Kami terus berusaha menyelamatkan penumpang yang terjebak. Kobaran api kian membesar. "Kau tak apa-apa di dalam sana?!" tanya Tirtasari pada High Quality Man lewat radio. "Arahkan air ke gerbong!" jawabnya dari dalam. "Kuusahakan ini!"Masinis nampak keluar dan terjebak di jembatan. Terhalang api untuk ke daratan. Apalagi dengan badan truk yang ringsek dan terjepit jembatan. Beberapa tiang jembatan nampak peyok. Sebagian sepertinya patah. Membuatnya rentan putus. Ledakan tiba-tiba terjadi di bagian lokomotif. Api kian membesar dan disusul ledakan-ledakan lain. Orang-orang di sekitar berteriak histeris. Pesawat kami pun sedikit terbang menghindar. Sang masinis menemukan celah untuk menuju tepi jembatan. Ia berusaha meloncat dari ke sungai untuk menghindari ledakan dan kebakaran. Siraman air dari Tirtasari belum cukup mampu memadamkannya. Apalagi api justru semakin menjalar kemana-mana. "Wah! Dia mau loncat!" seru Tirtasari melihatnya.Benar, masinis itupun meloncat dari tepi j
Kami pun segera kembali ke kantor setelah semua selamat. Perjalanan kereta api mungkin akan terganggu karena putusnya jembatan. Barangkali sementara akan dialihkan ke jalur lain. Gerbong yang tersisa mungkin akan ditarik dengan lokomotif lain yang akan segera dikirim dari stasiun terdekat. Api sendiri sudah padam semua. Pemadam kebakaran masih berusaha mendinginkan kereta. "Kerja yang hebat!" puji Dina setelah kami sampai ke kantor. Begitu juga dengan beberapa pujian dari pegawai dan manajer. "Bagus!" ungkap sang manajer, "Kerja tim yang hebat! Aku tak menyangka kalian bisa bekerja sama dengan baik!""Karena sering ngopi bareng!" bisik High Quality Man pada kami. Tirtasari tersenyum. "Ini bisa meningkatkan performa perusahaan," lanjut sang manajer, "Kalian akan kuberi bonus!""Terimakasih Pak!" jawab High Quality Man, Tirtasari dan Elistrik. "Lagipula tayangan kalian akan meraup banyak untung di Herogram dan Herostube," imbuh pak manajer. "Maksudnya, kejadian tadi akan ditayangk
Dua gadis kami selamatkan. Mereka ketakutan karena tersekap. "Salah satu dari mereka adalah teman sekolah kami," ungkap salah satu gadis, "Ternyata kami dijual.""Kenapa bisa sampai begitu?" tanyaku. "Dia mengajak kami bertemu di daerah sini," jawabnya, "Tak tahu jika ada gudang kosong di sini. Terus kami diajak masuk kemari.""Salah seorang temannya lalu datang," lanjutnya sedikit terisak, "Dan mulai melecehkan kami.""Kami coba berontak," imbuh yang lain, "Tapi kalah kuat. Hingga akhirnya mereka berdua memperkosa kami. Saat kami melawan, mereka pukul dan tampar. Kami jadi takut.""Ternyata ia menjual kami pada temannya itu," lanjutnya, "Setelah selesai, mereka mengurung dan mengancam kami. Katanya akan datang pembeli yang lain. Terus kami coba panggil superhero.""Ah, teman jaman sekarang!" hibur Tirtasari memeluk mereka, "Jangan mudah percaya orang! Kalian kelas berapa?""Dua SMA!" jawab mereka. Kami pastikan polisi datang dan menangkap para pemuda itu. Beberapa diantaranya sepe
Yah, ia balas memeluk dan menciumku. Bibirnya begitu nikmat dan segar. Tubuhnya pun menempel hangat dalam pelukan. "Aku menyukaimu, Kris!" bisiknya melepaskan ciuman. Kubalas dengan ciuman yang lebih mesra dan hangat. Lalu mulai kugumuli lehernya yang indah dan bergaris-garis indah seperti kerang. Superhero cantik ini! Terlena dengan asmara, tanganku mulai meraba-raba dadanya. Tampak ia biarkan, kuremas payudara montok dan indah itu semakin kencang. Ia tersenyum dan kembali menciumiku. "Kau sudah cukup mengeluarkan cairan hari ini?!" tanyaku menggodanya. "Ha ha ha! Harus kau keluarkan!" balasnya gemas, "Dengan kerismu yang besar!""Oke!" jawabku segera membuka bajunya. Ia bantu untuk melanjangi diri. Dan kami pun segera hanyut dalam permainan asmara di ruang televisi itu. "Pelan ya, aku masih perawan!" pintanya sayu. "Pelan juga kalau mau menyemburkan cairan!" balasku, "Aku bisa terlempar!""Ha ha, dasar!" jawabnya mengapit pinggangku. Segera kunikmati keperawanan pahlawan su
Astaga, Dina mendengar percakapan kami. Mungkinkah ia cemburu? Padahal ia tahu jika aku berpacaran dengan Selly. Untung saja ia tak tahu kejadian semalam dengan Tirtasari. Atau ia sudah tahu dari lokasiku? Sampai kapan ia akan mengetahuinya? Dan jika itu terjadi, apakah ia akan marah? Wanita memang susah ditebak. High Quality Man memandangku tersenyum. "Kami hanya bercanda, Bos!" ungkapnya pada Dina di radio, "Tapi tak ada salahnya jika memang kami mendapatkan jodoh gadis Myanmar bukan? Ha ha.""Tentu, aku akan mendukung!" jawab Dina datar.Tirtasari memandangku dengan tatapan pasrah. Seolah menggelengkan kepala di dalam hati. Mungkinkah ia juga cemburu? Apakah ia benar-benar mencintaiku? Kami pun segera memasuki wilayah daratan Myanmar. Tanah yang masih hijau dan cukup banyak terdapat hutan. Persawahan dan perumahan banyak dijumpai. Mirip di dalam negeri. Atau mungkin seperti Vietnam di film-film perang. Kami telusuri wilayah itu. Rupanya kami memang tak terdeteksi radar. Belum
Penjaga tak juga datang. Kami pun jadi sedikit panik. Tirtasari dengan tangkas memukul kepala dokter itu.Buakk! Pria itu pingsan seketika. Nampak seperti adegan film konyol. Aku dan High Quality Man memandangi Tirtasari tertegun. "Ayo, cepat cari!" ajak perempuan itu mulai melangkahkan kaki. High Quality Man memeriksa lokasi korban lewat jam pintarnya. Perangkat yang tersambung dengan ponsel. "Terus lurus!" katanya memimpin jalan. Kami telusuri lorong rumah sakit kuno itu. Lalu tiba di sebuah kamar. "Nampaknya masuk sini!" ujar High Quality Man, "Terkunci!" "Dobrak saja!" sahut Elistrik. Pintu kuno itupun ditendang oleh High Quality Man. Langsung terbuka dan ambruk. Beberapa petugas medis di dalamnya terkejut. "Siapa kalian?!" tanya mereka. "Mana orang ini?!" tanya High Quality Man menunjukkan foto si pelanggan lewat ponsel. Para perawat yang terdiri dari satu lelaki dan dua wanita itu nampak tergeragap dan ketakutan. "Tidak tahu," jawab mereka, "Kalian harus keluar dari s
Apa, kerbau merah?! Mereka ada di Myanmar?! Apa yang sebenarnya terjadi ini?! Apakah jangan-jangan mereka dibentuk di sini? Atau jaringannya sampai kemari?! Dan tentu menghadapi mereka tak bisa sembarangan. Mereka cukup kuat. Tanpa kekuatan super mereka susah dikalahkan. Tapi apakah mereka juga memiliki kekuatan super? Aku tak tahu itu! Harus kubuktikan! Aku melawan salah satu dari mereka. Satu lagi dihadapi Tirtasari dan High Quality Man. Pertarungan cukup sengit tanpa kekuatan super. Tubuh mereka sangat kuat. Tirtasari dan High Quality Man harus menerima pukulan dan tendangan yang cukup keras. Sementara itu, terdengar derap langkah tentara semakin mendekat. Sepertinya juga semakin banyak. "Tentara datang lagi!" ungkap Elistrik, Biar kuhadang. Kalian urus di sini!"Elistrik keluar ruangan dan menghadapi tentara yang datang. Suara tembakan mulai terdengar bertubi-tubi. Senapan otomatis. Kilatan cahaya dan suara energi listrik kemudian terdengar. Superhero itu pastilah mengelua
Kami pun terus berlari mengikuti petunjuk Dina. Sebisa dan secepat mungkin untuk keluar kota dan menuju persembunyian pesawat. Lorong-lorong kota yang cukup sempit kami lewati untuk menghindari kejaran para tentara. Sebagian masyarakat yang memapasi kami pun terlihat bingun dan terbengong-bengong. Beberapa tentara memapasi kami. Segera kami lumpuhkan dengan kekuatan super. Kadang dengan lucuran air Tirtasari atau sengatan listrik Elistrik. Dia arahkan terus jalan yang agak berliku menuju luar kota. "Truk dan tank tentara terus berusaha mengejar kalian!" ungkapnya, "Hati-hati!""Kemana harus melangkah?" tanya High Quality Man."Terus saja ikuti petunjukku!" balas Dina, "Tapi rupanya kejaran tank dan truk akan tetap mendapati kalian suatu saat nanti. Hati-hati, mereka cepat. Mungkin terpaksa harus kalian lumpuhkan!"Kami terus berjalan cepat. Kewaspadaan harus dikedepankan. Kami tak tahu apa yang bakal terjadi. Bunyi sirine dan sahut-sahutan orang tedengar. Seperti sirine perang ata
Kucium mesra pipi Cahayani. Begitu lembut dan hangat. Aroma tubuhnya pun segar. Sahabatku itu terdiam memejamkan mata. Seolah menikmati ciumanku. Aku lalu beralih pada Anginia. Kucium lembut bibirnya. Kueratkan dekapan untuk menikmati kehangatannya. Dua superhero cantik ini. Tak kalah cantik dengan ketiga istriku. Kuciumi bergantian pipi halus mereka. Tak ada protes ataupun keberatan. Anginia kemudian memandangi bibirku. Aku sudah hafal gairah wanita macam begini. Segera saja kukecup bibirnya. Ia pun membalasnya dengan hangat. Bibir yang begitu manis dan lembut. Sepadan dengan pesona dan keanggunannya. Kukencangkan ciuman, dan ia pun makin ganas melumat-lumat bibirku. Kenikmatan sabahat yang luar biasa! "Kau pencium yang hebat!" puji Anginia selepas ciuman sambil memandangiku dalam, "Tak heran punya tiga istri!" Aku tersenyum dan mengecupi bibirnya. Lalu beralih pada Cahayani di sisi lain. Superhero cantik itu terdiam dengan nafas memberat. Kupandangi wajahnya y
Sistem informasi kantor lama ini belum secanggih kantor baruku. Untuk melacak keberadaan Gajah Man dan Jago Man pun kesulitan. "Mereka tak bisa ditemukan!" ungkap beberapa staf pegawai. "Alat pelacak kita?" tanya mantan bos "Tak terdeteksi Pak!" jawab staf yang lain. "Bagaimana bisa?!" "Entahlah Bos," "Alat komunikasi radio bagaimana?" tanya mantan bos kian resah. "Tak bisa juga!" "Coba pantau lewat media sosial dan live!" "Baik!" jawab beberapa staf pegawai yang segera memperhatikan berbagai media sosial dan siaran televisi. Kami tunggu beberapa saat. Berharap menemukan petunjuk dimana Gajah Man dan Jago Man berada. "Tak ada tanda-tanda atau liputan tentang mereka!" ungkap beberapa staf. Bos nampak kian kebingungan. "Sebaiknya kalian sementara berlindung ke kantor kami," pintaku pada Anginia dan Cahayani. "Mereka superhero-ku, Kris!" sahut mantan bos, "Biar mereka tetap dalam perlindungan kami!" "Tapi kalian tak punya sistem keamanan memadai!" balasku.
Mereka terus maju dan berusaha menyerang kami. Segera saja kami balas untuk mengalahkan mereka. Aku dan High Quality Man menghadapi empat orang. Sementara Anginia dan Cahayani menghadapi dua yang lain. Lagi-lagi musuh yang cukup kuat. Kami harus bersiaga dan waspada. Pukulan-pukulan mereka cukup kuat dan cepat. Kami tangkis dan hindari sebagian. Berusaha kami balas serangan mereka dengan pukulan-pukulan kami. Namun nampaknya tak membuat luka berarti. Pukulan-pukulan mereka memiliki kekuatan bagai kerbau. Kadang kuat seperti gajah. Sebisa mungkin kami halau atau hindari. Satu pukulan kutangkis, dan kekuatannya cukup membuatku terhempas mundur. Lawan High Quality Man pun demikian. Kekuatannya cukup besar untuk dilawan. Untung saja sahabatku itu memiliki postur yang cukup besar untuk menanganinya. Mereka juga menggunakan serudukan dan serangan-serangan lutut yang cukup merepotkan. Benar-benar mirip kerbau atau gajah. Kami sedikit kewalahan menghadapi mereka. Kukerahka
