Kau putri yang kukalahkan. Kunikmati keindahanmu sesuka hatiku. Juga sesuka nafsuku. Rasakan kau, Din! "Ah, Raja kuat sekali!" rintihnya seolah mengikuti fantasiku menjamah seorang putri. "Mulai sekarang kau harus patuh padaku!""Baik, Baginda!" jawabnya mendesah, "Baginda memang bar-bar!""Apa katamu?!" balasku menjambak rambutnya dan menampari pantatnya. "Ah, ampun! Raja baik hati! Raja baik hati! Sangat beradab dan tidak bar-bar!"Kuhukum putri kantoran itu dengan ganas. Adegan di film masih menunjukkan si raja bar-bar menikmati si putri kecil dengan ganas. Menambah kenikmatan asmara kami berdua. Pintar benar orang membuat hiburan di jaman sekarang! Kapan negeri ini bisa membikin hiburan macam ini? Eksotika jaman kerajaan di sini pasti indah jika diangkat sebagus ini. Dan kapan pula aku bisa benar-benar menikmati seorang putri? Ah, impianku sejak dulu! Memperoleh putri cantik dan hidup bahagia selamanya. Bisakah dongeng itu terjadi di kehidupan nyata? Jaman sekarang ini para
Ah, harusnya ini tugas polisi! "Tenanglah," seruku mencoba melerai, "Aku yakin semua ini bisa diselesaikan baik-baik!"Mereka tetap berseru-seru dan saling serang. Beberapa batu dan kayu beterbangan. Sebagian yang hampir mengenaiku berhasil kutangkap atau kutangkis. Jangan sampai kedua belah pihak terluka. "Nggak usah ikut campur!" seru beberapa orang. Kata-kata yang sudah lelah kudengar sejak lama. Beberapa mencoba menyerangku juga. Mereka sudah lepas kendali. "Hati-hati, Kris!" pesan Dina di earphone."Oke!" jawabku tenang dan menangkis serta mengatasi mereka yang menyerangku. Pukulan, tendangan dan pukulan kayu berhasil kuhalau. Kubalas dengan mendorong atau melumpuhkan mereka tanpa banyak melukai. Para supporter sepakbola tak begitu tangguh. Hanya mengandalkan kekuatan jalanan untuk menyerang. Amatir. Beda dengan para pesilat. Serangan mereka lebih terarah dan terlatih. Harus hati-hati. Jika satu lawan satu, kuyakin para pesilat ini akan menang. Pukulan dan tendangan para
"Lihat apa?" tanyanya menghampiriku menyajikan tempe mendoan dan tahu susur hangat, "Sebentar lagi makan malam siap.""Berita," jawabku mengambil dan melahap tahu susur hangat bikinannya, "Dari mana kau tahu aku suka tahu susur?""Wah, kau suka?" balasnya kaget, "Aku tak tahu! Aku juga suka! Cocok dimakan hangat-hangat begini!""Yah, dengan susu jahe!""Mau kubuatkan?" tanyanya kembali ke dapur. "Boleh, susunya spesial!""Kalau itu nanti!"Setelah makanan siap, kami pun bersantap malam seperti biasa. Kali ini ia memasak ikan goreng dan sambal bawang. Paham juga wanita ini seleraku! Padahal aku tak pernah mengatakannya. Seusai makan, kami nikmati minuman sambil menonton televisi. Kejadian tadi pagi masuk berita. Bentrokan antara para pesilat dan supporter sepakbola. "Wah, kau juga terekam," ungkap Dina melihatku di layar televisi. Diriku memang turut terekam sedang melerai kedua belah pihak yang bertikai. Entah siapa yang merekamnya. Sepertinya warga sekitar. hanya memakai kamera
"Bagaimana kabar Selly, Kris?" tanya Tirtasari. "Baik kurasa," jawabku agak ragu. Akhir-akhir ini aku jarang menghubunginya. Sibuk dengan kemesraan Dina. "Mau mengunjunginya akhir pekan ini?" tanya High Quality Man. "Yah, kurasa.""Ah, sayang sekali!" sahutnya, "Padahal ingin kuajak main. Touring dengan sepeda motor!""Lelaki kalau sudah punya kekasih mulai susah diajak main!" ujar Buaya Budiman. "Itukah kenapa kau memilih jomblo?" balas Tirtasari padanya. "Padahal namamu buaya!" imbuh Elistrik menggodanya. "Sudah kubilang aku buaya budiman!" bela superhero lucu itu, "Kusiapkan hatiku untuk orang spesial!"Tirtasari dan Elistrik hanya tertawa. "Touring aja ke desa Selly!" usul Tirtasari, "Ajak kami ke sana dong, Kris! Pengin tahu juga nih!""Iya, betul!" imbuh Elistrik, "Sesekali ingin piknik ke desa! Aku suka!""Kalian ini tak peka!" sahut High Quality Man, "Kita hanya akan mengganggu mereka!""Oh iya!" jawab Tirtasari dan Elistrik hampir bersamaan, "Ha ha!""Ah, kalian!" jawa
"Ayo, buktikan!" tuntutku. "Ayo, siapa takut?!" jawabnya mengajakku terjun ke sawah. Ia coba membersihkannya. Terlihat kaku!"Kau merusak sawah!" tegurku, "Gagal panen nanti!""Ha ha, enak aja! Enggak kok! Nih, aku pinter!""Pinter merusak!"Ia tersenyum kesal dan mengoleskan lumpur di pipiku. Kubalas dengan mengoleskan lumpur pula ke pipinya. "Ahhh! Jahat!" pekiknya. "Masker lumpur!" godaku terus mengolesi wajahnya dengan lumpur."Enak aja!"Kami pun jadi perang lumpur. Tubuhnya pun tak lepas dari seranganku. Kuolesi sana-sini yang dapat kuraih. Kupeluk dan kucium pipinya. Dadanya kuremas-remas dengan tangan penuh lumpur. "Jahat sekali kamu!" keluhnya, "Ahh!"Suasana persawahan cukup sepi, dan kami teruskan candaan mesra itu. Sambil kupeluk dari belakang, kucium bibirnya. Ia balas dengan hangat dan penuh gairah. Tanganku dilepaskannya dan segera berbalik memelukku. Diciumnya bibirku dengan hebat. Lidahnya menyeruak masuk ke dalam mulutku. Panggul pun ia tempelkan dan gesekkan
Anak-anak itu mengikutiku berlari. Hingga kami melewati persawahan dan tepi hutan. Beberapa menyapa orang-orang di sawah. Rupanya orangtua dari salah seorang. "Mak, Mak!" serunya. Orangtuanya pun membalas dengan seruan dan lambaian tangan. Mereka nampak sibuk di hari Minggu begini. Pantas anaknya berkeliaran bersama yang lain. Di perjalanan, beberapa orang desa pun menyapaku. Barangkali mereka sudah terbiasa melihatku di sini. Di sisi lain sawah, mereka menyapa dua orang anak yang sedang menggembalakan kerbau. "Ayo, ikut main!" ajak beberapa. Salah-seorang yang menjaga kerbau nampak ingin ikut. Namun sepertinya enggan karena lirikan yang lain, barangkali kakaknya. "Nanti!" balas si lelaki kecil itu, "Baru gembalain kerbau!""Okee!" jawab yang lain terus mengikutiku. Melihat kerbau digembalakan begitu, jadi teringat dengan Kelompok Kerbau Merah. Gerombolan misterius itu! Kemana mereka sekarang? Kenapa seolah menghilang?! Anak-anak kecil itu duduk di atas punggung kerbau dengan
Kami tidur berdua di kamar. Pagi harinya, seperti biasa, ia menyiapkan sarapan sebelum berangkat kerja. Sekalian saja kunikmati sekretaris "pribadi" itu. "Ah, Kris!" tegurnya manja kupeluk dari belakang saat memasak, "Kebiasaan! Selly kau ginikan juga?""Kau cemburu?""Tidak! Kita harus segera kerja!""Biasa, pagi-pagi laki-laki minta jatah!""Hmm, repot ya punya lelaki?!""Repot kau bilang?!" balasku meremas payudaranya dan mengangkat tubuhnya. "Ahh," pekiknya, "Mau dibawa kemana aku?!""Culik!" jawabku membawanya menjauhi kompor dan kusuruh menungging di meja makan dapur.Segera kunikmati keindahan paginya. Setelah puas, aku mandi dan sarapan bersama. Lalu berangkat kerja dengan kendaraan masing-masing. . "Mana oleh-olehnya?!" tagih Tirtasari di kantor.Ah, lagi-lagi oleh-oleh. Mungkin lain kali kubawakan sesuatu dari desa. Kerbau barangkali. "Jadi ya, besok ikut ke desa?!" tanya Elistrik, "Ha ha. ha!""Boleh!" jawabku meminum kopi bersama mereka. "Kau hanya akan mengganggu sa
