Sore hari, Sun Ahn kembali ke hotel setelah selesai membantu dokter Pai Sung Ke. Kami menyambutnya cukup gembira. "Kau berhasil mendekati jenderal itu!" puji Tirtasari senang. "Yah, sepertinya begitu!" jawab Sun Ahn nampak senang juga, "Bisa kuselidiki lebih jauh!""Bagus, Sun!" pujiku, "Terimakasih! Kau sungguh hebat!""Tak masalah!" jawabnya, "Aku lihat adikku tadi! Dan aku bersumpah ingin menyelamatkannya!""Bagus!" balasku, "Tapi harus tetap hati-hati!""Siap Bos!" jawabnya tersenyum. "Maka kau harus tampil menawan untuk malam ini!" sahut Tirtasari, "Ayo cari gaun yang bagus!"Setelah mandi dan bersiap, Tirtasari berantusias mengajak Sun Ahn berbelanja gaun. Akupun diajaknya pula. Dasar kaum wanita jika ingin berbelanja! Dengan supir hotel, kami meminta untuk diantar ke butik terbaik di kota. Sopir travel kami tempo hari sudah kami suruh kembali.Memasuki toko fashion terbaik, mereka berdua segera berburu gaun malam. Akupun kebosanan menunggu sambil mengawasi keadaan. Kota in
Kami kembali duduk berdua dan mendengarkan percakapan Sun Ahn. Sesekali menyantap makanan dan minuman yang kami pesan. Beberapa orang dan pedagang masih terheran-heran mau lihat Tirtasari kembali dengan cepat dan selamat. Bahkan nampak tenang. Sebagian dari mereka kulihat mengecek ke sebuah gang sempit di kejauhan sana. Gang dimana Tirtasari diajak beberapa pemuda mabuk dan iseng tadi. Sementara di seberang jalan, dari jendela restoran dapat terlihat pelayan menyajikan makanan. Sun Ahn dan sang jenderal nampak mulai menikmati makan malam mereka. "Jadi jenderal," terdengar suara Sun Ahn dari radio, "untuk apa sebenarnya percobaan itu?""Mmmh," jawab sang jenderal mengunyah makanan, "Proyek rahasia. Dengan sebuah organisasi. Enak tidak bebeknya?""Enak sekali! Tapi sepertinya masih kalah enak dengan masakan bebek nenekku.""Oh ya?!" balas sang jenderal tergelak. "Betul Jenderal. Dan untungnya aku mewarisi resepnya.""Kalau begitu kau harus masakkan untukku suatu saat!""Siap, Jender
"Kau gadis yang menarik," puji jenderal itu, "Mau minum anggur.""Dahulu kadang saya minum sedikit," jawab Sun Ahn, "Anggur murah saja, Jenderal. Bukan seperti ini.""Mau minum anggur mahal setiap hari?""Tentu Jenderal!" jawab Sun Ahn dengan nada menggoda. "Ada syaratnya!""Apa itu Jenderal?""Kau harus tinggal di sini!""Benarkah?""Yah!""Saya mau asalkan Jenderal tidak keberatan menampung gadis macam saya.""Ha ha. Kau tinggal dimana? Tak ada keluarga?""Di kota ini hanya di penginapan, Jenderal.""Tinggallah di sini jika kau mau!""Tentu saya mau, Jenderal.""Aku jarang kemari," terang sang jenderal, "Biasanya rumah ini kosong. Hanya ada pembantu dan penjaga. Kau bisa jadi ratu di sini. jadi setiap aku ke kota ini tidak kesepian! Bagaimana?""Istri Jenderal tak turut kemari rupanya?""Dia jarang ikut. Mengasuh anakku yang menginjak remaja.""Berapakah anak Jenderal?""Dua. Yang besar sudah hampir kuliah. Yang kecil masih menempuh pendidikan menengah.""Pasti anak-anak yang manis.
Terdengar mereka berdiskusi tentang percobaan. orang-orang dari Kerbau Merah itu banyak diam. Hanya suara sang jenderal dan dokter Pai Sung Ke yang mengisi ruangan. "Bagaimana," tanya sang jenderal, "Cukup bagus bukan?!""Harus dites!" jawab salah seorang yang kuduga dari Kerbau Merah, "Bisa dibawa untuk percobaan sekarang?""Hasil percobaan ini belum sempurna," jawab dokter Pai Sung Ke, "Masih butuh banyak waktu!""Harus dipercepat! Hasil percobaan di Vietnam, Kamboja dan Indonesia sangat bagus. Sudah mulai digunakan!"Aku dan Tirtasari saling pandang. Jadi mereka merambah negeri-negeri lain di Asia Tenggara. Termasuk negeri kami. "Tapi efek sampingnya belum diketahui!" jawab sang dokter, "Mereka pun belum stabil!""Siapkan untuk tes setelah makan siang nanti!""Kau dengar itu Dok?!" ulang suara sang jenderal, "Siapkan mereka. Anak buahku akan membawa mereka ke pusat pelatihan militer nanti!"Terdengar mereka hendak keluar dari ruang dalam. Kusuruh Tirtasari untuk menempelkan alat p
"Bagus, bagus!" puji orang Kerbau Merah, "Satu superhero negeri ini mati. Berikutnya akan banyak lagi!"Para tentara bersorak-sorai. Sedangkan orang Kerbau Merah dan sang jenderal diam saja. "Ini tugas kalian!" lanjut orang Kerbau Merah. Yang diperintah hanya diam saja seperti robot. Mereka lalu dibawa pergi ke sebuah ruangan kamp. Sementara jasad superhero malang itu dibawa ke tempat lain. "Pastikan dia ditemukan!" perintah sang jenderal, "Tapi seperti biasa, jangan sampai ada yang bisa melacak siapa yang membunuhnya!"Uh, tipikal militer yang seenaknya menculik dan membunuh orang. Satu superhero mereka bunuh. Dan akan masih banyak lagi. Ini ancaman yang tak main-main. Hasil percobaan itu hebat juga. "Sudah bagus!" kata orang kerbau merah pada sang jenderal saat mereka berjalan memasuki sebuah ruangan, "Siapkan mereka untuk pelatihan di sini!""Tapi mereka masih butuh perawatan dan pengamatan di rumah sakit!" balas dokter Pai Sung Ke. "Lakukan saja di sini!" jawab orang Kerbau M
"Wah, tapi tak heran!" balas Dina, "Kalian superhero online. Semua orang mengenal kalian.""Yah. Mereka memang mengincar para superhero," lanjutku, "Berhati-hatilah di sana!""Oke Kris!""Kukirimkan rekaman percakapan orang Kerbau Merah itu. Sudah kau terima?""Baik Kris, sudah. Akan kukirimkan ini ke direktur.""Yah.""Kapan kalian pulang?""Aku akan terus mengikuti orang itu dari sini, Din!""Baiklah, hati-hati."Kami terdiam merenungkan langkah selanjutnya setelah menelepon Dina. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya Tirtasari. Aku menghela nafas. "Tak tahu juga apa yang harus kulakukan selanjutnya. Barangkali terus mengikuti mereka."Tirtasari merangkul dan membelaiku. Seolah ingin meredakan keteganganku. Kucium tangannya, dan ia membalas dengan mencium pipiku. Kemesraan kami berlanjut. Ciuman demi ciuman. Sentuhan demi sentuhan. Belaian demi belaian. Semua menuntun kami untuk meredakan ketegangan. Kami habiskan malam untuk menikmati asmara dua insan di negeri orang. Esok harin
Kami berusaha bertahan. Mobil terus ditabrak dan didorong mundur. Dari jendela, mereka mulai menembaki kami. Sebisa mungkin, sang sopir berusaha menunduk untuk menghindari hujan peluru. "Kris!" seru Tirtasari nampak tenang dalam goncangan dan serangan. Kuarahkan tangan dari pintu yang telah bobol. Kubalas penyerang itu dengan serangan energi keris. Senjata mereka pun terlempar dari tangan. Namun senjata lain kembali muncul dari jendela dan menembaki kami. Kami terus berusaha mundur. Kujatuhkan senjata mereka lagi dengan energi keris. Tirtasari juga melesatkan energi air untuk menjatuhkan senjata mereka dari sisi lain. Lalu dengan energi keris, kuhalau mobil itu untuk maju. Kuhempaskan mundur dan menabrak pohon di pinggir jalan. Mereka berhenti. Kemudian keluar beberapa orang dengan menenteng senjata api otomatis. Kami tak keluar dan bersiap siaga. "Mereka bawa berapa senapan sih?!" keluh Tirtasari mendesah dan masih terlihat tenang. "Ini hari terburuk sepanjang karirku!" geru
Mereka terus menyerang dengan energi besar itu. Aku dan Tirtasari sebisa mungkin menghindar. Serangan mereka kuat dan dahsyat. Mirip gajah. Beberapa pohon miring dan bahkan tumbang terkena serangan mereka. Sopir mobil kami nampak ketakutan bersembunyi di dalam mobil. Penghindaran kami pun terarah ke sana. Mengetahui mobilnya bakal terkena energi musuh, ia segera keluar mobil dengan tergesa. Tepat! Mobil hotel yang kami sewa itu langsung terhempas dan semakin ringsek terkena pepohonan besar. "Semoga aku tak dipecat!" gerutu sopir itu berlarian menghindar. Salah-satu musuh berusaha menyerang sopir yang telah menghindar cukup jauh itu dengan energinya. Kami was-was melihatnya. Manusia biasa bisa terlempar atau mati karena tekanan energi ini. Jarakku terlalu jauh. Tapi tidak Tirtasari. Dengan cekatan, ia bersalto dan berdiri di depan sang sopir. Ia keluarkan energi air untuk menahan serangan energi gajah. Cukup berhasil!"Lari!" perintah Tirtasari pada sang sopir yang merinding ket
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum
Di sekitaran minimarket, para superhero terus berupaya melawan musuh berbadan besar dan kekar itu. Namun mereka terus kewalahan. Dihajar habis-habisan dan tersungkur lemah. "Ia akan membunuh mereka!* ungkap Buaya Budiman. Dan di area kerusuhan, para superhero kian kewalahan menghadapi para perusuh yang beringas dan bersenjatakan anaka macam. Mereka kini tersungkur hendak dikeroyok. "Kita harus membantu!" desakku. "Aku juga harus turun!" sahut Tirtasari, "Memadamkan monster api itu!" "Jangan Kris!" cegah Dina, "Tirtasari!" "Mereka bisa mati!" sahutku, "Kita tak punya pilihan lain!" "Yah, kota terancam!" imbuh Tirtasari, "Tidak ada lagi yang bisa melawan monster itu!" Dina memandang pada Bos. Dan sang manajer menghela nafas berat. "Baiklah," jawabnya, "Berhati-hatilah! Jika terdesak langsung mundur! Utamakan keselamatan kalian! Dan kalau bisa, selamatkan teman-teman di sana!" "Baik Bos!" jawabku dan Tirtasari bersamaan. "Kami ikut!" pinta Buaya Budiman dan yang lain
Yah, orang-orang senang karena kebakaran yang melanda rumah dan lingkungan mereka mereda. Tapi mereka cukup kesal dengan bau dan entitas air sungai yang kotor dan jorok. Bahkan beberapa tumpukan sampah menimpa mereka. "Uh, siapa yang buang popok bayi ke sungai?!" keluh salah seorang warga yang tertimpa bungkusan popok bayi kotor. "Juga sampah-sampah ini?!" timpal yang lain karena terkena terpaan sampah, "Dasar! Orang-orang parah, membuang sampah di sungai!" "Kita kan juga sering begitu!" balas warga yang lain. "Ah! Iya, betul juga!" "Hei, siapa yang buang bangkai ke sungai?!" gerutu warga lain kesal karena terkena bungkusan jorok, "Bangkai apa ini?! Tikus?! Menjijikkan!" Sementara itu, superhero angin terus berusaha menyemburkan air pada sang monster. Kebakaran cukup mereda dan menyisakan titik-titik api kecil saja. Ia sekarang lebih banyak menyerang sang monster dengan semburan air sungai. Namun moster itu ternyata cukup cerdas. Ia menyeberang sungai dengan nyalanya yang mela
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya