dengan pukulan-pukulan kami. Namun nampaknya tak membuat luka berarti. Pukulan-pukulan mereka memiliki kekuatan bagai kerbau. Kadang kuat seperti gajah. Sebisa mungkin kami halau atau hindari. Satu pukulan kutangkis, dan kekuatannya cukup membuatku terhempas mundur. Lawan High Quality Man pun demikian. Kekuatannya cukup besar untuk dilawan. Untung saja sahabatku itu memiliki postur yang cukup besar untuk menanganinya. Mereka juga menggunakan serudukan dan serangan-serangan lutut yang cukup merepotkan. Benar-benar mirip kerbau atau gajah. Kami sedikit kewalahan menghadapi mereka. Kukerahka