"Haha, aku sempat khawatir saat Selly di sini!" gelaknya, "Khawatir kau kurang tidur, ha ha ha!" "Tak perlu khawatir," jawabku tersenyum, "Aku bisa mengatur diri sendiri!" "Okelah kalau begitu, aku pulang dulu!" pamitnya lalu pulang dengan mobilnya.Dia pun datang lagi malam berikutnya. Dan kami habiskan waktu dengan mengobrol. Ia bahkan memasak untukku. Oseng sayur dan daging panggang. Cukup enak. "Kau tak ke kafe dengan teman-teman?" tanyanya sambil makan bersama. "Lagi malas Din, lagipula aku tak begitu suka ke kafe. Lebih suka di rumah aja.""Sama dong. Enak masakanku?""Enak! Terima kasih. Kau tak perlu memasak untukku, Din.""Tak apa. Tak perlu sungkan! Sayang, bahan makanan sudah disediakan dari kantor jika tak kau masak. Selama ini kau makan apa? Yakin tak mau kusediakan asisten rumah tangga?""Tak perlu. Kadang kumasak kalau tak capek. Kalau tidak, aku biasa jajan. Atau pesan makanan.""Bagaimana kalau tiap malam kumasakin?""Ah, tak perlu Din. Merepotkan saja.""Enggak
"Yah, kalau kau tak keberatan," jawabnya. "Tentu tidak!" balasku mengecup bibirnya. Bibir yang begitu hangat dan menggemaskan. Kami pun tertidur berdua. Kupeluk hangat tubuh sintalnya. Setidaknya malam ini aku tak sendiri. Pagi hari, aku agak lupa dengan apa yang terjadi. Kucium bau masakan dari kamar. Pikiranku masih menganggap itu Selly. Aku pun segera bangun dengan telanjang dan menuju dapur. Sosok yang berbeda dari Selly yang berada di dapur. Ah, benar. Itu Dina. Kami melakukan hubungan terlarang semalam. Kudekati sosok yang mengenakan kaosku dan tanpa celana atau rok itu. "Baunya enak!" pujiku memeluknya dari belakang, "Apa itu?" "Oseng daging," jawabnya tersenyum, "Kubikin juga salad. Kau suka? Maaf aku pakai kaosmu. Kucari tadi di lemari!""Lepas!" balasku mencoba menyibakkan kaos itu. "Pelitnya! Jadi aku harus bugil? Ha ha!""Iyalah!""Nggak boleh ya!""Semua perempuan di rumahku harus bugil!""Enak aja! Superhero nakal kau!""Biar!" jawabku mengecupi pipinya dan teru
Kembali ke kantor, Dina menemuiku dan bertanya dengan sedikit khawatir, "Gimana, kau tak apa-apa?""Yah, tak apa-apa. Sudah kulumpuhkan mereka. Polisi sudah kalian panggil bukan?""Yah, sudah sampai lokasi sekarang ini. Kau mau minum sesuatu? Mau kuambilkan teh?""Es jeruk saja.""Oke, kuambilkan," jawabnya mengelus dadaku, "Kau istirahatlah!"Sekertaris itupun beranjak pergi ke dapur. Terlihat wajah khawatir kepadaku. Apakah ia mencintaiku? Apakah wanita akan mencintai lelaki setelah ditiduri? Ah, apa yang kulakukan? Kau dalam masalah, Kris! Dua wanita mencintaimu! Untung saja kantor sedang sepi. Superhero yang lain sepertinya sedang mendapatkan order. Akan sangat terlihat dan terbaca perlakuan mesra Dina padaku. Apalagi jika High Quality Man melihatnya. Ia pasti akan curiga dan menggodaku. Untung ia tak ada. Tapi apakah kantor ini dihantui CCTV? Ah, ada beberapa di pojokan. Tingkah Dina bisa terekam! Sekretaris itupun kembali dengan membawakan es jeruk untukku. "Terimakasih,"
"Temui apa?!" tanya Dina mencium pipiku. "Sekertaris menawan hati!" lanjutku menyanyi dengan suara tak karuan. "Ha ha, siapa namanya?!" tanyanya lagi memelukku erat. "Dina namanya, manja sekali!""Ha ha ha! Selly!""Oh Dina, oh Dina, kekasihku, bilang pada orangtuamu. Bukit kembar yang montok itu. Tanda cinta untuk diriku!""Mesuum!" Balasnya mencium bibirku. "Nyanyi lagi!" pintanya setelah lagu itu selesai. "Sudah, kau ganti!" tolakku menyerahkan microphone padanya. "Enggak, aku ntar nyanyinya pakai microphone yang lain! Ha ha! Kau nyanyi lagi!""Rusak suaraku!""Bagus kok!" balasnya mencium bibirku. Aroma bir dan kehangatan mulutnya membiusku. "Nyanyi lagi, Sayang!" tuntutnya. "Lagu apa lagi?!""Kemesraan! Milik Iwan Soembang! Ayo duet!"Kuteguk bir lagi yang kian lama kian terasa nikmat. "Ayo!" jawabnya memilih lagu dengan remote control, "Nah, ini!"Musik pun mulai terdengar. "Kau dulu!" tuntunnya menodongkan microphone padaku. "Suatu hari," nyanyiku, "Di kala kita dudu
"Cendol dawet?!" gelaknya, "Lagunya apa?!""Terserah kamu," jawabku menenggak bir.Ia pun memilih lagu koplo lagi. Lagu koplo dan K-pop memang dua macam aliran yang sama-sama naik daun belakangan ini. Entah siapa yang menang. Ia pun bernyayi lagi dan bergoyang seksi layaknya penyanyi dangdut. Entah lagu apa. Yang jelas ada sisipan cendol dawet. Aliran ini memang unik dan sering menambahkan sisipan-sisipan menarik macam ini. Ia bergoyang seksi saat menyanyikan bagian cendol dawet. Membuatku ingin menegak bir dan kesegaran tubuhnya. "Ayo, ikut joget, Sayang!" ajaknya. "Nggak bisa joget!" jawabku malas memandangi keelokan tubuh dan wajahnya. "Apa superhero memang nggak suka joget?! Ayo!" "Enggak suka!""Ayo, ayo!" ia tarik-tarik tanganku hingga turut berdiri. Aku pun mengikuti tuntutannya dan berjoget asal bersamanya. Berkali-kali ia tergelak melihat gerakanku. "Bagus, bagus!" pujinya memperhatikan goyanganku, "Lebih seksi lagi, pejantan! Nanti kusawer! Ha ha!"Kutabok pantatnya
Adegan dan set tempat pun dibuat menawan. Dibaluti dengan cerita yang cukup menarik. Seorang putri harus menderita kekalahan karena kerajaannya diserang bangsa bar-bar. Padahal negaranya sangat maju dan beradap. Rupanya tingkah korup dan penuh tipu daya para aparat kerajaan yang membuat mereka lemah. Mudah dihancurkan dari dalam. Bangsa bar-bar itupun tak butuh usaha yang sulit untuk menyerang kerajaan. Para pegawai yang korup cukup disogok dengan uang untuk meloloskan mereka. Pasukan kerajaan yang sudah lemah dan korup itupun akhirnya terkalahkan oleh penyerang. Mereka yang kejam dan semena-mena terhadap rakyat sendiri itu tak berdaya melawan musuh dari luar. Beraninya hanya kepada rakyat sendiri. Jago kandang! Seorang putri harus mengalami kehancuran itu. Para jenderal dan panglima satu per satu gugur. Juga para kakak dan saudaranya yang turut berjuang. Dan pada akhirnya ayahnya sendiri sebagai seorang raja harus gugur di medan pertempuran. Para punggawa kerajaan yang tersisa
Kau putri yang kukalahkan. Kunikmati keindahanmu sesuka hatiku. Juga sesuka nafsuku. Rasakan kau, Din! "Ah, Raja kuat sekali!" rintihnya seolah mengikuti fantasiku menjamah seorang putri. "Mulai sekarang kau harus patuh padaku!""Baik, Baginda!" jawabnya mendesah, "Baginda memang bar-bar!""Apa katamu?!" balasku menjambak rambutnya dan menampari pantatnya. "Ah, ampun! Raja baik hati! Raja baik hati! Sangat beradab dan tidak bar-bar!"Kuhukum putri kantoran itu dengan ganas. Adegan di film masih menunjukkan si raja bar-bar menikmati si putri kecil dengan ganas. Menambah kenikmatan asmara kami berdua. Pintar benar orang membuat hiburan di jaman sekarang! Kapan negeri ini bisa membikin hiburan macam ini? Eksotika jaman kerajaan di sini pasti indah jika diangkat sebagus ini. Dan kapan pula aku bisa benar-benar menikmati seorang putri? Ah, impianku sejak dulu! Memperoleh putri cantik dan hidup bahagia selamanya. Bisakah dongeng itu terjadi di kehidupan nyata? Jaman sekarang ini para
Ah, harusnya ini tugas polisi! "Tenanglah," seruku mencoba melerai, "Aku yakin semua ini bisa diselesaikan baik-baik!"Mereka tetap berseru-seru dan saling serang. Beberapa batu dan kayu beterbangan. Sebagian yang hampir mengenaiku berhasil kutangkap atau kutangkis. Jangan sampai kedua belah pihak terluka. "Nggak usah ikut campur!" seru beberapa orang. Kata-kata yang sudah lelah kudengar sejak lama. Beberapa mencoba menyerangku juga. Mereka sudah lepas kendali. "Hati-hati, Kris!" pesan Dina di earphone."Oke!" jawabku tenang dan menangkis serta mengatasi mereka yang menyerangku. Pukulan, tendangan dan pukulan kayu berhasil kuhalau. Kubalas dengan mendorong atau melumpuhkan mereka tanpa banyak melukai. Para supporter sepakbola tak begitu tangguh. Hanya mengandalkan kekuatan jalanan untuk menyerang. Amatir. Beda dengan para pesilat. Serangan mereka lebih terarah dan terlatih. Harus hati-hati. Jika satu lawan satu, kuyakin para pesilat ini akan menang. Pukulan dan tendangan para
"Yah, sepertinya aku juga pernah lihat," imbuhku memperhatikan layar. "Astaga, mereka kembali?!" sambungku. "Teman-temanmu kan, mereka Kris?!" tanya Anginia. "Yah," jawabku menghela nafas, "kenapa mereka muncul kembali?!" "Karena superhero tak ada yang online!" timpal Cahayani. Terlihat di layar, teman-teman lamaku, Harimau jalanan, juga si Kuda jalanan sedang menghadapi para penjahat. Kukira mereka sudah menyingkir dan tidak akan muncul lagi! Dimana satu, lagi? Dara! Superhero burung merpati itu?! Di bagian kota lain, tertangkap dalam layar. Wanita menawan itu sedang melawan beberapa orang. Yah, dialah Dara! Benar-benar muncul tiga temanku itu. Mantan superhero jalanan yang telah berjanji akan menyingkir dan tidak muncul lagi. "Dan mereka pun juga jadi target Kelompok Kerbau Merah," gumamku. "Bisa jadi," balas Anginia dan Cahayani. Kami ikuti sepak terjang mereka. Setelah mengalahkan beberapa penjahat, mereka terus melesat pergi. Seperti dulu, mereka menghi
Akupun bersikeras untuk menjaga Anginia dan Cahayani.. "Biar kujaga kalian di sini," kataku. "Terserah kau saja Kris," jawab mantan bos pasrah dan lelah. Akupun tinggal di kantor lama untuk menjaga kedua target baru itu. Kuhubungi Tirtasari untuk mengatakan bahwa untuk sementara aku masih berada di sini. "Lihat, kekacauan di luar sana," ungkap Anginia memperhatikan berita di televisi dan media sosial. Kami lihat, di beberapa tempat terjadi aksi kejahatan. Kami pun tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa orang dan wartawan mulai panik dan berkomentar di media. "Superhero tak ada yang bisa dipanggil!" narasi seorang wartawan meliput beberapa aksi kejahatan, "Semua offline! Ada apa dengan para superhero?!" "Yah, kami coba menghubungi polisi," ungkap seorang warga yang diliput, "Tapi itu tak cukup, kami butuh superhero!" "Yah, benar!" imbuh warga yang lain, ,"Polisi tak bisa sepenuhnya menangani semua ini. Dimanakah para superhero?!" Sekertaris kantor mendatangi mantan bos da
"Pagi!" jawabku. "Kau nampak segar Kris!" komentar Dina tersenyum manis. "Yah," jawabku, "Bagaimana perkembangan?" "Masih nihil!" jawab sekertaris cantik itu. "Gajah Man dan Jago Man belum juga ditemukan?" "Sepertinya belum!" "Dimana mereka?!" "Entahlah, tapi aku tahu siapa yang datang tadi malam." "Siapa?" balasku menyelidik padanya. Ia hanya tersenyum manis. Lalu berbisik, "Kurasa kawan-kawan lamamu! Mereka menginap di kamarmu bukan?!" "Dari mana kau tahu?" "Tentu tahu, kau memang hebat Kris!" Aku hanya tersenyum. "Lima wanita dalam satu malam! Hi hi!" "Kau ini! Tolong jangan bilang siapa-siapa!" "Ohh, kalau itu ada syaratnya! Ha ha!" "Apa?!" "Masuk ke kantorku!" pintanya melenggang seksi meninggalkan ruangan kontrol. Aku menggeleng dan menghela nafas. Untung saja istri-istriku tak mendengar percakapan ini. Segera kususul Dina ke ruangannya. Sekertaris itu sudah hilang dari pandangan. "Mau kemana Kris?" tanya Tirtasari memapasiku. "Ada urusa
Kucium mesra pipi Cahayani. Begitu lembut dan hangat. Aroma tubuhnya pun segar. Sahabatku itu terdiam memejamkan mata. Seolah menikmati ciumanku. Aku lalu beralih pada Anginia. Kucium lembut bibirnya. Kueratkan dekapan untuk menikmati kehangatannya. Dua superhero cantik ini. Tak kalah cantik dengan ketiga istriku. Kuciumi bergantian pipi halus mereka. Tak ada protes ataupun keberatan. Anginia kemudian memandangi bibirku. Aku sudah hafal gairah wanita macam begini. Segera saja kukecup bibirnya. Ia pun membalasnya dengan hangat. Bibir yang begitu manis dan lembut. Sepadan dengan pesona dan keanggunannya. Kukencangkan ciuman, dan ia pun makin ganas melumat-lumat bibirku. Kenikmatan sabahat yang luar biasa! "Kau pencium yang hebat!" puji Anginia selepas ciuman sambil memandangiku dalam, "Tak heran punya tiga istri!" Aku tersenyum dan mengecupi bibirnya. Lalu beralih pada Cahayani di sisi lain. Superhero cantik itu terdiam dengan nafas memberat. Kupandangi wajahnya y
Sistem informasi kantor lama ini belum secanggih kantor baruku. Untuk melacak keberadaan Gajah Man dan Jago Man pun kesulitan. "Mereka tak bisa ditemukan!" ungkap beberapa staf pegawai. "Alat pelacak kita?" tanya mantan bos "Tak terdeteksi Pak!" jawab staf yang lain. "Bagaimana bisa?!" "Entahlah Bos," "Alat komunikasi radio bagaimana?" tanya mantan bos kian resah. "Tak bisa juga!" "Coba pantau lewat media sosial dan live!" "Baik!" jawab beberapa staf pegawai yang segera memperhatikan berbagai media sosial dan siaran televisi. Kami tunggu beberapa saat. Berharap menemukan petunjuk dimana Gajah Man dan Jago Man berada. "Tak ada tanda-tanda atau liputan tentang mereka!" ungkap beberapa staf. Bos nampak kian kebingungan. "Sebaiknya kalian sementara berlindung ke kantor kami," pintaku pada Anginia dan Cahayani. "Mereka superhero-ku, Kris!" sahut mantan bos, "Biar mereka tetap dalam perlindungan kami!" "Tapi kalian tak punya sistem keamanan memadai!" balasku.
Mereka terus maju dan berusaha menyerang kami. Segera saja kami balas untuk mengalahkan mereka. Aku dan High Quality Man menghadapi empat orang. Sementara Anginia dan Cahayani menghadapi dua yang lain. Lagi-lagi musuh yang cukup kuat. Kami harus bersiaga dan waspada. Pukulan-pukulan mereka cukup kuat dan cepat. Kami tangkis dan hindari sebagian. Berusaha kami balas serangan mereka dengan pukulan-pukulan kami. Namun nampaknya tak membuat luka berarti. Pukulan-pukulan mereka memiliki kekuatan bagai kerbau. Kadang kuat seperti gajah. Sebisa mungkin kami halau atau hindari. Satu pukulan kutangkis, dan kekuatannya cukup membuatku terhempas mundur. Lawan High Quality Man pun demikian. Kekuatannya cukup besar untuk dilawan. Untung saja sahabatku itu memiliki postur yang cukup besar untuk menanganinya. Mereka juga menggunakan serudukan dan serangan-serangan lutut yang cukup merepotkan. Benar-benar mirip kerbau atau gajah. Kami sedikit kewalahan menghadapi mereka. Kukerahka
Kucumbui dan kugumuli tiga wanita menawan itu. Meredakan ketegangan dan kelelahan. Kuelus dan kuraba ketiganya penuh kasih dan hasrat. Ciuman pun mendarat di manapun gairah ini menggelora. Leher perempuan muda yang begitu menggoda untuk diciumi dan dicumbui. Lalu berlanjut ke pundak, bahu dan dada mereka. Tak tahan lagi, segera kami raih kehangatan asmara dengan ganas. Tiga istri yang menjadi sumber kebahagiaanku hingga puas. Sesuai menikmati asmara, kami pun menjalani malam untuk beristirahat. Semoga para penjahat juga beristirahat. Pagi harinya, kami jalani hari masih dalam keresahan. Masih berusaha keras menemukan teman-teman kami yang diculik. Bos memutuskan untuk melapor pada polisi. Tak lama kemudian para petugas pun datang. Dipimpin oleh seorang reserse yang terlihat cukup berpangkat. Kami paparkan segala kejadian. Termasuk memperlihatkan alat bukti rekaman kamera pengawas. "Cukup parah," gumam pemimpin aparat yang datang itu, "Baiklah, akan kami catat. Akan ka
Aku pun kembali ke kantor. Teman-teman menanyaiku. "Bagaimana Kris?' "Aku sudah bicara dengan mereka," jawabku, "Sebagian mau offline, sebagian tidak. Tapi tetap waspada." "Yah, kucek, Anginia dan Cahayani offline," balas Dina, "Sedangkan Gajah Man dan Jago Man tetap online." "Yah, begitulah," jawabku. "Jadi kita sekarang baby sitter perusahaan sebelah?" seloroh Dina. "Yah, barangkali." "Sebaiknya kalian beristirahat!" perintah Dina pada kami, "Biar kantor dibersihkan dan diamankan ulang!" "Yah," jawabku, "Kau juga, beristirahatlah Din!" "Yah," Aku masuk ke kamar bersama tiga istriku. Begitu juga High Quality Man yang kembali ke kamarnya. Aku mandi di kamar dan segera beristirahat. Tirtasari dan si kembar melayaniku. Menghilangkan makanan dan kami santap bersama. Kami menikmati hidangan nikmat itu di meja makan kamar. "Kemana mereka menculik teman-teman?!" kesah Tirtasari. "Tenang saja, kita pasti akan menemukan mereka!" jawabku. "Yah, semoga." Seusai makan,
Kuikuti Anginia mengembalikan tas yang dicopet kepada pemiliknya. Ia melesat terbang rendah. Kupacu ringan Motokris di belakangnya. Ibu itu berterima kasih banyak pada Anginia. "Terimakasih, aku habis mengambil uang di bank," ucapnya, "Ini sebagai ucapan terimakasih!" lanjutnya menyerahkan beberapa lembar uang dari tasnya kepada Anginia. "Sama-sama Bu," jawab Anginia, "Ibu yang memesan lewat aplikasi?" "Bukan! Ponselku ada di dalam tas." "Saya yang memesan lewat aplikasi," papar seorang wanita muda tak jauh dari situ. "Jangan khawatir, Bu," ungkapnya pada sang korban, "Sudah kubayar lewat aplikasi." "Ah, terimakasih!" balas sang ibu menyerahkan uang pada wanita itu, "Ini untuk gantinya!" "Ah, tidak usah Bu!" balas sang wanita, "Murah saja kok pesannya! Tidak perlu diganti!" "Kau tak mau dibayar!" balas Sang Ibu, "Superhero ini juga tak mau dibayar! Lalu aku harus bagaimana?!" "Jangan pikirkan, Bu," jawab Anginia tersenyum, "Saya sudah dapat gaji dari perusahaan! Tak