Kami terus berusaha menyelamatkan penumpang yang terjebak. Kobaran api kian membesar. "Kau tak apa-apa di dalam sana?!" tanya Tirtasari pada High Quality Man lewat radio. "Arahkan air ke gerbong!" jawabnya dari dalam. "Kuusahakan ini!"Masinis nampak keluar dan terjebak di jembatan. Terhalang api untuk ke daratan. Apalagi dengan badan truk yang ringsek dan terjepit jembatan. Beberapa tiang jembatan nampak peyok. Sebagian sepertinya patah. Membuatnya rentan putus. Ledakan tiba-tiba terjadi di bagian lokomotif. Api kian membesar dan disusul ledakan-ledakan lain. Orang-orang di sekitar berteriak histeris. Pesawat kami pun sedikit terbang menghindar. Sang masinis menemukan celah untuk menuju tepi jembatan. Ia berusaha meloncat dari ke sungai untuk menghindari ledakan dan kebakaran. Siraman air dari Tirtasari belum cukup mampu memadamkannya. Apalagi api justru semakin menjalar kemana-mana. "Wah! Dia mau loncat!" seru Tirtasari melihatnya.Benar, masinis itupun meloncat dari tepi j
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum
Di sekitaran minimarket, para superhero terus berupaya melawan musuh berbadan besar dan kekar itu. Namun mereka terus kewalahan. Dihajar habis-habisan dan tersungkur lemah. "Ia akan membunuh mereka!* ungkap Buaya Budiman. Dan di area kerusuhan, para superhero kian kewalahan menghadapi para perusuh yang beringas dan bersenjatakan anaka macam. Mereka kini tersungkur hendak dikeroyok. "Kita harus membantu!" desakku. "Aku juga harus turun!" sahut Tirtasari, "Memadamkan monster api itu!" "Jangan Kris!" cegah Dina, "Tirtasari!" "Mereka bisa mati!" sahutku, "Kita tak punya pilihan lain!" "Yah, kota terancam!" imbuh Tirtasari, "Tidak ada lagi yang bisa melawan monster itu!" Dina memandang pada Bos. Dan sang manajer menghela nafas berat. "Baiklah," jawabnya, "Berhati-hatilah! Jika terdesak langsung mundur! Utamakan keselamatan kalian! Dan kalau bisa, selamatkan teman-teman di sana!" "Baik Bos!" jawabku dan Tirtasari bersamaan. "Kami ikut!" pinta Buaya Budiman dan yang lain
Yah, orang-orang senang karena kebakaran yang melanda rumah dan lingkungan mereka mereda. Tapi mereka cukup kesal dengan bau dan entitas air sungai yang kotor dan jorok. Bahkan beberapa tumpukan sampah menimpa mereka. "Uh, siapa yang buang popok bayi ke sungai?!" keluh salah seorang warga yang tertimpa bungkusan popok bayi kotor. "Juga sampah-sampah ini?!" timpal yang lain karena terkena terpaan sampah, "Dasar! Orang-orang parah, membuang sampah di sungai!" "Kita kan juga sering begitu!" balas warga yang lain. "Ah! Iya, betul juga!" "Hei, siapa yang buang bangkai ke sungai?!" gerutu warga lain kesal karena terkena bungkusan jorok, "Bangkai apa ini?! Tikus?! Menjijikkan!" Sementara itu, superhero angin terus berusaha menyemburkan air pada sang monster. Kebakaran cukup mereda dan menyisakan titik-titik api kecil saja. Ia sekarang lebih banyak menyerang sang monster dengan semburan air sungai. Namun moster itu ternyata cukup cerdas. Ia menyeberang sungai dengan nyalanya yang mela
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya