“Baru kali ini, kita dapat kasus yang sangat sulit terpecahkan ya teman-teman,” kata Geger kepada teman setimnya.
“Iya ya betul juga. Biasanya sebulan juga udah kelar. Ini sampe dua bulan.” Hadi menimpali.
“Santai donk kawan-kawan. Kita nikmati saja memecahkan misteri untuk kasus kali ini. Aku pernah kok dapat kasus yang empat bulan baru selesai.” Soraya menyambung obrolan Geger dan Hadi.
“Kasus apa itu mba?” tanya Hadi penasaran.
“Kasus korupsi,” jawab Soraya sambil tertawa.
“Oooo itu mba,” balas Geger yang juga ikutan tertawa.
Endwika yang sedang memeriksa dokumen kasus, bangkit dari bangkunya serta memasukan dokumen-dokumen tersebut ke dalam tasnya. Lalu ia menghampiri rekan kerjanya.
“Iya betul itu apa yang dikatakan mba Soraya. Untuk kasus Mellasti pasti ada pejabat negeri ini yang terlibat.” Endwika berusaha menenangkan pikiran rekan setimnya. “ooo iya saya mau keluar dulu. Sudah ada janji dengan sahabat. Kalian kalo peke
“Assalamu’alaikum,” kata Desparto kepada ibunya yang berada di kamar rawat inap rumah sakit. Adzana, Siwon, dan Giandra bersalaman dengan bibinya Desparto. Setelah itu mereka duduk di sofa merah panjang “Walaikumsalam.” Ibu Aminah dan adiknya menjawab salam dari Desparto. “Loh, encing sudah di sini saja,” kata Desparto bergurau. “Iya donk. Eh adikmu mana, kenapa gak ikut sekalian.” “Lela masuk sekolah donk cing.” “Des, tunggu emak dulu ya. Encing mau ke kamar mandi.” “Iya cing.” Desparto mengiyakan permintaan bibinya. “Emak, kondisi emak hari ini bagaimana? Kata dokter rencana pulang kapan?” Desparto bertanya kepada ibunya. “Besok emak boleh pulang. Oh ya papah kamu tadi nitip pesan ke encing kamu kalo hari ini gak bisa ke rumah sakit, katanya ada pesanan jengkol dan bebek di kota Berdikari.” “Berapa lama mak?” “Besok papah usahain bisa jemput emak di rumah sakit.” “Iya mak.” “Eh, Desparto dan te
“Aku izin ke kamar mandi ya,” kata Lucky. Lucky pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil setelah itu ia mengambil handphone yang ada di saku celananya lalu ia membuka aplikasi pesan antar makanan online. Ia memesan tiga bungkus sandwich dengan berbagai rasa dan isian.Lucky memesan cemilan karena ia tidak melihat cemilan disajikan oleh pemilik apartemen. Setelah memesan cemilan via online ia kembali ke ruang tamu. Handphone miliknya sudah ia masukkan kembali ke saku celananya.“Jadi begitu kronologi misi yang akan kita pecahkan bersama.” Doni menutup percakapan.“Kita mulai darimana untuk menjalankan misi kali ini mas Doni?” kata Hermawan.“Sebelum aku menjelaskan detailnya, apakah ada yang mempunyai ide untuk langkah pertama kita,” jawab Doni. Semua orang di sana saling berpandangan, diam membeku dan tidak ada yang memiliki ide untuk disampaikan.“Okeh untuk mempercepat pertemuan kita hari in
Suara alarm yang dipasang oleh Adzana di handphone-nya berbunyi. Adzana terbangun dari tidurnya, lalu ia melihat jam di handphone miliknya. Jam menunjukkan pukul enam pagi.Adzana mengolet untuk merenggangkan otot-ototnya yang kaku, lalu ia melihat tante Amninah sedang menyantap sarapan.“Tan, sudah sarapan. Kenapa tidak bangunkan Adzana, kan bisa Adzana bantu suapin,” tanya Adzana.“Kamu tidur sangat nyenyak Na. Tante gak tega bangunin kamu.” Ibu Aminah menjelaskan kenapa dirinya tidak membangunkan Adzana.“Habis ini minum obat ya tan,” pinta Adzana.“Iya Na.”Perawat Maharani datang membawakan obat yang diminum pagi hari, obat itu diterima oleh Adzana.Ibu Aminah telah menyelesaikan sarapannya, lalu meminta Adzana untuk dibantu minum obat dan mandi. Ibu Amninah berkata jika badannya terasa gerah dan ingin mandi. Adzana pun membantu ibu Amninah berjalan ke kamar mandi dan mendorong gant
“Selamat pagi ibu Aminah,” sapa dokter Agus kepada pasiennya.“Selamat pagi dok,” balas Adzana dan ibu Aminah.“Bagaimana kondisi ibu hari ini? Apakah tekanan darah ibu stabil? Kepala ibu apakah masih pusing-pusing?” tanya dokter Agus.“Tekanan darah ibu belum stabil dok. Masih naik dan turun. Lalu kalo pusingnya, kepala ibu sudah tidak pusing lagi,” ujar Adzana menjelaskan kondisi ibu Aminah."Saya bisa pulang kapan dok," tanya ibu Aminah.“ Ibu Aminah saya perbolehkan pulang jika tekanan darah ibu Aminah sudah normal.” Dokter Agus memberitahukan berita bahagia untuk ibu Aminah.“Beneran dok? Ibu boleh pulang?” tanya Adzana bahagia.“Iya boleh mbak,” balas dokter Agus. “Oh ya, mbak ini anak ibu Aminah yang ke berapa?” tanya dokter Agus.“Bukan anak kandung saya dok. Mbak Adzana ini sahabatnya anak saya.” Ibu Amninah meng
Tok..tok..tok..[terdengar suara ketukan dari depan pintu kamar Giandra.]Giandra yang baru saja menyelesaikan bacaan Al Qur’an, berdiri lalu melipat mukena yang di pakainya.Ia berjalan ke arah suara ketukan pintu dan membuka pintu tersebut. Dilihatnya ada bibi Mossi disana.“Non, sarapan sudah siap di meja makan ya non”“Oh ya bi Mossi terima kasih yaa. Bentar lagi Dian ke ruang makan.”“Baik non, bibi kembali kerja.”“Em.”Bibi Mossi kembali ke ruang kerja nya sedangkan Giandra mengambil perlengkapan mandi. Namun langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi karena suara dering telfon masuk dari handphone miliknya. Bergegas ia mengambil handphone nya dan menjawab panggilan itu.“Pagi nona cantik, apakah nona cantik ku sudah sarapan pagi? Lalu apakah kegiatan di hari pertama berada di kota Muara Baya?”“Hahahahahaahaha,,,,”
-Satu setengah jam kemudian- Desparto dan Adzana telah menunggu di ruang tamu, mereka menunggu ayahnya yang sedang mengambil karung di gudang. Beberapa menit kemudian Pak Lilik datang dengan tas gendong berisi beberapa karung. Adzana dan Desparto mengikuti Pak Lilik menuju mobil pick up. Tiba-tiba adek Desparto mengagetkan Adzana. “Kak Adzana, adek berangkat sekolah dulu yaaa..” “Aaaaa… iya dek hati-hati.” Adzana melambaikan tangan ke Lela yang sudah siap berangkat ke sekolah menggunakan ojek. Lela membalas lambaian tangan Adzana. “Na, ayo kamu naik mobil dulu. Kamu duduk tengah.” “Iya.” Pak Lilik yang mengemudikan mobil pick up sedangkan Desparto duduk di sebelah Adzana. Pak Lilik mulai menyalakan mobilnya, memundurkan mobil serta mengubah posisi mobil pick up agar lebih mudah keluar dari garasi rumah. Setelah posisi mobil benar, Pak Lilik melihat situasi apakah jalan cukup aman untuk mengeluarkan mobil. Setelah itu, mobil pick up melaju dengan kecep
Pak Lilik, Adzana dan Desparto telah sampai di kebun jengkol. Pak Lilik turun dari mobil pick up disusul oleh Desparto dan Adzana. Kemudian Pak Lilik mengambil keranjang yang ada di belakang bangku penumpang. Saat Adzana menyentuh salah satu keranjang jengkol, Desparto melarang Adzana untuk membantunya."Na, kamu langsung ikuti ayah aku aja. Keranjang-keranjang ini biar aku dan ayah aku saja yang bawa ""Iya deh, Des."Adzana pun mengikuti saran Desparto. Sesampainya di pohon jengkol yang akan dipanen. Adzana masih penasaran tentang kebun jengkol yang ia datangi."Om, kebun jengkol ini milik siapa?" tanya Adzana."Kebun jengkol ini milik kakek Desparto dari emaknya.""OOO, begitu rupanya.""Karena emak Desparto adalah anak tunggal, beliaulah yang mewarisi kebun jengkol ini.""Ayah, tadi selama perjalanan ke kebun Desparto melihat ayah senyum-senyum?Sedang memikirkan apa sih yah?"sambung Desparto."Saat ayah melihat kalian bergurau di mobil tadi, ayah t
"Adzana pamit ya om, tante, Lela.""Jangan lupa berdoa ya Nduk dan hati-hati di jalan."pesan ayah DESPARTO kepada Lela." Iya om, pasti"Tiba-tiba Lela mendekati Adzana lalu menggenggam tangan Adzana dengan erat serta menatap mata Adzana dengan tajiam mengisyaratkan bahwa Lela tak ingin Adzana kembali ke rumahnya."Kak Adzana, jangan pulang donk. Menetap di sini saja." pinta Lela dengan memelas."Kakak harus pulang adek. Hari cuti kakak sudah habis dan kakak harus kembali bekerja. Kalau kakak gak kerja nanti yanwg membayar k Lela."gakjwsayang, kak Adzana benar. Kalau karyawan hari cuti telah habis memang harus kembali bekerja. Nanti kalau gakj kembali untuk bekerja Kak Adzana bisa dipecat."Lela terdiam namun ia paham penjelasan dari ibunya. Adzana membalikkan tubuhnya dan tangannya meraih koper yang berada di sisi kanan. Diteriknya di koper miliknya berwarna merah mieuda. Berjalan mendekati petugas tiket pesawat.Setelah berjalan masuk melewati petugas tike
-Di kamar pengantin nomer 253-"Aku capek Des, sehari berdiri lalu bersalaman dengan para tamu." kata Adzana sambil melepas membersihkan wajah dengan milk cleanser lalu memakai misselar water."Iya sama aku." ucap Desparto."Besok pagi, kita mo kemana Des?""Ehm.. belum tau, enaknya kemana ya kita?""Kita pikirin besok aja ya, habis sarapan. Aku mo mandi dulu, gerah nih.""Iya, sana mandi dulu."Lalu Adzana mengambil handuk, piyama, dan pakaian dalam. Ia membawa nya ke kamar mandi lalu masuk ke kamar mandi dan mengunci kamar mandinya.Desparto yang sangat kelelahan memilih rebahan, namun rasa lelah dan kantuk mengalahkannya. Desparto tertidur juga.
"Selamat siang para detektif yang terhormat. Bagaimana dengan hasil investigasi kalian?""Saya menemukan fakta bahwa, gadis yang meninggal di kos melati sejati karena serangan jantung. Obat yang ditemukan dengan kadar kecil di dalam darah korban adalah obat jantung yang seharusnya diminum oleh para penderita namun obat ini diminum oleh orang dengan jantung sehat.""Lalu bagaimana dengan fakta buku besar? Bagaimana keterkaitan antara buku besar dengan meninggalnya korban?""Dari hasil investigasi saya dengan mba Soraya, ditemukan keterkaitan antara buku besar dengan meninggalnya korban. Korban adalah anak saingan pemimpin negara negri ini. Beliau ini menyimpan bukti keuangan korupsi lalu disimpan di kos korban akan tetapi pelaku gagal mendapatkan buku besar ini.""Demi memuluskan aksi mereka. Mereka membunuh anak saingan dengan menukar vitamin yang biasa diminum oleh korban dengan obat jantung."
("Adzana, keluargaku sudah menanyakan kapan kita akan menikah.")Sebuah pesan singkat dari Desparto masuk di ponsel Adzana.Adzana yang sedang berada di dapur berlari menuju kamar nya karena mendengar notifikasi khusus pesan singkat dari Desparto. Adzana membuka pesan tersebut dan segera membalas pesan dari Desparto.("Aku belum siap menikah tahun ini Des. Hatiku masih sakit atas meninggalnya Dian. Kita bicara nanti saja ya.")Balasan pesan untuk Desparto telah terkirim dan langsung dibaca Desparto. Desparto yang sedang dalam istirahat di tempat kerjanya memaklumi sikap Adzana. ("Baiklah jika keputusan mu seperti itu. Nanti aku diskusikan kembali dengan keluarga ku. Tolong jaga kesehatan. Karena aku tidak bisa di dekatmu untuk sementara waktu.")("Oke Des, terima kasih untuk perngertianmu. Aku mau masak lagi di dapur. Kamu yang semangat kerja ya.") ("Oke siap.")Desparto mengakhiri komunikasi via pesan singkat dengan Adzana. Desparto kembali be
Desparto dan Siwon tengah mempersiapkan pengajian 40hari meninggalnya Giandra, saja at mereka. Tak lupa Adzana turut membantu Desparto dan Siwon. Kesedihan serta kehilangan sahabat terbaik mereka sejak usia remaja, suka duka mereka hadapi bersama. Persahabatan tanpa melihat status sosial. Namun kini mereka kehilangan sahabat terbaik. Pengajian itu dilakukan selama satu setengah jam. Sembari menunggu tamu datang, Siwon dan Desparto mendekati Adzana."Na, udahan ya nangisnya."pesan Desparto lalu memeluk Adzana."Iya, Na." pinta Siwon juga."Aku gak bisa berhenti menangis, Dian adalah sahabat sekaligus saudara buat aku. Aku benar-benar kehilangan nya." balas Adzana sambil menyeka air mata."Sama aku juga Na."Lalu tamu pengajian datang satu persatu. Dan pengajian pun dimulai.
"Dian, ayo bangun Di." kata Adzana memanggil Giandra yang masih terlelap tidur sambil merias wajahnya. Lalu telfon Adzana berdering., Adzana menghentikan aktivitasnya lalu menerima telfon tersebut."Hallo.""Hallo non Adzana.""Iya dengan saya sendiri, maaf anda siapa ya?""Begini non, bini menemukan botol obat non Dian di meja makan.""Obat apa bi?"tanya Adzana penasaran."Obat magh non Dian."Mendengar pesan dari bibi, Adzana merasa ada yang tidak beres dengan kondisi sahabatnya."Terima kasih untuk informasinya ya, nanti saya telfon lagi."Dengan raut wajah cemas, Adzana segera menghampiri tubuh Giandra. Ia mendekati Giandra yang masih tertidur lelap di kasur. Perlahan Adzana menyentuh telapak tangan Giandra. Tangan Giandra terasa dingin, lalu dia mencari denyut nadi Giandra. Betapa kagetnya Adzana mengetahui bahwa tubuh Giandra tak lagi berdenyut. Namun Adzana tidak memercayai begitu saja, ia menempelkan telinganya di dekat hidung Gi
"Dian, pakaian milikmu hanya ini saja kan?" tanya Adzana memastikan tidak ada pakaian GIANDRA yang tertinggal di kamar sunah sakit."Sepertinya itu saja. Eh tapi kamu kan yang membawa pakaian-pakaian ku kemari, kenapa masih bertanya itu milik ku atau bukan?" balas Giandra bingung."Hehehe, aku hanya memastikan tidak ada yang tertinggal di kamar ini sayang." ucap Adzana membela diri.Suara handphone milik Giandra berdering. "Na, ambilkan handphone ku di tas kecil ku." pinta Giandra kepada Adzana yang masih membereskan pakaian-pakaian Giandra."Iya Di." balas Adzana.Adzana menghentikan aktivitasnya lalu membantu Giandra mengambilkan handphone miliknya kemudia memberikan kepada Giandra."Hallo, ya Des ada apa?""Oh, ya Dian. Aku dan Siwon sudah sampai di parkiran mobil. Kamu dan Adzana tunggu kami di kamar ya." pesan Desparto."Iya Des, makasih ya."Giandra dan Desparto menghentikan obrolan mereka."Siapa Di yang menelfon?""Desaparto,
[PENYEBAB MENINGGALNYA SEORANG MAHASISWI DI KOS MELATI SEJATI ENAM BULAN YANG LALU KINI TERUNGKAP]Tagline berita dari media cetak yang beredar di masyarakat di pagi yang mendung. Tagline berita ini menggegerkan seluruh negeri pasalnya ada melibatkan pemimpin negara sebagai dalangnya."Berita macam apa ini?" tanya pak presiden kepada ajudan nya."Saya juga kurang paham pak.""Melibatkan pemimpin negara?Presiden gitu maksud dari berita ini?""Bisa jadi pak?""Apa maksudmu bisa jadi? Pemimpin negara saat ini adalah saya. Jadi maksud kamu saya terlibat dalam kasus pembunuhan seperti yang diungkap penulis berita di koran ini?" kata pak presiden sambil melemparkan koran yang dibacanya ke arah ajudan yang duduk di sebelah kiri dirinya dan melukai pelipis ajudan tersebut."Keluar.""Maa..aaaaf pak maksud saya bukan begitu.""Keluar kamu dari ruangan saya. Tolak semua panggilan telepon serta wawancara dari semua reporter.""Baaa...iiikk." jawab ajudan pak p
"Bagaimana keadaan Dian sekarang Na?" tanya Desparto kepada Adzana yang baru saja datang dari kampung halamannya."Dian masih belum siuman Des." jawab Adzana sambil menyeka air matanya yang menetes.Desparto lalu memeluk Adzana serta menguatkan mental Adzana. Lalu Desparto mengajak Adzana ke kantin rumah sakit untuk mengisi perutnya yang sejak pagi belum terisi makanan namun ditolak oleh Adzana karena Adzana merasa sedih dan tidak bisa menikmati makanan apapun.Karena ajakan makan ditolak oleh Adzana, Desparto berinisiatif menelfon Siwon untuk membelikan makanan favorit Adzana. Ya, makanan khas Korea Selatan."Siwon, kalo kamu gak sibuk. Saat akan ke rumah sakit untuk menjenguk Dian tolong belikan makanan kesukaan Adzana ya.""Oke Des, nanti aku mampir ke restoran langganan Adzana.""Makasih ya Won.""Sama-sama Des."Desparto menutup panggilan telefon dengan Siwon.
Di caffe "Daun" semua pegawai apotek datang dalam pertemuan perpisahan anak magang. Semua orang yang berada di caffe itu bercanda gurau tak terkecuali Giandra dan Adzana."Kak Adzana." "Iya dek. Ada apa?""Apakah saya boleh mengirimkan pesan ke kak Adzana untuk bertanya lowongan pekerjaan di apotek kak?""Iya tentu saya boleh donk.""Terima kasih kak Adzana.""Iya sama-sama dek."Makan bersama sebagai tanda perpisahan anak-anak magang telah usai. Kemudian semua pegawai dan anak-anak magang kembali ke bus pariwisata untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. "Oke gaes, tolong cek teman sebelah kalian apakah sudah duduk disamping kalian."pinta Dian kepada seluruh penumpang bus pariwisata tersebut."Sudah komplit." Serentak semua menjawab pertanyaan dari Giandra."Pak sopir mari kita berangkat sekarang."perintah Dian kepada pak sopir bus pariwisata."Oke mba dian." balas pak sopir.Bus pariwisata 'Gajah Munkur' melaju dengan kecepatan sedang menuju o