Share

Menolak hadiah

Author: Rizka Fhaqot
last update Last Updated: 2022-11-14 22:15:24

Berkali-kali menarik napas dalam mengembusnya ke luar, berharap hatinya sedikit lebih tenang.

Melirik sekilas pada Ica yang kini sibuk berceloteh di depan cermin lebar pada pintu lemari. 

Beberapa detik kemudian kedua ibu jari Hana menari di layar ponsel. Menumpahkan emosi lewat huruf demi huruf yang terangkai menjadi kata pada layar datar ponselnya. 

[Terima kasih telah mengambil laki-laki itu dariku. Katakan padanya untuk segera mencaraikanku karena aku sama sekali tak membutuhkannya lagi. Jika dia tak melakukannya berarti kau tak begitu berarti baginya.]

Hana terduduk di kasur setelah pesan balasan baru saja ia kirim. Kedua tangannya terasa bergetar seiring kesadaran yang mulai pulih. 

Ia tak percaya ketika menyadari perempuan itu seberani ini terhadapnya, seolah dirinyalah yang menjadi pengganggu hubungan mereka. 

"Kamu kenapa, Ma?" tanya Rio yang baru saja masuk ke kamar. 

Hana menggeleng pelan. mendorong pelan tubuh Ica untuk ke luar. 

"Ica main sama Kak Ira dulu, ya, nanti Mama temani," pinta Hana pada gadis cantik itu. 

Ica menatap wajah sang mama dengan bibir mengerucut. Namun setelahnya ia pun menurut kala tatapan matanya beralih pada sang ayah. 

Selepas kepergian Ica, suasana kamar itu hanya hening beberapa saat, hanya suara tarkhim yang menggema dari toa masjid yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah mereka. 

"Katakan pada perempuan itu untuk tak menggangguku karena aku benci hal itu," ucap Hana dengan wajah dingin. 

"Maksudmu?" 

"Katakan saja apa permintaanku barusan. Jika kau tak bisa, maka datangkan perempuan itu ke hadapanku, biar aku saja yang akan mengatakannya di hadapannya langsung!" Nada suara Hana terdengar ketus. 

Suami yang seharusnya menjadi panutan dan tempat bebagi keluh-kesah, kini tak ubah sebuah pisau yang kapan saja dapat menggores luka. 

Itulah yang Hana rasakan, Rio adalah belati yang semakin lama bersama akan semakin banyak menciptakan luka di relung terdalamnya. 

"Bukankah sudah kukatakan jika aku tak akan menikahinya, apakah kau belum puas juga?!" Rio terpancing emosi. 

"Percuma saja karena hati ini tak akan pernah sembuh kembali. Lebih baik pergi saja, aku yakin kami akan lebih bahagia tanpamu," ucap Hana dengan suara bergetar. 

Semakin ke sini semakin berat lisan perempuan itu memanggil sang suami dengan panggilan seperti biasanya, papa. 

Rio yang sedari tadi berdiri, kini terduduk lesu. 

"Aku akan memperbaiki semuanya," ucap laki-laki itu sambil tertunduk. 

Hana tak lagi menjawab, ia bergegas bangkit dan keluar dari kamar yang tiba-tiba terasa begitu sempit. 

Adzan magrib mulai berkumandang. Mengalun merdu ke segala penjuru kota di tengah pulau kecil di sebelah ujung pulau sumatera itu. 

"Sekarang waktunya sholat, ya," ucap Hana pada kedua putrinya ketika adzan usai. Sedangkan si sulung memang terbiasa berjamaah di masjid dan sejak berangkat tadi sudah izin akan pulang ba'da magrib. 

Hana beranjak untuk berwudhu, berharap sejuknya air suci itu mampu menggerus sedikit luka yang mengoyak batinnya. 

Tiga rakaat magrib ditunainya dengan mata berkaca-kaca. Ingin rasanya ia menyerah dengan semua ini. Namun, ia sadar jika dirinya adalah manusia paling berarti bagi anak-anaknya dan itu membuatnya berhenti mengeluh. 

Merekalah sumber kekuatan yang membuat Hana sekuat baja mendampingi laki-laki seperti Rio. 

Ica dan Ira berebutan bersalaman dengan sang mama usai sholat. Sedangkan Rio, laki-laki itu sama sekali tak nampak keluar dari kamar. 

Begitulah laki-laki yang seharusnya menjadi imam serta pembimbing dalam keluarga mereka. Rio hanya sesekali menunaikan shalat jum'at dan shalat dua hari raya saja. Untuk shalat lima waktu, entah sholat apa yang terakhir kali ia kerjakan, Hana pun tak tahu. 

Ibadah yang sejatinya adalah sunnah malah diutamakan olehnya, sedangkan ibadah wajib dengan entengnya ia abaikan. 

"Sekarang waktunya ngaji, ya. Ambil iqro' masing-masing, Mama tunggu di sini."

Begitulah rutinitas anak-anak di rumah ini. Hana dengan telaten mengurus hingga mendidik anak-anaknya tanpa andil sang suami, kecuali nafkah lahir. Tak lebih. 

*

Seminggu berlalu dari waktu di mana hati Hana berubah tak lagi seperti dulu. Hati yang dulu berusaha keras mengikhlaskan takdir, kini telah membeku. 

Sekeras apapun usaha Rio melembutkan kembali, Hana masih tetap sama, masih saja dingin. 

"Selamat ulang tahun, Ma," ucap Rio setelah meletakkan tas kantor di atas meja kerjanya yang berada tak jauh dari Hana. Tepat hari ini usia Hana berada di angka 36 tahun. Usia yang cukup matang untuk memutuskan sesuatunya sendiri. 

Perempuan itu tengah sibuk dengan tumpukan pakaian yang baru saja ia angkat dari jemuran barusan.

Tak ada pembantu rumah tangga di sini. Semua Hana yang mengerjakannya sendiri. Bahkan memanasi motor untuk Rio berangkat kerja pun ia yang melakukannya sendiri. 

Laki-laki itu mendekat dengan tangan kanan menggenggam sesuatu. 

"Makasih," jawab Hana datar. Tangannya sama sekali tak berhenti dari gerakan serupa membalikkan pakaian yang hendak ia setrika. 

Sore begini suasana rumah sering lebih sepi karena dua anak perempuan mereka yang lebih sering  menghabiskan waktu di rumah sang nenek, sedangkan si sulung setiap tiga hari dalam seminggu ada latihan silat di sekolah, termasuk hari ini, sabtu. 

Rio duduk tepat di samping Hana, menghadap ke sebelah kiri Hana. 

"Ma …," panggil Rio pelan. 

"Ya," jawab Hana singkat. Sedetik ia melirik ke arah sang suami, lalu kembali sibuk dengan urusannya sendiri. 

"Papa belikan ini untuk Mama. Semoga Mama suka."

Rio mengulurkan tangan kanan, membuka genggamannya. Sebuah kalung emas berukuran sedang dengan liontin indah nampak di sana. 

Kini Hana mengalihkan pandangan pada laki-laki itu. Bibirnya tetap saja bungkam. Jauh di relung hatinya ia berharap jika Rio memang benar-benar berubah lebih baik lagi, meski rasa muaknya jauh lebih besar. 

"Mama tak suka?" tanya Rio lagi. 

Nampak sangat tak biasa ketika laki-laki dengan ego tinggi serta gampang marah itu kini berubah lebih lembut. Bahkan dalam waktu seminggu ini tak ada suara bentakan dari bibir Rio yang terdengar menggema karena hal-hal sepele. 

"Ketika kita tak menyukai orangnya, maka apapun yang diberikan orang itu tak akan ada yang spesial," keluh Hana dengan tatapan luruh ke atas lantai. 

Jawaban Hana mampu membuat Rio murka. Namun, sekuat tenaga ia menahannya ketika menyadari ini bukanlah waktu yang tepat untuk meributkannya jika tak ingin semua lebih fatal. 

"Baiklah." 

Rio kembali menggenggam kalung itu hingga tak lagi nampak. "Aku juga ingin mengatakan jika besok Mama akan datang ke sini." Lanjut Rio, membuat Hana seketika mematung dengan perasaan tak karuan. 

Bukan ia membenci mertua perempuannya itu datang berkunjung. Namun, setiap kedatangannya selalu ada saja pertengkaran hebat antara dirinya dan Rio terjadi. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Rio takut ditinggal Hana tapi kebanyakan tingkahnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Saat Lelah untuk Diam

    Hana menatap dengan ekspresi datar pada mertuanya itu. Akan ada lagi drama yang tercipta jika perempuan itu datang ke sini. Perempuan berusia 60 tahun itu baru saja keluar dari mobil Rio, lalu berjalan menuju pintu utama. Perempuan itu masih terlihat sangat kuat meski di usianya yang sudah cukup tua. Jujur, dulu Hana merasa kagum pada mertua perempuannya itu yang sanggup datang mengunjungi anak cucunya meski hanya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu rasa kagum itu memudar setelah tahu bagaimana mertuanya itu menganggap dirinya tak lebih seorang perempuan yang hanya berdiam diri di rumah tanpa menghasilkan uang.Rio berjalan mengekor di belakang sambil menyeret koper berukuran sedang di tangan kanannya. Hana mengulur tangan kala jarak antara mereka semakin terpangkas, mencium takzim punggung tangan itu dengan bibir terkunci. "Mana anak-anak?" tanya Maria sambil celingukan ke penjuru ruangan. "Abi masih sekolah, Ira dan Ica lagi makan siang di dapur," jawab Hana dengan bibir

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Luahan Rasa

    Maria sama sekali tak menyangka jika menantu kebanggaannya itu akan berucap hal menyakitkan barusan. Ya, diantara dua menantunya, Hana adalah menantu idaman baginya, menantu yang selalu ia puji di depan menantu lainnya. Sangat wajar jika Maria bersikap demikian karena Lina, istri dari anak keduanya adalah tipe perempuan yang ceplas-ceplos dan tak suka diatur-atur. Rio nampak memasang wajah kesal. Namun, berusaha ia tahan karena posisinya sekarang dalam keadaan genting. Laki-laki itu sedikit bersyukur karena hari ini ia mengambil cuti, jika tidak, sudah dipastikan perdebatan dua perempuan barusan akan berakhir fatal. "Kenapa kau berbicara begitu, Hana?" tanya Maria dengan tatapan tak percaya. Hana tak langsung menjawab, kini fokusnya terarah pada Ica yang sibuk menghabiskan makanannya, sedangkan Ira pura-pura tak paham dengan pembicaraan tiga orang dewasa di hadapannya itu, meski ia mulai sedikit tahu ke mana topik pembicaraan mereka. "Ira udah kelar makannya?" tanya Hana lembut.

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Bukti Baru

    "Sadarlah Rio, perempuan itu masih bersuami, mana punya anak 3 lagi." Maria menasehati dengan suara pelan. Tatapan matanya luruh pada wajah gusar sang anak. "Mama diam! Jangan mengurusi rumah tanggaku, urusi saja rumah tangga Mama sendiri!" bentak Rio seraya bangkit dan berlalu ke luar. Beberapa saat kemudian deru mesin mobil terdengar, kemudian kian menjauh. Entah ke mana perginya laki-laki itu. Tangan yang telah dipenuhi keriput itu mengusap kuat dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Matanya seketika berkaca-kaca. Ini entah kali keberapa Rio membentaknya dengan bentakan menggores luka di hati. Namun, meski demikian Maria tetap rutin mengunjungi anaknya itu meski jaraknya paling jauh dari anak-anak yang lain. Apalagi kalau bukan karena uang. Ya, Rio adalah anaknya yang memiliki gaji tertinggi dibandingkan yang lain, serta yang paling royal memberikan uang padanya. Tentu saja, jika hanya bergaji 4 juta perbulan seperti anak keduanya, mana mungkin mampu memberinya uang dengan jumlah

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Amarah Siap Meluap

    "Sayaaaang! Aku udah mengajukan gugatan ke pengadilan, aku nggak mau, ya, kalau sampai aku resmi bercerai dari suamiku, kau tak kunjung meninggalkan perempuan itu." Lanjut suara dari seberang sana membuat harga diri Hana kian terinjak-injak. Hana memutus telepon secara sepihak. Ia tak ingin lebih muak lagi jika terlalu lama mendengar suara bernada manja perempuan murahan yang dibanggakan suaminya itu. Sekarang Hana tau apa yang membuat Rio izin lembur hari ini. Ya, lembur, lembur untuk menikmati waktu bersama perempuan murahan itu. "Tak akan ada maaf lagi untuk kali ini," desis Hana dengan wajah penuh murka. Tangan dengan jari-jemari lentik itu menggenggam kuat ponsel kecil itu. Jika benda itu hanya sekeras tempe, maka dapat dipastikan kini tak lagi berbentuk. Hana memejamkan mata untuk beberapa saat dengan wajah menengadah ke langit-langit kamar. Amarah di dadanya kian menumpuk, beban berat di hatinya seakan tak mampu lagi ia tampung. Hampir saja ponsel milik Rio itu menghantam

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Terbongkarnya Kebusukan

    Hana menatap lekat wajah pias laki-laki itu dengan dada bergemuruh. Namun, tetap saja ia enggan bersikap seolah dirinya butuh laki-laki itu. "Benar ini yang kamu cari?" tanya Hana dengan nada membentak. "I—itu ponsel temen Papa, Ma. Kemaren ketinggalan di kantor dan minta Papa buat bawa pulang dulu," ucap Rio terbata. Kilatan amarah kian nampak mana kala mendengar kebohongan baru yang Rio ciptakan barusan. Tak ada lagi kepercayaan yang tersisa setelah semuanya terjadi. "Oh, ya? Kalau begitu, katakan pada temanmu kalau kekasihnya akan take off pukul sembilan 45 menit dan meminta dijemput," ucap Hana dengan mata tajam. Berusaha ia tahan emosi yang tengah meluap, meski hasilnya tetap saja berkobar. Rio tertunduk seketika. Kedua tungkainya melemah menyadari Hana telah berbuat sesuatu dengan ponsel barunya, ponsel yang ia khususkan untuk bertukar kabar dengan Inez. "Ceraikan aku sekarang juga!" Bentak Hana. Perempuan pendiam itu kini berubah bak singa kelaparan yang siap menerkam man

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Kian Genting

    "Ti—tidak, Inez. Aku tak bisa menjemputmu. Kau pergi saja sendiri," ucap Rio terbata-bata. Sekilas ia dapat melihat betapa amarah Hana lewat wajahnya yang kian memerah. "Hah! Abang jangan aneh-aneh. Abang pikir aku bisa menerima ini. Nggak mau, pokoknya jemput aku! Bukankah Abang sudah janji akan menjemputku, bahkan tempat tinggal untukku sudah Abang sediakan. Atau Abang takut dengan istri berwajah lusuh Abang itu?" Inez menggerutu. Ia tak tahu jika di sini semua wajah tersulut amarah oleh kalimatnya barusan, terlebih Hana. Rio mengusap keringat dingin yang berjejalan keluar di dahinya. Inez sukses membuat laki-laki itu didera ketakutan. "Sudah—" Rio berusaha menyudahi pembicaraannya. Namun, dengan cepat perempuan di sana memotong kalimatnya. "Biasanya juga tak peduli dengan perempuan itu. Kalau memang nggak mau jemput, kenapa nyuruh aku dateng ke sana." Suara perempuan itu terdengar kesal. "Bukan—bukan begitu, Nez. Ah, aku—aku sibuk," ucap Rio sambil memejamkan mata. Ia benar-be

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Pertengkaran Hebat

    "Dapat bagian katamu? Lantas, rumah yang kau bangun di dekat rumah Mama?" tanya Hana dengan tatapan menantang. "Rumah yang kau bangun dengan menghabiskan uang ratusan juta dan dibuat atas nama kamu. Bahkan surat rumah pun tak kau izinkan aku menyimpannya di rumah ini. Kau lebih percaya orang tuamu, sedangkan surat rumah ini yang aku simpan di rumah Ibu kau paksa aku untuk memintanya. Apakah ini adil menurutmu?" tanya Hana dengan mata tajamnya. "Semuanya adalah jerih payahku, Hana. Kau hanyalah ibu rumah tangga yang sama sekali tak menghasilkan rupiah," ucap Rio tak tahu malu. "Oh, begitu. Kau memang sama persis dengan mamamu. Jika memang begitu, mari kita hitung apa yang telah kulakukan demi keluarga ini, dan apa yang telah kau lakukan untuk keluarga ini," ucap Hana dengan kalimat tegas dan jelas. Tak ada lagi kata mengalah dalam kamus kehidupannya kali ini terhadap laki-laki tak tahu balas budi itu. "Silakan. Dan kupastikan kau hanya benalu yang numpang makan selama bertahun-tahun

    Last Updated : 2022-12-21
  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Kemarahan Orang Tua Hana

    Tatapan tajam menghunus dari mata renta dengan tubuh yang masih nampak begitu kokoh itu terarah pada Rio. Hatinya sebagai orang tua meyakini jika laki-laki itulah sumber masalah dalam rumah tangga anak bungsunua itu sekarang. Rio memalingkan pandangan ke jendela. Rasa kesalnya pada Hana kian besar kala melihat raut wajah laki-laki yang selama ini tak pernah manis terhadapnya. Ia tak sadar jika apa yang dilakukan Husni terhadapnya adalah ulah dirinya sendiri, ulahnya yang kerap kali menyakiti hati Hana. "Ada apa ini?" tanya suara bariton itu dengan nada datar. Hana menatap wajah laki-laki berwajah sangar dengan hati hangat itu. Ya, terhadap anak cucunya, Husni adalah seorang kakek yang hangat. Hanya saja ia tegas dalam memutuskan sesuatu dan itulah yang membuat Husni dan Rio tak pernah akur sejak dulu. "Hana minta bantuan Ayah untuk menyelesaikan ini," adu Hana pada laki-laki dengan rambut yang mulai memutih itu. Husni terdiam sejenak. Mengedarkan pandangan ke semua wajah yang ke

    Last Updated : 2022-12-21

Latest chapter

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Ending

    Mendengar pertanyaan dari Inez, Marwan terdiam. Bersamaan dengan itu perempuan yang tadi mengantar minum untuk Inez kembali datang. Perempuan berwajah manis dengan kulit kuning langsat itu memilih duduk tepat di samping Marwan. Bibir merah mudanya tersenyum ramah ke arah Inez lalu berpindah melirik Marwan. Susah payah Inez menelan ludah. Prasangka buruknya membuat keringat dingin berjejalan di sela-sela jari dan telapak tangannya. "Kenalin, ini Sarah istriku," ucap Marwan sambil melempar senyum tipis ke arah sang istri. Perempuan berusia awal 30 tahun itu mengulurkan tangannya ke arah Inez. Jika dibandingkan dengan Inez, perempuan bernama Sarah itu masih kalah cantik. Inez nyatanya jauh lebih cantik jika dinilai dari fisik. Namun, bukan itu yang Marwan lihat. Ia tak ingin cinta yang dulu berawal dari kepuasan mata membuat dirinya harus menjalani kehidupan serupa seperti dulu lagi. Inez seketika terhenyak. Jawaban yang keluar dari bibir Marwan tak ubah seperti palu godam yang men

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Penyesalan Inez

    Inez kembali terperangah dengan mata membulat sempurna. Sony ternyata ditangkap karena telah membunuh pacar yang telah ia pacari setahun terakhir, dengan cara membekapnya dengan bantal hingga menghembuskan napas terakhir, lalu melarikan motor serta ponsel milik sang pacar. Inez segera berlari ke kamar. Rasa sesal dan kecewa memenuhi rongga dadanya. Air mata kembali meleleh ketika sadar betapa bodoh dirinya karena telah luluh dengan janji manis serta tampang rupawan laki-laki brengsek itu. Ternyata saat bersamanya Sony sudah memiliki pacar. Berkali-kali inez memukuli dadanya yang kini terasa sesak. Satu per satu kebodohan yang pernah ia lakukan kini berputar di kepala, membuat rasa bersalah pada Marwan kian bertumpuk. *Malam datang bersama aroma damai ketenangan bersama rintik hujan yang luruh ke bumi. Namun, tidak dengan hati Inez. Malam ini ia kian gamang. Hatinya berkeinginan untuk datang meminta maaf pada Marwan. Namun, ia terlalu malu untuk menampakkan wajah hinanya di hadapan

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Nasib Sony

    Hana menautkan alis seraya menggeleng pelan. Bibirnya mengulum senyum manis, bahkan sangat manis. "Sejak kapan?" Ia balik bertanya. "Jauh sebelum kau kenal mantan suamimu," jawab Hakim dengan raut wajah nampak serius. "Hah? Serius?" Hana kembali bertanya. Hakim mengangguk pasti. Hana menatap lekat wajah sang suami. Selama ini Hana tak pernah menganggap Hakim lebih dari teman, atau mungkin sahabat. Yang ia tahu Hakim sangat nyaman untuk dijadikan teman bercerita sekaligus rekan kerja. Sejak dulu Hakim dikenal suka membantu, bahkan hampir semua teman-teman di kantor lama mereka dulu dekat dengan Hakim. "Apa kau merasa Abang mempunyai teman dekat perempuan saat itu selain kamu?" tanya Hakim memastikan. Hana nampak berpikir sejenak, lalu menggeleng pelan. "Setiap kedekatan antara laki-laki dan perempuan, sudah pasti salah satu di antara keduanya memiliki rasa, Na. Nggak usah munafik. Pada kedekatan kita dulu, Abang lah yang memiliki rasa padamu," ucap Hakim jujur. Kini tatapan mat

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Hari Bahagia

    Dua minggu berlalu. Hana menatap bangga laki-laki yang kini tengah menjabat tangan Pak Penghulu dengan wajah serius. Laki-laki yang kini tengah mengikrarkan janji suci di depan saksi. Wajah penuh riasan itu kini berubah sendu manakala kata 'sah' mengawang di udara. Memecah khidmatnya acara pagi ini. Tepat beberapa detik yang lalu, dirinya kembali sah bergelar istri setelah delapan bulan menyandang status janda. Mungkin bagi sebagian orang ini terlalu singkat. Namun, Hana tak ingin menunda saat laki-laki baik datang padanya, persis seperti apa yang dikatakan sang ayah kala itu. Binar bahagia nampak pada wajah keduanya ketika Hana dan Hakim bersanding di atas pelaminan untuk menyambut kedatangan para tamu. Anak-anak mereka berkumpul menyaksikan kebahagiaan orang tua mereka. Kini Ira dan Shanum nampak tak ingin berjauhan. Dua anak perempuan itu kini menikmati hubungan yang kian dekat dari sekedar sahabat. Kedua orang tua Hana nampak lebih muda dalam riasan serta pakaian yang mereka

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Penderitaan Inez

    Bayangan kematian kian menghantui Inez. Keringat dingin meluncur di dahi hingga jemari perempuan itu. Ines mengangguk cepat, matanya kian gencar mengeluarkan butiran bening. "Bagus," ucap laki-laki itu dengan senyum menyeringai. "Jangan sampai kau berteriak seperti tadi, jika tak mau pisau ini menembus perutmu." Sony kembali mengancam.Rasa takut yang membuncah membuat Inez akhirnya kembali mengangguk. Sigap sony melepaskan ikatan kain di mulut perempuan itu. "Aku mohon, setelah ini lepaskan aku," lirih Inez dengan air mata kian deras membanjiri wajahnya. Berharap masih tersisa empati di hati laki-laki itu. "Pasti, pasti akan kubebaskan setelah mengatakannya, aku janji," ucap sony dengan wajah meyakinkan. Laki-laki itu merogoh ponsel di saku celananya. Sekarang ia siap mengetik deretan nomor yang akan Inez katakan. Dengan bibir bergetar karena ketakutan akhirnya Inez mengatakan kode pin ATM-nya. Akhirnya ia menyerah, mengingat nyawa yang jauh lebih berharga dari segalanya. "Kata

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Wajah Asli Sony

    Wajah Inez kian memerah. Impian yang dijanjikan Sony selama mereka bersama pupus sudah. Harapannya tentang hidup bahagia bersama laki-laki impiannya telah kandas. Tangan Inez mendorong kuat tubuh laki-laki itu hingga Sony terjengkang. "Aku tidak butuh penjelasan tentang kebodohanmu, yang aku butuhkan sekarang adalah uangku kembali!" pekik Inez membabi buta. "Sekarang juga kembalikan uangku!" Inez kembali membentak dengan wajah merah padam. "Uang itu sudah lenyap, Nez. Percuma saja kau memintanya. Bahkan sampai kau nangis darah pun uang itu tak akan pernah kembali," jawab Sony sambil berusaha bangkit. Ia ikut meninggikan suara. Wajah Inez kian memerah. Perempuan itu kalap, ia meraih vas bunga di atas meja melempar kuat ke arah Sony, hingga vas cantik berwarna putih itu tercecar di lantai berhamburan. Setelahnya ia kembali meraih sebuah hiasan keramik yang diletakkan di samping kursi. Melempar benda itu ke sembarang arah. 

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Inez ditipu

    "Lagian bisnis kamu sampai sekarang masih belum jelas. Pakai saja uang 200 juta yang aku kasih waktu itu, aku sudah nggak punya simpanan banyak lagi. Lagi pula uang hasil penjualan rumah itu hanya tinggal sedikit. Aku memberi 80 persennya untuk kau kelola. Tapi sampai detik ini tak ada kabar. Setiap aku membahas masalah itu kamu selalu bilang, sabar, ya'. Aku capek, Son, capek nanyain kejelasan semuanya." Inez beranjak ke dalam sambil menghentak-hentakkan kaki ke lantai. Laki-laki itu tersulut emosi. Namun, semampunya ia meredamnya. Jika bukan Inez, siapa lagi yang bisa diandalkan saat ini. Sony menguyar rambut kasar. Pikirannya penuh sesak tentang kerusakan mobil hingga bisnis yang dijanjikan temannya. Benar kata Inez, dirinya memang hanya dijanjikan tanpa ada kepastian.Ia beranjak masuk, berniat membujuk perempuan itu agar mau membantunya. Nampak Inez tengah tiduran di sofa mewah di depan TV bersama Rafa. Rafa sibuk memainkan leggo, mem

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Sebatas Adik

    "Abang memiliki rasa padanya?" Selidik Hana. Hakim menggeleng pelan. "Menganggapnya sebatas adik. Tak lebih," aku Hakim. "Kalau begitu, aku tak memiliki alasan untuk cemburu," jawab Hana berusaha menutupi rasanya. Ya, sejujurnya rasa cemburu itu tetap ada. Namun, melihat sikap Hakim tadi membuatnya merasa tak pantas menunjukkan rasa dengan cara berlebihan. "Kau yakin?" tanya Hakim dengan menaikkan sebelah alis. Hana hanya tersenyum simpul. "Syukurlah …." Hakim nampak lega. "Oh, ya, boleh aku berbicara tentang kita?" tanya Hakim kemudian. "Tentang kita?" Hana mengulang pertanyaan Hakim sambil tersenyum geli. "Jangan tertawa!" Hakim terkekeh. "Siapa yang tertawa?" "Barusan?" Telunjuk itu terarah pada Hana. "Itu senyum. Apakah seorang dengan pangkat manager di perusahaan besar tak bisa membedakan mana senyum dan mana tertawa?" ledek Hana. "Baiklah … ya, kau barusan hanya tersenyum. Aku sadar karena lelaki memang tempatnya salah, terlepas dari apa jabatan pekerjaan maupun tite

  • KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU   Penantian Sia-sia

    Cincin yang fotonya bulan lalu di kirim Dewi padanya. Ya, Dewi mengatakan jika Hakim memintanya memilih model yang paling bagus. Dan pilihan Dewi jatuh pada cincin yang kini melingkar di jari manis Hana. "Aamiin," ucap Hakim dan Hana bersamaan sambil melempar senyum. Susah payah Rena menelan ludah sendiri. Melihat raut wajah dua orang di hadapannya itu saat saling tersenyum, mampu membuat hatinya meringis. Ada beban yang tiba-tiba menghimpit dada, menciptakan sesak. Hayalannya tentang bagaimana cincin itu melingkar indah di jari manisnya kini pupus sudah. Semua mimpi-mimpinya tentang masa depan bersama Hakim seketika kandas. Ada luka yang baru saja tergores di hati, luka karena perasaan berlebih pada orang yang salah. Jika saja ia tengah sendiri, ingin rasanya meluahkan rasa lewat air mata. Sekian lama ia berusaha menampilkan yang terbaik di hadapan Hakim maupun keluarganya. Namun, semua hanya kesia-siaan. Dua tahun waktunya menjaga hati untuk Hakim sama sekali tak dihargai. Ent

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status