Aku tanggap dan segera berbalik sambil tersenyum. Kugenggam kedua tangannya yang beralih memijat dadaku. "Kau superhero!" katanya lembut mengusap dadaku, "Pasti bisa mengatasi semua ini!" Kurengkuh tangannya hingga tubuhnya menubrukku. Ia tersenyum kaget dan menciumi bibirku. Kulanjutkan acara malam dengan menikmati kekasihku itu. Oh, betapa malam-malamku terasa sepi tanpa wanita ini. Kunikmati tubuh indah kekasihku dalam iringan jangkrik dan katak di sawah. Hari berikutnya kami habiskan menikmati alam pedesaan lagi. Kuminta beberapa waktu di pagi hari untuk bersemedi di dalam hutan. Dulu guruku sering mengajarkan ini. Untuk menambah kekuatan spiritualitas dan sekaligus jasmani. Semenjak pindah ke kota, aku jarang melakukannya lagi. Tak ada hutan di sana. Yang ada hanya rimba raya pikuknya manusia dan peradabannya. Kucoba menemukan keheningan pagi itu di hutan. Mendengarkan suara alam, merasakan nafas alam dan sentuhan sucinya. Mencoba mencari petunjuk tentang hal-hal yang mem
Begitulah hari-hari sepiku di kota berjalan. High Quality Man masih terus menggodaku karena menolak si gadis di kafe. "Parah Kris ini!" ledeknya saat minum kopi pagi di kantor di hadapan teman-teman, "Ada kesempatan kenalan dengan gadis cantik, tapi nggak mau maju. Parah!" "Oh ya? Gadis seperti apa?" tanya Tirta Sari, "Cantik?" "Lumayan!" "Jangan ganggu dia!" sela Elistrik, "Dia mencintai Selly!" "Haha, hanya untuk selingan!" sahut High Quality Man, "Kenalan saja kok! Ya kan, Kris?" Aku hanya diam saja meminum kopi dan menyantap kue kecil. "Kenapa tak kau saja yang kenalan?!" cecar Tirta Sari pada High Quality Man, "Aku takut kau lama-lama jadi gay!" "Ah, aku kan punya kalian!" "Hmm, mulai lagi!" cibir Tirta Sari. "Jangan hiraukan dia, Kris!" ujar Buaya Budiman meminum kopi bersamaku, "Dia mungkin superhero populer dan favorit kantor. Tapi tingkahnya ya, begitu." "Hei, jangan dengarkan yang itu, Kris!" sahut High Quality Man, "Kau sendiri Buaya, tapi tak pernah kulihat mera
"Haha, aku sempat khawatir saat Selly di sini!" gelaknya, "Khawatir kau kurang tidur, ha ha ha!" "Tak perlu khawatir," jawabku tersenyum, "Aku bisa mengatur diri sendiri!" "Okelah kalau begitu, aku pulang dulu!" pamitnya lalu pulang dengan mobilnya.Dia pun datang lagi malam berikutnya. Dan kami habiskan waktu dengan mengobrol. Ia bahkan memasak untukku. Oseng sayur dan daging panggang. Cukup enak. "Kau tak ke kafe dengan teman-teman?" tanyanya sambil makan bersama. "Lagi malas Din, lagipula aku tak begitu suka ke kafe. Lebih suka di rumah aja.""Sama dong. Enak masakanku?""Enak! Terima kasih. Kau tak perlu memasak untukku, Din.""Tak apa. Tak perlu sungkan! Sayang, bahan makanan sudah disediakan dari kantor jika tak kau masak. Selama ini kau makan apa? Yakin tak mau kusediakan asisten rumah tangga?""Tak perlu. Kadang kumasak kalau tak capek. Kalau tidak, aku biasa jajan. Atau pesan makanan.""Bagaimana kalau tiap malam kumasakin?""Ah, tak perlu Din. Merepotkan saja.""Enggak
"Yah, kalau kau tak keberatan," jawabnya. "Tentu tidak!" balasku mengecup bibirnya. Bibir yang begitu hangat dan menggemaskan. Kami pun tertidur berdua. Kupeluk hangat tubuh sintalnya. Setidaknya malam ini aku tak sendiri. Pagi hari, aku agak lupa dengan apa yang terjadi. Kucium bau masakan dari kamar. Pikiranku masih menganggap itu Selly. Aku pun segera bangun dengan telanjang dan menuju dapur. Sosok yang berbeda dari Selly yang berada di dapur. Ah, benar. Itu Dina. Kami melakukan hubungan terlarang semalam. Kudekati sosok yang mengenakan kaosku dan tanpa celana atau rok itu. "Baunya enak!" pujiku memeluknya dari belakang, "Apa itu?" "Oseng daging," jawabnya tersenyum, "Kubikin juga salad. Kau suka? Maaf aku pakai kaosmu. Kucari tadi di lemari!""Lepas!" balasku mencoba menyibakkan kaos itu. "Pelitnya! Jadi aku harus bugil? Ha ha!""Iyalah!""Nggak boleh ya!""Semua perempuan di rumahku harus bugil!""Enak aja! Superhero nakal kau!""Biar!" jawabku mengecupi pipinya dan teru
Kembali ke kantor, Dina menemuiku dan bertanya dengan sedikit khawatir, "Gimana, kau tak apa-apa?""Yah, tak apa-apa. Sudah kulumpuhkan mereka. Polisi sudah kalian panggil bukan?""Yah, sudah sampai lokasi sekarang ini. Kau mau minum sesuatu? Mau kuambilkan teh?""Es jeruk saja.""Oke, kuambilkan," jawabnya mengelus dadaku, "Kau istirahatlah!"Sekertaris itupun beranjak pergi ke dapur. Terlihat wajah khawatir kepadaku. Apakah ia mencintaiku? Apakah wanita akan mencintai lelaki setelah ditiduri? Ah, apa yang kulakukan? Kau dalam masalah, Kris! Dua wanita mencintaimu! Untung saja kantor sedang sepi. Superhero yang lain sepertinya sedang mendapatkan order. Akan sangat terlihat dan terbaca perlakuan mesra Dina padaku. Apalagi jika High Quality Man melihatnya. Ia pasti akan curiga dan menggodaku. Untung ia tak ada. Tapi apakah kantor ini dihantui CCTV? Ah, ada beberapa di pojokan. Tingkah Dina bisa terekam! Sekretaris itupun kembali dengan membawakan es jeruk untukku. "Terimakasih,"
"Temui apa?!" tanya Dina mencium pipiku. "Sekertaris menawan hati!" lanjutku menyanyi dengan suara tak karuan. "Ha ha, siapa namanya?!" tanyanya lagi memelukku erat. "Dina namanya, manja sekali!""Ha ha ha! Selly!""Oh Dina, oh Dina, kekasihku, bilang pada orangtuamu. Bukit kembar yang montok itu. Tanda cinta untuk diriku!""Mesuum!" Balasnya mencium bibirku. "Nyanyi lagi!" pintanya setelah lagu itu selesai. "Sudah, kau ganti!" tolakku menyerahkan microphone padanya. "Enggak, aku ntar nyanyinya pakai microphone yang lain! Ha ha! Kau nyanyi lagi!""Rusak suaraku!""Bagus kok!" balasnya mencium bibirku. Aroma bir dan kehangatan mulutnya membiusku. "Nyanyi lagi, Sayang!" tuntutnya. "Lagu apa lagi?!""Kemesraan! Milik Iwan Soembang! Ayo duet!"Kuteguk bir lagi yang kian lama kian terasa nikmat. "Ayo!" jawabnya memilih lagu dengan remote control, "Nah, ini!"Musik pun mulai terdengar. "Kau dulu!" tuntunnya menodongkan microphone padaku. "Suatu hari," nyanyiku, "Di kala kita dudu
"Cendol dawet?!" gelaknya, "Lagunya apa?!""Terserah kamu," jawabku menenggak bir.Ia pun memilih lagu koplo lagi. Lagu koplo dan K-pop memang dua macam aliran yang sama-sama naik daun belakangan ini. Entah siapa yang menang. Ia pun bernyayi lagi dan bergoyang seksi layaknya penyanyi dangdut. Entah lagu apa. Yang jelas ada sisipan cendol dawet. Aliran ini memang unik dan sering menambahkan sisipan-sisipan menarik macam ini. Ia bergoyang seksi saat menyanyikan bagian cendol dawet. Membuatku ingin menegak bir dan kesegaran tubuhnya. "Ayo, ikut joget, Sayang!" ajaknya. "Nggak bisa joget!" jawabku malas memandangi keelokan tubuh dan wajahnya. "Apa superhero memang nggak suka joget?! Ayo!" "Enggak suka!""Ayo, ayo!" ia tarik-tarik tanganku hingga turut berdiri. Aku pun mengikuti tuntutannya dan berjoget asal bersamanya. Berkali-kali ia tergelak melihat gerakanku. "Bagus, bagus!" pujinya memperhatikan goyanganku, "Lebih seksi lagi, pejantan! Nanti kusawer! Ha ha!"Kutabok pantatnya
Adegan dan set tempat pun dibuat menawan. Dibaluti dengan cerita yang cukup menarik. Seorang putri harus menderita kekalahan karena kerajaannya diserang bangsa bar-bar. Padahal negaranya sangat maju dan beradap. Rupanya tingkah korup dan penuh tipu daya para aparat kerajaan yang membuat mereka lemah. Mudah dihancurkan dari dalam. Bangsa bar-bar itupun tak butuh usaha yang sulit untuk menyerang kerajaan. Para pegawai yang korup cukup disogok dengan uang untuk meloloskan mereka. Pasukan kerajaan yang sudah lemah dan korup itupun akhirnya terkalahkan oleh penyerang. Mereka yang kejam dan semena-mena terhadap rakyat sendiri itu tak berdaya melawan musuh dari luar. Beraninya hanya kepada rakyat sendiri. Jago kandang! Seorang putri harus mengalami kehancuran itu. Para jenderal dan panglima satu per satu gugur. Juga para kakak dan saudaranya yang turut berjuang. Dan pada akhirnya ayahnya sendiri sebagai seorang raja harus gugur di medan pertempuran. Para punggawa kerajaan yang tersisa
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum
Di sekitaran minimarket, para superhero terus berupaya melawan musuh berbadan besar dan kekar itu. Namun mereka terus kewalahan. Dihajar habis-habisan dan tersungkur lemah. "Ia akan membunuh mereka!* ungkap Buaya Budiman. Dan di area kerusuhan, para superhero kian kewalahan menghadapi para perusuh yang beringas dan bersenjatakan anaka macam. Mereka kini tersungkur hendak dikeroyok. "Kita harus membantu!" desakku. "Aku juga harus turun!" sahut Tirtasari, "Memadamkan monster api itu!" "Jangan Kris!" cegah Dina, "Tirtasari!" "Mereka bisa mati!" sahutku, "Kita tak punya pilihan lain!" "Yah, kota terancam!" imbuh Tirtasari, "Tidak ada lagi yang bisa melawan monster itu!" Dina memandang pada Bos. Dan sang manajer menghela nafas berat. "Baiklah," jawabnya, "Berhati-hatilah! Jika terdesak langsung mundur! Utamakan keselamatan kalian! Dan kalau bisa, selamatkan teman-teman di sana!" "Baik Bos!" jawabku dan Tirtasari bersamaan. "Kami ikut!" pinta Buaya Budiman dan yang lain
Yah, orang-orang senang karena kebakaran yang melanda rumah dan lingkungan mereka mereda. Tapi mereka cukup kesal dengan bau dan entitas air sungai yang kotor dan jorok. Bahkan beberapa tumpukan sampah menimpa mereka. "Uh, siapa yang buang popok bayi ke sungai?!" keluh salah seorang warga yang tertimpa bungkusan popok bayi kotor. "Juga sampah-sampah ini?!" timpal yang lain karena terkena terpaan sampah, "Dasar! Orang-orang parah, membuang sampah di sungai!" "Kita kan juga sering begitu!" balas warga yang lain. "Ah! Iya, betul juga!" "Hei, siapa yang buang bangkai ke sungai?!" gerutu warga lain kesal karena terkena bungkusan jorok, "Bangkai apa ini?! Tikus?! Menjijikkan!" Sementara itu, superhero angin terus berusaha menyemburkan air pada sang monster. Kebakaran cukup mereda dan menyisakan titik-titik api kecil saja. Ia sekarang lebih banyak menyerang sang monster dengan semburan air sungai. Namun moster itu ternyata cukup cerdas. Ia menyeberang sungai dengan nyalanya yang mela
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya