"Apa sih yang kamu rencanakan? Sampai harus mencuci otak suamimu untuk membenci Gerard dan Aulia?" Ibu Steven kembali berteriak tapi kali ini ke arah Lisa.Seperti perintah Steven ketika mereka membicarakan rencana malam ini, Lisa hanya diam dan menunduk. Steven tidak ingin Lisa melawan ibunya."Lisa tidak pernah mencuci otakku Ma. Itu kenyataannya. Silakan mama tanya kepada menantu kesayangan mama itu." ucap Steven sambil menunjuk Aulia yang duduk dengan tenang."Kalian dengar gosip dari mana? Pasti kalian mau bilang, kalau aku sudah pernah menikah kan?" ujar Aulia sambil berdiri perlahan."Mereka pasti mendatangi musuh-musuhku Ma. Dulu ketika kuliah beberapa orang menyebarkan kabar jahat bahwa aku sudah pernah menikah, hamil, keguguran lalu menikah lagi dengan Gerard." sambung Aulia sambil tersenyum sinis ke arah Lisa yang tampak kaget dengan reaksi Aulia."Kamu memang pembohong. Kamu sudah tahu aku akan membongkar semua aibmu, jadi kamu berusaha menjadikan dirimu korban sebelum aku
"Untuk apa kalian semua kesini? Pulang sana!" usir ibu Steven melihat kedua anak dan menantunya tiba-tiba muncul di rumahnya. "Scott dan Sylvia sudah diantar ke rumah neneknya?" tanya ayah Steven tanpa memedulikan istrinya. Steven mengangguk ke arah ayahnya. "Duduk." perintah ayahnya kepada semua orang termasuk istrinya. Mereka semua segera duduk. "Papa ingin tahu semuanya. Jangan ada yang ditutupi, ditambahi atau dikurangi." "Pa, kamu percaya sama mereka?" sergah ibu Steven yang diikuti dengan tatapan tajam suaminya sambil meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. Ibu Steven segera menutup mulutnya. "Silakan mulai dari kamu Gerard. Sepertinya kamu menyimpan banyak kebohongan." tegas ayah Steven sambil menunjuk Gerard. "Ini tidak seperti yang papa pikir." jawab Gerard ragu. "Kalau begitu jelaskan dengan benar." timpal ayahnya dengan wajah tidak peduli. "Semua yang Lisa katakan tadi benar. Saat kami berpacaran, Aulia memang dipaksa orangtuanya untuk menikah. Setelah beberapa
"Lisa!" teriak Steven tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Semua orang menatap Lisa dengan bingung. Gerard mengangkat wajahnya dan menatap Lisa. Aulia bahkan terdiam dan menatap Lisa dengan penuh kebencian."Ayo, minum saja racunnya! Jangan hanya mengancam." perintah Lisa dengan suara yang semakin keras.Aulia yang mendengar perintah Lisa tampak gusar. "Apa kamu pikir aku cuma sekedar mengancam?" tanya Aulia dengan mata melotot."Kalian semua akan menjadi saksinya. Aku mati gara-gara perempuan ini!" Aulia kembali berteriak histeris lalu segera meminum racun yang dia pegang. Semua orang menahan napas ketika Aulia memasukkan racun ke dalam mulutnya, lalu terjatuh. Lisa segera berlari ke arah Aulia dan mencoba memegang Aulia yang masih memberontak dengan sisa-sisa tenaganya. Aulia akhirnya tidak sadarkan diri, Lisa berteriak memanggil Gerard."Gerard kemari! Suntikkan ini!" Gerard segera mengikuti perintah Aulia. Napas Aulia yang tadinya tidak beraturan perlahan mulai terkendali. W
"Lo pikir beli kacang goreng? Enak aja nyuruh besok daftar. Gue harus pertimbangkan dulu, bahas dulu sama suami dan anak-anak gue, bikin rencana yang matang dulu baru deh gue putuskan." jawab Lisa disambut dengan tawa mengejek Rebekha."Kelamaan. Gue kasih waktu satu minggu deh, setelah itu lo harus kasih keputusan." sahut Rebekha sedikit mengancam. Lisa mengangguk dengan enggan. Ide berkarir sangat mengganggu Lisa. Dia sangat bersemangat sekaligus ketakutan mendengar ide itu.***"Kamu yakin? Sudah menganalisa untung ruginya?" Steven menghujani Lisa dengan berbagai pertanyaan ketika Lisa mengutarakan niatnya untuk berkarir. Bukan karena dia tidak setuju, tapi Steven tidak ingin Lisa mengambil keputusan yang pada akhirnya akan dia sesali."Iya, aku yakin. Anak-anak sudah cukup besar dan mandiri. Selain itu masih ada opa dan oma-omanya yang bisa kita andalkan kalau kita membutuhkan sesuatu. Aku sangat ingin merasakan pengalaman bekerja di bidang hukum. Aku rasa ini akan menjadi kesempa
"Saat ini saya bekerja sebagai kepala bagian hukum dari Global Network Group. Pasti semua pernah mendengar nama perusahaan tempat saya bekerja. Sebagai informasi selain sebagai legal officer saya juga seorang pengacara, artinya saya juga bisa bersidang di pengadilan. Jadi saya cukup kompeten untuk berdiri disini." jelas Angel masih menatap Lisa yang menyadari betapa menyedihkannya penampilannya bila dibandingkan dengan Angel.Kelas malam itu terasa seperti neraka bagi Lisa. Angel terus menyerangnya dengan berbagai pertanyaan yang dia tahu pasti tidak akan bisa dijawab oleh Lisa."Bagaimana mau jadi pengacara, kalau tidak menguasai peraturan terbaru?" cetus Angel ketika Lisa tidak bisa menjawab pertanyaannya. Lisa hanya bisa menundukkan kepalanya dan berharap Angel berhenti bertanya kepadanya. Tapi Angel tidak berhenti sampai di akhir kelas malam itu. Setelah selesai Angel langsung pergi meninggalkan kelas tanpa menyapa Lisa atau mengatakan apapun.Semua rekannya telah keluar, tapi L
"Aku yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Jadi kamu tidak perlu minta maaf." jawab Lisa masih menangis karena tersentuh dengan kata-kata Steven.Steven tersenyum sangat tulus hingga mencairkan jiwa dan raga Lisa. Mereka menghabiskan malam itu dengan penuh kebahagiaan karena mereka tahu mereka hadir untuk saling melengkapi.***Hari ini Lisa baru saja menerima kabar baik. Dia segera melangkah ke ruangan Rebekha, lalu masuk setelah mengetuk pintu tiga kali."Bek, boleh ganggu sebentar?" tanya Lisa melihat Rebekha yang sedang sibuk di depan komputernya. Rebekha menyuruh Lisa untuk duduk di kursi depan mejanya."Ada apa?" tanya Rebekha menatap Lisa."Mau ngasih tahu aja. Kalau gue lulus ujian pengacara." ucap Lisa dengan semringah. Lisa sangat bangga dengan dirinya sendiri karena seminggu setelah mengikuti pendidikan, dia mengikuti ujian pengacara dan lulus dengan nilai tertinggi. "Yeay." teriak Rebekha sambil melompat dari kursinya lalu segera memeluk Lisa yang berseri-seri k
"Steven?" tanya Rebekha dan Lisa bersamaan lalu memutar kepala mereka ke arah pintu masuk. Betapa kagetnya mereka ketika melihat Steven suami Lisa beserta dua orang pria masuk ke restoran. "Ngapain Steven ketemuan sama dia?" guman Rebekha tanpa mengalihkan pandangannya. Melihat Steven masuk ke dalam restoran itu, membuat Lisa tidak tahan dan merasa sedang dikhianati."Gue keluar duluan ya." pamit Lisa sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu keluar. Rebekha tidak punya pilihan lain selain bertahan di situ dan menyaksikan semuanya karena kartunya."Apa-apaan ini? Katanya mau ketemu klien!" Rebekha mendengar seruan Steven dan melihat raut wajahnya yang tampak kesal dan merasa tertipu."Aku memang mau pake jasa kamu buat rumah aku. Tapi kamu selalu nolak kalau aku hubungi." bujuk Angel dengan suara lembut. Rebekha yang tanpa sadar berjalan semakin dekat dengan meja Angel bisa mendengar semuanya. "Maaf, saya punya banyak proyek, jadi silakan bicara dengan rekan-rekan saya. Mereka juga
"Maksud lo?" tanya Lisa sambil menegakkan tubuhnya."Itu yang namanya insting, lo bisa merasakan dan menduga sesuatu dengan tepat bahkan tanpa adanya kejanggalan atau bukti." jawab Rebekha lalu segera melangkah ke mejanya mengeluarkan beberapa dokumen dari tasnya. Dalam hati dia mengutuk mulutnya karena sudah lancang dengan mengatakan hal-hal yang tidak perlu dikatakan."Lo tahu Steven punya perempuan lain yang juga deket ama gue?" tanya Lisa lalu berdiri dan berjalan mendekati Rebekha.Rebekha memutar tubuhnya ke arah Lisa lalu menjentikkan jarinya ke dahi Lisa."Lo terlalu banyak baca buku sampe otak lu kepenuhan, jadi udah ga bisa mencerna informasi ya?" sindir Rebekha dengan kesal."Steven enggak punya perempuan lain! Itu cuma contoh bu. Kalau ada teman perempuan lo yang jatuh cinta sama Steven dan lo tahu tanpa ada bukti baru namanya insting." sambung Rebekha berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah dia buat tadi. "Oh oke." jawab Lisa sambil menganggukkan kepalanya."Sekarang m
"Dari situ aja sebenarnya lo bisa mengambil kesimpulan, kenapa kami menjauh," lanjut Donna memandang Lisa dengan tajam. "Karena pada dasarnya lo cuma mikirin diri lo sendiri. Bersahabat dengan kami pun itu demi diri lo sendiri," jelas Donna dengan gamblang. "Kenapa kalian bisa mengambil kesimpulan begitu? Gue tulus sayang sama kalian sebagai sahabat. Tapi kalau kalian menjauh, gue bisa apa? Kalau kalian memang nggak mau bersahabat lagi, untuk apa gue peduli?" jawab Lisa yang ikut terpicu amarahnya mendengar kata-kata Donna. "Karena itu bukan sekedar kesimpulan yang kami buat, tapi kenyataan. Kita berteman sejak masuk kuliah sampai hampir lulus. Lu tahu enggak kalau Rebekha pernah hampir diperkosa bapak tirinya? Lo tahu enggak kalau Ersa sering nangis karena sampai dewasa pun masih dimarahi orangtuanya kalau nilai ujiannya jelek? Enggak tahu kan?" Lisa diam. Dia memang tidak tahu semua kejadian itu. "Tapi lo pasti tahu dong kalau gue pernah naksir Steven? Tapi lo pura-pura enggak t
"Gue ngerti dan lagi-lagi gue iri dengan apa yang lo punya. Tapi yah, namanya hidup. Yang gue punya lo enggak punya, begitu juga sebaliknya. Sekarang mari kita nikmati hidup kita masing-masing dan melakukan yang terbaik dengannya," ujar Rebekha sebelum mereka saling berpelukan dan berpisah ke arah tujuan mereka masing-masing. Setelah berbicara banyak dan terbuka dengan Rebekha, Lisa merasa sangat lega. Dia menyesal mengapa selama ini terkurung dalam pikiran yang negatif. Dia selalu merasa sebagai korban, menyalahkan orang lain, tidak mempercayai siapapun bahkan dirinya sendiri dan terbenam dalam ketidak percayaan diri. Ternyata, kematian ibunya meski memunculkan rasa sakit baru, namun telah menjadi obat untuk semua rasa sakitnya selama ini. Lisa membayangkan andaikan dia bisa memandang hidup dari sudut yang lebih positif bersama ibunya, pasti semuanya lebih sempurna. *** "Bang Gerard mau menikah dengan Donna, rencananya besok dia mau membicarakan dengan papa dan mama," lapor Steve
"Lisa, sorry gue baru dengar kabar tentang tante Gayatri. Turut berdukacita ya," ucap Rebekha tulus. Lisa membuang napas panjang."Thank you," jawab Lisa singkat."Boleh enggak kita ketemu? Sejak kita bertengkar, gue ngerasa enggak tenang. Sepertinya kita harus bicara dan membereskan semuanya. Bagaimana?" Lisa diam sejenak."Oke, kapan? Dimana?" "Kalau sekarang? Di Kafe Kofee aja dekat rumah lo, gimana?" Lisa setuju lalu segera bersiap-siap setelah menutup teleponnya.Lisa tiba duluan karena tempat mereka bertemu sangat dekat dengan rumahnya. Dia segera memesan minuman coklat dingin dan beberapa camilan untuk menemaninya menunggu Rebekha. Ternyata Lisa tidak menunggu terlalu lama."Hai," sapa Rebekha. Lisa hanya menganggukkan kepalanya. Rebekha duduk di hadapan Lisa dengan canggung."Elo udah tahu belum kalo Donna udah dilamar?" tanya Rebekha mencoba mencari bahan pembicaraan."Belum," jawab Lisa singkat."Rencananya mereka mau menikah secepatnya, secara sederhana." Lisa menganggukan
"Mama ...," raung Lisa setelah video itu berakhir. Steven menutup matanya berusaha menahan tangis. Hatinya benar-benar hancur melihat airmata Lisa. "Mama, maafkan aku. Maafkan aku karena hanya memikirkan diriku sendiri." Lisa terus meraung. Steven tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menggenggam tangan Lisa dan membiarkan istrinya mengeluarkan semua kesedihan, kemarahan dan penyesalannya. Lisa berusaha keras menghentikan tangisnya. Dia mengumpulkan semua sisa kekuatannya untuk menahan rasa kehilangan yang sangat menyakitkan. Lisa kembali membereskan barang-barang ibunya. Dia memasukkan baju-baju ibunya ke dalam kardus. Rencananya Lisa akan menyumbangkan semua pakaian ibunya. Sementara Steven membereskan barang-barang lain dan menyusunnya dengan rapi agar Lisa dapat memilih dan memutuskan akan melakukan apa dengan barang-barang itu. "Lisa, sepertinya kamu harus baca ini." Steven menyerahkan selembar kertas kepada Lisa. Kertas dengan tulisan tangan ibu Lisa yang dibuat terburu-buru.
"Ada apa bang?" tanya Steven kaget."Bu Gayatri meninggal dunia," jawab Gerard dengan wajah menyesal. Steven tidak punya waktu untuk bertanya lebih lanjut dan langsung berlari menuju mobilnya dan bergegas pulang ke rumah.Dia sudah meminta Gerard untuk menghubungi papa dan mamanya agar mereka bersiap-siap. Steven juga minta papa dan mamanya untuk merahasiakan berita ini. Steven ingin Lisa mendengar kabar ini dari mulutnya.Steven merasa sangat terpukul dengan kematian mertuanya. Membayangkan reaksi istri dan anak-anaknya, membuat Steven lebih tertekan lagi. Steven tahu anak-anaknya lebih dekat dengan mertuanya daripada dengan orangtua Steven, selain itu mereka yang menemukan omanya tidak sadarkan diri. Anak-anaknya pasti akan sangat sedih. Sementara Lisa dia pasti akan menyesali kemarahan yang masih dia simpan, hingga tidak mau mengunjungi ibunya."Aaah!" teriak Steven, kepalanya terasa mau pecah membayangkan apa yang akan terjadi."Mana Lisa?" tanya Steven kepada ayah dan ibunya yang
"Anak-anak bagaimana?" tanya Steven yang membayangkan kepanikan anak-anaknya karena ibu dan omanya sama-sama berada di rumah sakit."Mereka ketakutan, apalagi mereka yang pertama kali menemukan bu Gayatri," jawab Ibu Steven dengan nada sedih."Kalau bisa, tolong antarkan mereka kesini. Lebih baik mereka bersama aku disini, supaya mereka tidak terlalu ketakutan," pinta Steven. Berada di samping ayah mereka pasti akan membuat kedua anaknya tenang."Oke, kami hanya akan memastikan keadaan mertuamu, lalu segera kesana." Bu Gayatri mematikan teleponnya, lalu memeluk kedua cucunya agar mereka tidak terlalu ketakutan.***"Kamu sudah enakkan?" tanya Steven kepada Lisa yang sudah sadar. Steven diperbolehkan masuk sebentar, sebelum diadakan pemeriksaan radiologi untuk mengetahui alasan kepala Lisa tadi terasa sangat sakit."Iya, tadi kepalaku tiba-tiba sakit sekali. Tapi sekarang rasa sakitnya benar-benar hilang." Lisa memegang kepalanya dengan tangan yang tidak diinfus."Tapi kamu tetap harus
Lisa bersikeras untuk tinggal. Dia sama sekali tidak menggerakkan kakinya. Dia tidak akan pernah lari lagi dari pertengkaran mereka. "Aku bilang tidak. Aku tidak akan pernah pergi, sebelum aku semuanya selesai," jawab Lisa keras kepala. "Apa yang mau kamu selesaikan? Semua kemarahan yang ada di kepalamu selama ini? Baik, silakan. Keluarkan saja semua makian yang kau punya. Lalu kalau sudah selesai, segera tinggalkan rumah ini." "Aku tidak ingin memaki, aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi ibu yang kejam?" ucap Lisa tanpa ampun. Bu Gayatri memandang Lisa dengan marah. "Kali ini kamu sudah keterlaluan. Bagaimana kamu bisa mengatakan mama kejam, setelah semua yang mama lakukan untukmu dan keluargamu? Apakah kamu ibu yang baik? Apakah kamu lebih baik dari mama?" "Aku berusaha agar tidak menjadi seperti mama. Tapi trauma yang mama timbulkan membuat emosiku tidak stabil. Kalau aku terkadang tidak bisa mengendalikan diri, itu karena apa yang sudah mama buat di masa lalu," ja
"Memangnya apa yang sudah mama lakukan? Mama tidak pernah memukulmu. Mama selalu memenuhi semua kebutuhanmu bahkan melebihi kebutuhanmu. Mama selalu merawat kamu ketika sakit. Mama juga yang selalu mengurusmu sejak kecil. Lalu dimana kesalahannya? Apa yang kamu benci? Bahkan sekarang anak-anakmu pun mama yang urus. Tapi mereka bahagia, tidak seperti kamu yang selalu menyalahkan sekelilingmu," sahut Bu Gayatri sambil melemparkan benang dan jarum rajitannya ke samping."Hidupmu terlalu enak. Kamu kurang bersyukur dengan semua yang sudah kamu miliki. Sekarang kamu mau menyalahkan mama untuk kesalahan yang kamu buat?" bentak Bu Gayatri. Lisa merasa tiba-tiba dia kembali menjadi gadis muda yang membenci ibunya."Kamu terluka karena mama? Kamu terluka karena keputusan-keputusan yang kamu buat tanpa berpikir. Mama sudah memberitahu apa yang harus kamu lakukan, tapi kamu memberontak. Sekarang kamu menerima konsekuensi dari keputusanmu dan kamu menuduh Mama yang merusak masa lalumu?" sambung B
"Udah gila lo!" seru Lisa tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Rebekha tersenyum mengejek dengan penuh percaya diri. Sudah lama dia menyimpan kata-kata itu. Tapi tidak pernah sanggup mengatakannya karena Lisa adalah sahabatnya. "Mulai hari ini kita adalah orang asing. Jangan pernah lagi sebut gue temen lo!" lontar Lisa dengan marah. Lisa tidak menyangka Rebekha sahabatnya yang paling pengertian diatara mereka berempat kini berubah menjadi seseorang yang sanggup berkata sekejam itu."Sebenarnya memang sudah lama lo bukan temen gue, bahkan bukan bagian dari empat sekawan. Cuma Ersa yang masih pasang badan demi elo. Demi Ersa juga gue dan Donna masih mau berhubungan sama lo." Rebekha terus menyerang Lisa dengan kata-kata tajamnya."Kalau sudah tidak ada lagi yang mau lo omongin, silakan keluar dan bereskan semua barang-barang lo. Mulai hari ini lo gue pecat!" tegas Rebekha lalu membalikkan badan. Lisa segera meninggalkan ruangan Rebekha dengan sangat marah."Kamu mau kemana?" tan