Kucumbui dan kugumuli tiga wanita menawan itu. Meredakan ketegangan dan kelelahan. Kuelus dan kuraba ketiganya penuh kasih dan hasrat. Ciuman pun mendarat di manapun gairah ini menggelora. Leher perempuan muda yang begitu menggoda untuk diciumi dan dicumbui. Lalu berlanjut ke pundak, bahu dan dada mereka. Tak tahan lagi, segera kami raih kehangatan asmara dengan ganas. Tiga istri yang menjadi sumber kebahagiaanku hingga puas. Sesuai menikmati asmara, kami pun menjalani malam untuk beristirahat. Semoga para penjahat juga beristirahat. Pagi harinya, kami jalani hari masih dalam keresahan. Masih berusaha keras menemukan teman-teman kami yang diculik. Bos memutuskan untuk melapor pada polisi. Tak lama kemudian para petugas pun datang. Dipimpin oleh seorang reserse yang terlihat cukup berpangkat. Kami paparkan segala kejadian. Termasuk memperlihatkan alat bukti rekaman kamera pengawas. "Cukup parah," gumam pemimpin aparat yang datang itu, "Baiklah, akan kami catat. Akan ka
Aku pun kembali ke kantor. Teman-teman menanyaiku. "Bagaimana Kris?' "Aku sudah bicara dengan mereka," jawabku, "Sebagian mau offline, sebagian tidak. Tapi tetap waspada." "Yah, kucek, Anginia dan Cahayani offline," balas Dina, "Sedangkan Gajah Man dan Jago Man tetap online." "Yah, begitulah," jawabku. "Jadi kita sekarang baby sitter perusahaan sebelah?" seloroh Dina. "Yah, barangkali." "Sebaiknya kalian beristirahat!" perintah Dina pada kami, "Biar kantor dibersihkan dan diamankan ulang!" "Yah," jawabku, "Kau juga, beristirahatlah Din!" "Yah," Aku masuk ke kamar bersama tiga istriku. Begitu juga High Quality Man yang kembali ke kamarnya. Aku mandi di kamar dan segera beristirahat. Tirtasari dan si kembar melayaniku. Menghilangkan makanan dan kami santap bersama. Kami menikmati hidangan nikmat itu di meja makan kamar. "Kemana mereka menculik teman-teman?!" kesah Tirtasari. "Tenang saja, kita pasti akan menemukan mereka!" jawabku. "Yah, semoga." Seusai makan,
Kuikuti Anginia mengembalikan tas yang dicopet kepada pemiliknya. Ia melesat terbang rendah. Kupacu ringan Motokris di belakangnya. Ibu itu berterima kasih banyak pada Anginia. "Terimakasih, aku habis mengambil uang di bank," ucapnya, "Ini sebagai ucapan terimakasih!" lanjutnya menyerahkan beberapa lembar uang dari tasnya kepada Anginia. "Sama-sama Bu," jawab Anginia, "Ibu yang memesan lewat aplikasi?" "Bukan! Ponselku ada di dalam tas." "Saya yang memesan lewat aplikasi," papar seorang wanita muda tak jauh dari situ. "Jangan khawatir, Bu," ungkapnya pada sang korban, "Sudah kubayar lewat aplikasi." "Ah, terimakasih!" balas sang ibu menyerahkan uang pada wanita itu, "Ini untuk gantinya!" "Ah, tidak usah Bu!" balas sang wanita, "Murah saja kok pesannya! Tidak perlu diganti!" "Kau tak mau dibayar!" balas Sang Ibu, "Superhero ini juga tak mau dibayar! Lalu aku harus bagaimana?!" "Jangan pikirkan, Bu," jawab Anginia tersenyum, "Saya sudah dapat gaji dari perusahaan! Tak
Yah, kami kembali kebingungan untuk mencari teman-teman kami. Ternyata truk itu bukan termasuk bagian dari komplotan Kerbau Merah. Sopir truk dikembalikan pada kendaraannya oleh pegawai kantor. Diberi uang kompensasi atas apa yang telah kami lakukan. "Bagaimana kita mencari teman-teman?" tanya High Quality Man. "Entahlah," jawab Dina, "Pelacakan dari laptop itu belum berhasil?" tanyaku. Kami pun kembali ke ruang kontrol dan menanyakan pada para pegawai IT, "Bagaimana?" tanya Dina, "Ada perkembangan?!" "Susah!" jawab salah satu dari mereka. "Ini memakai teknologi tinggi yang susah diretas," imbuh yang lain, "Sepertinya memakai ahli IT yang tak main-main. Sulit ditundukkan!" "Coba terus!* perintah Dina. *Hei, lihat!* ungkap salah seorang pegawai IT, "Ada sesuatu!* Kami amati layar laptop yang telah disambungkan ke sebuah layar kantor yang cukup besar. Program itu memunculkan nama-nama baru. Gajah Man, Jago Man, Anginia, Cahayani. "Astaga, mereka teman-temanku!* gum
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum